104 research outputs found
Pengembangan Media Promosi Pariwisata Kota Tangerang dalam Bentuk Video Digital pada Dinas Porparekraf
Perkembangan komunikasi, informasi dan promosi saat ini sangat berperan penting untuk masyarakat luas. Hal ini dibuktikan banyaknya suatu instansi atau Perusahaan yang menyajikan komunikasi, informasi dan promosi, baik televisi, radio, internet maupun telepon. Saat ini Dinas Porparekraf, memberikan informasi dan promosi berupa video pariwisata melalui beberapa media yaitu berupa media sosial, maupun website yang dirasa masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan promosi pariwisata yang dirasa kurang up to date. Dinas Porparekraf harus memiliki sarana media informasi dan promosi yang dapat menunjang kemajuan pariwisata kota tangerang. Karena Kota Tangerang mempunyai banyak potensi pariwisata yang cukup menarik untuk dikunjungin masyarakat, jika potensi tersebut dapat dikelola dengan baik dan benar. Disamping itu, pola promosi yang up to date dan menarik takluput menjadi masalah untuk kekurangan pada Video promosi sebelumnya. Adapun metodelogi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini, antara lain metode analisa permasalahan, pengumpulan data, analisa perancangan dan konsep produksi MAVIB (KPM) yaitu : Pre Production, Production dan Post Production. Demikian pada penelitian jurnal ini bertujuan untuk membuat media informasi yang berupa video pariwisata yaitu Pengembangan Media Promosi Pariwisata Kota Tangerang Dalam Bentuk Video Digital Pada Dinas Porparekraf, sehingga melalui pengembangan media tersebut sangat diharapkan dapat memberikan bentuk informasi pariwisata yang lebih menarik, up to date dan mudah diterima oleh masyarakat Kota Tangerang dan juga wisatawan.
Kata kunci : Pariwisata, Promosi, Video Digital
Redesigning of 4 (Four) Blades Propeller Installed in a Wooden Fishing Boat in a Ship Yard in Tegal, Central Java Province
For design of marine propeller, the energy supply from marine engine to the propeller should be converted to thrust force with minimum losses. Furthermore, the unwanted vibration and cavitation due to the overlooking a detail calculation of the propeller should be prohibited for increasing the fuel efficiency and life-span of the propeller. In the last few decades, most of small and medium sized enterprises (SMEs) focusing their work on ship component industry in Central Java Province Indonesia provide the marine propeller to the ship manufacturer and ship repairmen in some shipyards in northern part of Central Java port. The design of the propeller is never been observed and optimized. The aim of the present work is to redesign the installed propeller on a wooden fishing boat with the new optimized design using B-Series propeller theory approach. The reverse engineering method uses three-dimensional scanner to obtain the geometrical data of the installed ship propeller. The new optimized propeller design is obtained from free software calculation based on the boat and engine specification. The comparison shows that the new optimized propeller design has a wider blade and larger pitch and increases 20% of the open water efficiency of the propeller performance at lower engine rotation.
Keywords: B-series design, fishing boat, marine propeller, redesign, optimizatio
Rancang Bangun Mesin Pembuatan Sari Tapioka Pada Pemroses Gula Cair (Sirup Glukosa) Dari Singkong (Manihot Utillissima) Untuk Industri Kecil Menengah
Sugar is one of the main sources of sweeteners and is widely used in the community. As one of the main ingredients in Indonesia, sugar demand in Indonesia has always increased along with the increase of population and industry growth in Indonesia. Meanwhile, sugar production in Indonesia can not meet domestic demand. Technically, the process of making glucose syrup is relatively simple and can be done by small or medium industries. But in fact glucose syrup producers are almost big industries. This is due to the development of a simple and cheap machine for making liquid sugar. Therefore, it is necessary to develop equipment to produce liquid sugar made from raw cassava, which can be used by small industry to develop liquid sugar industry. The process of making liquid sugar from cassava is divided into three namely the process of making tapioca, liquification and saccharification process and the process of tanning & filtering and evaporation. In this paper we will discuss the design of tapioca processing equipment which is part of the liquid cassava production equipment made from raw cassava that can be developed by small industry. With this equioment, the community can design a small industry of liquid sugar processing. This equipment aims to process cassava into cassava slurry. It is developed by using the principle of grinding and solvent. The processing capacity is designed to be 300 kg / hour
Pengendalian Persediaan Barang dengan Demand dan Lead TIME yang Bersifat Probabilistik di UD. Sumber Niaga
UD. Sumber Niaga merupakan badan USAha yang bergerak dalam bidang ritel. Permasalahan yang sering terjadi pada Perusahaan ini adalah pada jumlah persediaan barang yang tidak terencana akibat tidak adanya sistem pemesanan, sehingga pengaturan persediaan barang menjadi tidak terkontrol. Hal ini berpengaruh terhadap besarnya tingkat biaya pesan dan biaya lost sales yang dikeluarkan. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan persediaan barang, sehingga kontinyuitas proses bisnis terjamin, sehingga Perusahaan dapat melakukan penghematan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Metode yang
digunakan adalah metode jointly order dengan demand dan lead time yang bersifat probabilistik untuk mencari reorder point, jumlah, dan frekuensi pemesanan optimal dengan biaya yang minimum. Dengan menggunakan metode jointly order, pemesanan dapat dilakukan secara bersamaan digabungkan menjadi satu, sehingga biaya pesan dapat ditekan sekecil mungkin. Selain itu, dengan mengetahui frekuensi dan jumlah pemesanan, maka sistem pemesanan dapat dilakukan secara teratur. Hal ini berguna untuk memudahkan proses pengaturan persediaan barang di gudang. Dengan metode awal Perusahaan, biaya simpan memang dapat ditekan sekecil mungkin, tetapi hal ini berdampak pada membengkaknya biaya lost sales dan biaya pesan secara keseluruhan. Berbanding terbalik dengan metode awal, penggunaan metode jointly order mempunyai biaya simpan yang lebih besar, tetapi dapat menghemat biaya lost sales dan biaya pesan secara keseluruhan
Perancangan Sistem Manajemen Jasa dan Analisis Kelayakan Restoran Ayam Goreng
Bisnis penjualan makanan merupakan peluang bisnis yang baik untuk dikembangkan. Ayam goreng merupakan menu yang banyak digemari oleh konsumen khususnya di kawasan Surabaya Timur, sehingga peluang sukses sebuah restoran ayam goreng di kawasan Surabaya Timur ini cukup besar. Dari sekian banyak restoran ayam goreng yang telah ada, banyak restoran ayam goreng yang tidak memiliki sistem manajemen jasa yang baik. Hal ini memiliki pengaruh terhadap kepuasan konsumen terhadap restoran ayam goreng tersebut.
Dalam penelitian ini akan dibahas perancangan sistem manajemen jasa dan analisis kelayakan restoran ayam
goreng. Tujuannya adalah untuk merancang sistem manajemen jasa yang baik dan menganalisis kelayakan
USAha restoran ayam goreng tersebut. Penelitian ini dilakukan di kawasan Surabaya Timur. Restoran ayam
goreng yang dirancang ini bukan restoran ayam goreng fastfood dan perancangan sistem manajemen jasa restoran mengacu pada model 8-P manajemen jasa. Perkiraan demand awal restoran ayam goreng ini adalah 1.917 konsumen. Dari demand tersebut perhitungan net profit per tahun restoran ayam goreng ini adalah Rp 127.159.445,00. Nilai NPV dari restoran ayam goreng ini dalam waktu 5 tahun adalah positif Rp 152.977.213,00. Hasil analisis sensitivitas dengan perkiraan biaya operasional naik, biaya sewa ruko naik menunjukkan bahwa USAha restoran ayam goreng ini layak untuk dijalankan
Keberlanjutan Perikanan Skala Besar di Laut Arafura
Arafura merupakan salah satu perairan di Indonesia âthe golden fishing groundâ dalam industri perikanan tangkap Indonesia. Potensi lestari (MSY) sebanyak 771.600 ton /tahun terdiri ikan pelagis, ikan demersal, udang, cumi-cumi, lobster dan ikan karang, Laut Arafura telah menjadi "faktor menarik" untuk perikanan tangkap skala besar yang menggunakan kapal > 30 GT. Sayangnya, memancing intensitas tinggi di Laut Arafura mengakibatkan "penangkapan ikan yang berlebihan" dan masalah lain sebagai Illegal-Unreported-Unregulated (IUU) fishing, metode penangkapan ikan yang merusak, Perusakan habitat ikan, dan konflik sosial. Di sisi lain, Laut Arafura telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam mendapatkan pekerjaan pemerintah dan menyediakan bagi nelayan dan orang-orang yang terlibat. Sehingga sangat penting untuk mengelola Laut Arafura perikanan mempertimbangkan aspek multi-disiplin seperti ekologi, teknologi ekonomi, sosial, dan etika. Juga penting untuk mengetahui keadaan keberlanjutan Laut Arafura dalam multi-disiplin sebagai dasar untuk menentukan kebijakan perikanan terbaik di daerah itu di masa depan. Ada 5 (lima) perikanan utama (dengan alat tangkap) di Laut Arafura menggunakan sebagai jaring ikan, jaring udang, insang bersih, garis panjang bawah, dan garis squid / jigging. RAPFISH (Penilaian cepat untuk Perikanan) adalah metode analisis baru yang dikembangkan oleh University of British Columbia, Kanada untuk mengevaluasi keberlanjutan perikanan dalam multi-disiplin. Analisis RAPFISH (termasuk Leverage dan Monte Carlo analisis) oleh 5 (lima) jenis perikanan memberikan beberapa hasil sebagai: (1) perikanan dari Laut Arafura adalah cukup berkelanjutan dengan skor 53,86; (2) squid jigging, rawai bawah , dan perikanan berkelanjutan gillnet cukup; tetapi ikan bersih dan jaring udang kurang berkelanjutan, (3) dimensi ekologi yang baik dengan skor 72,43 berkelanjutan, tetapi dimensi etika kurang berkelanjutan dengan skor 37,26. Analisis Leverage menunjukkan atribut yang memberikan pengaruh tertinggi untuk setiap dimensi sebagai: (1) ukuran ikan pada dimensi ekologi, (2) sektor pekerjaan pada dimensi ekonomi, (3) FAD (ikan menarik perangkat) menggunakan dan selektivitas gigi pada teknologi dimensi; (4) tingkat pendidikan pada dimensi sosial, dan (5) hanya manajemen padadimensi etika. Ini direkomendasikan untuk pengembangan perikanan Laut Arafura untuk mempromosikan alat tangkap rawai keberlanjutan seperti cumi jigging, bawah, dan perikanan gillnet
PENYULUHAN TEKNOLOGI BRIKET BIOARANG DARI SAMPAH ORGANIK BAGI KADER LINGKUNGAN
Abstrak: Diseminasi teknologi pembuatan briket bioarang dari sampah organik telah diberikan untuk warga dan kader lingkungan RW 03 Kelurahan Tambak Rejo, Kecamatan Simokerto, Kota Surabaya. Hal ini sangat penting mengingat wilayah RW 03 Kelurahan Tambak Rejo Surabaya, yang menjadi mitra kegiatan ini, merupakan daerah pemukiman padat penduduk dengan banyak tanaman perindang sehingga banyak dihasilkan sampah daun-daun tanaman. Selama ini, daun-daun tersebut hanya dibuang atau dibakar saja. Sementara itu, sebagian warga (mitra) belum memiliki pekerjaan tetap sehingga lebih daripada 50% warganya masuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, kegiatan ini ditujukan untuk membantu RW 03 Kelurahan Tambak Rejo, dalam hal ini sebagai mitra kegiatan, untuk menangani permasalahan sampah organik dan sekaligus memberikan peluang usaha/kerja dengan mengolah sampah organik tersebut menjadi produk energi alternatif yaitu briket bioarang. Untuk mencapai tujuan tersebut, tahapan kegiatan meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanan pembuatan briket, dan tahap evaluasi kegiatan. Sistem evaluasi yang digunakan untuk mengukur kinerja kegiatan adalah dengan membagikan kuisioner kepada mitra. Indikator keberhasilan kegiatan ditunjukkan dengan minimal 70% mitra yang mengikuti kegiatan penyuluhan ini merasa puas dan merasakan manfaat kegiatan sehingga dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi mitra. Adapun yang menjadi mitra adalah 46 orang warga dan perangkat RW 03 Kelurahan Tambak Rejo Surabaya. Dari hasil kegiatan dapat disimpulkan bahwa mitra dapat memahami dan membuat briket dari sampah organik dengan baik. Parameter briket yang telah sesuai SNI adalah kadar air, kadar abu, kadar karbon, dan nilai kalor, sedangkan parameter volatile matter sedikit melebihi ketentuan SNI (7%). Hasil pengisian kuisioner yang dilakukan oleh mitra menunjukkan bahwa 100% peserta kegiatan puas dengan pelaksanaan kegiatan. Tidak hanya itu saja, kegiatan ini juga menjawab kebutuhan mereka sehinga tercipta peluang untuk menjadi sumber ekonomi baru.Abstract: Technology dissemination to prepare biocharcoal briquettes from organic waste has been carried out to residents and environmental cadres from RW 03 Tambak Rejo Village, Simokerto District, Surabaya City. The activity is urgent to be performed since the region is considered as the area with dense population with many plants and therefore, the kampong possesses a lot of leaves. So far, leaves waste is only thrown away or just burned. Meanwhile, some residents do not yet have permanent jobs and therefore, more than 50% of the residents are lied into society with low-income category. Accordingly, this activity was aimed to help society of RW 03 Tambak Rejo Village, in this context as our partners, to deal with leaves problem and in the same time provide business or work opportunity by processing those leaves into alternative energy product, namely briquette. To achieve these aims, several steps involve the preparation, the implementation and finally, the evaluation step have been carried out to assess the activity. The evaluation was performed by filling out questionnaires by partners who join in this activity, i.e. 46 people. In order to measure the success of this activity, we set that at least 70% of our partners feel satisfied that this activity will solve their problems. From the results it can be concluded that participants can understand theory behind organic wastes and briquettes, as well as able to make briquettes by theirselves. Several briquette parameters that comply with SNI are water content, ash content, carbon content and heating value, while the volatile matter parameters slightly exceed the SNI provisions (7%). Questionnaires filled out by mitra show that 100% of participants were satisfied with the implementation of this activity. In addition, the activity also answers their needs which in turn can create an opportunity to become a new economic source
Synthesis, isomerisation and biological properties of mononuclear ruthenium complexes containing the bis[4(4 '-methyl-2,2 '-bipyridyl)]-1,7-heptane ligand
A series of mononuclear ruthenium(II) complexes containing the tetradentate ligand bis[4(4â-methyl-2,2â-
bipyridyl)]-1,7-heptane have been synthesised and their biological properties examined. In the synthesis
of the [Ru(phenâ)(bb7)]2+ complexes (where phenâ = 1,10-phenanthroline and its 5-nitro-, 4,7-dimethyland
3,4,7,8-tetramethyl- derivatives), both the symmetric cis-α and non-symmetric cis-ÎČ isomers
were formed. However, upon standing for a number of days (or more quickly under harsh conditions) the
cis-ÎČ isomer converted to the more thermodynamically stable cis-α isomer. The minimum inhibitory concentrations
(MIC) and the minimum bactericidal concentrations (MBC) of the ruthenium(II) complexes
were determined against six strains of bacteria: Gram-positive Staphylococcus aureus (S. aureus) and
methicillin-resistant S. aureus (MRSA); and the Gram-negative Escherichia coli (E. coli) strains MG1655,
APEC, UPEC and Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa). The results showed that the [Ru(5-NO2phen)-
(bb7)]2+ complex had little or no activity against any of the bacterial strains. By contrast, for the other cisα-[Ru(phenâ)(bb7)]2+
complexes, the antimicrobial activity increased with the degree of methylation. In
particular, the cis-α-[Ru(Me4phen)(bb7)]2+ complex showed excellent and uniform MIC activity against all
bacteria. By contrast, the MBC values for the cis-α-[Ru(Me4phen)(bb7)]2+ complex varied considerably
across the bacteria and even within S. aureus and E. coli strains. In order to gain an understanding of the
relative antimicrobial activities, the DNA-binding affinity, cellular accumulation and waterâoctanol partition
coefficients (log P) of the ruthenium complexes were determined. Interestingly, all the [Ru(phenâ)-
(bb7)]2+ complexes exhibited stronger DNA binding affinity (Ka â 1 Ă 107 Mâ1
) than the well-known DNAintercalating
complex [Ru(phen)2(dppz)]2+ (where dppz = dipyrido[3,2-a:2â,3â-c]phenazine)
A checklist for assessing the methodological quality of concurrent tES-fMRI studies (ContES checklist): a consensus study and statement
Background: Low intensity transcranial electrical stimulation (tES), including alternating or direct current stimulation (tACS or tDCS), applies weak electrical stimulation to modulate the activity of brain circuits. Integration of tES with concurrent functional magnetic resonance imaging (fMRI) allows for the mapping of neural activity during neuromodulation, supporting causal studies of both brain function and tES effects. Methodological aspects of tES-fMRI studies underpin the results, and reporting them in appropriate detail is required for reproducibility and interpretability. Despite the growing number of published reports, there are no consensus-based checklists for disclosing methodological details of concurrent tES-fMRI studies. Objective: To develop a consensus-based checklist of reporting standards for concurrent tES-fMRI studies to support methodological rigor, transparency, and reproducibility (ContES Checklist). Methods: A two-phase Delphi consensus process was conducted by a steering committee (SC) of 13 members and 49 expert panelists (EP) through the International Network of the tES-fMRI (INTF) Consortium. The process began with a circulation of a preliminary checklist of essential items and additional recommendations, developed by the SC based on a systematic review of 57 concurrent tES-fMRI studies. Contributors were then invited to suggest revisions or additions to the initial checklist. After the revision phase, contributors rated the importance of the 17 essential items and 42 additional recommendations in the final checklist. The state of methodological transparency within the 57 reviewed concurrent tES-fMRI studies was then assessed using the checklist. Results: Experts refined the checklist through the revision and rating phases, leading to a checklist with three categories of essential items and additional recommendations: (1) technological factors, (2) safety and noise tests, and (3) methodological factors. The level of reporting of checklist items varied among the 57 concurrent tES-fMRI papers, ranging from 24% to 76%. On average, 53% of checklist items were reported in a given article. Conclusions: Use of the ContES checklist is expected to enhance the methodological reporting quality of future concurrent tES-fMRI studies, and increase methodological transparency and reproducibility
Etnis kurdi dan kebijakan politik saddam Husein 1979 - 1988
v, 77 hlm.; ilus.; 30 cm
- âŠ