Cartas de viaje desde España y Marruecos, noviembre 1883- abril 1884: una contribución al conocimiento de la situación de España

Comentarios realizados por Franz Rolef a su paso por Euskadi en su viaje de regreso de España. Hace comentarios sobre la lengua y el paisajeComments made by Franz Rolef on his way through the Basque Country when returning from Spain. He mentions the language and the landscap

SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK KULIT BUAH ALPUKAT (Persea americana MILL) SEBAGAI OBAT TRADISIONAL

Kulit buah alpukat saat ini masih menjadi limbah yang belum banyak digunakan oleh masyarakat. Kulit buah alpukat memiliki kandungan senyawa flavonoid dan quersetin yang tinggi sehingga kulit buah alpukat bersifat sebagai obat tradisional, oleh karena itu diperlukan informasi ilmiah tentang kandungan kimia dan efek samping yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa fitokimia dari ekstrak etanol kulit buah alpukat. Ekstrasi dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Tahapan penelitian ini meliputi pengujian fitokima yaitu alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Berdasarkan hasil penelitian skrining fitokimia, kulit buah alpukat diketahui mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, yaitu alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid dan saponin sebagai kandidat obat tradisional

Efek Pemberian Ekstrak Etanol Daun Leilem (Clerodendrum Minahasae) terhadap Kadar Kreatinin, Asam Urat dan Ureum pada Tikus Putih (Rattus Novergicus)

  Kemajuan ilmu pengetahuan di bidang pengobatan sekarang ini sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi, namun penggunaan obat-obatan tradisional semakin digemari. Hal ini disebabkan rendahnya efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan tradisional, praktis pemakaiannya, mudah memperolehnya dan harga yang terjangkau. Sulawesi Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki begitu banyak jenis tumbuhan, diantaranya tumbuhan leilem (Clerodendrum minahassae) dari genus Clerodendrum. Tumbuhan leilem merupakan tumbuhan endemik Sulawesi Utara yang oleh masyarakat Minahasa sering dikonsumsi sebagai sayur dan biasanya ditambahkan pada pengolahan daging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun leilem  terhadap gambaran nilai ureum, asam urat dan kreatinin pada tikus putih yang diinduksi etlen glikol. Rancangan penelitian, kelompok perlakuan dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok kontrol (P0), Kelompok etilen glikol (P1), Kelompok perlakuan batugin (P2), kelompok ekstrak etanol daun leilem dosis 150 mg/kgBB (P3), dan kelompok ekstrak etanol daun leilem dosis 300 mg/kgBB (P4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun leilem 150 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB dapat  menurunkan kadar ureum, kreatinin dan asam urat pada tikus dengan perlakuan etilen glikol. Ekstrak etanol daun leilem 150 mg/kgBB lebih baik dalam  menurunkan kadar ureum, kreatinin dan asam urat tikus  dibandingkan dengan dosis 300 mg/kgBB (p<0.05).   Kata kunci : Leilem, ureum, kreatinin, asam ura

ANALISIS FITOKIMIA EKSTRAK DAGING BUAH PISANG GOROHO MERAH ( Musa acuminata Colla L) SEBAGAI KANDIDAT OBAT HERBAL

Pisang goroho merupakan jenis tanaman endemik Sulawesi Utara. Pisang goroho sering digunakan masyarakat secara empiris sebagai bahan makanan tambahan / pokok bagi orang yang menderita penyakit diabetes mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan fitokimia dan menentukan gugus fungsi senyawa dari ekstrak etanol 96% pisang goroho merah. Preparasi sampel dipotong dari bagian sisir pisangnya, kemudian dipotong kedua ujung pangkal kulit buah pisang goroho dan di potong-potong buah dan dikeringkan. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Penapisan fitokimia dilakukan dengan analisis alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid, dan terpenoid. Berdasarkan hasil dari penapisan fitokimia bahwa ekstrak etanol pisang goroho merah mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin.. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak etanol 96% pisang goroho merah memiliki kemampuan baik sebagai kandidat obat herba

Skrining Fitokimia dan Potensi Antidiabetes Ekstrak Etanol Herba Ciplukan (Physalis Angulata L) pada Tikus Putih (Rattus Novergicus) yang Diinduksi Aloksan

The purpose of this study to determine the anti-diabetic potential of ciplukan herbal ethanol extract (Physalis angulata L) in white rats (Rattus norvegicus) induced alloxan given intraperitoneally and comparing its effectiveness with glibenclamide. This study uses 5 groups namely giving aquadest as normal control, giving alloxan as a negative control, giving alloxan and glibenclamide as a positive control and the ethanol extract of ciplukan herbal with a dose of 150 mg/kg BB and 300 mg/kg BB. Blood glucose measurement performed on day 0 (three days after induction), day 7, and day 14. The results showed that ethanol extract of ciplukan herbal (Physalis angulata L) can lower blood glucose levekls. A dose of 150 mg/kg BB have percentage decrease in blood glucose levels on day 7 and day 14 respectively by 14.1%and 70.5%. dose of 300 mg/kg BB have a percentage decrease in blood glucose levels on day 7 and day 14 respectively by 70.5%.and 69.5%. a dose of 150 mg/kg BB is more effective as an anti-diabetic compared with a dose of 300 mg/kg BB. Ethanol extract of ciplukan herbal (Physalis angulata L) also has an activity to repair damaged pancreatic-β cells in rats (Rattus norvegicus) induced by alloxan

Are SMC complexes loop extruding factors? Linking theory with fact

The extreme length of chromosomal DNA requires organizing mechanisms to both promote functional genetic interactions and ensure faithful chromosome segregation when cells divide. Microscopy and genome‐wide contact frequency analyses indicate that intra‐chromosomal looping of DNA is a primary pathway of chromosomal organization during all stages of the cell cycle. DNA loop extrusion has emerged as a unifying model for how chromosome loops are formed in cis in different genomic contexts and cell cycle stages. The highly conserved family of SMC complexes have been found to be required for DNA cis‐looping and have been suggested to be the enzymatic core of loop extruding machines. Here, the current body of evidence available for the in vivo and in vitro action of SMC complexes is discussed and compared to the predictions made by the loop extrusion model. How SMC complexes may differentially act on chromatin to generate DNA loops and how they could work to generate the dynamic and functionally appropriate organization of DNA in cells is explored

HP1α recruitment to DNA damage by p150CAF-1 promotes homologous recombination repair

p150CAF-1-mediated recruitment of HP1α to DNA is essential for efficient assembly of DNA damage response complexes and subsequent homologous recombination repair

Cohesinopathies, gene expression, and chromatin organization

The cohesin protein complex is best known for its role in sister chromatid cohesion, which is crucial for accurate chromosome segregation. Mutations in cohesin proteins or their regulators have been associated with human diseases (termed cohesinopathies). The developmental defects observed in these diseases indicate a role for cohesin in gene regulation distinct from its role in chromosome segregation. In mammalian cells, cohesin stably interacts with specific chromosomal sites and colocalizes with CTCF, a protein that promotes long-range DNA interactions, implying a role for cohesin in genome organization. Moreover, cohesin defects compromise the subnuclear position of chromatin. Therefore, defects in the cohesin network that alter gene expression and genome organization may underlie cohesinopathies

Naa50/San-dependent N-terminal acetylation of Scc1 is potentially important for sister chromatid cohesion

The gene separation anxiety (san) encodes Naa50/San, a N-terminal acetyltransferase required for chromosome segregation during mitosis. Although highly conserved among higher eukaryotes, the mitotic function of this enzyme is still poorly understood. Naa50/San was originally proposed to be required for centromeric sister chromatid cohesion in Drosophila and human cells, yet, more recently, it was also suggested to be a negative regulator of microtubule polymerization through internal acetylation of beta Tubulin. We used genetic and biochemical approaches to clarify the function of Naa50/San during development. Our work suggests that Naa50/San is required during tissue proliferation for the correct interaction between the cohesin subunits Scc1 and Smc3. Our results also suggest a working model where Naa50/San N-terminally acetylates the nascent Scc1 polypeptide, and that this co-translational modification is subsequently required for the establishment and/or maintenance of sister chromatid cohesion