338 research outputs found
KECENDERUNGAN PERUBAHAN BENTUK DAN POLA TATA RUANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG
The Ministry of Public Statement tried to overcome the problems of urban settlement through the approach of â1000 Towersâ program, which is the provision of 1000 units of apartments for urban people. However, it is a pity that, that approach was only from its physical aspects; meaning that when the government provided those apartments, it paid its attention only on the tehnical and economic aspects. Whereas, on the other side, people who will live in those apartments are people that have the habit of neighbourhood life with specific and unique socio-cultural behaviors that had been constructed for so long. When they live and use the apartments, they need a long adaptation process, even in a certain extent; it may causae pronologed stress for the inhabitants.
Government policy to provide apartments for the low economic people deserves to be appreciated, however, from the aspect of design approach, it still requires further attention. The mass apartment construction on one side causes problems because not all prospects of inhabitant have the same perception and aspiration; as a result, the well-prepared apartment design is eventually unable to accommodate the needs of its inhabitants.
This research tries to reveal the behaviors of the inhabitants, why they have the tendency of changing form and pattern of their spatial arrangement especially at the Pekunden Apartments of Semarang. The research results do not reveal only the background of inhabitants motivation, however, they also reveal what the changes of form and pattern of spatial arrangement look like and the impacts emerging after the changes.
The result of the act of revealing of inhabitants motivational background and occurring changes of form and pattern of spatial arrangement will be used as the evaluation materials for improvements of the design of apartment, not only in Pekunden, however they are also for other apartments that have not been built yet.
Keywords : slum settlement, apartment, form and pattern spatial arrangement.
1 Staf pengajar, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegor
METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF FENOMENOLOGI PENERAPANNYA DALAM BIDANG ARSITEKTUR LINGKUNGAN DAN PERILAKU
Dalam lingkup hubungan arsitektur, lingkungan dan perilaku, pendekatan fenomenologi dipakai apabila peneliti bertujuan untuk dapat menjelaskan sesuatu secara detail dimana konteks seting yang dikaji secara lengkap dijelaskan. Metode ini merupakan suatu metode penelitian yang banyak digunakan dalam bidang arsitektur lingkungan dan perilaku, terutama karena kajian arsitektur lingkungan dan perlaku menekankan pentingnya suatu objek dan seting yang spesifik. Objek dan seting yang spesifik ini dapat beragam, mulai dari kasus studi tentang seseorang dalam kamar, suatu keluarga dalam seting rumah, atau suatu kelompok masyarakat dalam seting perumahan, atau suatu kota. Kelebihan pendekatan fenomenologi dibandingkan dengan positivistik adalah bahwa pendekatan positivistik tidak melihat hal-hal yang bersifat subjektif fenomenologis sebagai suatu âkekuatanâ sehingga hasilnya menjadi âkeringâ dan tidak bermakna. Apa yang menjadi kelemahan pendekatan positivistik merupakan kelebihan dari pendekatan fenomenologi.
Dalam bahasan buku ini hubungan arsitektur, lingkungan dan perilaku akan diwujudkan dalam bentuk ruang kota. Karena pada dasarnya ruang kota adalah sebuah lingkungan tempat manusia beraktifitas dan di dalamnya terdapat benda-benda arsitektur yang menjadi bagian kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu untuk memperjelas pemahaman isi buku penulis menyertakan contoh penelitian yang pernah penulis lakukan dalam ruang kota di koridor jalan Malioboro kota Yogyakarta dan koridor jalan Pahlawan kota Semarang
KAJIAN ARSITEKTURAL STASIUN NIS
Stasiun-stasiun kereta api yang sekarang masih banyak dipakai adalah stasiun peninggalan penjajahan, sehingga sering kita jumpai bangunan stasiun pertama di Indonesia ini sebagai bangunan tua. Stasiun-stasiun pertama .stasiun NIS ( Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij ) atau Perusahaan kereta api Hindia Belanda.Selain itu juga terdapat beberapa perusahaan lain setelah NIS yaitu Semarangsche Stoomstram (SS), Semarang-Joana Stroomstram Maatschappij (SJS), Semarang Cirebon Stoomstram Mij (SCS), dan Poerwodadi Goendih Stoomstram Mij (PGSM).
Dibandingkan dengan stasiun-stasiun lain stasiun NIS ini lebih banyak dikenal orang, karena selain merupakan stasiun pertama di Indonesia juga merupakan peninggalan sejarah yang memiliki desain bangunan yang Artistik. Desain stasiun Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij ini memiliki ciri khas sendiri yang tentunya sangat menarik untuk dijadikan referensi bagi arsitektur modern.
PENDAHULUAN
Kereta api adalah salah satu sarana transportasi masa darat yang mempunyai sejarah panjang sejak jaman Hindia Belanda. Banyak sekali peninggalan-peninggalan yang berhubungan dengan kereta api. Dari jalur-jalur rel yang masih ada maupun yang sudah jadi pemukiman, juga bekas-bekas stasiun tua. Pada masanya, kereta api mendominasi angkutan masa di Jawa dan Sumatera khususnya. juga merupakan angkutan barang, terutama yang berkaitan dengan industri gula yang pernah jaya.
Kereta api merupakan satu-satunya transportasi dengan multi keunggulan komparatif : hemat lahan, hemat energi, rendah polusi, bersifat masal. Kereta api diperkenalkan oleh penjajah bangsa kita, mereka memanfaatkan masyarakat kita untuk membangun stasiun dan rel-rel kereta api. Sejarah perkereta apian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van
den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm.
Pembangunan Stasiun pertama desa Kemijen pada tahun 17 Juni 1864 kemudian menuju Tanggung, dari Tanggung Kedung jati kemudian ke Ambarawa dan Jogja. Namun seiring berkembangnya jaman kita dapat keliling Pulau Jawa dengan kereta api. Bahkan sekarang disetiap kota di pulau Jawa sudah terdapat stasiun-stasiun kereta api.
Stasiun-stasiun kereta api yang sekarang masih banyak dipakai adalah stasiun peninggalan penjajahan, sehingga sering kita jumpai bangunan stasiun pertama di Indonesia ini sebagai bangunan tua. Stasiun-stasiun pertama .stasiun NIS ( Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij ) atau Perusahaan kereta api Hindia Belanda.Selain itu juga terdapat beberapa perusahaan lain setelah NIS yaitu Semarangsche Stoomstram (SS), Semarang-Joana Stroomstram Maatschappij (SJS), Semarang Cirebon Stoomstram Mij (SCS), dan Poerwodadi Goendih Stoomstram Mij (PGSM).
Dibandingkan dengan stasiun-stasiun lain stasiun NIS ini lebih banyak dikenal orang, karena selain merupakan stasiun pertama di Indonesia juga merupakan peninggalan sejarah yang memiliki desain bangunan yang Artistik. Desain stasiun Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij ini memiliki ciri khas sendiri yang tentunya sangat menarik untuk dijadikan referensi bagi arsitektur modern.
Untuk itu kami mengambil stasiun Kedung jati, stasiun Ambarawa, serta stasiun Tawang yang mewakili stasiun Nederlandsch Indische Spoorweg untuk dijadikan objek seminar kami mengenai perbandingan desain stasiun Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij,
SEJARAH PERKEMBANGAN KERETA API DI INDONESIA
Perkeretaapian di Indonesia baru dimulai pada th. 1860 an. Perusahaan kereta api ditangani oleh dua instansi yaitu oleh pihak pemerintah (seperti: S.S â Staad Spoorwegen) dan pihak swasta (seperti :NIS â Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij, dan sebagainya). Seperti halnya di Eropa setelah revolusi industri, perletakkan stasiun sebagai suatu jenis bangunan baru, menjadi sangat penting dalam tata ruang kota.
Dengan makin majunya per kereta api an di Indonesia pada awal abad ke 20, yang hampir mencapai seluruh kota di Jawa, maka penempatan stasiun kereta api baik di kota-kota besar maupun kota Kabupaten menjadi suatu pemikiran yang penting. Pada akhir abad ke 19 dan abad ke 20, angkutan dengan kereta api, menjadi salah satu sarana yang sangat penting, baik angkutan barang maupun manusia. Tapi pada bagian kedua abad 20.
Setelah kemerdekaan, karena kemajuan jalan darat, peran kereta api menjadi menurun, sehingga stasiun kereta api menjadi merana. Di akhir abad 20, karena padatnya arus lalu lintas jalan darat di P. Jawa, peran kereta api menjadi hidup kembali. Kota-kota pada umumnya telah berkembang pesat, sehingga letak stasiun kereta api yang dulunya telah dipikirkan dengan sangat baik sekali dalam tata ruang kotanya, sekarang menjadi masalah dalam pengaturan lalu lintas kota. Tulisan ini membahas tentang perletakkan stasiun kereta api dimasa lampau sebagai masukan dalam pemikiran perkembangan kota-kota di Jawa untuk masa mendatang.
Tanggal 7 Juni 1864 adalah saat yang sangat bersejarah bagi dunia perkereta apian di Indonesia. Waktu itu Gubernur Jendral Baron Sloet Van Den Beele secara resmi melakukan pencangkulan tanah pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan rel kereta api didesa Kemijen Semarang. Ternyata pembangunan jalur kerea api tersebut yang sudah terpasang sepanjang 25 Km, yang membentang dari Semarang hingga ke Tanggung. Jalur tersebut melalui halte Alastuwo dan Brumbung. Sebagaimana harapan pihak ketiga diluar militer dan para pengelola perkebunan, jalur kereta api ini bakal dioperasikan.
Tiga tahun lebih, tepatnya tanggal 10 Agustus 1867, Jalur kereta api tersebut sudah bisa berfungsi dengan baik. Bahkan pada hari itu juga sebuah kereta api berhasil diluncurkan dari Semarang menuju Tanggung, itulah kereta api pertama di Indonesia.
Setelah jalur kereta api Semarang â Tanggung selesai, pembangunan terus dilanjutkan, meski terkendala oleh masalah pendanaan tetapi pada tanggal 10 Februari 1870 jalur kereta api ke Surakarta sudah berhasil diselesaikan. Bahkan dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 10 Juni 1872 bentangan rel kereta api tersebut sudah mencapai Jogjakarta.
Sebagaimana rekomendasi Stieljes yang menghendaki jalur kereta api melalui Ambarawa, maka pemerintah meminta agar dibuka lintas cabang antara Kedungjati ke Ambarawa. Permintaan tersebut dipenuhi oleh pihak NIS dan pada tanggal 21 Mei 1873 pembangunan Kedungjati â Bringin â Tuntang â Ambarawa selesai dilakukan. Pada hari itu juga pengoperasiannya untuk umum dibuka secara resmi. Sejak saat itulah kereta api menjadi bagian tak terpisahkan dari Ambarawa.
Setelah jalur cabang kereta api Kedungjati ke Ambarawa selesai, pemerintah Belanda juga meminta agar NIS membangun jalur dari Secang ke Ambarawa. Tujuannya adalah agar ada jalur kereta api yang bisa menghubungkan pusat militer di Purworejo â Magelang â Ambarawa. Kondisi alam antara Secang â Ambarawa sebenarnya tidak ideal untuk jalur kereta api, karena harus melewati bukit-bukit terjal, terutama diruas Gemawang ke Jambu.
Namun demikian karena prioritas utamanya adalah untuk kepentingan militer maka meski banyak terkendala kondisi alam, rencana pembangunan tersebut tetap direalisasikan. Salah satu caranya adalah dengan menyiasati dengan rel bergigi di perbukitan Gemawang â Jambu. Meski kecepatan kereta api yang hanya 15 Km/ jam ketika melewati ruas jalan ini tidak ideal dari sisi ekonomi, namun demikian tampaknya tidak menjadi masalah dari sisi kepentingan militer sehingga pembangunan tetap jalan terus. Tanggal 1 Februari 1905 jalur kereta api dari Secang ke Ambarawa ini dibuka secara resmi, menggunakan lebar spoor 1.067 mm.
Dengan semakin meningkatnya operasi kereta api ini maka NIS membutuhkan kantor untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administrative. Mengingat cikal bakal kereta api di Indonesia dimulai dari Semarang maka pihak NIS memilih loksai kantor di Semarang pula. Prof. Jacob K Klinkhamer dan BJ Oudang ditunjuk untuk membangun gedung NIS di Semarang dengan mengacu arsitektur gaya Belanda. Lokasi yang dipilih adalah lahan seluas 18.232 meter persegi di ujung Jalan Bojong, berdekatan dengan Jalan Pandanaran dan Jalan Dr Soetomo. Rupanya lokasi yang demikian ini telah mendatangkan inspirasi bagi kedua arsitek berkebangsaan Belanda tersebut untuk membuat gedung bersayap, yang terdiri atas gedung induk dengan dua sayap kiri dan kanan. Semua material penting didatangkan dari Eropa, kecuali kayu jati.
Gedung megah NIS tersebut kemudian dikenal sebagai âLawang Sewuâ atau pintu seribu. Disebut demikian karena gedung tersebut memang memiliki pintu yang banyak sekali jumlahnya. Lawang Sewu digunakan NIS sejak tanggal 1 Juli 1907. Hingga kini gedung nan megah dan artistic tersebut masih berdiri dengan kokohnya dan menjadi salah satu bangunan cagar budaya di Semarang serta menjadi Landmark kota Semarang.
Sedangkan sejarah perkembangan kereta api di Jawa, jaringan jalan kereta api di Jawa dibangun antara th. 1870 an sampai th. 1920 an. Sebenarnya gagasan pembangunan jalan kereta api di Jawa sudah muncul sejak th. 1840, tapi gagasan tersebut baru menjadi kenyataan pada th. 1871. Jalur pertama jalan kereta api di Jawa adalah antara Semarang dengan Kedung Jati, yang diresmikan pada th. 1871
ELEMEN PEMBENTUK FASADE BANGUNAN
Elemen pembentuk fasade bangunan dapat kita lihat dari tujuh sifat bentuk dalam buku Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Susunannya, karya DK. Ching, yakni.
WUJUD
Wujud memperlihatkan sisi luar karakteristik konfigurasi permukaan suatu bentuk tertentu. Wujud merupakan aspek utama / sarana pokok di mana bentuk-bentuk dapat diidentifikasikan dan dikategorikan., sehingga gambar yang muncul dapat dikenal.
Dalam arsitektur, kita berkonsentrasi dengan wujud âwujud dari:
1. Bidang lantai, dinding dan langit- langit yang membatasi ruang.
2. Bukaan â bukaan jendela dan pintu di dalam ruang tertutup.
3. Bayangan â bayangan ( sillhoutte ) dan kontur bentuk â bentuk bangunan.
Garis pertemuan antara massa dan ruang dapat mengekspresikan bagaimana sifat dasar kontur massa bangunaa yang timbul dari bidang tanah ke atas.
DIMENSI
Dimensi fisik suatu bentuk berupa panjang, lebar dan tebal. Dimensi ini menentukan proporsi dari bentuk, sedangkan skalanya ditentukan oleh ukuran relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain dalam konteksnya.
WARNA
Warna merupakan sebuah fenomena pencahayaan dan persepsi visual yang menjelaskan persepsi individu dalam corak, intensitas dan nada. Warna adalah atribut yang paling menyolok membedakan suatu bentuk dari lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
TEKSTUR
Tekstur adalah kualitas yang dapat diraba dan dapat dilihat yang diberikan ke permukaan oleh ukuran, bentuk, pengaturan dan proposi bagian benda. Tekstur juga menentukan sampai mana permukaan suatu bentuk memantulkan atau menyerap cahaya yang dating.
POSISI
Letak dari sebuah bentuk adalah relative terhadap lingkungan visual di mana bentuk tersebut terlihat.
ORIENTASI
Arah dari sebuah bentuk relative terhadap bidang dasar, arah mata angin, bentuk-bentuk benda lain, atau terhadap seseorang yang melihatnya.
INERSIA VISUAL
Inersia visual merupakan tingkat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasinya terhadap bidang dasar, gaya tarik bumi, dan garis pandangan manusia.
FUNGSI BANGUNAN STASIUN KERETA API
Seperti yang telah dijelaskan didepan bahwa bangunan stasiun kereta api merupakan bangunan yang baru muncul setelah th. 1870 di Jawa. Fungsi bangunan stasiun kereta api dapat diperinci sebagai berikut :
1. Sebagai tempat kereta api berhenti. Menurunkan penumpang (manusia atau bias juga hewan) dan barang.
2. Sebagai tempat kereta api berangkat. Mengangkut penumpang (manusia atau bias juga hewan) dan barang.
3. Sebagai tempat kereta api bersilang, menyusul atau disusul.
Semua kegiatan tersebut berada dibawah penguasaan seorang kepala yang bertanggung jawab penuh atas urusan perjalanan kereta. Sedangkan bangunan stasiun kereta api itu sendiri pada umumnya terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut (Triwinarto, 1997:94):
a. . Halaman depan/Front area.
Tempat ini berfungsi sebagai perpindahan dari sistim transportasi jalan baja ke sistim transportasi jalan raya atau sebaliknya.
Tempat ini berupa:
- terminal kendaraan umum.
- parkir kendaraan.
- bongkar muat barang.
b. . Bangunan Stasiun.
Bangunan ini biasanya terdiri dari :
- ruang depan (hall atau vestibule )
- Loket
- Fasilitas administratif (kantor kepala stasiun & staff)
- Fasilitas operasional (ruang sinyal, ruang teknik)
- Kantin dan toilet umum.
c. Peron
Yang terdiri atas:
- Tempat tunggu
- Naik-turun dari dan menuju kereta api.
- Tempat bongkat muat barang
Bagian ini bisa beratap atau tidak.
d. . Emplasemen.
Yang terdiri atas:
- Sepur lurus.
- Peron
- Sepur belok sebagai tempat kereta api berhenti untuk memberi kesempatan
kereta lain lewat.
Melihat fungsinya yang seragam maka banyak bangunan stasiun kereta api di Jawa dirancang dengan prototype yang sama menurut tingkat besar kecilnya stasiun, demikian juga dengan stasiun untuk kota-kota yang setingkat. Stasiun yang dibangun sebelum tahun 1900, kebanyakan bergaya arsitektur âIndische Empireâ, dengan ciri-ciri seperti : teras depan yang luas, gevel depan yang menonjol, kolom-kolom gaya Yunani yang menjulang keatas, dan sebagainya.
SEJARAH STASIUN N.I.S
NIS merupakan perusahaan yang memulai kiprahnya sebagai pionir perkereta apian Semarang. Pembukaan jalur Semarang â Surakarta â Jogjakarta oleh NIS dilakukan selama periode 1864-1873. Selain berkonsentrasi di Semarang, NIS juga merambah ke wilayah Solo. Pembukaan jalur Solo â Boyolali dilakukan pada tanggal 1 April 1922. Sementara itu di Semarang mereka juga membuka jalur Semarang â Tawang â Semarang Gudang Pelabuhan, yang dilakukan selama periode 1914 â 1924. Saat ini jalur Solo â Boyolali sudah lama dihentikan pengoprasiannya, namun jalur Solo â Wonogiri masih dioperasikan sebagai kereta wisata.
Pengertian Stasiun N.I.S
Stasiun NIS singkatan dari Nederland Indische Spoorweg merupakan suatu perusahaan perkereta apian di Indonesia yang pertama kali membangun stasiun serta jalur kereta api di Semarang. Perusahaan ini memulai kiprahnya sebagai pionir perkereta apian di Semarang pada tahun 186. Stasiun-stasiun yang dibangun pertama kali inilah yang disebut stasiun NIS, karena perusahaan yang membangun bernama NIS. Stasiun ini sangat dikenal karena sebagai pelopor perkereta apian Indonesia
ANALISIS
PERBANDINGAN ARSITEKTUR STASIUN
Gambar 50: Stasiun Ambarawa Gambar 51: Stasiun Kedung Jati Gambar 52: Stasiun Tawang
Sumber : foto pribadi
Perbandingan Stasiun Ambarawa Stasiun Kedung Jati Stasiun Tawang Kesimpulan
Wujud
Bentuk Pintu
Bentuk Jendela
Pola Lantai
Bentuk Plafond
Ornamen
Pipa Pembuangan Air Hujan
Penebalan plesteran sebagai ornament
Pas. Terracota sbg lapis kedap air ketiga
Pas. Terracota sbg lapis kedap air kedua
Pas. Terracota sbg lapis kedap air pertama
Penebalan plesteran sebagai ornament
Profile plat besi thk 2mm bentuk pengulangan segitiga
Kaca Bening
Kemiringan pada bgn bawah jendela untuk kemiringan air pada saat maintenance
Memiliki pola lantai yang berbeda-beda
Plafond dari bahan kayu yang mampu meredam panas yang timbul
Jam klasik yang menempel pada dinding
Pada sistem drinase vertikal ini, bangunan telah memiliki dengan baik, sehingga air pembuangan dari atap dapat mengalir lancar ke pembuangan
Penebalan plesteran sebagai ornament
Pas. Terracota sbg lapis kedap air ketiga
Pas. Terracota sbg lapis kedap air kedua
Pas. Terracota sbg lapis kedap air pertama
Penebalan plesteran sebagai ornament
Profile plat besi thk 2mm bentuk pengulangan segitiga
Kaca Bening
Kemiringan pada bgn bawah jendela untuk kemiringan air pada saat maintenance
Memiliki pola lantai yang berbeda-beda
Plafond dari bahan kayu yang mampu meredam panas yang timbul
Jam klasik yang menempel pada dinding terdapat 4 buah
Pada sistem drinase vertikal ini, bangunan telah memiliki dengan baik, sehingga air pembuangan dari atap dapat mengalir lancar ke pembuangan
Penebalan plesteran sebagai ornament
Lapis kedap air pertama
Penebalan plesteran sebagai ornament
Kaca Bening
Kemiringan pada bgn bawah jendela untuk kemiringan air pada saat maintenance
Meggunakan keramik karena lantai sudah tidak asli lagi
Plafond dari bahan kayu yang mampu meredam panas yang timbul, tetapi di hall plafond dibuat tinggi sekali sepeti kubah
Jam klasik yang menempel pada ploafond
Pada sistem drinase vertikal ini, bangunan telah memiliki dengan baik, sehingga air pembuangan dari atap dapat mengalir lancar ke pembuangan
*
--
--
*
*
*
*
Dimensi
Bentuk Bangunan
Struktur dan Konstruksi
Struktur Utama Baja Profil
Kanopi Baja Beratap Seng
Lintasan Kereta api,lubang sirkulasi udara
Lubang Penerangan & kaca dijepit pada baja
Ruang luas
Penggunaa struktur baja pada bentuk bangunan kolonial sangatlah jarang dan tidak lzim, mengingat stasiun ini memerlukan bentangan yag lebar, penggunaan struktur yang tepat pada masa itu adalah dengan menggunakan struktur baja.
Struktur Utama Baja Profil
Kanopi Baja Beratap Seng
Lintasan Kereta api,lubang sirkulasi udara
Lubang Penerangan & kaca dijepit pada baja
Ruang luas
Penggunaa struktur baja pada bentuk bangunan kolonial sangatlah jarang dan tidak lzim, mengingat stasiun ini memerlukan bentangan yag lebar, penggunaan struktur yang tepat pada masa itu adalah dengan menggunakan struktur baja.
Struktur Utama Baja Profil
Kanopi Baja Beratap Seng
Lintasan Kereta api,lubang sirkulasi udara
Lubang Penerangan & kaca dijepit pada baja
Ruang luas
Penggunaa struktur baja pada bentuk bangunan kolonial sangatlah jarang dan tidak lzim, mengingat stasiun ini memerlukan bentangan yag lebar, penggunaan struktur yang tepat pada masa itu adalah dengan menggunakan struktur baja.
*
*
Tekstur
Atap
Dinding Penutup Atap Seng
Dinding Seng Penutup Atap Seng
Dinding Seng Penutup Atap Genteng
Dinding tembok
--
Posisi
Fasade
Penggunaan elemen â elemen fasad disesuaikan dengan iklim tropis Penggunaan elemen â elemen fasad disesuaikan dengan iklim tropis Penggunaan elemen â elemen fasad
disesuaikan dengan iklim tropis
*
0rientasi
Arah Bangunan & Rel
Orientasi fasade bangunan stasiun dan rel Ambarawa condong mengarah pada sumbu timur barat Orientasi fasade bangunan stasiun dan rel Kedung Jati condong mengarah pada sumbu timur barat Orientasi fasade bangunan stasiun dan rel Tawang condong mengarah pada sumbu timur barat
*
Inersia Visual
Bangunan
Sosok bangunan umumnya simetris
Tampaknya terkesan rapi dan sederhana, tidak terdapat bentuk - bentuk yang berlebih-lebihan Sosok bangunan umumnya simetris
Tampaknya terkesan rapi dan sederhana, tidak terdapat bentuk - bentuk yang berlebih-lebihan Sosok bangunan umumnya simetris
Tampaknya terkesan rapi dan sederhana, tidak terdapat bentuk - bentuk yang berlebih-lebihan
*
Keterangan :
Menunjukkan kesesuaian penggambaran antara karakteristik stasiun Ambarawa, Kedung Jati dan Tawang.
â Tidak menunjukkan adanya kesamaan elemen antara stasiun Ambarawa, Kedung Jati dan Tawang.
Kesimpulan
Salah satu bangunan terkenal dalam perkembangan arsitektur kolonial di Indonesia, gedung âNederlandsch Indische Spoorweg Mijâ, atau lebih dikenal dengan sebutan Gedung Lawang Sewu di Semarang adalah karya Prof. Klinkhamer dan B.J. QĂŒendag
dari Amsterdam, Lawang Sewu terkenal sebagai arsitektur kolonial yang dirancang sesuai dengan iklim setempat, dan merupakan gedung pelopor arsitektur tropis, yang kemudian prinsip arsitektur tropis ini diterapkan pada bangunan-bangunan selanjutnya.
Stasiun yang ada merupakan bentuk, bahan dan warna yang sesuai dan sama satu dengan lainnya, bentuk kolonial yang kental tercermin dari bentuk bangunan luar tiap stasiun, serta bahan utama bentang lebar seperti konstruksi baja, sedangkan bangunan pendukung didalamnya menggunakan dinding bata serta ornamen yang khas.
Pada prinsipnya bangunan stasiun tersebut mempunyai ciri ciri dan motif yang sama, dapat dilihat dari jaman pembuatannya.
1. Bentuk Bangunan yang sama yaitu bentang lebar dengan bentuk atap yang pelana ditambah dengan lubang sirkulasi udara panas diatasnya, bentuk ini sangat ideal dengan bentang lebar dapat menampung banyak penumpang maupun pengantar yang berada di dalam stasiun
2. Bentuk maupun pola pintu sama sama mempunyai ciri khas Indies, yaitu tinggi dan besar, dan selalu di ikuti dengan ornamen disekeliling kusen pintu berupa tempelan keramik.
3. Sama halnya dengan bentuk dan pola jendela masih mengikuti bentuk dan pola pintu, begitu juga dengan ornamennya, jendela yang berfungsi sebagai sirkulasi udara maupun pencahayaan, dibuat sedemikian rupa, sehingga bangunan cukup mendapat cahaya dan udara dari luar.
4. Pola, bentuk dan warna latantai maupun plint, pada stasiun ini mempunyai corak dan warna yang sama, dapat diidentifikasikan jika pada jamannya warna ini merupakan trendsetter pada bangunan umum.
5. Plafond dari bahan kayu yang mampu meredam panas yang timbul serta langit2 yang tinggi memungkinkan tempat berkumpulnya udara panas sehingga ruangan yang ada dibawahnya akan menjadi lebih sejuk
Hubungan Antara Pengetahuan dan Perilaku Dengan Kejadian Diare Balita di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas pada anak yang masih tinggi. Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis. faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya. Berdasarkan data Puskesmas Polokarto dari tahun 2009 sampai 2011 kejadian diare mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan perilaku dengan kejadian diare pada balita. Jenis penelitian ini adalah penelitian Observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel dengan cara Sampel Random Sampling. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis. data penelitian ini adalah uji Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan (p=0,000 ; 95%), dan perilaku (p=0,000 ; 95%) dengan kejadian diare pada balita
CITRA PUSAT KOTA SEMARANG BERDASARKAN PETA MENTAL PENGAMAT
Kota harus mempunyai citra yang baik, karena kalau kota mempunyai citra yang baik maka akan mudah dibayangkan dan meninggalkan kesan bagi siapapun. Citra kota tidak lain adalah gambaran mental hasil proses kognisi dan ingatan atas dasar pengalaman tentang lingkungannya, bersifat dinamis, mampu memadukan perilaku manusia sebagai pengamat, membantu menafsirkan informasi yang diperolehnya dari lingkungan sekitar. Citra lingkungan perkotaan yang baik memberikan perasaan aman secara emosional pada manusia dan memungkinkan manusia untuk membangun hubungan yang selaras dengan lingkungan perkotaannya. Citra lingkungan perkotaan terbentuk antara lain oleh kaitan lokasi keruangan dan pemaknaan. Kaitan lokasi antar obyek dalam lingkungan perkotaan merupakan acuan penting yang memungkinkan manusia secara cermat mengenali berbagai isyarat petunjuk, tanda-tanda dalam penjelajahan lingkungan yang berbeda-beda. Pemaknaan terhadap berbagai obyek dalam lingkungan perkotaan dilakukan menurut berbagai dimensi: simbolik, fungsional, emosional, historik, budaya, politik. Pemaknaan ini merupakan ekspresi dari mental (kognisi) manusia sebagai pengamat terhadap lingkungan perkotaan sebagai simpul makna pengalaman dan eksistensinya. Pengungkapan citra kota memberikan manfaat karena menjadi salah satu cara untuk mengevaluasi apakah rancangan sebuah kota sudah sesuai dengan yang diharapkan semua pihak. Buku ini disusun oleh penulis berdasarkan beberapa studi kepustakaan yang berkaitan dalam rangka memberikan wawasan kepada calon peneliti atau praktisi yang berkecimpung di bidang perancangan kota di Indonesia yang berminat untuk mengembangkan penelitian pemahaman citra kota. Dengan demikian munculnya pertanyaan yang timbul dalam benak seorang calon peneliti bagaimana suatu kota yang telah direncanakan dan dirancang oleh ahlinya dapat dipahami dan dievaluasi oleh masyarakat luas akan dapat dilakukan dengan mudah
ANALISIS LEVEL PENALARAN MAHASISWA BERDASARKAN TAKSONOMI SOLO
Artikel ini menyajikan hasil penelitian tentang level penalaran mahasiswa berdasarkan taksonomi SOLO. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengategorian mahasiswa berdasarkan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Subjek penelitiannya yaitu mahasiswa dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah dengan masing-masing 1 mahasiswa. Subjek diminta untuk menyelesaikan soal tes kemampuan penalaran matematis. Soal tes yang disajikan berkaitan dengan konstruksi bukti keberlakuan sifat aljabar pada sistem bilangan Real yang melibatkan kemampuan penalaran. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran adalah Taksonomi SOLO. Taksonomi SOLO meringkas respon mahasiswa terhadap suatu tugas/ soal tes dalam 5 level: 1) prastruktural, 2) unistruktural, 3) multistruktural, 4) relasional, dan 5) extended abstract. Berdasarkan hasil analisis jawaban subyek, diperoleh kesimpulan bahwa M1 dengan kemampuan tinggi menunjukkan penalaran pada level relasional, M2 dengan kemampuan sedang menunjukkan penalaran pada level multistructural, sedangkan M3 dengan kemampuan rendah menunjukkan penalaran pada level unistructural.: Level Penalaran, Taksonomi SOL
Mathematical Creative Thinking Ability in Problem Solving Viewed From Adversity Quotient
This qualitative descriptive research aims to analyze the ability to think creatively mathematically in problem-solving in terms of the adversity quotient. The research was conducted on 10 students of the Mathematics Education Study Program, Faculty of Education, Pawyatan Daha University. Collecting data using questionnaires, tests, interviews, and documentation. Questionnaire to determine the Adversity Quotient scale. A test to measure the ability to think creatively mathematically. Data analysis in the form of induction and reduction theory. The results of the questionnaire showed 3 students (30%) quitters, 6 students (60%) campers, and 1 student (10%) climber. The test showed that 4 students (40%) had high ability, 4 (40%) moderate, and 2 (20%) low. The results of the analysis show that students with the quitter type fulfill the three problem-solving indicators. students of the flexibility criteria with the camper type fulfill all indicators but lack detail, and originality criteria students with the climber type are able to fulfill all problem-solving indicators in detai
Developing Research Question from the Evidence
There were two f studentâs approaches to learning were identified: a deep approach and a surface approach. Based on intrinsic interest in the topic, students taking a deep approach try to understand ideas and seek meaning and understanding. There was no published research regarding assessing student learning process related to problem-based learning in Indonesia. The study will be a significant endeavour in motivating and supporting nursing lecturer in order to evaluating nursing student approaches to learning. This study will be an important contribution to the body of knowledge concerning on students learning method in problem-based learning approach. The research may also serve useful reference tool for future studies especially in Indonesia context. This was a quantitative research question since the outcome was going to investigate undergraduate nursing studentsâ approaches to learning and academic achievement in problem-based learning context in Indonesia
ANALISIS KESALAHAN CODING PEMROGRAMAN DI MICROSOFT VISUAL BASIC FOR APPLICATIONS PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat beberapa kesalahan yang dilakukan oleh mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika dalam menulis sintaks Bahasa pemrograman pada Microsoft Visual Basic for Applications. Penelitian ini merupakan model studi kasus bersifat kuratif, atau Studi Kasus Retrospektif dengan analisis penelitian memakai model Miles dan Huberman. Subjek dari penelitian ini yaitu mahasiswa program studi pendidikan matematika semester 3 tahun angkatan 2021/2022 dalam satu kelas. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa terdapat empat kelompok kesalahan yang sering dilakukan oleh mahasiswa tersebut antara lain kesalahan sintaks pada variable, kesalahan perintah open data source, kesalahan penamaan file, kesalahan logika untuk input data. Hal-hal yang mempengaruhi adanya kesalahan tersebut yaitu pemahaman dasar komputer yang masih kurang, mahasiswa kurang teliti pada penulisan sintaks, kurangnya minat kompetitif pada mahasiswa dalam belajar algoritma pemrograman, Sebagian besar mahasiswa belajar membuat program hanya saat di laboratorium saja. Hal lain yang berpengaruh yaitu cakupan isi panduan praktikum yang relatif dianggap hal baru untuk dipahami oleh mahasiswa sebagai pemula dalam belajar algoritma. Serta materi perkuliahan algoritma dan pemrograman belum memiliki korelasi secara langsung terhadap materi perkuliahan matematika yang sudah dipelajari oleh mahasiswa. Solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan memberikan tugas setiap pertemuan, mengaitkan materi perkuliahan dengan matakuliah lain dan mendesain metode pembelajaran kooperatif dan kompetitif
MEMBANGKITKAN OPTIMISME DI TENGAH RESESI EKONOMI AKIBAT PANDEMI COVID-19 MELALUI WEBINAR
The community service is motivated by concerns about Indonesia's economic conditions because of the pandemic which is directly felt by all levels of society. The purpose of community service through the delivery of material in the Webinar is to raise public optimism, especially Webinar participants during the economic recession due to the COVID-19 pandemic. The implementation method is through the delivery of Webinar material at the invitation of the Central Board of MUKI. The materials presented included: (1) the impact of the pandemic on the economic recession and its scope, (2) the actual conditions of business operations during the pandemic, (3) the actual conditions of the employment during the pandemic, (4) the positive attitude in dealing with the crisis, and (5) business opportunities, especially online businesses, during the pandemic. The result is that participants have understood that the economic recession is not only affecting Indonesia, but is globally. Participants have realized the need to build optimism during a crisis and see business opportunities, especially online businesses, to be able to survive in the midst of a crisi
- âŠ