44 research outputs found

    INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA DALAM FILM NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

    Get PDF
    Karakter seorang individu terbentuk sejak dia kecil karena pengaruh genetik dan lingkungan sekitar. Proses pembentukan karakter, baik disadari maupun tidak, akan memengaruhi cara individu tersebut memandang diri dan lingkungannya dan akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Meskipun terdapat pengaruh genetik dalam pembentukan karakter seseorang, namun dalam proses pembentukannya, tidak menisbikan adanya pengaruh pendidikan. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan ini, internalisasi pendidikan karakter bagi siswa perlu ditanamkan melalui model internalisasi pendidikan karakter dalam film Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Tulisan ini diharapkan dapat menginspirasi para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini, yakni nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Dengan menggunakan jenis penelitian Analisis Isi (Content Anaysis), diperoleh data bahwa: (1) Dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi, terdapat beragam nilai pendidikan karakter yang sesuai dengan tuntutan Departemen Pendidikan Nasional. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan dan cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, sosial dan tanggungjawab. (2) Proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi ini beragam. Proses internalisasi pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai jalur lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pesantren dan lingkungan masyarakat

    INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA DALAM FILM NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

    Get PDF
    Karakter seorang individu terbentuk sejak dia kecil karena pengaruh genetik dan lingkungan sekitar. Proses pembentukan karakter, baik disadari maupun tidak, akan memengaruhi cara individu tersebut memandang diri dan lingkungannya dan akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Meskipun terdapat pengaruh genetik dalam pembentukan karakter seseorang, namun dalam proses pembentukannya, tidak menisbikan adanya pengaruh pendidikan. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan ini, internalisasi pendidikan karakter bagi siswa perlu ditanamkan melalui model internalisasi pendidikan karakter dalam film Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Tulisan ini diharapkan dapat menginspirasi para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini, yakni nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Dengan menggunakan jenis penelitian Analisis Isi (Content Anaysis), diperoleh data bahwa: (1) Dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi, terdapat beragam nilai pendidikan karakter yang sesuai dengan tuntutan Departemen Pendidikan Nasional. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan dan cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, sosial dan tanggungjawab. (2) Proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi ini beragam. Proses internalisasi pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai jalur lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pesantren dan lingkungan masyarakat

    Charakterisierung der Regulation und Funktion von PPARbeta

    Get PDF
    Im Zusammenhang mit Tumorerkrankungen kristallisierte sich in den letzten Jahren eine Gruppe von Kernrezeptoren heraus, die zunehmend mit Prozessen wie dem Zellzyklus, der Apoptose oder der Angiogenese in Verbindung gebracht wurden - die Familie der PPARs. Zusammengesetzt ist sie aus den drei Liganden-induzierbaren Transkriptionsfaktoren PPARalpha, PPARbeta und PPARgamma. Ihre transkriptionelle Aktivität wird durch Fettsäuren und ihre Derivate, sowie verschiedene onkogene Signalwege, wie die Ras-Raf-ERK-Kaskade, reguliert. Der Arachidonsäure-Metabolit Prostazyklin wurde in der Literatur häufig als Agonist von PPARbeta beschrieben. In der vorliegenden Arbeit konnte jedoch nachgewiesen werden, dass Prostazyklin zumindest in den verschiedenen eingesetzten Testsystemen keine signifikante Bedeutung bei der Regulation von PPARbeta besitzt. So führte beispielsweise die Aktivierung eines cRaf-Östrogen-Rezeptorfusionsproteins durch 4-OH-Tamoxifen zwar zu einer Induktion von Cox-2 und PPARbeta, sowie zu einem deutlichen Anstieg der Prostazyklinsynthese, die erwartete Zunahme der transkriptionellen Aktivität von PPARbeta blieb hingegen aus. Weiterhin beschäftigte sich die vorliegende Arbeit mit der Identifizierung von Zielgenen von PPARbeta.Anhand von siRNA-Experimenten, sowie Microarray-Studien und Real-Time PCR konnten in diesem Zusammenhang zwei interessante, potentielle Zielgene von PPARbeta charakterisiert werden: CXCR-4 und Angiopoietin-1, die durch Beeinflussung der Angiogenese eine wichtige Funktion von PPARbeta bei der Tumorigenese vermitteln könnten

    INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA DALAM FILM NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

    Get PDF
    Karakter seorang individu terbentuk sejak dia kecil karena pengaruh genetik dan lingkungan sekitar. Proses pembentukan karakter, baik disadari maupun tidak, akan memengaruhi cara individu tersebut memandang diri dan lingkungannya dan akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Meskipun terdapat pengaruh genetik dalam pembentukan karakter seseorang, namun dalam proses pembentukannya, tidak menisbikan adanya pengaruh pendidikan. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan ini, internalisasi pendidikan karakter bagi siswa perlu ditanamkan melalui model internalisasi pendidikan karakter dalam film Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Tulisan ini diharapkan dapat menginspirasi para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini, yakni nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Dengan menggunakan jenis penelitian Analisis Isi (Content Anaysis), diperoleh data bahwa: (1) Dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi, terdapat beragam nilai pendidikan karakter yang sesuai dengan tuntutan Departemen Pendidikan Nasional. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan dan cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, sosial dan tanggungjawab. (2) Proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi ini beragam. Proses internalisasi pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai jalur lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pesantren dan lingkungan masyarakat

    Implementasi Pembelajaran PAI Berbasis Scientific Approach di SMAN 10 Surabaya dan SMAN 20 Surabaya

    Get PDF
    Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), guru seringkali hanya menyampaikan pengetahuan sehingga aspek kognitif siswa yang lebih banyak berkembang sementara kemampuan afektif dan psikomotoriknya sering dilupakan. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan saintifik harus diimplementasikan pada semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah, yakni: Pertama, bagaimana proses pembelajaran PAI berbasis scientific approach di SMAN 10 dan SMAN 20 Surabaya? Kedua, bagaimana tipologi pembelajaran PAI berbasis scientific approach di SMAN 10 dan SMAN 20 Surabaya? Ketiga, bagaimana dampak implementasi pembelajaran PAI berbasis scientific Approach dalam mengasah keterampilan berfikir saintifik siswa di SMAN 10 Surabaya dan SMAN 20 Surabaya? Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan penggunaan strategi studi multikasus. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan tiga teknik, yaitu: (1) wawancara mendalam, (2) observasi, dan (3) dokumentasi. Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah analisis data dengan analisis situs tunggal (reduksi data, display data dan verifikasi data), kemudian analisis data lintas situs. Temuan penulis dalam penelitian ini di antaranya: Pertama, dalam proses pembelajaran PAI berbasis saintifik, aspek yang dominan diterapkan dalam pembelajaran di SMAN 10 Surabaya adalah kegiatan mengamati, menanya, menalar, dan mengkomunikasikan. Guru memfasilitasi siswa dengan pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran. Temuan ini menguatkan premis dalam teori kognitivisme bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang anak melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Melalui proses ini, siswa memiliki kemampuan mengkonstruk pengetahuan baru yang mengarah pada penemuan. Dengan demikian, temuan-temuan pada proses pembelajaran di SMAN 10 Surabaya mengarah pada pengembangan teori kognitivisme dan konstruktivisme. Sementara, dari proses pembelajaran PAI berbasis scientific approach di SMAN 20 Surabaya tampak bahwa proses pembelajaran di lembaga tersebut mengembangkan kerangka teori belajar behaviorisme dimana pembentukan perilaku dibangun melalui proses pembiasaan (kondisioning). Guru memberikan penguatan-penguatan keterampilan merangkai ide dan mempresentasikan gagasan melalui proses saintifik terutama pada ranah menalar dan mengkomunikasikan. Kedua, tipologi pembelajaran di SMAN 10 Surabaya mengarah pada proses “inquiry”, diantaranya menggunakan model discovery learning, inquiry based learning, dan problem based learning. Sedangkan tipologi model pembelajaran yang banyak dikembangkan di SMAN 20 lebih banyak menggunakan model pembelajaran cooperative learning, metode drilling, dan jigsaw. Ketiga, dampak penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI di SMAN 10 Surabaya adalah capaian hasil belajar siswa di atas nilai KKM yakni 84,2 untuk hasil penilaian tengah semester dan nilai akhir semester 82,7. Merujuk pada data hasil observasi pembelajaran, tampak bahwa kemampuan belajar siswa dalam hal menanya dan keterampilan berfikir kritis semakin baik. Sedangkan hasil evaluasi belajar siswa di SMAN 20 Surabaya menunjukkan bahwa 75% siswa memperoleh nilai jauh di atas nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan sekolah

    INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA DALAM FILM NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI

    Get PDF
    Karakter seorang individu terbentuk sejak dia kecil karena pengaruh genetik dan lingkungan sekitar. Proses pembentukan karakter, baik disadari maupun tidak, akan memengaruhi cara individu tersebut memandang diri dan lingkungannya dan akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Meskipun terdapat pengaruh genetik dalam pembentukan karakter seseorang, namun dalam proses pembentukannya, tidak menisbikan adanya pengaruh pendidikan. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan ini, internalisasi pendidikan karakter bagi siswa perlu ditanamkan melalui model internalisasi pendidikan karakter dalam film Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. Tulisan ini diharapkan dapat menginspirasi para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dalam tulisan ini, yakni nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi dan proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi. Dengan menggunakan jenis penelitian Analisis Isi (Content Anaysis), diperoleh data bahwa: (1) Dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi, terdapat beragam nilai pendidikan karakter yang sesuai dengan tuntutan Departemen Pendidikan Nasional. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan dan cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, sosial dan tanggungjawab. (2) Proses internalisasi pendidikan karakter pada siswa dalam film Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi ini beragam. Proses internalisasi pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai jalur lingkungan, yakni lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pesantren dan lingkungan masyarakat

    A Novel Approach for Quantifying the Pharmacological Activity of T-Cell Engagers Utilizing In Vitro Time Course Experiments and Streamlined Data Analysis

    Get PDF
    CD3-bispecifc antibodies are a new class of immunotherapeutic drugs against cancer. The pharmacological activity of CD3-bispecifcs is typically assessed through in vitro assays of cancer cell lines co-cultured with human peripheral blood mononuclear cells (PBMCs). Assay results depend on experimental conditions such as incubation time and the efector-to-target cell ratio, which can hinder robust quantifcation of pharmacological activity. In order to overcome these limitations, we developed a new, holistic approach for quantifcation of the in vitro dose–response relationship. Our experimental design integrates a time-independent analysis of the dose–response across diferent time points as an alternative to the static, “snap-shot” analysis based on a single time point commonly used in dose–response assays. We show that the potency values derived from staticin vitro experiments depend on the incubation time, which leads to inconsistent results across multiple assays and compounds. We compared the potency values from the time-independent analysis with a model-based approach. We fnd comparably accurate potency estimates from the model-based and time-independent analyses and that the timeindependent analysis provides a robust quantifcation of pharmacological activity. This approach may allow for an improved head-to-head comparison of diferent compounds and test systems and may prove useful for supporting frst-in-human dose selection

    Pharmacokinetics and pharmacodynamics of t-cell bispecifics in the tumour interstitial fluid

    Get PDF
    The goal of this study is to investigate the pharmacokinetics in plasma and tumour interstitial fluid of two T-cell bispecifics (TCBs) with different binding affinities to the tumour target and to assess the subsequent cytokine release in a tumour-bearing humanised mouse model. Pharmacokinetics (PK) as well as cytokine data were collected in humanised mice after iv injection of cibisatamab and CEACAM5-TCB which are binding with different binding affinities to the tumour antigen carcinoembryonic antigen (CEA). The PK data were modelled and coupled to a previously published physiologically based PK model. Corresponding cytokine release profiles were compared to in vitro data. The PK model provided a good fit to the data and precise estimation of key PK parameters. High tumour interstitial concentrations were observed for both TCBs, influenced by their respective target binding affinities. In conclusion, we developed a tailored experimental method to measure PK and cytokine release in plasma and at the site of drug action, namely in the tumour. Integrating those data into a mathematical model enabled to investigate the impact of target affinity on tumour accumulation and can have implications for the PKPD assessment of the therapeutic antibodies.publishedVersio

    Next-generation insights into regulatory T cells: expression profiling and FoxP3 occupancy in Human

    Get PDF
    Regulatory T-cells (Treg) play an essential role in the negative regulation of immune answers by developing an attenuated cytokine response that allows suppressing proliferation and effector function of T-cells (CD4+ Th). The transcription factor FoxP3 is responsible for the regulation of many genes involved in the Treg gene signature. Its ablation leads to severe immune deficiencies in human and mice. Recent developments in sequencing technologies have revolutionized the possibilities to gain insights into transcription factor binding by ChiP-seq and into transcriptome analysis by mRNA-seq. We combine FoxP3 ChiP-seq and mRNA-seq in order to understand the transcriptional differences between primary human CD4+ T helper and regulatory T-cells, as well as to study the role of FoxP3 in generating those differences. We show, that mRNA-seq allows analyzing the transcriptomal landscape of T-cells including the expression of specific splice variants at much greater depth than previous approaches, whereas 50% of transcriptional regulation events have not been described before by using diverse array technologies. We discovered splicing patterns like the expression of a kinase-dead isoform of IRAK1 upon T-cell activation. The immunoproteasome is up-regulated in both Treg and CD4+ Th cells upon activation, whereas the ‘standard’ proteasome is up-regulated in Tregs only upon activation
    corecore