6 research outputs found
PERAN RHO KINASE INHIBITOR DALAM PENATALAKSANAAN GLAUKOMA: STUDI PUSTAKA KOMPREHENSIF MEKANISME, EFIKASI DAN EFEK SAMPING
Glaucoma ranks as the second-leading contributor to visual impairment, affecting a population of more than 76 million people worldwide. Glaucoma drugs currently work to reduce intraocular pressure (IOP) by reducing the production of aqueous humor (AH) in the ciliary corpus or increasing the drainage of AH through conventional or uveoscleral-uveovortex pathways. The newest hypotensive eye medicine, the Rho Kinase Inhibitor (ROCK), works to reduce TIO with the ROCK inhibitor. In addition, the use of ROCK inhibitors has been shown to be beneficial in the treatment of glaucoma, corneal endothelial healing, and progressive diabetic retinopathy. Although there is evidence that the use of Rho kinase-related inhibitors can cause conjunctive hyperemia, before the discovery of the ROCK inhibitor, there was no anti-glaucoma drug that could work with the trabecular meshwork targets, so ROCK is a very promising therapy for glaucoma patients as TM is responsible for 75% of the AH flow.Glaukoma menduduki peringkat sebagai kontributor kedua untuk gangguan penglihatan, mempengaruhi populasi lebih dari 76 juta orang di seluruh dunia. Obat-obatan glaukoma saat ini berfungsi untuk mengurangi tekanan intraokular(TIO) dengan mengurangi produksi aqueous humor (AH) dari corpus ciliaris atau meningkatkan drainase AH melalui jalur konvensional atau uveoscleral-uveovortex. Obat Ocular hypotensive terbaru yaitu Rho Kinase Inhibitor (ROCK), berfungsi untuk mengurangi TIO dengan ROCK inhibitor. Mekanisme kerja ROCK inhibitor yaitu mengurangi TIO dengan merelaksasi langsung trabecular meshwork (TM) dan sel-sel canal schlemm, yang membuat permeabilitas saluran menjadi lebih besar. Permeabilitas yang ditingkatkan ini kemudian mengurangi ketahanan terhadap outflow AH. Selain itu, penggunaan ROCK inhibitor telah terbukti bermanfaat dalam pengobatan glaukoma, penyembuhan endotel kornea, dan retinopati diabetes progresif. Meskipun terdapat bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan inhibitor Rho kinase terkait dapat menyebabkan hiperemia konjungtiva, sebelum ditemukan ROCK inhibitor belum ada satupun obat antiglaukoma yang dapat bekerja dengan target trabecular meshwork, sehingga ROCK inhibitor merupakan terapi yang sangat menjanjikan untuk para penderita glaukoma mengingat TM bertanggung jawab terhadap 75% aliran AH. Sehingga, penggunaan terapi baru ini dapat menjadi kunci dalam pengobatan pasien oftalmologi di seluruh dunia
PERAN STEM CELL PADA GLAUKOMA
Stem cell telah menarik minat yang cukup besar dalam beberapa dekade terakhir mengingat merupakan suatu metode terapeutik baru. Glaukoma adalah salah satu penyebab utama kehilangan penglihatan dan kebutaan total di dunia saat ini terutama di negara-negara Afrika dan Barat yang mempengaruhi lebih dari 60 juta orang. Peningkatan Tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama untuk kematian retinal ganglion cell (RGC), yang fungsinya menyampaikan informasi visual ke otak dari mata melalui saraf optik. Pengurangan TIO saat ini dicapai melalui berbagai cara, termasuk terapi obat dan intervensi bedah. Namun, tidak ada terapi yang bisa mengembalikan penglihatan pasien menjadi lebih baik oleh karena sudah terjadi kematian RGC yang luas dan tidak dapat ber-regenerasi. Oleh karena itu, stem cell dapat menjadi pilihan satu-satunya untuk mengembalikan penglihatan. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa pluripotent stem cell (PSC), retinal progenitor cells (RPC) dan sel Muller dapat digunakan untuk meregenerasi RGC. Akan tetapi, ampai saat ini hanya beberapa terapi stem cell yang telah disetujui untuk digunakan dalam praktik klinis penyakit mata, diantaranya inherited retinal dystrophies dan age-related macular degeneration (AMD). Penelitian lain yang dilakukan oleh vilela et al. pada tahun 2015 pada 2 pasien dengan POAG stadium lanjut menggunakan pemberian stem cell yang berasal dari bone marrow pasien tersebut (autolog) secara intravitreal, setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan elektroretinografi tidak ada respon setelah terapi dan salah satu pasien mengalami ablasio retina disertai proliferative vitreoretinopati setelah 15 hari post injeksi. Stem Cell merupakan terapi yang sangat menjanjikan bagi pasien dengan glaukoma terutama dengan stadium lanjut oleh karena kerusakan saraf optik yang dialami pasien glaukoma yang tidak dapat diperbaiki dengan terapi yang telah dilakukan sampai sekarang yaitu obat penurun tekanan intraokular maupun dengan operasi. Namun, harus diperhatikan bagaimana Teknik dan pemilihan jenis yang paling baik untuk mencapai outcome terbaik dan dengan efek samping yang paling sedikit
Aktivitas Luar Ruangan Menghambat Pemanjangan Aksis Mata sebagai Pencegahan Miopia Progresif pada Anak
Miopia paling sering disebabkan oleh Axial Length (AL) yang melebihi panjang rata-rata normal. Prevalensi miopia diprediksi akan mengalami peningkatan pada 2050. Peningkatan tersebut salah satunya disebabkan karena ada perubahan gaya hidup yang menyebabkan terjadi penurunan aktivitas di luar ruangan. Cahaya yang didapatkan pada aktivitas di luar ruangan merupakan faktor protektif yang dapat menghambat pemanjangan AL khususnya pada anak. Tinjauan Pustaka ini bertujuan untuk menggambarkan pengaruh aktivitas di luar ruangan terhadap AL anak pada penelitian yang dilakukan negara-negara lain untuk diterapkan pada populasi di Indonesia. Pencarian penelitian dilakukan pada ScienceDirect, PubMed, JAMA Network, dan Arvojournals dengan mengidentifikasi jurnal penelitian dari tahun 2012-2021. Tinjauan Pustaka ini menggunakan pedoman Preferred Reporting for Systematic Review and Meta-analysis (PRISMA). Didapatkan tujuh penelitian kohort dan tiga penelitian eksperimen yang sesuai dengan kriteria inklusi. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas di luar ruangan dapat menghambat pemanjangan AL pada anak namun perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan intervensi tambahan berupa aktivitas di luar ruangan yang diukur dengan intensitas cahaya secara objektif pada anak dalam populasi lain khususnya di Indonesia.Miopia paling sering disebabkan oleh Axial Length (AL) yang melebihi panjang rata-rata normal. Prevalensi miopia diprediksi akan mengalami peningkatan pada 2050. Peningkatan tersebut salah satunya disebabkan karena ada perubahan gaya hidup yang menyebabkan terjadi penurunan aktivitas di luar ruangan. Cahaya yang didapatkan pada aktivitas di luar ruangan merupakan faktor protektif yang dapat menghambat pemanjangan AL khususnya pada anak. Tinjauan Pustaka ini bertujuan untuk menggambarkan pengaruh aktivitas di luar ruangan terhadap AL anak pada penelitian yang dilakukan negara-negara lain untuk diterapkan pada populasi di Indonesia. Pencarian penelitian dilakukan pada ScienceDirect, PubMed, JAMA Network, dan Arvojournals dengan mengidentifikasi jurnal penelitian dari tahun 2012-2021. Tinjauan Pustaka ini menggunakan pedoman Preferred Reporting for Systematic Review and Meta-analysis (PRISMA). Didapatkan tujuh penelitian kohort dan tiga penelitian eksperimen yang sesuai dengan kriteria inklusi. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas di luar ruangan dapat menghambat pemanjangan AL pada anak namun perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan intervensi tambahan berupa aktivitas di luar ruangan yang diukur dengan intensitas cahaya secara objektif pada anak dalam populasi lain khususnya di Indonesia
Efek Tai Chi Qigong terhadap kapasitas aerobik lansia yang diuji dengan menggunakan 6-minute walk test
Penurunan kapasitas aerobik pada lansia dapat memberikan dampak yang buruk bagi lansia itu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan penurunan kapasitas aerobik, salah satunya adalah dengan olah raga Tai Chi. Untuk mengetahui efek Tai Chi terhadap kapasitas aerobik lansia di Griya Usia Lanjut Santo Yosef Surabaya, diberikan latihan Tai Chi dengan tipe Qigong selama 8 minggu atau 40 kali pertemuan dengan frekuensi maksimal 5 kali dalam seminggu dengan durasi latihan selama 60 menit. Kapasitas Aerobik sendiri dinilai dengan menggunakan 6-Minute Walk Test (6MWT) yang nantinya hasilnya akan dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan VO2max.
Penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental untuk mengetahui efek Tai Chi Qigong terhadap kapasitas aerobik lansia. Total tujuh belas orang sampel yang berhasil memenuhi kriteria inklusi, kriteria eksklusi, dan berhasil melaksanakan penelitian hingga akhir dengan kehadiran latihan lebih dari 75%. Pengambilan data 6MWT dilakukan sebelum intervensi, minggu ke-4, dan setelah intervensi.
Terdapat penurunan kapasitas aerobik lansia dari 25,103070 ml/kg/min (sebelum intervensi) menjadi 24,4344 ml/kg/min (minggu ke-4 intervensi) yang tidak signifikan (p=0,234). Terdapat peningkatan kapasitas aerobik dari 24,4344 ml/kg/min (minggu ke-4 intervensi) menjadi 25,248976 ml/lg/min (setelah intervensi) yang signifikan (p=0,04). Terdapat peningkatan kapasitas aerobik dari 25,103070 ml/kg/min (sebelum intervensi) menjadi 25,248976 ml/kg/min (setelah intervensi) yang tidak signifikan (p=0,800).
Sesuai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, efek Tai Chi bisa terlihat dengan waktu intervensi yang lebih lama. Oleh karena itu, Tai Chi Qigong belum memberikan efek yang signifikan terhadap kapasitas aerobik lansia dengan intervensi selama 8 minggu atau 40 kali pertemuan
Efek Tai Chi Qigong terhadap kapasitas aerobik lansia yang diuji dengan menggunakan 6-minute walk test
Penurunan kapasitas aerobik pada lansia dapat memberikan dampak yang buruk bagi lansia itu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan penurunan kapasitas aerobik, salah satunya adalah dengan olah raga Tai Chi. Untuk mengetahui efek Tai Chi terhadap kapasitas aerobik lansia di Griya Usia Lanjut Santo Yosef Surabaya, diberikan latihan Tai Chi dengan tipe Qigong selama 8 minggu atau 40 kali pertemuan dengan frekuensi maksimal 5 kali dalam seminggu dengan durasi latihan selama 60 menit. Kapasitas Aerobik sendiri dinilai dengan menggunakan 6-Minute Walk Test (6MWT) yang nantinya hasilnya akan dimasukkan ke dalam rumus untuk mendapatkan VO2max.
Penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental untuk mengetahui efek Tai Chi Qigong terhadap kapasitas aerobik lansia. Total tujuh belas orang sampel yang berhasil memenuhi kriteria inklusi, kriteria eksklusi, dan berhasil melaksanakan penelitian hingga akhir dengan kehadiran latihan lebih dari 75%. Pengambilan data 6MWT dilakukan sebelum intervensi, minggu ke-4, dan setelah intervensi.
Terdapat penurunan kapasitas aerobik lansia dari 25,103070 ml/kg/min (sebelum intervensi) menjadi 24,4344 ml/kg/min (minggu ke-4 intervensi) yang tidak signifikan (p=0,234). Terdapat peningkatan kapasitas aerobik dari 24,4344 ml/kg/min (minggu ke-4 intervensi) menjadi 25,248976 ml/lg/min (setelah intervensi) yang signifikan (p=0,04). Terdapat peningkatan kapasitas aerobik dari 25,103070 ml/kg/min (sebelum intervensi) menjadi 25,248976 ml/kg/min (setelah intervensi) yang tidak signifikan (p=0,800).
Sesuai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, efek Tai Chi bisa terlihat dengan waktu intervensi yang lebih lama. Oleh karena itu, Tai Chi Qigong belum memberikan efek yang signifikan terhadap kapasitas aerobik lansia dengan intervensi selama 8 minggu atau 40 kali pertemuan