9 research outputs found

    PERCOBAAN BUNUH DIRI PADA PENDERITA DEPRESI

    Get PDF
    Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa yang ditunjukkan dengan gejala-gejala antara lain merasa sedih, pikiran kacau, putus asa, konsentrasi berkurang, kehilangan minat melakukan sesuatu, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, nafsu makan berkurang, susah tidur, berpikir untuk bunuh diri dan pada akhirnya melakukan percobaan bunuh diri. Depresi dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh setiap individu. Meningkatnya percobaan bunuh diri dan banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia ditengarai karena depresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dinamika psikogis orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan faktor pendukung penderita depresi melakukan bunuh diri. Informan penelitian terdiri dari 4 narasumber, yaitu narasumber utama dua orang penderita depresi yang melakukan percobaan bunuh diri, dan narasumber pendukung yaitu dua orang keluarga narasumber utama. Data dikumpulkan melalui checklist, observasi, wawancara semi terstruktur, dan menggunakan alat tes BDI untuk narasumber utama, sedangkan untuk narasumber pendukung menggunakan observasi dan wawancara. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah melakukan percobaan bunuh diri informan menunjukkan perilaku-perilaku yang mengarah pada gejala depresi. Pencetus informan 1 melakukan percobaan bunuh diri dengan cara gantung diri adalah ditinggal pacarnya, sedangkan faktor pendukungnya ia mengalami gangguan fisik yaitu saat mengalami kecelakaan kakinya patah, tidak ada teman yang bisa diajak berbagi cerita karena ia segan menghubungi teman-temannya. Selain itu, ia termasuk orang yang tertutup pada keluarga sehingga bila mendapatkan masalah, keluarganya tidak mengetahuinya.Pencetus informan 2 melakukan percobaan bunuh diri dengan cara minum obat supaya overdosis adalah ia mengalami masalah ekonomi karena suaminya tidak bekerja sehingga ia menjadi tulang punggung keluarga. Penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada sehingga ia terpaksa hutang pada Bank, tetangga, dan teman-temnnya. Sedangkan faktor pendukungnya adalah ia merasa cemas tidak bisa melunasi hutangnya dan takut bila sewaktu-waktu ada penagih hutang datang sedangkan ia belum mempunyai uang untuk membayar. Hal tersebut menyebabkan ia mengalami gangguan sosial yaitu merasa tidak percaya diri untuk bergaul dengan tetangga dan teman- temannya karena merasa takut dihina oleh tetangga dan teman-temannya

    Efikasi cendawan entomopatogen fusarium cf. solani untuk mengendalikan hama belalang hijau (oxya chinensis) di Desa Baseh Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas

    Get PDF
    Petani saat ini dalam mengendalikan hama tanaman selalu mengandalkan insektisida pabrikan (sintetis), dan dilakukan terus-menerus. Hal ini dapat mengakibatkan hama tersebut akan semakin resisten terhadap insektisida, sehingga perlu di kembangkan pengendalian alternatif. Salah satu pengendalian alternatif tersebut adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan jamur entomopatogen. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jamur entomopatogen Fusarium cf. solani terhadap intensitas serangan dan efektifitas dalam membunuh hama Belalang hijau (Oxya chinensis) serta pengaruhnya terhadap produksi padi. Penelitian dilaksanakan di Desa Baseh, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas (526 m dpl). Waktu penelitian dimulai bulan April hingga Juni 2016. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu tidak disemprot atau kontrol (B0), penyemprotan satu kali pada 21 hspt (B1), penyemprotan dua kali pada 33 hspt (B2). Percobaan diulang sebanyak sembilan kali. Variabel yang diamati yaitu, populasi hama belalang hijau (Oxya chinensis), intensitas serangan hama belalang hijau (Oxya chinensis), jumlah anakan produktif, tinggi tanaman, dan produksi padi. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji F, apabila hasilnya menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan LSD (Least Significance Difference) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur entomopatogen Fusarium cf. solani tidak mampu menekan dan tidak efektif untuk membunuh hama belalang hijau pada ketinggian lahan 526 m dpl

    EFEKTIVITAS KITOSAN DENGAN DERAJAT DEASETILASI DAN KONSENTRASI BERBEDA DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI GRAM NEGATIF (Pseudomonas aeruginosa) DAN GRAM POSITIF (Staphylococcus aureus) RONGGA MULUT

    Get PDF
    Kitosan adalah derivat deasetil dari biopolisakarida kitin yang  merupakan bioplimer kedua yang melimpah di alam setelah selulosa, dan dapat ditemukan pada eksoskeleton krustasea dan serangga. Kitosan bersifat biokompabilitas, biodegradabilitas, dan tidak beracun, dan memiliki  aktivitas antimikroba yang banyak diaplikasikan  diberbagai bidang seperti industri makanan, industri tekstil, kosmetik, kedokteran dan kedokteran gigi.  Pseudomonas aeruginosa  merupakan bakteri gram negatif penyebab utama infeksi nosokomial dan sering ditemukan di saluran air pada dental unit.    P. aeruginosa  bersifat patogen dan resisten terhadap beberapa bahan antibakteri  yang ada. Staphylococcus aureus merupakan  bakteri gram positif, yang dapat menyebabkan infeksi fasial, periapikal atau periodontal abses dan  denture sore mouth. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan kitosan dengan  derajat deasetilasi (DD) dan konsentrasi berbeda dalam menghambat  pertumbuhan     P. aeruginosa   dan  S.  aureus  dalam rongga mulut. Pada penelitian ini digunakan metode difusi cakram, kitosan dengan derajat deasetilasi  89% dan 93%  dimasukkan ke dalam   paper disk   dengan   konsentrasi 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25% selama 24 jam dalam suhu 37oC . Zona hambat  yang terbentuk diukur dengan jangka sorong. Hasil penelitian memperlihatkan kitosan dengan derajat deasetilasi  dan konsentrasi  berbeda memberikan zona hambat yang berbeda baik pada  P. aeruginosa  dan  S. aureus. Zona hambat  P. aeruginosa   dan  S. aureus   terbesar terbentuk pada konsetrasi 1%, sedangkan kitosan dengan DD 93% memperlihatkan zona hambat lebih besar dibandingkan dengan kitosan DD 89%.   Kata Kunci : Kitosan, Derajat Deasetilasi, Psedomonas aeruginosa, Staphylococcus aureu

    Studi Termodinamika DNA terhadap Senyawa Antioksidan Ekstrak Euphorbia Humifusa yang Berpotensi Sebagai Antikanker

    Get PDF
    Telah diketahui bahwa ekstrak metanol dari Euphorbia humifusa memiliki efek sitotoksik yang tinggi terhadap sel mamaloma serta menunjukkan aktivitas aktioksidan yang tinggi dengan nilai EC50, = 56.26±0.66 µg/mL (1-2). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan screening senyawa antioksidan yang sekaligus berpotensi sebagai antikanker dengan cara berinteraksi langsung dengan DNA. Ekstrak metanol dari E. humifusa dibuat dengan cara Sokletasi. Ekstrak dipekatkan dan disuspensikan dalam air, kemudian dipartisi dengan petroleum eter dan etil asetat. Aktivitas antioksidan dari fraksi petroleum eter maupun etil asetat ditentukan dengan uji DPPH. Nilai IC50 untuk fraksipetroleum etel: etil asetat danair masing-musing adalah 91.50 µg/mL; 7.46 µg/mL dan56.18 µg/mL. Fraksi etil asetat lalu difraksinasi lebih lanjut dengan kromatografi kolom menggunakan fasa diam silika dan gradient eluent metanol-aseton-kloroform. Fraksi VI dan VII menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi, musing-musing 30.73% dan 66.12%. Kedua fraksi tersebut difarksinasi lebih lanjut dengan sistem kromatografi yang sama, di mana aktivitas antioksidan tertinggi ditunjukkan oleh fraksi I dan Lyang berasal dari fraksi VI, yaitu musing-masingsebesar 64,03 dan 56,32%. Uji titik leleh DNA menunjukkan peningkatan kestabilan termal dari DNA ketika dicampurkan dengan fraksi I. Sementara itu, uji fitokimia menunjukkan bahwa senyawasenyawa dengan aktivitas antioksidan dalam fraksi I maupun L merupakan golongan senyawa alkaloid dan minyak atsiri. Namun, senyawa mana yang berinteraksi dengan DNA belum dapat diidentifikasi karena belum dilakukan pemurnian hingga komponen tunggal

    Ekhokardiografi Endokardiosis Penyakit Katup Mitral Jantung Anjing (ECHOCARDIOGRAPHY OF ENDOCARDIOSIS MITRAL VALVE HEART DISEASE IN DOGS)

    No full text
    Endocardiosis is a disease commonly found in Pomeranian dog characterized by progressive myxomatousdegeneration of the atrio-ventricular valves especially in the mitral valve. The purpose of this study was todefine the diagnose and severeity of this disease on the Pomeranian by using brightness mode, motion mode,dan color flow Doppler echocardiography technique. Echocardiography was performed on 8 Pomeranianconsisting of 6 males and 2 females with age range of 2-14 years. Brightness mode echocardiography wasused to see the echotexture of endocardium, mitral valve, and the valve movement. The results showedendocardium thickening, along with chronic fibrosis and nodular thickening of the anterior and posteriormitral valve leaflet. Three out of seven cases showed prolapsed of the mitral valve. Motion modeechocardiography was performed in order to measure left ventricle internal dimension, myocardium thickness,fractional shortening, left atrial and aortic dimension. The results showed myocardium thickening, alongwith left atrial enlargement. Color flow Doppler echocardiography was used to confirm the mitral valveregurgitation. Three of seven cases showed the presence of regurgitation signed by turbulence color of theprolapsed mitral valve. Based on the degree of severity, scoring system used in this study, endocardiosis canbe divided into three types that are mild, moderate and severe

    Prevalence of heart disease in dogs was very high and required early diagnosis through physical examination, electrocardiogram, and echocardiography. Normal reference values of echocardiography are highly breedspecific and need for comparison and evaluation of dogs suspected with heart disease. Therefore the aim of this study was to establish normal reference echocardiographic values for Indonesian mongrel dogs, specifically to find out intracardiac dimensions, wall thickness, and fractional shortening. Motion-mode and two-dimensional echocardiography from right parasternal short axis and long axis view were performed on nine clinically healthy dogs consisting of five males and four males. The results showed that wall thickness and fractional shortening of Indonesia mongrel dogs were higher compared with those in the other breed that have the same average weight. As opposite, the intracardiac dimensions and lumen dimensions of aorta and left atrial diameter were smaller. These differences might occur due to factors other than the dog’s habits and functions such as working and hunting, but can also be caused by the existence of breed differences. There was no significant difference between male and female dogs in terms of intracardiac dimension systole (P = 0.53), diastole (P = 0.38), fractional shortening (P = 0.053), and the ratio of aorta and left atrial diameter (P = 0.06).

    Get PDF
    Prevalence of heart disease in dogs was very high and required early diagnosis through physical examination, electrocardiogram, and echocardiography. Normal reference values of echocardiography are highly breedspecific and need for comparison and evaluation of dogs suspected with heart disease. Therefore the aim of this study was to establish normal reference echocardiographic values for Indonesian mongrel dogs, specifically to find out intracardiac dimensions, wall thickness, and fractional shortening. Motion-mode and two-dimensional echocardiography from right parasternal short axis and long axis view were performed on nine clinically healthy dogs consisting of five males and four males. The results showed that wall thickness and fractional shortening of Indonesia mongrel dogs were higher compared with those in the other breed that have the same average weight. As opposite, the intracardiac dimensions and lumen dimensions of aorta and left atrial diameter were smaller. These differences might occur due to factors other than the dog’s habits and functions such as working and hunting, but can also be caused by the existence of breed differences. There was no significant difference between male and female dogs in terms of intracardiac dimension systole (P = 0.53), diastole (P = 0.38), fractional shortening (P = 0.053), and the ratio of aorta and left atrial diameter (P = 0.06)

    Vitamin C-Induced Epigenetic Modifications in Donor NSCs Establish Midbrain Marker Expressions Critical for Cell-Based Therapy in Parkinson's Disease

    No full text
    Cultured neural stem/precursor cells (NSCs) are regarded as a potential systematic cell source to treat Parkinson's disease (PD). However, the therapeutic potential of these cultured NSCs is lost during culturing. Here, we show that treatment of vitamin C (VC) enhances generation of authentic midbrain-type dopamine (mDA) neurons with improved survival and functions from ventral midbrain (VM)-derived NSCs. VC acted by upregulating a series of mDA neuron-specific developmental and phenotype genes via removal of DNA methylation and repressive histone code (H3K9m3, H3K27m3) at associated gene promoter regions. Notably, the epigenetic changes induced by transient VC treatment were sustained long after VC withdrawal. Accordingly, transplantation of VC-treated NSCs resulted in improved behavioral restoration, along with enriched DA neuron engraftment, which faithfully expressed midbrain-specific markers in PD model rats. These results indicate that VC treatment to donor NSCs could be a simple, efficient, and safe therapeutic strategy for PD in the future

    Neural stem cells derived from human midbrain organoids as a stable source for treating Parkinson's disease Midbrain organoid-NSCs (Og-NSC) as a stable source for PD treatment

    No full text
    Successful clinical translation of stem cell-based therapy largely relies on the scalable and reproducible preparation of donor cells with potent therapeutic capacities. In this study, midbrain organoids were yielded from human pluripotent stem cells (hPSCs) to prepare cells for Parkinson's disease (PD) therapy. Neural stem/precursor cells (NSCs) isolated from midbrain organoids (Og-NSCs) expanded stably and differentiated into midbrain-type dopamine(mDA) neurons, and an unprecedentedly high proportion expressed midbrain-specific factors, with relatively low cell line and batch-to-batch variations. Single cell transcriptome analysis followed by in vitro assays indicated that the majority of cells in the Og-NSC cultures are ventral midbrain (VM)-patterned with low levels of cellular senescence/aging and mitochondrial stress, compared to those derived from 2D-culture environments. Notably, in contrast to current methods yielding mDA neurons without astrocyte differentiation, mDA neurons that differentiated from Og-NSCs were interspersed with astrocytes as in the physiologic brain environment. Thus, the Og-NSC-derived mDA neurons exhibited improved synaptic maturity, functionality, resistance to toxic insults, and faithful expressions of the midbrain-specific factors, in vitro and in vivo long after transplantation. Consequently, Og-NSC transplantation yielded potent therapeutic outcomes that are reproducible in PD model animals. Collectively, our observations demonstrate that the organoid-based method may satisfy the demands needed in the clinical setting of PD cell therapy.11Nsciescopu
    corecore