Arsenic and Mercury Concentrations at Several Geothermal Systems in West Java, Indonesia

A study at several geothermal systems in West Java, Indonesia shows that thermal waters could naturally contain up to 2.6 ppm As and 6.5 ppb Hg, and the surface hydrothermal alteration could contribute up to 50 ppm As and 800 ppb Hg. The higher the chloride content, the higher the contents of As and Hg of thermal waters. The amounts of As and Hg in an active geothermal system are influenced by the type of host rock, boiling and mixing processes, and adsorption of vapor and volcanic gases into thermal waters

The Chemical Compositions of Thermal Waters at Ciarinem and Cilayu, Pameungpeuk, West Java - Indonesia

Thermal waters at Ciarinem and Cilayu, Pameungpeuk, West Java, Indonesia have different characteristics: Ciarinem water is a steam heated sulfate type and occurs as hot springs, whereas Cilayu water discharges as hot pools and is a chloride water type. Their chemical compositions indicate that the thermal waters are outflows of a volcanic"“magmatic associated geothermal system. The solute geothermometers calculate that the subsurface reservoir temperatures range from 150o to 200ºC

Pengukuran Kristalinitas Silika berdasarkan Metode Difraktrometer Sinar-X

Sari. Mineralogi dan derajat kristalinitas mineral silika non- dan mikrokristalin dapat ditentukan dengan metode difraktometer sinar-X, yaitu dengan mengukur lebar peak atau hump pada setengah intensitas-maksimum difraksi pada posisi sekitar 4 Ã…. Hasil optimum pengukuran kristalinitas diperoleh bila sampel silika kering berukuran butir 75 hingga 106 μm dipreparasi pada cetakan aluminium dan dianalis mulai 10 hingga 40°2θ dengan kecepatan goniometer 0,6°2θ/menit dan interval pencatatan 0,01°. Prosedur seperti ini akan mempunyai kesalahan tidak lebih dari 0,3°2θ. Measurement of Silica Crystallinity Using X-Ray Diffraction MethodAbstract. Mirralogy and the degree of crystallinity of non- and microcrystalline silica could be determined using the X-ray diffraction method, i.e. by measuring the half-width peak or hump at about 4 Ã…. The optimum and most reproducible results were obtained when dry silica sample powder having a grain size of 75 to 106 μm was prepared at the aluminium holder and scanned from 10 to 40°2θ using goniometer speed of 0.6°2θ and a step size of 0.01°. This procedure will give an experimental error less than 0.3°2θ

Evolution of Cisolok -Cisukarame Geothermal System, West Java -Indonesia, Based on Its Surface Manifestation

ABSTRACT The geothermal surface manifestations of spouting springs and surface alterations indicate that the Cisolok geothermal system has changed. The deep reservoir water has changed from Cl to HCO 3 waters due to subsurface water-rock interactions. Temperature of the reservoir has been cooling down, i.e. from above 220 o C to 160-200 o C. These changes also affect the characteristic and mineralogy of surface alteration deposits, i.e. from silica sinter to travertine deposits

Geyserite in Hot-Spring Siliceous Sinter: Window on Earth’s Hottest Terrestrial (Paleo)environment and its Extreme Life

International audienceSiliceous hot-spring deposits, or sinters, typically form in active, terrestrial (on land), volcanic terrains where magmatically heated waters circulating through the shallow crust emerge at the Earth's surface as silica-charged geothermal fluids. Geyserites are sinters affiliated with the highest temperature (~ 75–100 °C), natural geothermal fluid emissions, comprising localized, lithologically distinctive, hydrothermal silica precipitates that develop around geysers, spouters and spring-vents. They demarcate the position of hot-fluid upflow zones useful for geothermal energy and epithermal mineral prospecting. Near-vent areas also are “extreme environment” settings for the growth of microbial biofilms at near-boiling temperatures. Microbial biosignatures (e.g., characteristic silicified microbial textures, carbon isotopes, genetic material, lipid biomarkers) may be extracted from modern geyserite. However, because of strong taphonomic filtering and subsequent diagenesis, fossils in geyserite are very rare in the pre-Quaternary sinter record which, in and of itself, is patchy in time and space back to about 400 Ma. Only a few old examples are known, such as geyserite reported from the Devonian Drummond Basin (Australia), Devonian Rhynie cherts (Scotland), and a new example described herein from the spectacularly well-preserved, Late Jurassic (150 Ma), Yellowstone-style geothermal landscapes of Patagonia, Argentina. There, geyserite is associated with fossil vent-mounds and silicified hydrothermal breccias of the Claudia sinter, which is geologically related to the world-class Cerro Vanguardia gold/silver deposit of the Deseado Massif, a part of the Chon Aike siliceous large igneous province. Tubular, filament-like micro-inclusions from Claudia were studied using integrated petrographic and laser micro-Raman analysis, the results of which suggest a biological origin. The putative fossils are enclosed within nodular geyserite, a texture typical of subaerial near-vent conditions. Overall, this worldwide review of geyserite confirms its significance as a mineralizing geological archive reflecting the nature of Earth's highest temperature, habitable terrestrial sedimentary environment. Hot-spring depositional settings also may serve as analogs for early Earth paleoenvironments because of their elevated temperature of formation, rapid mineralization by silica, and morphologically comparable carbonaceous material sourced from prokaryotes adapted to life at high temperatures

Pengaruh Konflik dan Stres kerja terhadap Retensi karyawan (Studi pada karyawan PT.Taspen (Persero) Cabang Malang)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang persepsi karyawan terhadap konflik dan stres kerja dan pengaruh konflik dan stres kerja terhadap retensi karyawan PT. Taspen (Persero) Cabang Malang. Metode penelitian yang digunakan yaitu eksplanator. Uji pengaruh disini adalah untuk menguji pengaruh antara variabel konflik dan stres kerja sebagai variabel bebas dan retensi karyawan sebagai variabel terikat. Sampel yag dipakai dalam penelitian ini sebesar 41 orang karyawan yang ada pada PT. Taspen (Persero) Cabang Malang yang didapat dengan menggunakan total sampling atau populasi jenuh. Adapun analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi linier berganda. Dalam pengerjaannya penelitian ini menggunakan program komputer yaitu program SPSS. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dengan analisis regresi linier berganda, terdapat nilai Sig F sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai signifikan yang ditentukan sebesar 0,05 (5%) dan Sig t yang dihasilkan 0,039 di bawah nilai signifikan 0,05 untuk (X 1 ) serta 0,019 yang dihasilkan di bawah nilai signifikan 0,05 untuk (X 2 ). Dan Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel konflik dan stres kerja terhadap variabel retensi karyawan dengan menolak Ho dan menerima Ha, hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas kurang dari 5% serta diketahui variabel stres kerja mempunyai pengaruh paling dominan terhadap retensi karyawan karena memiliki t hitung paling besar yaitu 0,372. Serta hasil regresi menunjukkan R Square (koefisien determinasi) sebesar 0,183 berarti bahwa retensi karyawan dipengaruhi oleh dua variabel bebas sebesar 18,3%. Sisanya sebesar 81,7% dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya di luar vatiabel yang diteliti. Dengan diketahui adanya pengaruh yang signifikan dari konflik dan stres kerja terhadap retensi karyawan maka hasil penelitian diharapkan, perusahaan dapat meningkatkan retensi karyawan. Dalam penelitian ini sebaiknya perusahaan berupaya mengelola konflik dan stres kerja yang ada karena hal tersebut akan menjadikan karyawan menjadi lebih nyaman dalam bekerja dan berkarya secara optimal. Perusahaan juga dapat memberikan fasilitas-fasilitas lain sebagai penunjang kesejahteraan para karyawan, agar karyawan mampu bertahan didalam perusahaan

Efektivitas Penurunan Total Fosfat Menggunakan Tumbuhan Kayu Apu (Pistia Stratiotes) Dan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Pada Limbah Laundry

Air merupakan kebutuhan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya untuk menunjang kehidupannya. Namun, banyak kondisi perairan di Indonesia yang mengalami pencemaran dikarenakan berbagai hal. Salah satu permasalahan perairan adalah semakin banyak muncul industri kecil pencuci pakaian atau laundry. Bahan yang memiliki kadar besar dalam deterjen adalah total fosfat yang berasal dari Sodium Tripolyphosphate (STPP) yang berfungsi sebagai builder dan surfaktan. Apabila dalam jumlah banyak, fosfat dapat menyebabkan pengayaan unsur hara (eutrophication) di badan air sungai atau danau. Salah satu cara untuk menangani permasalahan pencemaran perairan adalah dengan menggunakan tanaman atau lebih dikenal dengan fitoremediasi . menggunakan eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Berdasarkan pernyataan tersebut maka diperlukan penelitian mengenai efektivitas penurunan total fosfat pada limbah laundry dengan menggunakan eceng gondok dan kayu apu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2018 di Unit Pelaksana Teknis Budidaya Air Tawar Sumberpasir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kemampuan tumbuhan eceng gondok dan kayu apu dalam menurunkan total fosfat pada limbah laundry. Metode dalam penelitian ini merupakan eksperimen. Penelitian ini menggunakan perlakuan tumbuhan eceng gondok, kayu apu dan kontrol yang dipapar oleh 100% limbah laundry. Tahapan penelitian ini meliputi penyortiran kayu apu, aklimatisasi, memasukkan tumbuhan ke dalam bak yang telah dipapar limbah, pengukuran parameter utama dan pendukung. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian yaitu dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) sederhana. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini merupakan analisa sidik ragam (ANOVA : Analysis of Varience) Hasil penelitian yang diperoleh yaitu presentase rata-rata penurunan kadar fosfat pada perlakuan A, B dan C berturut-turut adalah 4,11%, 32,19% dan 45,89%. Tumbuhan eceng gondok terbukti lebih efektif dalam menurunkan kadar fosfat daripada kayu apu. Hasil F hitung perlakuan sebesar 105,638, sedangkan nilai F tabel 5% dan 1% sebesar 5,143 dan 10,925. Hasil Fhitung > Ftabel diperoleh kesimpulan, yaitu terima H1 dan tolak H0. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan perbedaan tumbuhan berbeda nyata terhadap penurunan total fosfat pada taraf kepercayaan 95% maupun 99%. Eceng gondok lebih efektif menurunkan total fosfat pada limbah laundry dibandingkan dengan kayu apu.Nilai kisaran suhu pada tumbuhan kayu apu dan eceng gondok berkisar 28 - 28,3˚C. Nilai kisaran pH pada tumbuhan kayu apu dan eceng gondok sebesar 7,4 – 7,7. Nilai kisaran DO pada tumbuhan kayu apu dan eceng gondok sebesar 2,9-3,8 mg/l. Nilai kisaran COD pada tumbuhan kayu apu dan eceng gondok sebesar 105,3 – 220 mg/l. Berat tanaman, panjang akar tanaman dan klorofil total tanaman juga semakin menurun. Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan jenis limbah yang berbeda dengan berat yang berbed

PARENT FLUID AND FLUID FLOW STUDY OF SONGA-WAYAUA, SOUTH HALMAHERA GEOTHERMAL RESERVOIR BASED ON WATER GEOCHEMISTRY

Geologically, Songa-Wayaua located on the Halmahera volcanic arc. The are several volcanoes such as Lansa and Bibinoi, and geological structures such as Wayaua, Lapan, Pele and Tawa faults. The presence of the geothermal system in the Songa-Wayaua field is characterized by hot springs, fumaroles, and altered rocks. The manifestations of hot springs that present are Songa hot springs (MAPS 1, MAPS 2, and MAPS 3) and Wayaua (MAPW). Fumarole was discharged at the MAPS 1 and MAPS 2. This study aimed to determine the parent fluid chemistry, temperature, and pH in the reservoir and hydrothermal fluid flow. The analysis was used anions and cations of hotsprings. Based on the analysis results, the fluid that appears as a manifestation has boiled in subsurface at 131˚C and 103.5˚C, then mixed with sea water. The mixed seawater fraction and the fractions of water and steam when boiling were calculated using the heat balance and mass balance. From the calculation, the results show that there are two Cl/B ratio clusters. The first cluster consists of MAPS 1, MAPS 2, and MAPS 3. While the second cluster is MAPW. These are interpreted that there are two different reservoirs. This is supported by the geological conditions of the two spring zones separated by a normal fault located in Songa-Wayaua bay. Based on the Giggenbach Na-K geothermometer, Songa reservoir temperature was 250 ± 10˚C and Wayaua reservoir was 175 ± 10˚C. The results of H2CO3 and CaCO3 equilibrium analysis show the pH of the two reservoirs included in the neutral to slightly basic fluid valued at 5.45 – 8.44. So that it is interpreted that the MAPS 1 and MAPS 2 springs discharge in the upflow zone, which are also indicated by fumarole discharge and Na/K ratio 15