UGM Journals, OAI Repository
Not a member yet
    10851 research outputs found

    CHARACTERISTIC OF AIRBORNE PARTICULATE MATTER SAMPLES COLLECTED FROM TWO SEMI INDUSTRIAL SITES IN BANDUNG, INDONESIA

    Get PDF
    Air particulate matter concentrations, black carbon as well as elemental concentrations in two semi industrial sites were investigated as a preliminary study for evaluation of air quality in these areas. Sampling of airborne particulate matter was conducted in July 2009 using a Gent stacked filter unit sampler and a total of 18 pairs of samples were collected. Black carbon was determined by reflectance measurement and elemental analysis was performed using particle induced X-ray emission (PIXE). Elements Na, Mg, Al, Si, P, S, Cl, K, Ca, Ti, Cr, Mn, Fe, Cu, Zn and As were detected. Twenty four hour PM25 concentration at semi industrial sites Kiaracondong and Holis ranged from 4.0 to 22.2 pg m 3, while the PM1,9concentration ranged from 24.5 to 77.1 pg m 3. High concentration of crustal elements, sulphur and zinc were identified in fine and coarse fractions for both sites. The fine fraction data from both sites were analyzed using a multivariate principal component analysis and for Kiaracondong site, identified factors are attributed to sea-salt with soil dust, vehicular emissions and biomass burning, non ferrous smelter, and iron/steel work industry, while for Holis site identified factors are attributed to soil dust, industrial emissions, vehicular emissions with biomass burning, and sea-salt. Although particulate samples were collected from semi industrial sites, vehicular emissions constituted with S, Zn and BC were identified in both sites. Investigasi terkait konsentrasi massa partikulat udara, black carbon dan konsentrasi unsur pada sampel partikulat udara yang disampling di dua daerah semi industri merupakan studi pendahuluan sebagai evaluasi kualitas udara di daerah ini. Sampling sampel partikulat udara dilakukan di bulan Juli 2009 menggunakan sampler Gent stacked filter unit, dan diperoleh sebanyak 18 pasang sampel. Penentuan Black carbon dilakukan menggunakan pengukuran reflektansi dan analisis unsur dilakukan menggunakan particle induced x-ray emission (PIXE). Unsur-unsur Na, Mg, Al, Si. P. S, Cl, K, Ca, Ti, Cr, Mn, Fe, Cu, Zn dan As dapat dideteksi dengan balk. Konsentrasi 24 jam PM2.5 di daerah semi industri Kiaracondong dan Holis berkisar 4,0 hingga 22,2 pg m-3, sementara konsentrasi PM10 berkisar 24,5 hingga 77,1 pg m 3. Unsur-unsur tanah, sulfur dan seng terdeteksi dalam korrsentrasi tinggi pada sampel partikulat udara halus maupun kasar pada kedua lokasi. Data partikulat halus dari kedua lokasi selanjutnya diolah menggunakan multivariate principal component analysis, untuk daerah Kiaracondong dapat diidentifikasikan faktor yang berasal dari garam laut dan debu tanah, emisi kendaraan bermotor dan pembakaran biomassa, peleburan logam non besi, industri besi/baja, sementara itu untuk daerah Ho/is teridentifikasi faktor yang berasal dari debu tanah, emisi industri, emisi kendaraan bermotor dengan pembakaran biomassa dan garam laut. Sekalipun sampel partikulat udara diambil di lokasi semi industri, cumber pencemaran berupa emisi kendaraan bermotor yang terkait korelasi S, Zn dan BC teridentifikasi pada kedua lokasi

    INTELLECTUAL PROPERTY LAW IN INDONESIA AFTER 2001

    Get PDF
    This paper reviews the major changes of intellectual property condition in Indonesia after 2001. In that year, Indonesia, which has become a member of the Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRiPS) since 1994, was ready to meet its commitment under TRiPS. To do so, Indonesia has made changes in the areas of legislation, administration, court proceedings, and law enforcement. The paper also discusses problematic issues surrounded the implementation of such changes in Indonesia. Tulisan ini melihat kembali perubahan-perubahan besar dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia setelah tahun 2001. Pada tahun tersebut, Indonesia, yang telah menjadi anggota Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRiPS) sejak 1994, siap untuk memenuhi komitmennya dalam TRIPS. Untuk memenuhi komitmen tersebut, Indonesia telah membuat perubahanperubahan dalam bidang legislatif, administratif, tata cara pengadilan dan penegakan hukum. Tulisan ini juga membahas permasalahan di seputar pelaksanaan perubahan-perubahan tersebut

    Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix) terhadap Nyamuk Demam berdarah = Protection Capacity of Kaffir Lime (Citrus hystrix) Peel Extract Against Dengue Haemorrhagic Fever Mosquitoes

    Get PDF
    The use of chemicals as mosquitos repellent may cause health problems. Extract of caffir lime (Citrus hystrix) as mosquitoes can be used as another option.The present study was aimed to analyze the protection capacity of C. hystrix against Aedes aegypti and Ae. albopictus. The experimental study using completely randomized design was done. The obtained data were calculated using the protection capacity fomlUla and analyzedusing t-test. Theresult indicated thatprotection capacityof Citrushystrix extract for 6 hours on average gave 34.82% of protection against Ae. aegypti and 41,44% of Ae. albopictus.The caffir lime extract has been able to reject the mosquitoes, Ae. aegypti andAe. albopictus. Although the thrust of the caffir lime isnot as good as chemical products, butit can be used as alternative mosquitoesrepellent. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan penolak (repellent) nyamuk dapat menimbulkan masalah kesehatan. Ekstrak kulitjeruk purut (Citrus hystrix) sebagai repellent nyamuk dapat digunakan sebagai pilihan lain. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa kemampuan daya proteksi ekstrak kulit jeruk purut terhadap nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Penelitian eksperimental dengan metode rancangan acak lengkap selesai dilakukan. Datayang diperoleh dihitung menggunakan rumus daya proteksi dan dianalisis menggunakan uji beda. Hasilnya menunjukkan, bahwa ekstrak kulit jeruk purut (Citrus hystrix) selama 6 jam memberikan proteksi rata-rata 34,82% dan 41,44%, masing-masing terhadap Ae. Aegypti danAe. albopictus. Ekstrak kulit jeruk purut mampu menolak nyamukAe. aegypti maupunAe. albopictus. Meskipun kemampuan daya tolak kulit jeruk ini tidak sebaikbahan kimia, namun dapat dijadikanbahan alternatifpenolak nyamuk

    UNITED KINGDOM AND USA\u27S LEGISLATIONS TO CLEAN HISTORIC CONTAMINATION

    Get PDF
    The industrial revolutionaries have left harmful residues on and in the land. Dealing with such contamination, the UK introduces Part 2A of the Environmental Protection Act (EPA) 1990 and the USA has legislated CERCLA 1980. This essay is going to discuss both provisions in cleaning up the contamination in each jurisdiction. We reach into a conclusion that both EPA 1990 and CERCLA 1980 govern the cost of cleaning up historic contamination, provide broad definition for the meaning of liable persons, and retognise the retroactivity principle. Wefind that there is a bifurcation of polluters classification in UK laws. This bifurcation is absent in US laws. Revolusi industri telah menyisakan bahan yang berbahaya baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Untuk mengatasi pencemaran bahan berbahaya tersebut, Inggris telah menerbitkan Bagian 2A EPA 1990 Sementara Amerika Serikat telah mengesahkan CERCLA 1980. Tulisan ini mengkaji kedua aturan negara tersebut. Disimpulkan bahwa baik EPA 1990 maupun CERCLA 1980 sarna-sarna memiliki ketentuan yang mengatur perihal biaya pembersihan kontaminasi historis, mendefinisikan makna \u27orang yang bertanggungjawab secara luas, dan mengakui prinsip retroaktifitas. Hukum Inggris mengklasifikasikan pencemar, namun hukum Amerika Serikat tidak memiliki sistem klasifikasi tersebut

    PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP SIKAP GOOD FORESTRY GOVERNANCE DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO = (The influence of individual characteristic toward attitude to Good Forestry Governance in Alas Purwo National Park)

    Get PDF
    Organisasi taman nasional di Indonesia mengalami berbagai permasalahan di berbagai simpul dan membutuhkan upaya perbaikan kelembagaan. Salah satu upaya pembenahan adalah perbaikan aspek perilaku organisasi yang mengarah kepada pembentukan good forestry governance. Penelitian ini bertujuan mendapatkan data dan penjelasan mengenai pengaruh karakteristik individu orang-orang yang bekerja di Taman Nasional (TN) Alas Purwo terhadap sikap good forestry governance (GFG). Penelitian ini dilaksanakan di TN Alas Purwo pada bulan November-Desember 2011 dengan menggunakan metode kuantitatif. Responden diambil secara purposive sampling terhadap personel TN Alas Purwo. Analisis data menggunakan uji regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik individu berpengaruh terhadap silfap goodforestry governance. Persamaan regresi yang dihasilkan adalah GFG= 27,449 + 0,463 KI dengan nilai adjusted R2 0,287. Manajemen TN Alas Purwo perlu menaikan kualitas karakteristik individu personel taman nasional dengan melakukan berbagai tindakan manajemen. Implikasi disain organisasi yang tepat untuk tindakan manajemen ini adalah struktur organisasi organik. In Indonesia, most of national parks have encountered several problems, which need efforts to improve their management. good forestry governance (GFG) is one conceptualisation that can be used to improve aspects of organizational behavior in the management of conservation areas. In this research, we obtain data and explanation about influence of the individual characteristic (KJ) of Alas Purwo National Park with GFG attitude. Using quantitative methods, this study was conducted between November-December 2011. The respondents were staff of Alas Purwo National Park who taken by purposively. We perform data analysis with a simple regression test. The results indicate that the GFG attitude affected individual characteristic. The model is GFG attitude = 27.449 + 0.463 Kl with adjusted R2 0,287. We also found relatively low coefficient relationship between GFG attitude and individual characteristic. Management of Alas Purwo National Park needs to increase the quality of individual characteristic of its staff by doing management actions. We argue that the appropriate organizational design implications in this management is organic organizational structure. Thus, we recommend that these results can be applied for institutional construction in the conservation areas management

    ISOLATION AND PRESENCE OF ANTIMALARIAL ACTIVITIES OF MARINE SPONGE Xestospongia sp.

    Get PDF
    Plasmodium falciparum, the agent of malignant malaria, is one of mankind\u27s most severe scourges, mainly in the tropic world. Efforts to develop preventive vaccines or remedial drugs are handicapped by the parasite\u27s rapid evolution of drug resistance. Here, we presented an advance work on examination of antimalarial component from marine life of Xestospongia sp., the study is based on hexane extraction method. The premier result, we obtained five fractions. Among these five fractions, the fourth has the most potent inhibitory against the growth of P. falciparum 3D7 with an IC50: 7.13 pg/mL. A compiled spectrum analysis, FTIR, 11-1-NMR and GC-MS, revealed that the fourth fraction consisted abundantly of two secondary metabolites such as fiavonoids and triterpenoids. Finally, our results suggest a plausible structure rooted to the base of ibuprofen. Plasmodium falciparum adalah parasit penyebab utama penyakit malaria, yang merupakan salah sate penyakit terparah di negara-negara tropis. Sayangnya, upaya pengembangan vaksin preventif atau abet remedial lainnya sedang menghadapi kendala besar karena cepatnya evolusi resistensi obat malaria. Berikut, kami ketengahkan hasil riset kali ini tentang uji aktivitas antimalaria dari spons laut Xestospongia sp. yang diekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana. Hasil pengamatan menghasilkan lima fraksi. Hasil identifikasi menggunakan FT1R, \u27H-NMR dan GC-MS, menunjukkan bahwa fraksi keempat menghasilkan daya hambat tertinggi terhadap pertumbuhan P. falciparum 3D7 (IC50: 7.13 pg/mL). Dapat kami laporkan pula bahwa fraksi keempat terdeteksi mengandung senyawa metabofit sekunder, flavonoid dan triterpenoid. Terakhir, penelitian ini menghasilkan suatu struktur dugaan dengan basal ibuprofen

    Hipoalbuminemia prabedah sebagai faktor prognostik enterokolitis pascabedah penderita megakolon kongenital (Hirschsprungs disease) = Preoperative hypoalbuminemia as a prognostic factor of postoperative enterocolitis in

    Get PDF
    Background: Hirschsprungs disease or congenital megacolon is the congenital absence of ganglion cells in the colon. The rectum is always involved and in 90% of patients the abnormality is confi ned to the rectum and sigmoid. Absence of ganglion cells prevents peristalsis, resulting in functional obstruction. The success of Hirschsprungs treatment depends on many factors such as age at the time of operation, body weight, hemoglobin levels, albumin levels, length of operation, length of stay and other prognostic factors. Post operative enterocolitis and other complications still represent as the problem wich often are faced by pediatric surgeons. Objective: The aim of this study was to evaluate the effect of albumin levels on postoperative enterocolitis in children presenting with congenital megacolon. Method: We conducted an ambidirectional cohort study involving children presenting with Hirschsprungs disease in Dr. Sardjito, Panti Rapih and Permata Husada hospitals in Yogyakarta city from January 2005 to December 2010. All children had been operated using ERPT and PSNRHD methods. The subjects were classifi ed into normoalbuminemia (>3.5 g/dl) and hypoalbuminemia (&#88043.5 g/dl). The effect of albumin levels on postoperative enterocolitis were indicated by relative risk and 95% confi dence interval. Results: Out of 104 children with Hirschsprungs disease, 53 (51%) were hypoalbuminemic and 51 (49%) were normoalbuminemia. Postoperative enterocolitis was found in 18 (17.3%) children, 11/18 (61.1%) of them were hypoalbuminemia, whereas 7/18 (38.9%) were normoalbuminemia. Albumin levels were not signifi cant prognostic factor for postoperative enterocolitis in children with congenital megacolon (RR=1.5195% CI:0.64-3.60p=0.34). Conclusion: The albumin levels are not prognostic factor for postoperative enterocolitis in children with congenital megacolon. Latar belakang: Penyakit Hirschsprung atau megakolon kongenital adalah kelainan kongenital berupa ketiadaan sel ganglion pada kolon. Rektum selalu terlibat dan 90% kelainan ini didapatkan pada rektum dan sigmoid. Ketiadaan sel ganglion akan menyebabkan gangguan peristaltik sehingga mengakibatkan terjadinya ileus fungsional. Keberhasilan terapi tergantung pada beberapa faktor antara lain umur saat operasi, berat badan, kadar hemoglobin, albumin, lama operasi, lama perawatan, dan faktor-faktor prognostik lainnya. Enterokolitis dan komplikasi pascabedah lainnya masih merupakan masalah yang harus dihadapi oleh para ahli bedah anak. Tujuan: Menilai pengaruh kadar albumin prabedah terhadap kejadian enterokolitis pascabedah pada penderita penyakit megakolon kongenital. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain kohort ambidireksional pada anak dengan penyakit Hirschsprung yang dilakukan operasi dengan metode ERPT dan PSNRHD di RSUP Dr. Sardjito, RS Panti Rapih, dan RS Permata Husada Yogyakarta. Kadar albumin dibedakan menjadi normoalbuminemia (>3,5 g/dl) dan hipoalbuminemia (&#88043,5 g/dl). Kadar albumin prabedah sebagai faktor prognostik enterokolitis pascabedah dinyatakan dengan RR dan IK 95%. Hasil: Dari 104 anak dengan penyakit Hirschsprung, diperoleh 53 (51%) anak dengan hipoalbuminemia dan 51 (49%) anak dengan normoalbuminemia. Enterokolitis pascabedah terjadi pada 18 (17,3%) anak, diantaranya terdapat 11 (61,1%) anak dengan hipoalbuminemia dan 7 (38,9%) anak dengan normoalbuminemia. Kadar albumin bukan merupakan faktor prognostik enterokolitis pascabedah pada anak megakolon kongenital (RR=1,51IK 95%:0,64-3,60p=0,34). Simpulan: Kadar albumin bukan merupakan faktor prognostik enterokolitis pascabedah pada anak dengan megakolon kongenital. KATA KUNCI: enterokolitis pascabedah, kadar albumin prabedah, penyakit megakolon kongenita

    SIMULTANEOUS DETERMINATION OF CADMIUM, COPPER AND LEAD IN SEA WATER BY ADSORPTIVE STRIPPING VOLTAMMETRY IN THE PRESENCE OF CALCON AS A COMPLEXING AGENT

    Get PDF
    A selective and sensitive adsorptive stripping voltammetric (AdSV) procedure for the simultaneous determination of cadmium, copper and lead in the sea water was conducted. The aim of this research is to get optimum condition for simultaneous determination of cadmium, copper and lead. Adsorptive stripping voltammetry has been used for determination of trace amount of Cd(II), Cu(lI) and Pb (II) by using calcon as a complexing agent. The parameters studied were variation of calcon concentration, pH, accumulation potential and accumulation time. In this study, the optimum conditions were calcon concentration of 0.6 mM, pH = 4.0, accumulation potential of -0.7 V and accumulation time of 80 sec. At the optimum conditions, the relative standard deviation were 8.78%, 3.12%, and 4.02% for Cd(II), Cu(lI) and Pb(lI) respectively for eight replicates (n = 8) measurements of 10 µg/L mixed standard solution of Cd(II), Cu(lI) and Pb(II). The method was applied to the direct simultaneous determination of Cd(II), Cu(lI) and Pb(lI) in sea water around Bungus, Padang City. Concentration of Cd(II), Cu(lI) and Pb(lI) in samples were equal to 1.8 pg/L for Cd(II), 38.6 µg/L for Cu(lI) and 0.7 pg/L for Pb(lI) with recovery of 87.03%, 98.80%, and 95.73%, respectively. Metoda selektif dan sensitif penentuan kadmium, tembaga dan timbal secara simultan dalam air laut dengan voltammetri striping adsorptif telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum penentuan kadmium, tembaga dan timbal secara simultan. Voltammetri striping adsorptif telah digunakan untuk sejumlah runut Cd(II), Cu(lI) dan Pb(lI) dengan menggunakan kalkon sebagai pengomplek. Parameter yang dipelajari adalah: variasi konsentrasi kalkon, pH, potensial akumulasi dan variasi waktu akumulasi. Dari hasil penelitian diperoleh kondisi optimum adalah: konsentrasi kalkon 0,6 mM, pH = 4, potensial akumulasi -0,7 V dan waktu akumulasi 80 detik. Pada kondisi optimum diperoleh standardeviasi relatif (SDR) untuk delapan kali ulangan (n = 8) untuk pengukuran 10 µg/L campuran larutan standar Cd(II), Cu(lI) dan Pb(lI) adalah: 8,78% untuk Cd(II), 3,12% untuk Cu(lI) dan 4,02% untuk Pb(II). Metoda ini diaplikasikan untuk penentuan langsung Cd(II), Cu(lI) dan Pb(lJ) secara simultan dalam air laut sekitar perairan Bungus Kota Padang dengan metoda voltammetri striping adsorptif. Konsentrasi Cd(II), Cu(lI) dan Pb(lI) dalam sampel adalah: 1,8 µg/L untuk Cd(II), 38,6 µg/L untuk Cu(lI) dan 0,7 µg/L untuk Pb(lI) dengan perolehan kembali (recovery) masing-masing 87,03%,98,80%, dan 95,73%

    COMPARATIVE EVALUATION OF CONVENTIONALVERSUS RAPIDMETHODS FOR AMPLIFIABLE GENOMIC DNA ISOLATION OF CULTUREDA zospirillum sp. JG3

    Get PDF
    As an initial attempt to reveal genetic information of Azospirillum sP. JG3 strain, which is still absence despite of the strains\u27 ability in producing valued enzymes, two groups of conventional methods: lysis-enzyme and columnkitand two rapid methods: thermal disruption and intact colony were evaluated. The aim is to determine the most practical method for obtaining high-grade PCR product using degenerate primers as part of routine-basis protocols for studying the molecular genetics of the Azospirillal bacteria. The evaluation includes the assessment of electrophoresis gel visualization, pellet appearance, preparation time, and PCR result of extracted genomic DNA from each method. Our results confirmed that the conventional methods were more superior to the rapid methods in generating genomic DNA isolates visible on electrophoresis gel. However, modification made in the previously developed DNA isolation ,protocol giving the simplest and most rapid method of all methods used in this study for extracting PCR-amplifiable DNA of Azospirillum sP. JG3. Intact bacterial cells (intact colony) loaded on electrophoresis gel could present genomic DNA band, but could not be completely amplified by PCR without thermal treatment. It can also be inferred from our result that the 3 to 5-min heating in dH20 step is critical for the pretreatment of colony PCR of Azospirillal cells. Sebagai langkah awal untuk mendapatkan informasi genetik strain bakteri Azospirillum sP. JG3 yang masih belum diketahui walaupun kemampuan strain tersebut dalam memproduksi enzim komersial telah teruji, dua kelompok metode konvensional : lisis-enzim dan kolom - kit, serta dua metode cepat: perlakuan termal dan koloni langsung dievaluasi. Tujuannya adalah untuk menentukan metode yang paling praktis untuk mendapatkan produk PCR berkualitas menggunakan primer degenerate sebagai bagian dari protokol dasar dan rutin untuk mempelajari genetika molekuler bakteri Azospirilla. Evaluasi yang dilakukan meliputi penilaian visualisasi gel elektroforesis, tampilan pelet, waktu eksperimen, dan hasil PCR terhadap DNA genom yang diekstraksi dari setiap metode. Hasil yang diperoleh mengkonfirmasi bahwa metode konvensional lebih unggul dibandingkan metode cepat dalam menghasilkan DNA genom isolat yang dapat tervisualisasi pada gel elektroforesis. Namun demikian, modifikasi yangldilakukan terhadap metode perlakuan termal yang telah ada sebelumnya menghasilkan protokol yang palinglsederhana dan paling cepat dari semua metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengekstraksi DNA Azospirillum sP. JG3 yang dapat diamplifikasi oleh PCR. Sel bakteri utuh (koloni langsung) yang dilewatkan pada gel elektroforesis dapat menampilkan pita DNA genom, namun tidak dapat sepenuhnya mengamplifikasi produk PCR tanpa perlakuan termal. Dapat disimpulkan juga dari penelitian ini bahwa pemanasan 3-5 menit dalam dH20 merupakan tahapan menentukan dalam pra-perlakuan PCR koloni untuk sel-sel Azospirillal.

    ZONASI DAERAH RAWAN GEMPA BUMI DI KECAMATAN PUNDONG, BANTUL BERDASARKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

    Get PDF
    Gempabumi 27 Mei 2006 mengakibatkan kerusakan berat pada bangunan di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh gempabumi bervariasi di setiap bentuklahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan geomorfologi dengan satuan bentuklahan sebagai unit analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik bentuklahan dapat menjadi indikator tingkat kerusakan bangunan akibat gempabumi. Aspek-aspek geomorfologi memiliki tingkat pengaruh yang berbeda di suatu daerah dan pengaruh aspek-aspek geomorfologi tersebut membentuk suatu zona rmvan gempabumi di Kecamatan Pundong. Zona kerawanan tinggi terhadap gempabumi berada pada kelompok bentuklahan Dataran Fluvio-VulkanikMerapi Muda. Zona kerawanan sedang terhadap gempabumi terdapat pada bentuklahan Lereng Kaki Koluvial Material Lava, Breksi, dan Tuf Zona kerawanan rendah terhadap gempabumi terletak pada lereng tengah dan lereng atas perbukitan struktural di sebelah timur Kecamatan Pundong. The earthquake May 27, 2006 caused severe damage on buildings in Pundong District, Bantul Regency, Yogyakarta. Earthquake-induced buildings damage vary at each landform. This research is using geomOlphological approach with landform unit as an analysis unit. The result shows that landform characteristics can be an indicator level of earthquakeinduced buildings damage. The geomorphological aspects has levels of induce in a certain area and the induce of geomorphological aspectsformed a certain earthquake prone zone in Pundong District. The high prone zone is located at the group of landforms Fluvio-Volcanic Young Merapi Plain. The moderate prone zone is located at Colluvial Footslope consist of breccias, lava, and tuff. The slight prone zone is located in the middle and upper slope of structural hills in the east part of Pundong District

    9,040

    full texts

    10,851

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    UGM Journals, OAI Repository
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇