3,031 research outputs found
UMKM Center Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang dengan pendekatan Inklusif
Kota Semarang merupakan kota perkembangan ekonomi nasional bersama dengan Solo dan Jogja dalam segitiga emas pusat pertumbuhan ekonomi JOGLOSEMAR. Kota Semarang juga memiliki angka UMKM yang tinggi dengan urutan ketiga di Jawa Tengah. UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) berperan sangat besar dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Pada masa pandemi COVID-19, terjadi krisis ekonomi sehingga banyak pelaku UMKM terdampak dan mengalami kesusahan. Saat ini Indonesia sedang dalam masa pemulihan pasca COVID-19. Untuk membangkitkan lagi perekonomian nasional, maka diperlukan wadah pengembangan yang baik untuk pelaku UMKM. Wadah yang memungkinkan pelaku UMKM membranding kembali serta mendapat pelatihan untuk meningkatkan skill. Selain itu, pemerintah saat ini mengharapkan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga pembangunan daerah yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Salah satu kendala pembangunan ekonomi kreatif yang inklusif di Kota Semarang yaitu kurangnya area infrastruktur pendukung seperti ruang terbuka untuk mengembangkan kreatifitas, dan fasilitas penunjang lainnya. Sehingga diharapkan fasilitas UMKM yang inklusif tidak hanya menjangkau dan mewadahi pelaku UMKM saja tetapi juga dari sisi pemenuhan ruang dapat mewadahi ruang rekreasi bagi warga Kota Semarang mulai dari anak-anak hingga orang tua dan juga warga yang memiliki keterbatasan tertentu. Dengan adanya kebutuhan dan isu tersebut maka dibutuhkan UMKM Center Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang dengan pendekatan inklusif sehingga dapat mewadahi branding produk pelaku UMKM di tengah masyarakat Kota Semarang, fasilitas pelatihan skill dan pelayanan UMKM yang dapat mudah dijangkau masyarakat dan juga wadah rekreasi masyarakat Kota Semarang dari anak-anak hingga orang tua dan juga masyarakat dengan keterbatasan tertentu
APLIKASI MULTI-VIDEO SECURITY DENGAN MOTION DETECTOR SPLIT-SCREEN BERBASIS PC
ABSTRAKSI: Perkembangan teknologi video dalam memberikan layanan visualisasi tidak sebatas dalam pendistribusian siaran televisi broadcast saja tetapi cakupannya lebih luas lagi. Layanan-layanan lain yang dapat diberikan dari teknologi video adalah video security, video on demand, video streaming, video broadcast, Tv over IP, dll. Untuk menampilkan gambar dari suatu proses monitoring yang menggunakan beberapa input video secara bersamaan, dibutuhkan suatu alat (hardware) yang disebut video multiplexer (video mux). Mux adalah suatu alat yang dapat menerima berbagai input video (biasanya live video) dari kamera atau CCTV, menggabungkannya, kemudian menampilkannya bersamaan dalam satu waktu (split-screen monitor). Pada tugas akhir ini akan dibangun suatu aplikasi/ software yang fungsinya serupa dengan video mux. Aplikasi multi-video security dengan motion detector splitscreen berbasis PC ini dapat menerima input beberapa buah webcam dan menampilkannya secara bersamaan. Apabila video menangkap suatu gerakan yang melebihi threshold yang telah ditentukan, maka video tersebut akan direkam. Aplikasi ini sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya cahaya pada ruangan yang diamati, performansi kamera yang digunakan, dan lebar gerak yang dilakukan objek. Sistem monitoring video security ini bekerja dengan nilai threshold 4 dengan jarak pengamatan 3-6 meter di depan kamera. Performansi sistem terhadap spesifikasi PC ditunjukkan dengan banyaknya frame yang ditampilkan per detiknya. Nilai fps sistem untuk keempat webcam yang tampil bersamaan adalah 6 fps (frame per second) untuk proses tanpa recording sedangkan untuk proses recording adalah 5 fps.Kata Kunci : Video security, Input live video, Motion detector, Split-screenABSTRACT: The development of video technology in offering visualization services was not only limited by the distribution of television broadcast but it has larger range. The video technology gives different services, such as video security, video on demand, video streaming, video broadcast, Tv over IP, etc. To display pictures from monitoring process which use some video input simultaneously, it needs a hardware that called video multiplexer (video mux). Mux is a device that could receive any kinds of video input (commonly live video input) from camera or CCTV then unite and display the input simultaneously (split-screen monitor). In this final assignment will be build an application/ software which has the same function with video mux. This PC-based split-screen multi-video security with motion detector application could receive some webcam input and display them simultaneously. When the video capture a motion that exceed the definite threshold when the video will be recorded. This application extremely influenced by the light existence in the monitoring room, the camera performance, and the motion extend from the object. This video security monitoring system works in the threshold value is 4, for monitoring distance 3-6 meters in front of the camera. The system performance toward the PC specification was shown with the amount of frame that being displayed every second. Fps point for fourth webcams that display simultaneously was 6 fps (frame per second) for the process without recording while for the process with recording was 5 fps.Keyword: Video security, Input live video, Motion detector, Split-scree
ANALISIS AMANAT DALAM HIKAYAT PERANG ACEH ALIH BAHASA RAMLI HARUN
ABSTRAKNabila, Thalita. 2017. Analisis Amanat Dalam Hikayat Perang Aceh (Alih Bahasa Ramli Harun). Skripsi, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala. Pembimbing:(1)Dr. Ramli, M.Pd. (2) Drs. Mukhlis, M.S.Kata Kunci: Analisis, Amanat, Hikayat, Hikayat Perang AcehPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) amanat-amanat yang disampaikan dalam Hikayat Perang Aceh dan (2) cara pengarang menyampaikan amanat dalam Hikayat Perang Aceh. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan struktural dalam bentuk penelitian kajian kepustakaan (library research). Data penelitian bersumber dari 761 bait yang terdapat dalam Hikayat Perang Aceh. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan (observasi). Berdasarkan hasil analisis data, temuan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, terdapat sebanyak 18 amanat yang disampaikan oleh pengarang dalam Hikayat Perang Aceh di antaranya yaitu: (1) amanat untuk memuja dan memuji Allah, (2) amanat untuk berdoa, (3) amanat untuk berperang melawankafir (sebutan bagi non-Muslim), (4) amanat untuk menerima takdir Tuhan, (5) amanat untuk tidak mendustakan agama, (6) amanat untuk menjaga hubungan antar sesama manusia, (7) amanat untuk tidak mudah percaya begitu saja, (8) amanat untuk bertaubat dengan sebenar-benarnya, (9) amanat untuk berbuat sesuatu yang baik karena Allah, (10) amanat untuk beriman kepada untung baik dan untung jahat, (11) amanat untuk terus yakin dan optimis serta selalu berdoa kepada Allah, (12) amanat untuk meyakini akan adanya hari akhir, (13) amanat untuk tetap bersyukur dan menerima takdir-Nya, (14) amanat untuk memuliakan keturunan raja, (15) amanat untuk memulai suatu perbuatan dengan Bismillah, (16) amanat untuk menuntut ilmu agama walaupun jauh, (17) amanat untuk bersedekahlah bagi orang yang menuntut ilmu agama dan (18) amanat untuk berbicara sesuai dengan perbuatan. Kedua, cara penyampaian amanat oleh pengarang dalam Hikayat Perang Aceh dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu: (1) dengan cara eksplisit (tersurat) yang terdiri dari 6 point mulai dari poin 1 sampai dengan poin 6, dan (2) dengan cara implisit (tersirat) yang terdiri dari 12 point mulai dari poin 7 sampai dengan poin 18. Simpulan penelitian ini yaitu: (1) terdapat sebanyak 18 kategori amanat (sebagaimana tersebut di atas) yang disampaikan oleh pengarang dalam Hikayat Perang Aceh, (2) terdapat dua cara penyampaian amanat oleh pengarang dalam Hikayat Perang Aceh yaitu secara eksplisit (tersurat) yang terdiri dari 6 point dan secara implisit (tersirat) yang terdiri dari 12 point
IMPLIKASI YURIDIS PENGUNDURAN DIRI ANGGOTA PARTAI POLITIK DALAM MASA JABATANNYA SEBAGAI KEPALA DAERAH DARI PARTAI PENGUSUNGNYA (Studi kasus Pengunduran Diri Basuki Tjahaja Purnama dari Partai GERINDRA)
THALITA JACINDA, E0011311. 2015. IMPLIKASI YURIDIS PENGUNDURAN DIRI ANGGOTA PARTAI POLITIK DALAM MASA JABATANNYA SEBAGAI KEPALA DAERAH DARI PARTAI PENGUSUNGNYA (Studi Kasus Pengunduran Diri Basuki Tjahaja Purnama dari Partai GERINDRA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian hukum ini merupakan hasil analisa tentang implikasi yuridis pengunduran diri anggota partai politik dalam masa jabatannya sebagai kepala daerah dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan historis terhadap kasus pengunduran diri Basuki Tjahaja Purnama selaku Gubernur DKI Jakarta dari partai GERINDRA menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik serta pernjabaran ketentuan dan persyaratan kepala daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Setiap partai politik dalam AD/ART-nya mengatur mekanisme pengunduran diri seseorang dari keanggotaan organisasinya. Dengan kata lain, pengunduran diri Basuki Tjahaja Purnama dari partai GERINDRA merupakan hak politik yang sah. Hal ini diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Pasal 4 ayat (1) huruf a ART Partai GERINDRA Tahun 2012 tentang sebab berakhirnya keanggotaan yakni mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis. Selain itu, tidak ada aturan yang menegaskan bahwa pengunduran diri kepala daerah dari partai pengusungnya harus diikuti dengan pemberhentian dari jabatannya sebagai kepala daerah. Kata kunci: pilkada, kepala daerah, Gubernur, Ahok, GERINDRA, partai, politi
Pengaruh Program Kesehatan Seksual dan Reproduksi Berbasis Pendidikan terhadap Tingkat Kehamilan Remaja di Indonesia
Kehamilan remaja merupakan masalah global yang dihadapi oleh negara-negara di dunia dan Indonesia juga tidak luput dari permasalahan ini. Besarnya resiko membuat pemerintah harus memberikan perhatian khusus dalam menghadapi masalah kehamilan remaja ini. Hingga saat ini, pemerintah masih terfokus pada program pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja. Untuk mengetahui efektivitas program-program ini, penelitian ini mengukur pengaruh Program Kesehatan Seksual dan Reproduksi berbasis pendidikan terhadap tingkat kehamilan remaja di Indonesia. Dari hasil estimasi, setidaknya ada satu program yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kehamilan remaja yaitu, Keterpanjangan Informasi Tentang Program Keluarga Berencana melalui Media Massa, sedangkan dua variable lain yang diamati yakni Indeks Jangkauan Program Keluarga Berencana dan Prevalensi Wanita Indonesia Menggunakan Alat Kontrasepsi memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini ditentukan oleh inklusivitas dan kelengkapan informasi yang diberikan oleh pelaksana program. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan peninjuan kembali terhadap program-program yang ada saat ini dan mempertimbangkan tipe program lain yang terbukti secara empiris berhasil mengurangi tingkat kehamilan remaja di negara lain
Mastoparan Polybia-MPII action on muscle fibres and neuromuscular junction a morphological, immunohistochemical and biophysical study
Orientador: Maria Alice da Cruz HoflingTese (doutorado) - Universidade Estadual de Campinas, Instituto de BiologiaResumo: Venenos e toxinas de animais peçonhentos são importantes ferramentas farmacológicas para o estudo de fenômenos biológicos. Os venenos produzidos por insetos sociais da ordem Hymenoptera têm chamado a atenção de bioquímicos, imunologistas, farmacologistas e neurologistas, tanto do ponto de vista clínico como biotecnológico. Neste trabalho o mastoparano (MP) Polybia-MPII (INWLKLGKMVIDAL-NH2), do veneno da vespa Polybia paulista, serviu de ferramenta para avaliar se o peptídeo tem ação miotóxica e neurotóxica, bem como determinar a natureza dessa ação em biomembranas. A ação miotóxica foi avaliada pela análise morfológica ao microscópio de luz e eletrônico e morfometria durante as fases degenerativa (3 e 24 horas) e regenerativa (3, 7 e 21 dias) após a injeção intramuscular de 0,25 mg/ml do peptídeo. Com o objetivo de identificar os eventos celulares e moleculares que acompanham essas alterações nos diferentes períodos analisados, foi avaliada a expressão das citocinas pró-inflamatórias, o fator de necrose tumoral (TNF-a) e o interferon gama (IFN-g). Em geral, na avaliação da ação local de venenos e toxinas, tem sido dado ênfase à capacidade de induzir mionecrose e tem-se negligenciado a capacidade de induzir apoptose por parte dessas substâncias. No presente trabalho, através da técnica de TUNEL e da imunomarcação de caspases 3 e 9, foi analisado a capacidade do Polybia-MPII em promover morte celular programada por apoptose no músculo tibial anterior. A ação neurotóxica do Polybia-MPII foi avaliada por microscopia confocal e microscopia eletrônica de transmissão e consistiu em investigar a organização da inervação dos terminais em secções longitudinais através da marcação com alfa-bungarotoxina conjugada com tetrametilrodamina (TRITC-aBTX) ou com isotiocianato de fluoresceína (FITC-aBTX), e contra-imunomarcados com sinaptofisina (marcador específico para vesículas sinápticas) e neurofilamentos, e pela contagem de vesículas sinápticas nos terminais colinérgicos. Os resultados mostraram pela primeira vez que o mastoparano de P. paulista é um potente indutor de mionecrose e apoptose. A atividade miotóxica do peptídeo mostrou iniciar-se pela lise do sarcolema seguida por diferentes estados patológicos comprometendo a organização miofibrilar, seguida pela lise das miofibras e das miofibrilas, com preservação da lâmina basal. A indução de apoptose pelo peptídeo foi demonstrada morfologicamente pela técnica de TUNEL, presença de caspase 3 e 9 e pela severa alteração mitocondrial e alteração da cromatina dos núcleos observadas por microscopia eletrônica, as quais coincidiram com expressão aumentada de IFN-g e TNF-a, esta uma citocina que medeia a ativação de uma das via das caspases que leva à morte celular programada por apoptose. Com relação à atividade neurotóxica, os resultados mostraram que o Polybia-MPII possui ação pré-sináptica, devido à significativa diminuição no conteúdo de vesículas sinápticas nos terminais pré-sinápticos, corroborando com dados do nosso grupo que evidenciaram através de estudos eletrofisiológicos a mesma ação neurotóxica pré-sináptica causada pelo veneno bruto de P. paulista. Esses efeitos foram variáveis ao longo dos diferentes períodos analisados, mostrando que as alterações eram transitórias e que os fenômenos regenerativos permitiam o restabelecimento da morfologia original. Os estudos biofísicos feitos em membranas artificiais mostraram que o Polybia-MPII interage com a bicamada lipídica da membrana, provavelmente utilizando o triptofano como ancoragem através de um mecanismo conhecido como ¿carpet¿, desestabilizando o equilíbrio iônico e promovendo a ruptura da membrana. Os estudos biofísicos mostraram-se consistentes com as observações morfológicas ao microscópio de luz e eletrônico. Os dados permitem concluir que o mastoparano Polybia-MPII é um potente indutor de mionecrose em músculo esquelético e sua atividade neurotóxica periférica pode ser qualificada como moderada e pré-sináptica; além de induzir apoptose em fibra muscular, cujo significado precisa ser investigado. A reversibilidade dos efeitos causados pelo mastoparano está de acordo com os dados clínicos observados em acidentes com ferroadas de P. paulista em indivíduos não alérgicos, os quais se caracterizam na maioria por serem de pouca gravidade, curta duração e auto-limitantesAbstract: Venoms and toxins of poisonous animals are important pharmacological tools to study biological phenomena. The venom of social insects as those produced by Hymenoptera get attention from biochemistries, immunologists, biologists, pharmacologists and neurologists, as in a clinic view as biotechnologically. In this study the mastoparan (MP) Polybia-MPII, (INWLKLGKMVIDAL-NH2) from Polybia paulista wasp venom, was used as a tool to analyze if the peptide has myotoxic and neurotoxic effects, as well to determine its action on biomembranes. The myotoxicity of the mastoparan was evaluated during the degenerative phase (3 and 24 hours) and regenerative phase (3, 7 and 21 days) after the intramuscular injection of 0.25 mg/ml of the peptide using light microscopy, transmission electron microscopy and morphometry. With the purpose of determining the cellular and molecular events accompanying the alterations caused by P. paulista wasp mastoparan in these time-points the expression of proinflammatory cytokines, such as the tumor necrosis factor alpha (TNF-a) and interferon gamma (IFN-g) were evaluated. In general, studies on the local effects of venom and toxins have focused on their myotoxic potential, whereas the potential to induce apoptosis has been neglected. In this work, the ability of Polybia-MPII in inducing cell death by apoptosis on the tibial anterior muscle was assessed by TUNEL technique and immunohistochemistry for caspase 3 and caspase 9. The neurotoxic action of Polybia-MPII was evaluated by examining the organization of terminals innervation in longitudinal sections labelled with tetramethylrhodamineconjugated- or isothiocyanate fluorescein-conjugated-alpha-bungarotoxin (TRITC or FITC a-BTX receptor, respectively) and counter labelled with a combination of antisynaptophysin (a specific marker to synaptic vesicles) and anti-neurofilament protein using confocal microscopy and transmission electron microscopy, and by counting the synaptic vesicle within the cholinergic terminals. The results showed for the first time that the Polybia-MPII is a potent inducer of myonecrosis and apoptosis. The myotoxic action of the peptide initiated with the lyses of the sarcolemma followed by the development of different pathologic stages affecting myofibrillar organization, and eventually myofibrils and myofibre lyses, but maintaining unaffected the basal lamina. The ability of the peptide to induce apoptosis was demonstrated by TUNEL technique, immunolabelling of caspase 3 and 9, severe mitochondrial damage and alteration of the structure of nuclei chromatin seen by electron microscopy. Such effects were positively correlated with increased IFN-g and TNF-a expression, being the last one a cytokine which mediates the caspase pathway leading to programmed cell death by apoptosis. Concerning Polybia-MPII neurotoxicity, the results showed a pre-synaptic action of the peptide which was inferred by a decrease in synaptic vesicles content of pre-synaptic terminals, in agreement with electrophysiological studies done by our group with the P. paulista crude venom. These alterations varied along the time intervals analyzed, evidencing that the alterations were transitory and the regenerative phenomena allow to morphological reestablishment. The biophysical studies performed on artificial membranes, showed that the peptide interacted with the lipid bilayer probably anchored by tryptophan and by a mechanism known as carpet. As a result, the ionic balance is impaired inducing membrane leakage. The biophysical data were consistent with the morphological observations by light and electron microscopy. Data allow concluding that Polybia-MPII mastoparan is a mighty inducer of myonecrosis whereas the peripheral neurotoxicity could be considered as moderate and pres-synaptic. Besides, the peptide has an apoptotic-inducing potential on skeletal muscle fibre, the meaning of which deserves further investigation. The reversibility of the mastoparan effects is in accordance with clinical data in non-allergic patients stung by P. paulista, whose outcome is considered of mild, short-lived and self-limiting in severityDoutoradoBiologia CelularDoutor em Biologia Celular e Estrutura
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN: STUDI KASUS: PENYALAHGUNAAN DATA KARTU TELEPON BEKAS
Abstract
This study aimed to investigate the extent of the application of the principles of Good Corporate Governance (GCG) and protection of personal data from the point of view of consumers in telecommunications service companies. The case study analyzed the misuse of used telephone card data in a telecommunications service company PT. Z. The empirical judicial method was used in this study. This legal research was carried out by examining documents (document studies), using 2 (two) approaches, the statute approach and the conceptual approach. Primary data were collected through surveys and interviews to prove the findings in the first stage. The results of the study, on the legal aspects showed that the legal protection for consumers as users of telecommunications services has not been fully implemented by PT. Z according to Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and Law Number 36 of 1999 concerning Telecommunications. Consumer perceptions indicate that PT. Z has not implemented GCG principles properly. Consumer responses to aspects of consumer personal data protection related to the above cases are also not good and tend to be detrimental to consumers. This research showed that the application of GCG principles is not optimal and has an impact on weak aspects of consumer protection. For the implementation of GCG in the future, PT. Z should have good intentions in running its business and provide correct, complete and clear information related to the products it trades, both spoken and written.
Keywords : Good corporate governance, consumer protection, personal data protection, telecommunication servic
KAITAN KEBIASAAN SARAPAN DAN ASUPAN ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA GIZI UNESA ANGKATAN 2017
Selama masa pandemi COVID-19, kebiasaan sarapan dan asupan gizi terutama bagi mahasiswa dapat berubah karena lebih banyak beraktivitas di rumah. Perkuliahan mahasiswa gizi Unesa angkatan 2017 fokus hanya skripsi dan magang secara online. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi mahasiswa gizi Unesa angkatan 2017 selama masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional study. Penelitian dilakukan secara online melalui platform WhatsApp dan Google Form. Jumlah sampel sebanyak 27 mahasiswa. Instrumen penelitian adalah kuesioner karakteristik responden dan kuesioner food record. Hasil analisis uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi (p>0,05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi dengan status gizi (p>0,05).Selama masa pandemi COVID-19, kebiasaan sarapan dan asupan gizi terutama bagi mahasiswa dapat berubah karena lebih banyak beraktivitas di rumah. Perkuliahan mahasiswa gizi Unesa angkatan 2017 fokus hanya skripsi dan magang secara online. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kebiasaan sarapan dan asupan zat gizi dengan status gizi mahasiswa gizi Unesa angkatan 2017 selama masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional study. Penelitian dilakukan secara online melalui platform WhatsApp dan Google Form. Jumlah sampel sebanyak 27 mahasiswa. Instrumen penelitian adalah kuesioner karakteristik responden dan kuesioner food record. Hasil analisis uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi (p>0,05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi dengan status gizi (p>0,05)
- …