19 research outputs found

    "Pengaruh persepsi mengenai pentingnya organisasi IPM dan kepercayaan (trust) pada calon ketua terhadap partisipasi dalam pemilihan ketua pada anggota IPM Kelas XI SMK Muhammadiyah Delanggu Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi mengenai pentingnya organisasi IPM dan kepercayaan (trust) pada calon ketua terhadap partisipasi dalam pemilihan ketua pada anggota IPM Kelas XI SMK Muhammadiyah Delanggu Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 53 anggota. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan yaitu validitas isi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh antara persepsi mengenai pentingnya organisasi IPM dan kepercayaan (trust) pada calon ketua terhadap partisipasi dalam pemilihan ketua pada anggota IPM Kelas XI SMK Muhammadiyah Delanggu Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013. Persepsi mengenai pentingnya organisasi IPM mempunyai pengaruh sebesar 49,29% dan kepercayaan (trust) pada calon ketua mempunyai pengaruh sebesar 37,96%. Kesimpulan penelitian ini adalah persepsi mengenai pentingnya organisasi IPM dan kepercayaan (trust) pada calon ketua berpengaruh terhadap partisipasi dalam pemilihan ketua pada anggota IPM Kelas XI SMK Muhammadiyah Delanggu Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2012/2013

    Pengelolaan Media Pembelajaran Di SMP Negeri 1 Musuk Kabupaten Boyolali

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan : (1) Bagaimana karakteristik kemampuan guru SMP Negeri 1 Musuk dalam mengelola Media Pembelajaran, (2) Bagaimana karakteristik strategi atau cara meningkatkan kemampuan guru SMP Negeri 1 Musuk dalam mengelola media pembelajaran dan (3) Bagaimana karakteristik model pengelolaan media pembelajaran di SMP Negeri 1 Musuk. Berdasarkan pada fokus permasalahan, penelitian ini menggunakan kualitatif atau naturalistik. Strategi penelitian yang digunakan oleh situasi dimana perilaku itu berlangsung, bersifat keunikan, dan settingnya apa adanya. Lokasi penelitian di SMP Negeri 1 Musuk Boyolali, Pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Pengumpulan data-data dilakukan dengan cara mencatat hasil wawancara, mendokumentasikan dan mencatat hasil pengamatan sebagai catatan lapangan. Analisis data dilakukan dengan prinsip efektifitas waktu dan observasi intensif, triangulasi sumber, metoda, pembahasan teman sejawat Temuan penelitian meliputi 3 (tiga) hal, yaitu : (1) diskripsi karakteristik kemampuan guru dalam mengelola media pembelajaran. Guru disekolah ini sebagian besar sudah mampu menciptakan, memanfaatkan media pembelajaran namun sebagian guru masih sekedar mampu merencanakan atau masih sekedar menuliskan di RPP. (2) diskripsi karakteristik strategi meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, Sekolah ini sudah melaksanakan IHT media pembelajaran, replikasi BTL 3 tentang media pembelajaran, dan KS disekolah ini sering mengadakan pembinaan terkait media pembelajaran dan meningkatkan MGMP sekolah. (3) karakteristik model pengelolaan media pembelajaran. Guruguru disekolah ini sudah memiliki kemampuan yang cukup tentang media pembelajaran, sudah mampu membuat dan menggunakan media pembelajaran sesuai materi yang disajikan namun baru sekitar 10% guru yang mau menggunakan media dengan baik dan mengikuti model tertentu sehingga model pengelolaannya masih sangat tergantung pada kebutuhan mata pelajaran

    Pengelolaan Kelas Bakat Istimewa Olahraga Di Sma Negeri 1 Wonogiri

    Get PDF
    Research It aims to describe the management of the Special Talent Class Sport In SMA 1 Wonogiri, to be a reference and action taken and policies so that it can run properly and perform in accordance with the vision and mission of the School. Technical This research is qualitative descriptive, Model analysis used in this study is the interactive component analysis includes data reduction, data presentation, and conclusion / verification. The results showed the findings of the various barriers among other things: (1) The process of recruitment of students BIO SMA 1 Wonogiri carried out separately and earlier than PPDB regular, (2) Implementation of Teaching and Learning in Class Talent Outstanding Sports do with enrichment and acceleration, (3) magement personalian which include personnel management is made with independent management structures outside the regular classroom structure

    Dynamics of Lamin-A Processing Following Precursor Accumulation

    Get PDF
    Lamin A (LaA) is a component of the nuclear lamina, an intermediate filament meshwork that underlies the inner nuclear membrane (INM) of the nuclear envelope (NE). Newly synthesized prelamin A (PreA) undergoes extensive processing involving C-terminal farnesylation followed by proteolysis yielding non-farnesylated mature lamin A. Different inhibitors of these processing events are currently used therapeutically. Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS) is most commonly caused by mutations leading to an accumulation of a farnesylated LaA isoform, prompting a clinical trial using farnesyltransferase inhibitors (FTI) to reduce this modification. At therapeutic levels, HIV protease inhibitors (PI) can unexpectedly inhibit the final processing step in PreA maturation. We have examined the dynamics of LaA processing and associated cellular effects during PI or FTI treatment and following inhibitor washout. While PI reversibility was rapid, with respect to both LaA maturation and associated cellular phenotype, recovery from FTI treatment was more gradual. FTI reversibility is influenced by both cell type and rate of proliferation. These results suggest a less static lamin network than has previously been observed

    Lamin A Rod Domain Mutants Target Heterochromatin Protein 1α and β for Proteasomal Degradation by Activation of F-Box Protein, FBXW10

    Get PDF
    Lamins are major structural proteins of the nucleus and contribute to the organization of various nuclear functions. Mutations in the human lamin A gene cause a number of highly degenerative diseases, collectively termed as laminopathies. Cells expressing lamin mutations exhibit abnormal nuclear morphology and altered heterochromatin organization; however, the mechanisms responsible for these defects are not well understood.The lamin A rod domain mutants G232E, Q294P and R386K are either diffusely distributed or form large aggregates in the nucleoplasm, resulting in aberrant nuclear morphology in various cell types. We examined the effects of these lamin mutants on the distribution of heterochromatin protein 1 (HP1) isoforms. HeLa cells expressing these mutants showed a heterogeneous pattern of HP1alpha and beta depletion but without altering HP1gamma levels. Changes in HP1alpha and beta were not observed in cells expressing wild-type lamin A or mutant R482L, which assembled normally at the nuclear rim. Treatment with proteasomal inhibitors led to restoration of levels of HP1 isoforms and also resulted in stable association of lamin mutants with the nuclear periphery, rim localization of the inner nuclear membrane lamin-binding protein emerin and partial improvement of nuclear morphology. A comparison of the stability of HP1 isoforms indicated that HP1alpha and beta displayed increased turnover and higher basal levels of ubiquitination than HP1gamma. Transcript analysis of components of the ubiquitination pathway showed that a specific F-box protein, FBXW10 was induced several-fold in cells expressing lamin mutants. Importantly, ectopic expression of FBXW10 in HeLa cells led to depletion of HP1alpha and beta without alteration of HP1gamma levels.Mislocalized lamins can induce ubiquitin-mediated proteasomal degradation of certain HP1 isoforms by activation of FBXW10, a member of the F-box family of proteins that is involved in E3 ubiquitin ligase activity

    Dynamic Chromatin Organization during Foregut Development Mediated by the Organ Selector Gene PHA-4/FoxA

    Get PDF
    Central regulators of cell fate, or selector genes, establish the identity of cells by direct regulation of large cohorts of genes. In Caenorhabditis elegans, foregut (or pharynx) identity relies on the FoxA transcription factor PHA-4, which activates different sets of target genes at various times and in diverse cellular environments. An outstanding question is how PHA-4 distinguishes between target genes for appropriate transcriptional control. We have used the Nuclear Spot Assay and GFP reporters to examine PHA-4 interactions with target promoters in living embryos and with single cell resolution. While PHA-4 was found throughout the digestive tract, binding and activation of pharyngeally expressed promoters was restricted to a subset of pharyngeal cells and excluded from the intestine. An RNAi screen of candidate nuclear factors identified emerin (emr-1) as a negative regulator of PHA-4 binding within the pharynx, but emr-1 did not modulate PHA-4 binding in the intestine. Upon promoter association, PHA-4 induced large-scale chromatin de-compaction, which, we hypothesize, may facilitate promoter access and productive transcription. Our results reveal two tiers of PHA-4 regulation. PHA-4 binding is prohibited in intestinal cells, preventing target gene expression in that organ. PHA-4 binding within the pharynx is limited by the nuclear lamina component EMR-1/emerin. The data suggest that association of PHA-4 with its targets is a regulated step that contributes to promoter selectivity during organ formation. We speculate that global re-organization of chromatin architecture upon PHA-4 binding promotes competence of pharyngeal gene transcription and, by extension, foregut development

    The rank reversal problem in multi-criteria decision making : a literature review

    Get PDF
    Despite the importance of multicriteria decision-making (MCDM) techniques for constructing effective decision models, there are many criticisms due to the occurrence of a problem called rank reversal. Nevertheless, there is a lack of a systematic literature review on this important subject which involves different methods. This study reviews the pertinent literature on rank reversal, based on 130 related articles published from 1980 to 2015 in international journals, which were gathered and analyzed according to the following perspectives: multicriteria technique, year and journal in which the papers were published, co-authorship network, rank reversal types, and research goal. Thus our survey provides recommendations for future research, besides useful information and knowledge regarding rank reversal in the MCDM field

    HARMONISASI TENTANG PENANGANAN PERKARA ANAK YANG TERLIBAT DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA (Studi Penanganan Pidana Narkotika Yang Melibatkan Anak di Kabupaten Bengkayang)

    No full text
    AbstrakTesis Ini Membahas Tentang Harmonisasi Tentang Penanganan Perkara Anak Yang Terlibat Dalam  Tindak  Pidana Narkotika Antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang  Sistem   Peradilan  Anak  Dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Studi Penanganan Pidana Narkotika Yang Melibatkan Anak Di Kabupaten Bengkayang). Penelitian ini menggunakan penelitian Hukum normatif., adapun permasalahan yang diambil dalam penelitian Tesis adalah : 1.Bagaimanakah harmonisasi dalam proses pelaksanaan penanganan perkara anak yang terlibat dalam tindak pidana Narkotika antara UU No. 11 Tahun 2011 dengan UU No. 35 Tahun 2009 di Kabupaten Bengkayang? 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan perkara anak yang terlibat dalam tindak pidana Narkotika berdasarkan UU No. 11 Tahun 2011 dengan UU No. 35 Tahun 2009, khususnya di Kabupaten Bengkayang?. Dari hasil penelitian terdapat kesimpulan yaitu : 1. Dalam penanganan perkara anak yang terlibat dalam tindak pidana narkotika di Kabupaten Bengkayang, aparat penegak hukum baik pada tingkat penyidik maupun penuntut serta Hakim yang memutuskan perkara semuanya menggunakan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan juga memperhatikan ketentuan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Penanganan kasus dengan mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan tersebut membuat bahwa pendekatan keadilan restoratif lebih diutamakan, yaitu dengan tindakan diversi. Dengan tindakan diversi, proses yustisial beralih menjadi proses non yustisial. Hal ini penting karena bisa menghindarkan anak dari dampak negatif dari proses peradilan pidana, terutama dalam proses penyidikan, yaitu terjadinya stigmanisasi. Pada tingkat penuntutan, Jaksa Penuntut Umum melakukan penuntutan yang dipertimbangan secara cermat sesuai dengan UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Selain itu diberikan berbagai pendampingan terhadap anak yang terlibat dalam kasus narkotika, yaitu pendampingan oleh Bapas dan pendampingan oleh Pekerja Sosial (Peksos) di samping tentunya pendampingan oleh Penasehat Hukum dan juga oleh orang tua/wali sebagai upaya perlindungan kepada anak yang terlibat kasus narkotika tersebut. Pada tingkat pemeriksaan dan putusan yang dilakukan oleh hakim pada PN Bengkayang penjatuhan pidana penjara dilakukan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium).Kata Kunci : Harmonisasi, Perkara Anak, Narkotika, Peradilan  AnakAbstractThis Thesis Discusses Harmonization of Case Handling of Children Involved in Narcotics Crime Between Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Justice System and Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics (Study of Narcotics Criminal Handling That Involves Children in Bengkayang Regency). This research uses normative law research. The problems taken in this thesis research are: 1. How is the harmonization in the implementation process of handling cases of children involved in Narcotics crime between Law no. 11 of 2011 with Law no. 35 of 2009 in Bengkayang Regency? 2. Factors that affect the handling of cases of children involved in the Narcotics crime based on Law no. 11 of 2011 with Law no. 35 of 2009, especially in Bengkayang Regency ?. From the results of the study, there are conclusions, namely: 1. In handling cases of children involved in narcotics crimes in Bengkayang Regency, law enforcement officers at both the investigator and prosecutor level as well as judges who decide cases all use Law no. 11 of 2012 concerning the Child Criminal Justice System and Law no. 35 of 2009 concerning Narcotics and also taking into account the provisions of Law no. 35 of 2014 concerning Child Protection. Handling cases by harmonizing these laws and regulations means that the restorative justice approach is preferred, namely diversion. With the act of diversion, the judicial process turns into a non-judicial process. This is important because it can prevent children from the negative impacts of the criminal justice process, especially in the investigation process, namely the occurrence of stigmatization. At the level of prosecution, the public prosecutor conducts prosecutions that are carefully considered in accordance with Law no. 11 of 2012 concerning the Juvenile Justice System. In addition, various assistance is given to children involved in narcotics cases, namely assistance by Bapas and assistance by Social Workers (Peksos) as well as of course assistance by legal advisors and also by parents / guardians as an effort to protect children involved in narcotics cases. At the level of examination and decision made by the judge at Bengkayang District Court, imprisonment was carried out as a last resort (ultimum remidium).Keywords: Harmonization, Child Cases, Narcotics, Juvenile Justic

    MASALAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK JASA TERKENAL DI KOTA SURABAYA DAN MALANG

    Get PDF
    Pemilik merek jasa terkenal, yang mereknya dibajaK dapat mengajuKan gugataN secara perdata ke pengadilan dngan alasan mereknya telah dibajak oleh orang lain. Gugatan tersebut tidak Menghalangi aparat petugas dan pelaksana hukum, sepertimisalnya jaksa untuk menuntut si pelaku pembajak merek jasa, karena dalam Undang-undang Merek Nomer 19itahun 1992, kejahatan merek barang atau jasa, merupakan delik biasa dan bukan lagi delik aduan. Ini berarti, tanpa pengaduan dari pihak yang dirugikan, penuntutumum dapat menuntut si pelaku ke depan pengadilan. Agar merek jasanya dilindungi oleh UUM, maka pemilik merek jasa yang bersangkutan harus mendaftarkan mereknya pada Kantor Merek. Ini merupakan konsekwensi dari stesel kons~itutif yang dianut oleh Undang-undang Merek Nomor 19 Tahun 199
    corecore