27 research outputs found

    Analisis Yuridis Perubahan Kontrak Karya Pt Freeport Indonesia Menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Oleh Pemerintah Indonesia

    Get PDF
    Penelitian ini mengangkat isu hukum mengenai konflik antara prinsip Pacta Sunt Servanda dengan kedaulatan negara atas sumber daya alam di wilayahnya, ketika dihadapkan dengan situasi dimana negara harus mengutamakan kepentingan nasionalnya dengan menerbitkan Undang-Undang yang dapat merugikan pihak lain yang terlibat dalam perjanjian dengan negara tersebut. Penulis mengangkat dua rumusan masalah, pertama, bagaimana keabsahan perubahan Kontrak Karya PT Freeport Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia? Kedua, Bagaimana implikasi yuridis Kontrak Karya PT Freeport Indonesia dengan Pemerintag Indonesia setelag berlakunya peraturan mengenai Izin Usaha Pertambangan Khusus? Jenis penelitian ini adalah yuridis normative dengan menggunakan pendekatan perundangundangan, konseptuan, dan kasus-kasus. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi gramatikal dan sistematis. Tindakan Pemerintah Indonesia yang mengubah ketentuan Kontrak Karya menjadi IUPK melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dapat dibenarkan secara hukum internasional. Karena, negara memiliki kedaulatan permanen terhadap sumber daya alam di wilayahnya, kemudian setelah puluhan tahun menerapkan sistem Kontrak Karya, perubahan Undang-Undang Minerba harus dilakukan dengan tujuan semata-mata untuk menanggulangi kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan Indonesia, hal tersebut dilakukan demi memberikan kesejahteraan ekonomi rakyat Indonesia dan pembangunan bangsa. Juga perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK tidak dilakukan secara diskriminatif atau hanya bertujuan untuk merugikan salah satu pihak saja, namun berlaku secara umum untuk investor yang ada di Indonesia baik asing maupun domestik. Perubahan terhadap Undang-Undang pertambangan yang terdahulu menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengakibatkan pemegang Kontrak Karya harus segera menyesuaikan diri dengan ketentuan yang ada pada UndangUndang tersebut, tidak terkecuali PT. Freeport Indonesia. Namun, dalam prosesnya penyesuaian atau implementasi dari perubahan Undang-Undang tersebut terhadap Kontak Karya PT. Freeport Indonesia tidak berjalan sebagaimana mestinya dari sudut substansi dan waktu pelaksanaannya. Meskipun pada saat ini Pemerintah Indonesia telah mencapai tahap HoA dengan PT. Freeport Indonesia, divestasi saham dan penyesuaian-penyesuaian yang seharusnya telah dilakukan selambatlambatnya satu tahun setelah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 diterbitkan, belum juga terpenuhi

    Task-specific neural adaptations to isoinertial resistance training

    Get PDF
    This study aimed to delineate the contribution of adaptations in agonist, antagonist and stabiliser muscle activation to changes in isometric and isoinertial lifting strength after short-term isoinertial resistance training (RT). Following familiarisation, 45 men (23.2±2.8 yrs) performed maximal isometric and isoinertial strength tests of the elbow flexors of their dominant arm before and after three weeks of isoinertial RT. During these tasks surface EMG amplitude was recorded from the agonist (biceps brachii short and long heads), antagonist (triceps brachii lateral head) and stabiliser (anterior deltoid, pectoralis major) muscles and normalised to either Mmax (agonists) or to maximum EMG during relevant reference tasks (antagonist, stabilisers). After training there was more than a two-fold greater increase in training task specific isoinertial than isometric strength (17 vs. 7%). There were also task specific adaptations in agonist EMG, with greater increases during the isoinertial than isometric strength task (ANOVA, training x task, P=0.005). A novel finding of this study was that training increased stabiliser muscle activation during all the elbow flexion strength tasks (P<0.001), although these were not task specific training effects. RT elicited specific neural adaptations to the training task that appeared to explain the greater increase in isoinertial than isometric strength

    Asymmetries in explosive strength following anterior cruciate ligament reconstruction

    Get PDF
    Background: Despite its apparent functional importance, there is a general lack of data regarding the time-related changes in explosive strength and the corresponding side-to-side asymmetries in individuals recovering from an ACL reconstruction (ACLR). The present study was designed to assess changes in the maximum and explosive strength of the quadriceps and hamstring muscles in athletes recovering from an ACLR. Methods: Twenty male athletes with an ACL injury completed a standard isometric testing protocol pre-ACLR, four and six months post-ACLR. In addition to the maximum strength (F-max), the explosive strength of quadriceps and hamstrings was assessed through four variables derived from the slope of the force-time curves over various time intervals (REDmax, RED50, RFD150 and RED250). Side-to-side asymmetries were calculated relative to post-ACLR measures of the uninvolved leg ("standard" asymmetries), and relative to pre-ACLR value of the uninvolved leg ("real" asymmetries). Results: Pre-ACLR asymmetries in quadriceps RFD (average 26%) were already larger than in F-max (14%) (p lt 0.05). Six months post-ACLR real asymmetries in RFD variables (33-39%) were larger than the corresponding standard asymmetries (26-28%; p lt 0.01). Average asymmetries in hamstrings' RFD and F-max were 10%, 25% and 15% for pre-ACLR and two post-ACLR sessions, respectively (all p gt 0.05). Conclusions: In addition to the maximum strength, the indices of explosive strength should also be included in monitoring recovery of muscle function following an ACLR. Furthermore, pre-injury/reconstruction values should be used for the post-ACLR side-to-side comparisons, providing a more valid criterion regarding the muscle recovery and readiness for a return to sports

    ANALISIS YURIDIS PERUBAHAN KONTRAK KARYA PT. FREEPORT INDONESIA MENJADI IJIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS OLEH PEMERINTAH INDONESIA

    No full text
    Talitha Vania Sahaly, Hanif Nur Widhiyanti, S.H., M.Hum., Ph.D., Ikaningtyas, S.H., LL.M. Faculty of Law Universitas Brawijaya Email: [email protected]  ABSTRAK Negara adalah sebuah entitas hukum yang memiliki kedaulatan untuk menegakkan kekuasaan dalam wilayahnya, tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Namun bagaimanapun, negara juga merupakan entitas hukum yang dapat terlibat dalam kegiatan transaksi ekonomi antar negara maupun dengan badan privat, dimana mengakibatkan negara tunduk pada prinsip dan hukum ekonomi. Prinsip Pacta Sunt Servanda membawa akibat kekuatan mengikatnya segala bentuk kesepakatan, termasuk kesepakatan antara negara dengan badan privat. Dalam transaksi ekonomi yang melibatkan negara-negara, konflik mengenai kedaulatan negara sangat berpotensi untuk muncul. Kasus dimana pemerintah Indonesia berusaha untuk memberlakukan peraturan baru dengan tujuan untuk merubah sistem dari investasi pertambangan di negaranya telah menimbulkan reaksi dan ancaman dari PT Freeport Indonesia, sebagai pihak yang berinvestasi, untuk membawa kasus ini ke ranah arbitrase, dengan tuduhan pelanggaran kontrak. Maka dari itu, penelitian ini mengungkapkan bahwa negara memiliki kedaulatan permanen terhadap sumber daya alamnya, dalam hal ini adalah sumber daya mineral, dan sebuah negara memiliki hak untuk mengakhiri kontrak atau merubah kesepakatan dengan badan privat. Namun bagaimanapun, sebuah negara tidak bisa memenuhi kehendaknya, kecuali itu merupakan kepentingan nasional, tanpa diskriminasi, dan dengan kompensasi, sebagaimana telah diatur dalam CERDS. Meskipun begitu, sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 telah diberlakukan, hingga saat ini, PT Freeport Indonesia masih memegang kontrak yang lama dan belum memenuhi peraturan tersebut. Dalam kasus ini, pemerintah Indonesia harus lebih tegas dalam menegakkan hukumnya kepada seluruh pihak dalam wilayahnya, khususnya pihak yang terlibat dalam operasi pertambangan. Kata Kunci: Pertambangan, Pacta Sunt Servanda, kedaulatan, PT Freeport Indonesia. ABSTRACT A state is a legal entity that has sovereignty to conduct its power within its territory, without any intervention from another party. However, a state also a legal entity that able to involve in the economic transaction between states or private bodies, whereas it is subjected to economic laws and principles. The principle of Pacta Sunt Servanda brings forth the legal binding effect of any form of an agreement, including the agreement between state and private body. In the economic transaction that is involving states, the conflict of state sovereignty over the principle is likely to occur. The case where Indonesian government is trying to conduct new regulations in order to change the mining investment system in its country has inflicted reaction and threat from Freeport Indonesia, as one of the investing party, to lead the case into the arbitration tribunal, with the accusation of default. Therefore, this study revealed that a state has a permanent sovereignty over its natural resources, in this case, mineral resources, and a state has rights to terminate or modified agreements with private bodies. However, a state cannot fulfill its desire, unless it is for national interest, without discrimination, and with compensation, as it is regulated in CERDS. Even so, since the latest Indonesian mining regulation of 2009 has conducted, until today, Freeport Indonesia is still holding the old contract and has not fulfill the regulation. In this case, the Indonesian government should firmer to enforce its law to every party in their territory, particularly parties involved in mining operations. Keywords: Mining, Pacta Sunt Servanda, sovereignty, Freeport Indonesia

    Effet de la consigne sur les indices mécaniques et électromyographiques de la contraction musculaire isométrique

    No full text
    PARIS-BIUSJ-Thèses (751052125) / SudocPARIS-BIUSJ-Physique recherche (751052113) / SudocSudocFranceF
    corecore