Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Not a member yet
    5539 research outputs found

    Perlindungan Hukum Bagi Perseroan Terbatas Yang Melakukan Penyelesaian Restrukturisasi Pembiayaan Oleh Bank Syariah Dengan Penyertaan Modal Sementara

    No full text
    Muhammad Haikal, Siti Hamidah, Afrizal Mukti Wibowo Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pada skripsi ini penulis mengangkat isu hukum mengenai ketidaklengkapan pengaturan tentang Perseroan Terbatas yang menyelesaikan restrukturisasi pembiayaan oleh bank syariah dengan penyertaan modal sementara. Dalam hal ini, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36 tahun 2017 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Penyertaan Modal dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2 tahun 2022 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah belum mengatur secara lengkap dan spesifik terkait konversi pembiayaan menjadi saham. Padahal di zaman perkembangan ekonomi yang sangat dinamis dan juga sebagai negara dengan Muslim terbesar di dunia, Indonesia harusnya mempunyai aturan, mekanisme serta landasan yang kuat dan jelas dalam aktifitas perekonomian seperti ini. Berdasarkan hal tersebut, dalam skripsi ini mengangkat 2 (dua) rumusan masalah: (1) Bagaimana hubungan hukum Perseroan Terbatas yang menyelesaikan restrukturisasi pembiayaan oleh Bank Syariah dengan penyertaan modal sementara? Dan (2) Bagaimana perlindungan hukum Perseroan Terbatas yang menyelesaikan restrukturisasi pembiayan oleh Bank Syariah dengan penyertaan modal sementara? Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif. Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), Pendekatan Komparatif (Comparative Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Penulis juga menganalisis permasalahan dengan menggunakan Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran gramatikal. Kata Kunci: Bank Umum Syariah, Perseroan Terbatas, Restrukturisasi   Abstract This research seeks to investigate the incompleteness in the regulation concerning limited liability companies regarding the resolution to the restructuring of lending provided by a Sharia-based bank with temporary equity participation. The Regulation of Financial Services Authority Number 36 of 2017 concerning Prudential Principles in Equity Participation and the Regulation of Financial Services Authority Number 2 of 2022 concerning Appraisal of the Asset Quality of Sharia Public Banks and Sharia Business Units do not comprehensively regulate the conversion from lending to shares. Amidst the dynamic economic development and as one of the countries with the biggest Muslim population in the world, Indonesia should have strong regulations, mechanisms, and fundamentals. Departing from this issue, this research aims to investigate: (1) the legal connection between the limited liability company resolving the restructuring of lending by the Sharia bank with temporary equity participation; and (2) the legal protection of the limited liability company resolving the restructuring of lending provided by the Sharia Bank with temporary equity participation. This research employed a normative-juridical method and statutory, comparative, and conceptual approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analysed using a grammatical interpretation method. Keywords: Limited Liability Company, Restructuring, Sharia Public Ban

    Analisis Yuridis “Wanprestasi” Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019 Ditinjau Dari Asas Pacta Sunt Servanda

    No full text
    Salomo Jordan Marcelino Hutagalung, Moch. Zairul Alam, Setiawan Wicaksono Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Penelitian ini membahas perjanjian sewa beli yang tidak diatur secara khusus dalam K.U.H. Perdata, tetapi masih berlaku dalam masyarakat dengan mematuhi asas kebebasan berkontrak,undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Fokus penelitian adalah pada unsur sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 K.U.H. Perdata, melibatkan persetujuan, kecakapan pihak, hal tertentu, dan sebab yang halal. Kasus studi adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019, yang melibatkan wanprestasi dalam perjanjian sewa beli tanah dan bangunan antara Penggugat dan Tergugat (PT.PLN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tergugat bersalah karena tidak menandatangani akta jual beli yang diajukan oleh Penggugat. Hakim menolak dalil Tergugat yang menyatakan perjanjian tidak batal karena Tergugat diam-diam menyetujui permohonan Penggugat tanpa mengumumkan pemutusan perjanjian. Analisis hakim terhadap wanprestasi dan denda tidak konsisten dengan asas Pacta Sunt Servanda, menimbulkan ketidaksesuaian antara putusan hakim dan prinsip keadilan dalam perjanjian. Rumusan masalah utama melibatkan ratio decidendi hakim pada Sengketa Sewa Beli dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019, dan Apakah putusan “Wanprestasi” pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 931 K/Pdt/2019 telah sesuai dengan Asas Pacta Sunt Servanda. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan studi kasus. Sumber hukum primer, sekunder, dan tersier dianalisis melalui studi kepustakaan dengan penafsiran sistematik, ekstensif, dan komparatif. Kesimpulan dari penelitian menyatakan bahwa Tergugat seharusnya tidak bersalah karena melanggar kewajiban dari perjanjian melainkan perilaku dari Penggugat yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian sesuai dengan prinsip bahwa perjanjian harus dijalankan sesuai dengan isi dan maksudnya. Kata Kunci: Wanprestasi, Asas, Pacta Sunt Servanda   Abstract This research studies a rent-and-purchase agreement not specifically regulated in the Civil Law but implemented based on compliance with the freedom of contract, statute, decency, and public order. This research focuses on validity aspects in an agreement according to Article 1320 of the Civil Code and takes into account agreements, the competence of parties, particular matters, and halal cause, by studying the Supreme Court Decision Number 931 K/Pdt/2019 in the case of breach of contract in a rent-and-purchase agreement of land and building object between the claimant and respondent (PT. PLN). The research results reveal that the respondent was proven guilty simply because he did not sign the agreement made by the claimant. The judges rejected the proposition given by the respondent, saying that the agreement was not cancelled since the respondent secretly approved the request of the claimant without announcing the termination of the agreement. The analysis made by the judges regarding the breach of contract and fines is inconsistent with the principle of Pacta Sunt Servanda, leading to irrelevance between the judiciary decision and the principle of justice in the agreement. The first research problem deals with the ratio decidendi of the judges in the dispute as in the Supreme Court Decision concerned and whether the verdict declaring the breach of contract on the Supreme Court Decision concerned complies with the principle of Pacta Sunt Servanda. This research employed a normative-juridical method and statutory and case approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analysed based on library research and systematic, extensive, and comparative interpretations. The research results reveal that the respondent should not have been declared guilty just because of breaching the responsibility as set forth in the agreement. However, in this case, the claimant himself caused the agreement to end, while an agreement should take place according to its substance and intent. Keywords: Default, Principle, Pacta Sunt Servand

    ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM TERKAIT INTERPRETASI PENYETORAN MODAL KEDALAM PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI UTANG

    No full text
    Sisca Permata Putri, Amelia Sri Kusuma Dewi, Ranitya Ganindha Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pada penelitian ini penulis mengangkat isu hukum mengenai analisis dasar pertimbangan hakim terakit interpretasi penyetoran modal sebagai utang. Dihentikannya kegiatan perekonomian dalam waktu yang cukup lama akibat pandemi covid-19 menyebabkan meningkatnya kasus kepailitan dan PKPU. Penulis mengangkat kasus Kepailitan dan PKPU dari PT Alam Galaxy yang dimohonkan ke dalam proses Kepailitan dan PKPU oleh pemegang sahamnya dengan dasar permohonan berupa modal disetor sebagai utang. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengangkat rumusan masalah yang diantaranya Pertama, apakah dasar pertimbangan hakim dalam menginterpretasikan modal disetor sebagai utang pada Putusan PKPU Putusan PKPU Nomor 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby., pada tanggal 29 Juni 2021 dan Putusan Pailit Nomor 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby., pada tanggal 25 Maret 2022. Kedua, bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari diakuinya modal disetor sebagai utang daam perkara Kepailitan dan PKPU. Terhadap hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan penelitian ini, diperoleh kesimpulan yang pertama, bahwa modal disetor tidak dapat diklasifikasikan sebagai utang karena tidak memenuhi ketentuaan syarat-syarat permohonan PKPU dan Kepailitan dan akibat dari dikabulkannya permohonan PKPU dan kepailitan mengakibatkan PT Alam Galaxy harus membayar utang yang bukan merupakan kewajibannya serta pemegang saham mendapatkan pemenuhan yang bukan merupakan haknya. Saran bagi pelaksanaan pendirian perseroan hendaknya perseroan dan pemegang saham melakukan seluruh kewajibannya terkhususnya dalam penyetoran modal dan bagi penegak hukum dapat mempertimbangkan pemenuhan syarat-syarat permohonan Kepailitan dan PKPU. Kata Kunci: Dasar Pertimbangan Hakim, Modal Disetor, Perseroan Terbatas, Kepailitan, PKPU   Abstract This research studies the legal issue regarding the basis for the analysis of judiciary consideration of the interpretation of capital deposited as debt. Dormant economic activities following the outbreak of COVID-19 have raised the cases of bankruptcy and the Suspension of Debt Payment Obligations (henceforth referred to as PKPU). This research focuses on the bankruptcy and PKPU cases in PT Alam Galaxy that are filed for bankruptcy and PKPU by shareholders under the condition that the capital is deposited as debt. Departing from this problem, this research investigates the following issues: What is the main consideration of the judge in interpreting the capital deposited as debt as in the Decision of PKPU Number 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga, Sby dated 29 June 2021 and Bankruptcy Decision Number 54/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby dated 25 March 2022; second, what legal consequence may arise from the capital deposited as debt in these bankruptcy and PKPU cases? The analysis results reveal that the paid-up capital cannot be classified as debt since it does not meet the provision of the requirements of the request for PKPU and bankruptcy. This situation has caused PT Alam Galaxy to pay for the debt that should not be its responsibility. Furthermore, shareholders in this case were fulfilled with the rights that they did not deserve. It is, therefore, important for the company and shareholders to perform all their responsibilities, especially in capital deposit, while law enforcers can consider the fulfilment of the requirements of the request for bankruptcy and PKPU. Keywords: Judiciary Consideration, Paid-Up Capital, Limited Liability Company, Bankruptcy, PKP

    Disparitas Pemidanaan Dalam Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Percobaan Perkosaan Di Pengadilan Negeri Sumenep (Studi Putusan Nomor 215/Pid.B/2021/Pn Smp dan Putusan Nomor 68/Pid.B/2021/Pn Smp)

    No full text
    Afrida Febriani Diannisa, Faizin Sulistyo, Solehuddin Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT.Haryono No 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pemerkosaan merupakan tindak pidana yang diancam oleh undang-undang dengan ancaman dua belas tahun penjara yang diatur dalam Pasal 285 KUHP. Sedangkan percobaan tindak pidana percobaan diatur dalam Pasal 53 KUHP. Didalam memutus perkara, adakalanya terdapat suatu perbedaan, dimana hal ini disebut sebagai disparitas pidana. Dua kasus yang dibandingkan untuk meneliti soal disparitas ini adalah Putusan No 215/Pid.B/2021/PN SMP dan Putusan No 68/Pid.B/2021/PN SMP. Perbedaan Disparitas ini pastinya terdapat karena beberapa alasan Hakim dan juga pertimbangan-pertimbangannya. Disparitas ini juga perlu diteliti kaitannya dengan asas keadilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal apa saja yang menjadi penyebab adanya disparitas dan menjawab apakah dispariitas pidana sudah sesuai dengan asas keadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Perbedaan sanksi pidana yang mencolok di kedua putusan yang diteliti menjadi permasalahan soal keadilan dan mempersoalkan tentang pertimbangan Hakim itu sendiri. Disparitas pidana tidak bisa dihilangkan akan tetapi bisa diminimalisir resikonya serta dengan tidak lupa mempertimbangkan soal keadilan bagi seluruh pihak. Kata Kunci: Disparitas Pidana, Percobaan Tindak Pidana, Pemerkosaan   Abstract Rape is a criminal offense punishable by law with a penalty of twelve years in prison as stipulated in Article 285 of the Criminal Code. Meanwhile, probationary criminal acts are regulated in Article 53 of the Criminal Code. In deciding cases, sometimes there is a difference, where this is referred to as criminal disparity. The two cases being compared to examine this issue of disparity are Decision No 215/Pid.B/2021/PN SMP and Decision No 68/PId.B/2021/PN SMP. This disparity certainly exists due to several reasons for the judge and also his considerations. This disparity also needs to be examined in relation to the principle of justice. This study aims to find out what are the causes of disparities and answer whether criminal disparities arein accordance with the principles of justice. The research method used is normative juridical through statutory and case approaches. The striking differences in criminal sanctions in the two decisions examined becomes a matter of fairness and questions the judge’s own considerations. Criminal disparities cannot be eliminated, but the risks can be minimized and by not forgetting to consider the issue of justice for all parties. Keywords: Attempts Of Crimes, Criminal Disparity, Rap

    Implementasi Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Terkait Pemberdayaan Prasarana Solar Dealer Packed Nelayan (Studi Di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Situbondo)

    No full text
    Ulul Albab Islami, Agus Yulianto, Triya Lndra Rahmawan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pada penelitian ini penulis mengangkat pembahasan terkait pemberdayaan prasarana pengisian bahan bakar nelayan di Kabupaten Situbondo yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya lkan, dan Petambak Garam. Pemberdayaan pemberdayaan prasarana pengisian bahan bakar nelayan melalui Solar Dealer Packer untuk Nelayan masih belum maksimal oleh instansi yang berwenang yaitu Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Situbondo. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk melihat bagaimana implementasi dan tanggung jawab Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Situbondo terkait pemberdayaan prasarana sspengisian bahan bakar nelayan melalui Solar Dealer Packed  untuk Nelayan. Untuk mengetahui kendala implementasi pada Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya lkan, Dan Petambak Garam. Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah sosio-legal dengan pendekatan yuridis sosiologis. Teknik pengumpulan data ialah menggunakan metode wawancara dan angket serta Teknik penulusuran data dengan teknik analisis kualitatif. Dari hasil penelitian penulis, diperoleh permasalahan bahwa pelaksanaan dari pemberdayaan prasarana pengisian bahan bakar nelayan di Kabupaten Situbondo belum sesuai dengan  Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya lkan, Dan Petambak Garam. Pelaksanaan pemberdayaan pengisian bahan bakar nelayan di Kabupaten Situbondo terhalang oleh beberapa kendala terkait proses pelaksanaan implementasi. Faktor kendala tersebut berasal dari faktor eksternal yaitu Kesadaran Masyarakat dalam Menggunakan Sarana Pengisian Bahan Bakar Solar Nelayan dan Lokasi Prasarana SPDN serta faktor internal yaitu Sumberdaya Manusia dan Jadwal Pengawasan. Kata Kunci: Implementasi, Pemberdayaan, Prasarana SPDN   Abstract This research studies the empowerment of fueling infrastructure for fishermen in the Regency of Situbondo as the responsibility of the Regional Government specified in Article 18 Paragraph (3) of Law Number 7 of 2016 concerning the Protection and Empowerment of Fishermen, Fish farmers, and salt farmers. The empowerment of fueling infrastructure for fishermen through Solar Packed Dealer has not been optimally implemented by the Animal Husbandry and Fishery Department of the Regency of Situbondo. This research aims to observe the implementation and responsibility of the animal husbandry and fishery department in the regency regarding the above empowerment. To find out the issue hampering the implementation of Article 18 Paragraph (3) of Law Number 7 of 2016, this research employed a socio-legal method and socio-juridical approaches. The data were obtained from interviews and questionnaires and data surfing based on a qualitative analysis technique. The research results reveal that the empowerment concerned does not comply with Article 18 Paragraph (3) of Law Number 7 of 2016. The fueling empowerment as above encounters issues caused by poor public awareness of utilizing the fueling infrastructure. Other impeding factors come from fueling infrastructure and the location of the infrastructure, while the internal factors involve human resources and scheduled supervision. Keywords: implementation, empow erment, fueling infrastructure of solar packed dealer for fisherme

    Implementasi Pasal 8 Ayat 1 Huruf F Uu No. 8 Tahun 1999 Terhadap Konsumen Yang Mendapat Merchandise GMMTV Palsu

    No full text
    Audia Jasmine Savitri, Hanif Nur Widhiyanti, Rumi Suwardiyati Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pasal 8 ayat 1 huruf F Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur dengan jelas perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu memperdagangkan atau memproduksi barang yang tidak sesuai dengan yang diiklankan. Namun pada praktiknya masih terdapat distributor yang menjual merchandise GMMTV palsu di media sosial. Penulis mengangkat dua rumusan masalah yaitu, (1) Bagaimanakah implementasi pasal 8 ayat 1 huruf F Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap konsumen yang dirugikan dikarenakan mendapat barang palsu saat pembelian merchandise GMMTV di distributor? (2) Apa saja faktor-faktor yang menjadi hambatan terlaksananya perlindungan terhadap konsumen yang mendapat barang palsu dan bagaimana upaya penyelesaiannya sesuai dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? Penelitian ini menggunakan metode sosio-legal dengan pendekatan penelitian yuridis sosiologis. Data primer dan data sekunder diolah dengan teknik purposive sampling yang dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif menggunakan teori Lawrence M. Friedman mengenai efektivitas penegakan hukum yaitu substansi hukum, stuktur hukum, dan budaya hukum. Berdasarkan hasil penelitian ini, implementasi pasal belum terlaksana dengan baik. Faktor hambatan datang dari distributor dan konsumen dengan upaya penyelesaian dengan memberikan ganti rugi. Kata Kunci: Distributor, Merchandise GMMTV, Perjanjian Jasa   Abstract Article 8 Paragraph 1 letter F of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection regulates the prohibition of conduct committed by businesses by selling or producing items not like those advertised. However, some distributors were found selling fake GMMTV merchandise on social media. Departing from this issue, this research aims to study the following research problems: (1) the implementation of Article 8 paragraph 1 letter F of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection especially for aggrieved consumers following the purchase of bogus products of GMMTV merchandise from a distributor; (2) the impeding factors in the implementation of the protection for consumers receiving bogus products and the measures taken to settle the issue according to Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. This research employed socio-legal methods and socio-juridical approaches. Primary and secondary data were processed according to purposive sampling, and they were analyzed based on a qualitative technique referring to the theory introduced by Lawrence M. Friedman on the effectiveness of law enforcement, including the substance of law, legal structure, and legal culture. The research results reveal that the Article concerned has not been implemented appropriately due to impeding factors coming from the distributor and consumers. Preventive action was taken to settle the issue by considering law education, while compensation was considered a repressive measure. Keywords: Distributor, GMMTV Merchandise, Service Agreemen

    Rekonstruksi Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Berdasarkan Model Pengaturan Strict Liability Dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen

    No full text
    William Immanuel Lumban Raja, Yenny Eta Widyanti, Cyndiarnis Cahyaning Putri Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No.169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Pada penelitian ini, Penulis mengangkat permasalahan ketidaklengkapan pengaturan pertanggungjawaban produk di Indonesia dengan mengadopsi prinsip strict liability. Dalam hal ini konsumen memiliki kedudukan yang lemah dan berpotensi mengalami kerugian dari barang yang cacat terhadap konsumen. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengangkat 2 (dua) rumusan masalah: (1) Bagaimana pengaturan pertanggungjawaban produk atas kerugian konsumen yang ditimbulkan dari dampak negatif kecacatan barang yang beredar di masyarakat berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 138 Ayat (1) Australian Consumer Law? dan (2) Bagaimana pengaturan ideal pada Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen berdasarkan model pengaturan prinsip strict liability terkait dengan pertanggungjawaban produk dalam hal sengketa konsumen yang diakibatkan dari dampak negatif kecacatan barang?. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan hal tersebut, penulis menggunakan pendekatan Statute Approach, Conceptual Approach, Comparative Approach, dan Case Approach. Penulis juga menganalisis permasalahan dengan menggunakan Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran gramatikal, dan penafsiran komparatif. Hasil penelitian dengan metode di atas: Rekonstruksi pengaturan pertanggungjawaban produk karena terdapat ketidaklengkapan norma berdasarkan putusan permasalahan terkait dan formulasi pengaturan ideal berdasarkan studi perbandingan yang didapat penulis adalah dengan mengadopsi prinsip strict liability. Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Rekonstruksi Pasal, Strict Liability   Abstract This research investigates the case where consumers may be vulnerable to loss of defective items; therefore, rules and their implementation need to be further studied. Some countries like Australia, however, have profoundly regulated strict liability. Departing from this example, this research seeks to investigate: (1) the regulation of the liability over products following consumer loss due to defective items distributed in the market according to Article 19 of the Law concerning Consumer Protection and Article 138 Paragraph (1) of Australian Consumer Law; and (2) the ideal regulation in Article 19 of Law concerning Consumer Protection according to strict liability principle model regarding consumer dispute arising from defective items. This research employed normative-juridical methods and statutory, conceptual, comparative, and case approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analysed based on grammatical and comparative interpretations. The research learns that the reconstruction of the regulation of the liability over a product may adopt the strict liability principle of Australia to avert consumer disputes due to product liability. Keywords: Consumer, Protection, Reconstruction Of Article, Strict Liabilit

    Relevansi Indikasi Praktik Predatory Pricing Dengan Pemberian Voucher Diskon Oleh Perusahaan Penyedia Layanan Jasa Angkutan Sepeda Motor Berbasis Aplikasi

    No full text
    Alicia Juni Rodoasi Manullang, Sukarmi, Ranitya Ganindha Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Transportasi ojek online mengalami perkembangan yang sangat pesat karena digemari oleh masyarakat. Selain praktis dan cepat, faktanya bahwa ojek online diminati masyarakat yaitu dari segi tarif lebih terjangkau. Giat dari perusahaan penyedia layanan ojek online untuk terus melebarakan sayapnya yaitu dengan memberikan potongan harga melalui pemberian voucher diskon. Bagi pengguna ojek online adanya voucher diskon memberikan keuntungan tersendiri, namun di dunia persaingan usaha hal ini dapat dinilai sebagai ancaman adanya persaingan usaha tidak sehat. Kegiatan ini berindikasi pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu praktik predatory pricing. Penulisan ini dibuat untuk mengetahui relevansi apakah pemberian voucher diskon oleh ojek online termasuk dalam indikasi praktik predatory pricing sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Jenis penelitian ini sendiri merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analitis, melakukan kajian melalui bahan-bahan hukum berupa undang-undang dan sumber lainnya. Melalui pendekatan dalam persaingan usaha, praktik predatory pricing dikaji dengan pendekatan Rule of Reason, sehingga hasil dari penulisan ini disimpulkan pada rumusan bahwa pemberian voucher diskon ojek online bukan merupakan suatu praktik dari predatory pricing, sebab voucher diskon tidak termasuk ke dalam unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kata Kunci: Hukum Persaingan Usaha, Ojek Online, Predatory Pricing, Rule of Reason   Abstract Online taxi bike services are preferred by the public and they have been a growing trend due to their practicality, efficiency, and affordability. Such a business is getting more popular when it gives discount vouchers to customers. Apart from the benefit given, discount vouchers can be a threat to competitors, representing unfair business competition practices. This business activity is indicated in Article 20 of Law Number 5 of 1999 concerning predatory pricing practices. This research investigates whether discount voucher indicated as predatory pricing is relevant to Article 20 of Law Number 5 of 1999. This research employed a normative-juridical method and statutory and analytical approaches. Research materials were obtained from relevant statutes and other sources. According to business competition and the rule-of-reason approaches, this research has found out that discount voucher in this context cannot be categorized as a predatory pricing practice, considering that discount voucher is not indicted as one of the elements specified in Article 20 of Law Number 5 of 1999. Keywords: Business Competition Law, Online Taxi Bike, Predatory Pricing, Rule Of Reaso

    Perlindungan Terhadap Jurnalis Dalam Konflik Wilayah Internasional Antara Israel Dan Palestina (Studi Kasus Penembakan Shireen Abu Akleh)

    No full text
    Faisal Dewanto Rafsanzha, Ikaningtyas, Fransiska Ayulistya Susanto Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono Nomor 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Shireen Abu Akleh adalah seorang Jurnalis media Al Jazeera yang terbunuh saat bertugas di wilayah Jenin, Palestina. Terbunuhnya Shireen Abu Akleh disebabkan oleh tembakan tentara Israel yang diarahkan kepada Shireen. Telah diketahui bahwa dalam kejadian tersebut, seorang Jurnalis tengah melaksanakan tugasnya di wilayah konflik senjata dan tentunya Jurnalis merupakan salah satu subjek sipil yang wajib dilindungi dalam wilayah perang. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini memiliki rumusan masalah: (1) Bagaimana perlindungan terhadap Jurnalis dalam wilayah konflik bersenjata internasional yang diatur dalam Hukum Humaniter Internasional? (2) Bagaimana bentuk penanganan hukum atas kasus pembunuhan terhadap jurnalis Al-Jazeera, Shireen Abu Akleh?Metode penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan statute approach dan case approach. Bahan yang digunakan merupakan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisa dengan menggunakan teknik analisa data deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode diatas, penulis memahami dan mengetahui secara yuridis tindakan Israel yang ditinjau dari Konvensi Jenewa IV 1949 dan beberapa peraturan lainnya. Tindakan yang dilakukan oleh Israel terhadap Shireen Abu Akleh dianggap tidak sesuai dan bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional. Perbuatan yang dilakukan pemerintah Israel tidak menunjukan bahwa Israel adalah bagian dari negara yang turut serta meratifikasi Konvensi Jenewa IV 1949. Kata Kunci: Shireen, Abu, Akleh, Israel, Palestina, Perlindungan Jurnalis Dalam Konflik Wilayah Internasional   Abstract Shireen Abu Akleh was  a journalist for Al Jazeera News killed when he was on duty in the territory of Jenin, Palestine. Shireen was shot by an Israeli soldier. Journalists as civilians are subject to legal protection in conflict territories. Departing from this issue, this research studies: (1) the legal protection of journalists within international armed conflict territories according to the International Humanitarian Law; (2) the legal action that deals with the killing of Shireen Abu Akleh as the journalist of Al-Jazeera news. This research employed a normative-juridical method and statutory and case approaches. Primary, secondary, and tertiary data were analyzed using descriptive-qualitative methods, revealing that juridically, according to the Geneva Convention IV 1949 and other regulations, the murder by an Israeli contravenes the International Humanitarian Law. The conduct committed by the Israeli government does not represent the fact that Israel is the state that also ratified the Geneva Convention IV 1949. Keywords: Abu, Akleh, Israel, Palestine, Shireen, The Protection Of Journalists In International Territorial Conflic

    HARMONISASI HUKUM PENATAAN KEWENANGAN DESA (ANALISIS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DESA DAN PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN KEWENANGAN BERDASARKAN HAK ASAL USUL DAN KEWENANGAN LOKAL BERSKALA DESA)

    No full text
    Krishna Widyarsa, Ria Casmi Arrsa, Ibnu Sam Widodo Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono No. 169 Malang e-mail: [email protected]   Abstrak Tulisan ini mengangkat isu yang berawal dari adanya dualisme pengaturan yang terjadi antara Kemendagri dan KemendesPDTT. Kedua kementerian tersebut sama-sama membuat aturan terkait penataan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa, dan saling bertentangan satu sama lain. Kemendagri melalui Permendagri No. 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa dan KemendesPDTT melalui melalui PermendesPDTT No. 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Sehingga perlu dilakukan harmonisasi hukum terhadap penataan kewenangan Desa. tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui urgensi harmonisasi hukum dan merumuskan konsep harmonisasi hukum terhadap penataan kewenangan Desa. Tulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan historis. Hasilnya terdapat dualisme pengaturan yang menyebabkan tumpang tindih kewenangan antara kedua kementerian sehingga terjadi disharmonisasi yang berujung pada konflik hukum. Dualisme yang terjadi mengenai detail daftar rincian kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa, kemudian mekanisme penataan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa oleh bupati dan/atau walikota serta mengenai pungutan Desa. Dualisme pengaturan ini menimbulkan berbagai permasalahan pada tataran implementasinya. Berdasarkan hal tersebut penting untuk dilakukan harmonisasi hukum terhadap penataan kewenangan Desa. Penulis menawarkan beberapa konsep yang dapat dilakukan dalam rangka harmonisasi hukum terhadap penataan Kewenangan Desa, diantaranya melalui harmonisasi kelembagaan, harmonisasi keuangan, harmonisasi peraturan perundang-undangan (regulasi), serta harmonisasi sumber daya manusia. Kata Kunci: Kemendagri, KemendesPDTT, daerah tertinggal dan transmigrasi, penataan kewenangan desa   Abstract This research departed from the dualism issue in the regulations of the Ministry of Home Affairs (Kemendagri) and the Ministry of Village, Underdeveloped Regions, and Transmigration (KemendesPDTT). These two ministries set the regulations regarding village authority according to the rights of origin and local authority at a rural scale, while the regulation contravenes the other. The Kemendagri stipulated the Regulation of Kemendagri Number 44 of 2016 concerning the Village Authority and KemendesPDTT stipulated the Regulation of KemendesPDTT Number 1 of 2015 concerning the Guidelines of the Authority According to the Rights of Origin and the Local Authority at a rural scale. These two regulations need harmonization in the management of village authority. This research, therefore, aims to investigate the urgency of the harmonization of law and formulate the concept of the harmonization of law regarding the management of village authority by employing normative-juridical methods and statutory, conceptual, and historical approaches. The research results reveal that there is a dualism of regulations, causing overlapping authorities, and this situation leads further to legal conflict. This dualism falls on the details of village authorities according to the rights of origin and the local authorities at a rural scale and also the mechanism of the management of village authority according to the rights of origin and local authorities at a rural scale by regents and/or mayors and matters regarding levies imposed on the village. This dualism has brought about a conflict in the implementation. Therefore, it is essential to start harmonization of law regarding the management of village authority. This research offers several concepts to support this harmonization in this case. These measures may involve institutional, financial, and statutory (regulatory) harmonization, and the harmonization of human resources. Keywords: the Ministry of Home Affairs, the Ministry of Village, underdeveloped regions, and transmigration, the management of village authorit

    1,298

    full texts

    5,539

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇