18 research outputs found

    New genetic loci link adipose and insulin biology to body fat distribution.

    Get PDF
    Body fat distribution is a heritable trait and a well-established predictor of adverse metabolic outcomes, independent of overall adiposity. To increase our understanding of the genetic basis of body fat distribution and its molecular links to cardiometabolic traits, here we conduct genome-wide association meta-analyses of traits related to waist and hip circumferences in up to 224,459 individuals. We identify 49 loci (33 new) associated with waist-to-hip ratio adjusted for body mass index (BMI), and an additional 19 loci newly associated with related waist and hip circumference measures (P < 5 × 10(-8)). In total, 20 of the 49 waist-to-hip ratio adjusted for BMI loci show significant sexual dimorphism, 19 of which display a stronger effect in women. The identified loci were enriched for genes expressed in adipose tissue and for putative regulatory elements in adipocytes. Pathway analyses implicated adipogenesis, angiogenesis, transcriptional regulation and insulin resistance as processes affecting fat distribution, providing insight into potential pathophysiological mechanisms

    Fortifikasi Sabun Cair oleh Ekstrak Daun Salam

    No full text
    Dalam upaya mencegah infeksi pada kulit, World Health Organization (WHO) menyarankan untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), salah satunya dengan rajin mencuci tangan menggunakan sabun. Sabun cair alami merupakan salah satu jenis sabun yang dikembangkan saat ini. Daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki senyawa aktif bersifat antibakteri dimana senyawa ini dapat ditambahkan ke dalam sabun cair alami untuk meningkatkan mutunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek fortifikasi ekstrak daun salam dalam meningkatkan kemampuan sabun cair sebagai antiseptik dan menguji formulasi sabun cair terfortifikasi ekstrak daun salam yang optimum. Daun salam diduga memiliki senyawa aktif yang bersifat antibakteri berupa senyawa fenolik, terpenoid, dan alkaloid. Senyawa aktif dari daun salam ini diperoleh dengan proses ekstraksi menggunakan metode refluks pada suhu operasi 65°C selama 4 jam dengan menggunakan pelarut etanol 96% (polar). Ekstrak daun salam yang diperoleh akan ditambahkan pada sabun cair berbasis minyak kelapa dan minyak zaitun dimana konsentrasi yang ditambahkan, yaitu 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Selanjutnya, dilakukan pengujian fitokimia pada ekstrak daun salam dan pengujian berdasarkan SNI 06- 4086-1996 pada sabun cair, yaitu massa jenis, pH, organoleptik (warna, aroma, kesan pemakaian), dan stabilitas sabun (homogenitas) serta uji antiseptik terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menggunakan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa sabun cair yang difortifikasi oleh ekstrak daun salam pada sabun cair dapat meningkatkan kemampuan sebagai antiseptik terhadap Staphylococcus aureus. Selain itu, formula sabun cair hasil fortifikasi dengan ekstrak daun salam yang memenuhi SNI 06-4086-1996 dan disukai responden terdapat pada sabun cair minyak kelapa dengan konsentrasi ekstrak daun salam 1% karena memiliki pH 9,29 dan massa jenis 1,068 g/ml, diameter zona hambat sebesar 2,04 cm, serta memiliki formula yang stabi

    Fortifikasi Sabun Cair oleh Ekstrak Daun Salam

    Get PDF
    Dalam upaya mencegah infeksi pada kulit, World Health Organization (WHO) menyarankan untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), salah satunya dengan rajin mencuci tangan menggunakan sabun. Sabun cair alami merupakan salah satu jenis sabun yang dikembangkan saat ini. Daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki senyawa aktif bersifat antibakteri dimana senyawa ini dapat ditambahkan ke dalam sabun cair alami untuk meningkatkan mutunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek fortifikasi ekstrak daun salam dalam meningkatkan kemampuan sabun cair sebagai antiseptik dan menguji formulasi sabun cair terfortifikasi ekstrak daun salam yang optimum. Daun salam diduga memiliki senyawa aktif yang bersifat antibakteri berupa senyawa fenolik, terpenoid, dan alkaloid. Senyawa aktif dari daun salam ini diperoleh dengan proses ekstraksi menggunakan metode refluks pada suhu operasi 65°C selama 4 jam dengan menggunakan pelarut etanol 96% (polar). Ekstrak daun salam yang diperoleh akan ditambahkan pada sabun cair berbasis minyak kelapa dan minyak zaitun dimana konsentrasi yang ditambahkan, yaitu 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Selanjutnya, dilakukan pengujian fitokimia pada ekstrak daun salam dan pengujian berdasarkan SNI 064086-1996 pada sabun cair, yaitu massa jenis, pH, organoleptik (warna, aroma, kesan pemakaian), dan stabilitas sabun (homogenitas) serta uji antiseptik terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menggunakan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa sabun cair yang difortifikasi oleh ekstrak daun salam pada sabun cair dapat meningkatkan kemampuan sebagai antiseptik terhadap Staphylococcus aureus. Selain itu, formula sabun cair hasil fortifikasi dengan ekstrak daun salam yang memenuhi SNI 06-4086-1996 dan disukai responden terdapat pada sabun cair minyak kelapa dengan konsentrasi ekstrak daun salam 1% karena memiliki pH 9,29 dan massa jenis 1,068 g/ml, diameter zona hambat sebesar 2,04 cm, serta memiliki formula yang stabil

    Genome-Wide Significant SNPs from the Sex-Combined Multi-Ethnic Meta-Analysis.

    No full text
    <p>The novel loci identified using Multi-Ethnic Meta-analysis (that were not identified in the European only analysis) are listed in <b>bold</b>.</p>*<p>When possible, plausible biological candidate genes have been listed; otherwise, the closest gene is designated.</p>‡<p>Lead SNP is the SNP with the lowest <i>p</i>-value for each locus.</p>†<p>Positions are relative to Human Genome NCBI Build 36.</p>§<p>log<sub>10</sub> Bayes factor (BF) from the MANTRA analysis. A log<sub>10</sub> BF of 6 and higher was considered as a conservative threshold for genome-wide significance.</p>††<p>The posterior probability of heterogeneity between studies.</p>¶<p>EA: effect allele, NEA: non-effect allele.</p>¶¶<p>EAF: Frequency of effect allele in CEU, East Asian, and AA, populations respectively.</p

    The Association of mRNA Levels from Genes in Candidate Loci in Human Adipocytes with Circulating Adiponectin Levels.

    No full text
    §<p>Betas are estimated from log transformed and quantile-quantile normalized values.</p>*<p>These two loci are independent loci.</p
    corecore