471 research outputs found

    The Disappearance of 'Narration' in The Winter's Tale

    Full text link

    Language and Music in Patriarchal Thought : A Study of Othello

    Full text link

    The Inclination toward Death : A Study of Shakespeare's Twelfth Night

    Full text link

    SEKOLAH NASIONAL BERTARAF INTERNASIONAL DI SEMARANG

    Get PDF
    A. LATAR BELAKANG Di era globalisasai sekarang ini untuk dapat berkembang dan bersaing di setiap aspek kehidupan tidak saja dibutuhkan keunggulan komparatif tetapi juga keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif merupakan nilai lebih yang harus ada. Nilai ini bias tercipta dari sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan dan ketrampilantinggi yang bertaraf internasional (Dinas P&K,2004, hal.1) Namun saat ini mutu SDM Indonesia memprihatinkan . Berdasarkan laporan dari United Nation For Development program (UNDP) tentang indeks pembangunan manusia (IPM) atau human Development Index (HDI) yang mencangkup 175 negara, disebutkan bahwa IPM Indonesia merosot dari angka 0,684 menjadi 0,682. Hal ini menyebabkan peringkat turun dari posisi 110 menjadi 112 dari 175 negara yang disurvei. Posisi itu masuk kategori sedang. Bila dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN maka posisi Indonesia berada di bawah Singapura, Brunai Darusalam, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Peringkat Indonesia hanya lebih baik dari Myanmar, Kamboja dan Laos (suara merdeka mei 2004,hal5) Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut menjadi tanggug jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan professional pada bidangnya masing-masing (E.Mulyasa.2002,hal). Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, perbuatan dan cara mendidik (kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996,hal232). Perwujudan masyarakat berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan professional pada bidangnya masing-masing.(E.mulyasa.2002,hal3). Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,perbuatan dan cara mendidik (Kamus Besar bahasa Indonesia,1996,hal232) Pedidikan yang baik menyediakan ruang yang cocok dimana siswa dapat mengembangkan kreatifitas mereka, kecerdasan dan kepribadian.(UNISCO) (1994) mengemukakan dua prinsip pendidikan yang sangat relevan dengan Pancasila: Pertama; Pendidikan harus diletakkan pada empat pilar, yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning todo),belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning tobe); kedua, belajar seumur hidup (life long learning).(E.Mulyana,2002,hal 5). Namun saat ini masyarakat menuntut adanya pendidikan yang mampu mempersiapkan anak didik kea rah perkembangan global dan pendidikan yang mengikuti zaman. Sekolah Nasional bertaraf internasional merupakan jawaban atas tuntutan masyarakat tersebut. Kendala yangterjadi adalah pendirian sekolah tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga pemerintah memberikan kesempatan bagi pihak swasta untuk pendirian Sekolah Nasional Bertaraf Internasional sesuai dengan Undang-undang RI NO> 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 54 ayat1: Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Jawa Tengah sebagai salah satu propinsi di Indonesia saat ini memiliki jumlah penduduk 31.691.866 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 49,81% dan penduduk perempuan 50,19%. Pada tahun 2002 dilihat dari kualitas tenaga kerja yang diukur dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan sebagian besar masih rendah. Rendahnya pendidikan dan kemampuan pekerja berakibat pada lemahnya daya saing pekerja untuk memasuki pasar kerja, terlebih lagi pasar kerja di luar negeri (Bappedal,2003, hal 6). Oleh sebab itu peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat dibutuhkan terutama untuk mengantisipasiera kesejagatan, khususnya globalisasi pasar bebas di lingkungan Negara-negara ASEAN, sseperti AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area ) maupun di kawasan negara-negara Asia Pasfik (APEC). Dalam perkembangan pertumbuhan Jawah Tengah, Kota Semarang memegang peranan yang sangat penting. Kota Semarang memiliki potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan international, terutama dengan adanya Pelabuhan Tanjung Emas yang merupakan pelabuhan terbesar ketiga di Indonesia, Bandara Ahmad Yani yang landasan pacunya akan diperpanjang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan penerbangan nasional dan internasional, serta jaringan transport darat yang terdiri dari jalur kereta api dan jalan. Terlebih lagi rencana pendirian Sekolah Bertaraf Internasional tersebut telah dipikirkan oleh Pemda Semarang, terbukti dengan studi banding yang telah dilakukan Pemda Semarang ke Sekolah Cita Buana di Jakarta(Sigit, 2003, hal.16). Saat ini pendirian sekolah tersebut belum dimungkinkan karena adanya keterbatasan dana, namun arah untuk menuju pendidikan bertaraf internasional mulai dirintis melalui pengadaan Kelas Imersi (wawancara dengan Drs. Jasman, Dinas P&K Propinsi Jawa Tengah). Kelas Imersi adalah kelas yang menggunakan bahasa asing untuk satu atau beberapa mata pelajaran yang akan diberlakukan di 6 kota di Jawa Tengah. Untuk pengadaan Sekolah Bertaraf Internasional masing-masing pemerintah daerah telah dihimbau untuk mendirikan, seperti tercantum dalam UU Republik Indonesia No. 20 Thn. 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3 : Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Dari uraian tesebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa Kota Semarang membutuhkan fasilitas pendidikan yang dapat menghasilkan SDM yang mampu bersaing di era globalisasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan perencanaan dan perancangan Sekolah Negeri Bertaraf Internasional. Adapun fisik bangunan yang akan direncanakan dan dirancang adalah sekolah taman kanak-kanak (TK),sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah umum(SMA) beserta fasilitas penunjang seperti laboratorium, sarana olahraga, perpustakaan, taman bermain, parker, kantin, dan lain-lain. Sekolah Bertaraf Internasional ini akan menggunakan pendekatan arsitektur Renzo Piano. Sekolah Bertaraf Internasional ini diajukan untuk penduduk Semarang dan sekitarnya dan tidak menutup kemungkinan juga bagi warga negara asing. B. TUJUAN Tujuan dari pembahasan ini adalah merencanakan dan merancang Sekolah Negeri Bertaraf Internasional di Semarang, yang diharapkan dapat melayani kebutuhan akan fasilitas pendidikan di kota Semarang dan menghasilkan lulusan dengan kurikulum dan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan penyediaan fasilitas dan sarana yang menunjang agar siswa dapat belajar secara efektif, mengembangkan diri lebih baik dan berani mengemukakan pendapat. C.MANFAAT 1. Manfaat Subyektif Penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan Tugas Akhir (TA) untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. 2. Manfaat Obyektif Sebagai tambahan pengetahuandan wawasan bagi penyusun dan mahasiswa pada umumnya, khususnya dalamhal perencanaan dan perancangan sebuah Sekolah Nasional Bertaraf Internasional, serta sebagai landasan pada proses Desain Grafis Arsitektur (DGA). D. LINGKUP PEMBAHASAN Pembahasan mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengertian Sekolah Nasional bertaraf Internasional yang berfungsi sebagai sarana pendidikan yang memiliki jenjang pendidikan dari TK-SMU. Pengertian yang dimaksud dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur untuk Sekolah Nasional Bertaraf Internasional. Hal-hal terkait yang berada diluar disiplin ilmu arsitektur akan dibahas secara umum dan singkat sesuai logika untuk melengkapi pembahasan utama. Hasil yang muncul diharapka dapat menjadi suatu solusi penyelesaian permasalahan yang ada. E. METODE PEMBAHASAN Metoda pembahasan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah metode deskriptif , yaitu dengan mengadakan pengumpulandata-data primer maupun sekunder yang kemudian dijabarkan dan dianalisa sesuai dengan kaidah arsitektur untuk menghasilkan kesimpulan, batasan dan anggapan yang digunakan sebagai dasar dari perencanaan dan perancangan Sekolah Nasional Bertaraf Internasional. Langkah-langkah pengumpulan data dilakuka dengan : 1. Studi Literatur melalui buku-buku, brosur-brosur dan situs di internet, yang yang berhubungan dengan pendidikan, kurikulum, sekolah, sekolah nasional bertaraf internasional dan bidang-bidang lainnya yang berhubungandengan Sekolah nasional Bertaraf Internasional. 2. Observasi lapangan, yaitu dengan mengadakan observasi ke sekolah nasional bertaraf internasional yang ada di Jakarta dan Semarang, serta instansi lainnya yang dianggap memiliki potensi dan relevansi yang dianggap mendukung judul yang ada 3. Wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dengan pihak-pihak terkait. F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan arsitektur (LP3A) dilakukan dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Berisikan latar belakang, tujuan dan sasaran, manfaat, lingkup pembahasan, sistematika pembahasan dan alur pikir. BAB II : Tinjauan Umum Menguraikan tinjauan umum yang mengacu atau berhubungan erat kepada perencanaan dan perancangan Sekolah Nasional Bertaraf Interbasional antara lain tentang pendidikan, kurikulum, pengertian dan tingkatan sekolah, menguraikan hasil studi banding Sekolah Global Jaya Bintaro Jakarta, Sekolah Jubilee Jakarta dan Sekolah Semesta serta kesimpulan studi banding. BAB III : Tinjauan Khusus Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di Semarang Menguraikan tentang tinjauan Propinsi Jawa Tengah, tinjauan Kota Semarang, tinjauan Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di Semarang meliputi pengertian, peran, dan fungsi, pelaku dan aktivitas serta factor pendukung pengembangan Sekolah Nasional Bertaraf Internasional di Semarang. BAB IV : Batasan dan Anggapan Mengungkapkan batasan dan anggapan dari uraian pada bab sebelumnya. Batasan dan anggapan digunakan untuk mempertegas sejauh mana konsep perencanaan dan perancangan yang akan dilakukan, guna membatasi masalah yang terjadi sesuai dengan disiplin ilmu arsitektur. BAB V : Pendekatan Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Menguraikan dasar-dasar pendekatan dan menguraikan pendekatan aspek fungsional, aspek arsitektural, aspek kinerja,aspek teknis, aspek kontekstual dan penekanan desain. BAB VI : Konsep dan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Membahas mengenai konsep perancangan bangunan yang meliputi konsep bentuk, penekanan desain yang digunakan serta mengenai program perencanaan yang meliputi lokasi dan tapak terpilih, program ruang, utilitas bangunan

    PENERAPAN KURIKULUM 2013 DI SMA NEGERI 1 PACIRAN (ANALISIS PRAKTIK SOSIAL PIERRE BOURDIEU)

    Get PDF
    Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik sosial guru dalam penerapan kurikulum 2013. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, jenis penelitian deskriptif, perspektif Pierre Bourdieu tentang praktik sosial yang didalamnya terdapat Habitus, Modal, Ranah dan Praktik yang memunculkan adanya dominasi peran guru dalam penerapan kurikulum 2013. Teknik pengambilan data dengan cara observasi, wawancara (indept interview), dan dokumentasi berupa foto dan dokumen sekolah. Teknik analisis data model analisis interaktif Miles dan Huberman yang terdapat tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan serta pengujian kesimpulan. Hasil dari penelitian ini, bahwa guru junior mempunyai habitus dan modal yang baik. Kurikulum 2013 memberikan peluang lebih bagi guru junior untuk lebih mendominasi perannya dalam ranah sekolah. Guru junior lebih dipercaya untuk menjadi bagian dari struktur organisasi sekolah, dikarenakan memiliki kualitas diri yang baik dan lebih tanggap akan informasi terbaru dibandingkan dengan guru senior. Guru junior yang sudah mempunyai posisi tinggi akan berusaha untuk mempertahankan posisi tersebut, sedangkan guru senior yang sudah mempunyai posisi pun beberapa ingin mempertahankan posisi tersebut, namun kebanyakan memilih untuk mengalah dan bergantian dengan guru junior untuk memajukan sekolah.  Kata Kunci: Dominasi Peran, Kurikulum 2013 dan Praktik Sosial. Abstract This research aims to understand the social practices of teachers in the implementation of curriculum 2013 using the qualitative method, descriptive type of research, and Pierre Bourdieu’s perspective about social practices in which there are condition, stock, domain, and practice that brings the teachers’ domination at the implementation of curriculum 2013. The data retrieval technique were using observation, interview (indept interview), and documentation of photos and school. Data analysis technique were analysis interactive Miles and Huberman model consist of three components such as data reduction, data presentation and testing conclusion. This study results show that junior teachers have good condition and stock. curriculum 2013 provides more opportunities for young teachers to more dominant at the domain of school. Junior teachers are more reliable to be part of the school organization, because of having better quality and more responsive for latest information than senior teachers. Junior teachers who already have a good position will attempt to keep it, meanwhile a few of senior teachers who already have kind of position attempt to keep it and give away or taking turns with the junior ones to to advance their school. Keywords: Dominance Role, Curriculum 2013 and Social Practices

    Effects of Participation in Community Activities on Self-Efficacy of Japanese Junior High School Students

    Get PDF
    Evaluating how participating in various experiences affects young people is important to promote further participation in community practices. We examined the effects of participation on junior-high school students’ self-efficacy and motivation towards community-improvement activities: of 114 students from a junior high school (Study 1) and 10 voluntarily participated in a park-design project (Study 2).  The experience of participation even in small-scaled contributed to increasing the self-efficacy of the participants and especially enhancing their motivation with regard to community empowerment

    Effects of Participation in Community Activities on Self-Efficacy of Japanese Junior High School Students

    Get PDF
    Evaluating how participating in various experiences affects young people is important to promote further participation in community practices. We examined the effects of participation on junior-high school students’ self-efficacy and motivation towards community-improvement activities: of 114 students from a junior high school (Study 1) and 10 voluntarily participated in a park-design project (Study 2).  The experience of participation even in small-scaled contributed to increasing the self-efficacy of the participants and especially enhancing their motivation with regard to community empowerment

    Birds of Santa Teresa, EspĂ­rito Santo, Brazil: do humans add or subtract species?

    Get PDF
    In uplands and lowlands of Santa Teresa, central EspĂ­rito Santo State, Brazil, 405 bird species were confirmed by field, museum, and literature studies. Of these, 16 seem to have disappeared, while 67 other species seem to have been lost from the lowlands (where no large biological reserves exist). Due to a suggestion that human areas add species to beta-diversity, we verified that up to 79 species now present have perhaps "invaded" with human activity (and 10 others are likely to invade), a total similar to that for lost species. However, lost species are often rare and invading species often widespread, resulting in exchange of "Picassos for Coca-Cola bottles." Furthermore, gains exceed losses only when large biological reserves are present, as in the uplands (Nova Lombardia, Santa LĂșcia Reserves, each with over 250 species). Small or irregular reserves usually lose well over half their species, and these are only partly replaced by the invaders, resulting in net losses of up to half the local avifaunas. If one lists only 31 probable invaders, rather than a possible 79, things are even worse; net losses occur even in the entire township and near reserves, reaching over 200 species around lowland private reserves. Future "productive" development of human areas can eliminate or maltreat many invading species, too. While approving taxes on improductive use of land, as it leaves other areas free, we suggest that many current local "uses," such as for coffee, are "luxury" production and could be taxed.Nas terras altas e baixas de Santa Teresa, regiĂŁo central do Estado de EspĂ­rito Santo, Brasil, 405 espĂ©cies de aves foram confirmadas por estudos de campo, museu e de literatura. Destas, 16 parecem ter desaparecido, enquanto outras 67 espĂ©cies parecem ter sido perdidas nas baixadas (onde nĂŁo existem reservas biolĂłgicas de grande extensĂŁo). Baseado na sugestĂŁo de que as ĂĄreas humanas adicionam espĂ©cies Ă  beta diversidade, nĂłs verificamos que atĂ© 79 espĂ©cies ora presentes talvez possam ter "invadido" junto com as atividades humanas (e outras 10 provavelmente invadirĂŁo), um total semelhante Ă quele de espĂ©cies perdidas. Entretanto, as espĂ©cies perdidas sĂŁo freqĂŒentemente raras e as espĂ©cies invasoras sĂŁo freqĂŒentemente de distribuiçÔes amplas, resultando em troca de "Picassos por garrafas de Coca Cola". Ademais, os ganhos excedem as perdas somente quando extensas ĂĄreas de reservas biolĂłgicas estĂŁo disponĂ­veis, como nas terras altas (Reservas de Nova Lombardia e Santa LĂșcia, cada uma com mais de 250 espĂ©cies). Reservas pequenas ou irregulares geralmente perdem mais que a metade de suas espĂ©cies, sendo estas somente parcialmente substituĂ­das pelas invasoras, resultando em uma perda lĂ­quida de atĂ© metade da avifauna local. Se listarmos somente as 31 espĂ©cies provavelmente invasoras, ao invĂ©s das 79 possĂ­veis, a situação torna-se ainda pior; a perda lĂ­quida ocorre atĂ© mesmo em todo o municĂ­pio e ĂĄreas prĂłximas Ă s reservas, alcançando mais de 200 espĂ©cies em torno das reservas privadas da baixada. Um desenvolvimento futuro "produtivo" de ĂĄreas humanas pode tambĂ©m eliminar ou maltratar muitas espĂ©cies invasoras. Aprovando-se impostos sobre o uso improdutivo das terras, deixando-se outras ĂĄreas livres, nĂłs sugerimos que muitos dos "usos" locais atuais, como as plantaçÔes de cafĂ©, sĂŁo produçÔes de "luxo" e poderiam ser taxadas
    • 

    corecore