11 research outputs found

    Pengaruh Seng Sulfat terhadap Perkembangan Tulang Femur Embrio Ayam (Gallus Gallus) Galur Tegel TM 70

    Get PDF
    Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh kelebihan seng sulfat terhadap perkembangan tulang femur embrio ayam (Gallus gallus) galur Tegel TM 70. ZnSO4 dengan dosis 0,2 mg, O,4 mg dan 0,9 mg per telur, diinjeksikan secara tunggal melalui kantung yolk pada hari ke-2, ke-4 dan ke-6 inkubasi. Keadaan embrio diamati pada hari ke-13 inkubasi. Perlakuan dengan O,2 mg ZnSO4 pada hari ke-2 inkubasi cenderung meningkatkan panjang dan luas tulang femur, namun dosis 0,9 mg nyata menurunkannya (p<O,05 dan p<O,01). ZnSO4 lebih berpengaruh terhadap luas penampang bagian yang menulang daripada terhadap panjang bagian yang menulang. Disimpulkan bahwa seng dalam konsentrasi tertentu dibutuhkan untuk perkembangan optimal tulang femur, sedangkan kelebihan seng lebih berpengaruh dalam menghambat aktivitas osteogenik periosteum daripada aktivitas lempeng epifisis. The effect of excess zinc sulphate (ZnSO4) on the development of the femur in the Tegel TM 70 chick embryo (Gallus gallus) has been investigated by injecting the substance into the yolk sac of 2, 4 and 6 days incubated eggs. Three kinds of a single dose of ZnSO4 0.2 mg, 0.5 mg and 0.9 mg per egg were used. The embryos were examined on day 13 of incubation. Treatment with 0.2 mg ZnSO4 on day 2 incubation inclined to increase the width and length of the femur. Conversely, the dose of 0.9 mg significantly decreased the width and length of the femur (p<0.05 and p<0.01). ZnSO4 exerts its influence on the width of ossified parts of the femur, rather than on the length. It can be concluded that a certain concentration of zinc was necessary for optimal development of the femur, while zinc in excess influenced more the delay of periosteal osteogenic activity than that of epiphyseal plate osteogenic activity

    Pengaruh Kromium Klorida terhadap Perkembangan Pralahir Mencit (Mus musculus) Swiss Webster

    Get PDF
    Larutan kromium klorida diberikan secara intraperitoneal dengan dosis tunggal 15, 22, 5, dan 30 mg Cr/kg berat badan pada mencit yang hamil 8, 10, atau 12 hari. Mencit control dan perlakuan dibunuh kemudian dibedah pada hari kehamilan ke-18. Selanjutnya, dilakukan pengamatan terhadap kejadian kematian intrauterus, berat fetus, malformasi eksternal, internal, dan rangka fetus. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kromium trivalent menyebabkan jumlah embrio yang diresorpsi meningkat secara nyata, berat fetus berkurang dengan sangat nyata, terjadi kelambatan penulangan badan vertebra servikalis, badan vertebra sakrokaudalis, tulang tarsal, dan falang proksimal anggota belakang. Kromium yang diberikan pada hari kehamilan ke-8 menyebabkan eksensefali, sedangkan yang diberikan pada hari kehamilan ke-12 menyebabkan langit-langit bercelah. Untuk mengetahui pelaulan kromium dalam waktu 24 jam sesudah pemberian, dilakukan analisis secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) terhadap darah induk, plasenta, dan fetus utuh. Hasil analisis SSA memperlihatkan bahwa kromium dapat dilakukan dari darah induk ke fetus lewat plasenta, diakumulasikan di dalam tubuh fetus, serta cenderung diretensi oleh plasenta. Chromium chloride was injected intraperitoneally at 15, 22.5, and 30 mg Cr/kg body weight to pregnant mice on the 8th, 10th, or 12th gestation day. Control and treated mice were sacrificed on the 18th gestation day, and the examination on incidences of intrauterine death, fetal weight, external, internal, and skeletal malfbrmations were performed. The results revealed that there was a significant increase in embryonic resorption, a highly significant reduction in fetal weight, significant reduction in the ossification of the cervical and sacrocaudal vertebral bodies, tarsal bones, and phalanges of the hind limbs. Administration of chromium on the 8th and 12th day of gestation showed significant incidences of exencephaly and cleft palate, respectively. In order to figure out the passage of chromium during 24 hours after administration, analysis using Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS) was performed, and the content of chromium was determined in the maternal blood, placenta, and fetuses. From the analysis it was obvious that chromium was transferred and accumulated in the fetuses, and the placenta tended to retain chromium

    Effect of Basazinon 45/30 EC on the Postnatal Development of the Albino Mouse (Mus Musculus) Swiss Strain

    Get PDF
    Sari. Basazinon 45/30 EC dengan dosis 22 mg/kg b.b. telah diberikan secara oral (gavage) setiap hari kepada mencit hamil pada umur kehamilan 5 hari sampai dengan hari ke 21 pascalahir (saat disapih). Pengamatan di lakukan terhadap berbagai ciri perkembangan fisik dan seksual, serta kemampuan reproduksi mencit generasi F1. Berat badan rata-rata anak mencit selama menyusu dan minggu pertama sesudah disapih ternyata kurang (p< 0,05 dan p<0,01) dari pada anak mencit kelompok kontrol, sedangkan berat badan rata-rata pada saat dilahirkan tidak ada perbedaan. Kemampuan refleks untuk membalikkan tubuh dan telentang menjadi tertelungkup, desendensi testis untuk pertama kali dan terjadinya estrus yang pertama pada kelompok perlakuan didapat pada umur yang lebih lanjut (p < 0,5 dan p < 0,01). Tidak terjadi kelainan yang nyata dalam hal kemampuan reproduksi dan ciri-ciri perkembangan lainnya pada kelompok perlakuan. Abstract. Basazinon 45/30 EC of 22 mg/kg b.w. were administered daily by gavage to pregnant mice on day 15 of gestation to the day of weaning (21 days old). Several physical and sexual developmental criteria and the reproductive ability of the F1 generation were observed. The mean body weight of the young during the period of lactation and the first week after weaning were significantly lighter (p < 0.05 and p < 0.01) than that of the controls, while the mean birth weight were not different. The reflex ability in turning the body from supine to prone position, the first testicle descent and the first estrous, occured significantly later in experimental young (p < 0.05 and p < 0.01). No significant deviation in the reproductive ability and other developmental criteria were found

    Struktur Histologi Saluran Telur Anak Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Setelah Diperlakukan Dengan Zearalenon

    Get PDF
    Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi estrogenik zearalenon pada puyuh, dan struktur histologi magnum setelah diperlakukan dengan zearalenon. Tiga ratus anak puyuh berumur 7 hari dibagi menjadi 30 kelompok, 10 ekor per kelompok, 3 kelompok kontrol negatif, 3 kelompok kontrol positif, 12 kelompok perlakuan dan 12 kelompok standard. Kelompok kontrol negatip tanpa perlakuan apapun, kelompok kontrol positip disuntik secara subkutan dengan pelarutnya, selama 5 hari berturut-turut. Kelompok perlakuan dan kelompok standard masing-masing disuntik dengan zearalenon 2,5510 dan 20 mg/kg bb, dan etinil estradiol dosis 0,01250,0250,05 dan 0,1 mg/kg bb yang dilarutkan dalam minyak wijen. Hewan percobaan dibunuh pada 1, 5 dan 10 hari setelah suntikan terakhir. Bagian tengah magnum diambil, kemudian diproses untuk ditanam dalam resin, lainnya diproses untuk direkam dengan SEM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis zearalenon 20 mg/kg bb menyebabkan berat basah saluran telur meningkat, dan diikuti dengan perubahan struktur dari lapisan mukosanya. Potensi estrogenik zearalenon adalah 1000 kali lebih rendah daripada etinil estradiol. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa zearalenon mempunyai potensi estrogenik jauh lebih lemah daripada estradiol. Struktur histologi magnum yang diperlakukan dengan zearalenon, perkembangannya kurang maju apabila dibanding-kan dengan yang diperlakukan dengan etinil estradiol. Kata kunci:struktur histologi, puyuh, saluran telur, zearaleno

    Efek Asam Metoksiasetat Terhadap Kondrogenesis Jari Anggota Tubuh Depan Mencit (Mus Musculus) Swiss Webster

    Get PDF
    Asam metoksiasetat (MAA) dapat mengakibatkan kelainan digit anggota tubuh depan mencit Swiss Webster (SW). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan kondrogenesis jari anggota tubuh depan akibat perlakuan dengan MAA. MAA diberikan secara gavage pada mencit SW umur kebuntingan 11 hari. Penentuan kondrogenesis dilakukan pada rigi jari III dan IV dengan mengamati sayatan plantar tunas anggota tubuh yang diwarnai Hematoksilin-Eosin. Komponen matriks ekstraseluler; asam hialuronat (AH) dan kondroitin sulfat (KS) diwarnai dengan Alcian blue 1%, sedangkan kolagen (KOL) ditentukan dari hasil pewarnaan Azan Heidenhain. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sel mesenkim di wilayah bakal rigi jari IV dan sekitarnya mengalami apoptosis. Sel mesenkim yang bermigrasi ke tempat kondensasi rigi jari IV jumlahnya menurun, sehingga diferensiasi sel mesenkim menjadi kondroblas terganggu, sintesis asam hialuronat AH sedikit, dan hanya meningkat ketika sel mesenkim terkondensasi. Demikan juga kehadiran KS terlambat dan kandungannya rendah, bahkan kolagen tidak ditemukan karena komponen sel yang menyusun rigi jari IV masih berupa kondroblas. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa MAA mengganggu kondensasi mesenkim pada pembentukan rigi jari akibat jumlah sel yang berkurang, sehingga menghambat diferensiasi sel maupun sintesis komponen matriks ekstrasel rigi jari

    Primordial germ cells in the chordates

    No full text

    Effect of Basazinon 45/30 EC on the Postnatal Development of the Albino Mouse (Mus Musculus) Swiss Strain

    Get PDF
    Sari. Basazinon 45/30 EC dengan dosis 22 mg/kg b.b. telah diberikan secara oral (gavage) setiap hari kepada mencit hamil pada umur kehamilan 5 hari sampai dengan hari ke 21 pascalahir (saat disapih). Pengamatan di lakukan terhadap berbagai ciri perkembangan fisik dan seksual, serta kemampuan reproduksi mencit generasi F1. Berat badan rata-rata anak mencit selama menyusu dan minggu pertama sesudah disapih ternyata kurang (p< 0,05 dan p<0,01) dari pada anak mencit kelompok kontrol, sedangkan berat badan rata-rata pada saat dilahirkan tidak ada perbedaan. Kemampuan refleks untuk membalikkan tubuh dan telentang menjadi tertelungkup, desendensi testis untuk pertama kali dan terjadinya estrus yang pertama pada kelompok perlakuan didapat pada umur yang lebih lanjut (p < 0,5 dan p < 0,01). Tidak terjadi kelainan yang nyata dalam hal kemampuan reproduksi dan ciri-ciri perkembangan lainnya pada kelompok perlakuan. Abstract. Basazinon 45/30 EC of 22 mg/kg b.w. were administered daily by gavage to pregnant mice on day 15 of gestation to the day of weaning (21 days old). Several physical and sexual developmental criteria and the reproductive ability of the F1 generation were observed. The mean body weight of the young during the period of lactation and the first week after weaning were significantly lighter (p < 0.05 and p < 0.01) than that of the controls, while the mean birth weight were not different. The reflex ability in turning the body from supine to prone position, the first testicle descent and the first estrous, occured significantly later in experimental young (p < 0.05 and p < 0.01). No significant deviation in the reproductive ability and other developmental criteria were found

    Protein yang Terkait dengan Teratogenisitas Anggota Tubuh Mencit Swiss Webster Akibat Perlakuan dengan Asam Metoksiasetat (MAA)

    No full text
    Telah diteliti protein yang terkait dengan teratogenesis anggota tubuh mencit Swiss Webster akibat perlakuan dengan MAA. Mencit umur kebuntingan 11 hari diberi perlakuan dosis tunggal MAA 10 mmol/kg berat badan secara gavage, sedangkan kelompok kontrol hanya diberi pelarut akuabides steril. Mencit bunting dibunuh secara dislokasi leher 4 jam setelah perlakuan dengan MAA. Tunas anggota tubuh depan diisolasi dari kelompok kontrol dan perlakuan lalu dihomogenisasi. Ekstrak kasar kemudian difraksinasi dengan amonium sulfat dan masing-masing fraksi dianalisis dengan teknik l-D dan 2-D SDS-PAGE. Elektroforegram l-D dan 2-D menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan fraksi protein ammonium sulfat 20-40 % (F-lI), dapat dideteksi protein 31,0-36,5 kDa serta bercak protein 35,1 kDa, pI 6,2 yang tidak terdapat pada kontrol. Pada kelompok perlakuan fraksi protein ammonium sulfat 40-60% (F-lll), dapat dideteksi protein 66,3-97,4 kDa serta bercak protein 8 I,7 kDa, pl 7,3 yang tidak terdapat pada kontrol. Sedangkan pada kelompok kontrol F-llI, protein 36,5-55,4 kDa sertab ercakp rotein 41,6 kDa, pI 6,4 terdeteksi, tetapi tidak terdeteksi pada kelompok perlakuan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pada tunas anggota tubuh depan mencit, perlakuan dengan MAA menginduksi ekspresi dua protein(35,1 kDa, pl 6,2 dan 81,7 kDa, pl 7,3) dan menghambat ekspresi satu protein(41,6 kDa, pl 6,4). Proteins which are Linked with Swiss Webster Mouse Limb Teratogenesis as the Effects of Methoxyacetic Acid (MAA) TreatmentThe analysis of proteins, which are linked with limb teratogenesis as the effects of MAA treated in Swiss Webster mouse has been investigated. A single dose of MAA 10 mmol/kg body weight was given by gavage on gestation day 11 , whereas the control group were administered sterilized distilled water. Pregnant mice were sacrificed by cervical dislocation at 4 hours after MAA treatment. The forelimb buds were isolated from both control and treated group embryos and were then homogenized. The crude extracts were Then fractionated with ammonium sulfate and each fraction was analyzed by 1-D and 2-D SDS-PAGE techniques respectively. The l-D and 2 -D electrophoregrams revealed that in the treated group of protein fraction 20-40% ammonium sulfate ( F-II), a protein of 31.0-36.5 kDa and a protein spot 35.1 kDa, pl 6.2 could be detected, which was not found in the control. In the treated group of protein fraction 40-60% ammonium sulfate( F-lll) a protein of 66.3-97.4 kDa and a protein spot 81.7 kDa, pl 7.3 could be detected which was not found in the control, whereas in the control group a protein of 36.5-55.4 kDa, which is a protein spot4 1.6 and p l 6.4, was detected but not detected in the treated group.It could be concluded from this experiment that in the mouse forelimb buds, MAA treatment induce the protein expression of two proteins(35.1 kDa, pl 6.2 and 81.7 kDa, 7.3) and inhibit the expression of one protein (41.6p, l 6.4)

    A teratoproteomics analysis: heat shock protein 70 is upregulated in mouse forelimb bud by methoxyacetic acid treatment

    No full text
    BACKGROUND: Methoxyacetic acid (MAA) causes fetal limb abnormalities when the substance is administrated on gestation day (GD) 11 in mice. Limb abnormalities are caused mainly by extensive cell death in the mesoderm of the limb plate. This investigation focused on identifying a protein that is linked with mouse limb teratogenicity. METHODS: A single dose of MAA at 10 mmol/kg body weight was administered by gavage on GD 11; controls were administered vehicle only. Dams were killed by cervical dislocation 4 hr after treatment and forelimb buds were isolated from both the control and treated embryos. Proteins in forelimb buds GD 11 + 4 hr were precipitated out using 40-60% ammonium sulfate and were then analyzed by 2D SDS-PAGE. Excised protein spots were identified by mass spectrometry and amino acid internal sequence analysis. Identified protein was further confirmed by Western blotting. RESULTS: Two-dimensional gel analysis indicated that 1 protein spot of 81.7 kDa/pI 7.3 was overexpressed, and the protein matched heat shock protein 70 (HSP70; accession no. P08109, SwissProt). CONCLUSIONS: The results suggest that MAA, when administered to pregnant mice, upregulates HSP70 in the forelimb buds
    corecore