Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pengumpulan Data Pendidikan Nonformal Tidak Tepat Waktu dan Tidak Berkualitas

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pengumpulan data pendidikan nonformal (PNF) tidak tepat waktu dan tidak berkualitas. Metode yang digunakan yakni survei dengan populasi dinas pendidikan kabupaten/kota di seluruh Indonesia, sedangkan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive samplingdengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tujuh faktor, yaitu pemahaman pendataan, sumber daya manusia, dukungan dinas pendidikan kabupaten/kota, dana, infrastruktur pendataan, monitoring dan evaluasi, dan kondisi geografis yang mempengaruhi pengumpulan data PNF tidak tepat waktu dan tidak berkualitas, terdapat empat faktor yang sangat mempengaruhi. Keempat faktor tersebut ialah dukungan dari dinas pendidikan kabupaten/kota(26,00%), monitoring dan evaluasi (31,57%), dana (32,25%), dan infrastruktur (39,40%). Bila ketujuh variabel tersebut digabungkan, maka rata-rata sebesar 36,75% berarti juga sangat mempengaruhi pengumpulan data PNF tidak tepat waktu dan tidak berkualitas. Dengan demikian, disarankan agar ada dukungan dari dinas pendidikan kabupaten/kota terhadap pendataan PNF, monitoring dan evaluasi pendataan PNF di tingkat satuan pendidikan sampai kabupaten/kota dapat dilaksanakan, dukungan dana bagi pengelola pendataan PNF dan peningkatan infrastruktur, baik dalam kuantitas maupun kualitas

Evaluasi Program SMP Standar Nasional Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi progam SMP Standar Nasional berdasarkan tingkat pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP). Metode yang digunakan adalah survai dengan populasi semua SMP Standar Nasional sedangkan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random samplingdengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sampel yang diambil sebesar 91,3% adalah SMP Negeri dan sisanya SMP Swasta dengan jumlah siswa berkisar antara 250—1.250 anak. Dari delapan SNP hanya tujuh SNP yang bisa dilakukan analisis, sedangkan pembiayaan tidak dapat dilakukan analisis karena data tidak akurat. Dari tujuh SNP nilai maksimal yang harusnya diperoleh sebesar 289, namun Kenyataannya nilai tertinggi hanya 241 (83,39%) dan nilai terendah sebesar 170 (58,82%). Dari tujuh SNP pencapaian Standar Proses yang tertinggi sebesar 32 sekolah (72,73%) dan Standar Kompetensi Lulusan terendah sebesar 22 sekolah (50,0%). Bila rata-rata nilai sebesar 208 diasumsikan SNP telah tercapai maka hanya 23 sekolah (52,27%) yang telah mencapai SNP sedangkan 21 sekolah (47,73%) lainnya belum mencapai. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa 7 SNP hanya dicapai lebih dari separuh. Karena itu, Standar Kompetensi Lulusan yang terendah perlu ditingkatkan pencapaiannya sehingga pencapaian nilai SNP dapat ditingkatkan. Untuk standar pembiayaan perlu dilakukan penelitian tersendiri

Finding a Needle in the Virus Metagenome Haystack - Micro-Metagenome Analysis Captures a Snapshot of the Diversity of a Bacteriophage Armoire

Viruses are ubiquitous in the oceans and critical components of marine microbial communities, regulating nutrient transfer to higher trophic levels or to the dissolved organic pool through lysis of host cells. Hydrothermal vent systems are oases of biological activity in the deep oceans, for which knowledge of biodiversity and its impact on global ocean biogeochemical cycling is still in its infancy. In order to gain biological insight into viral communities present in hydrothermal vent systems, we developed a method based on deep-sequencing of pulsed field gel electrophoretic bands representing key viral fractions present in seawater within and surrounding a hydrothermal plume derived from Loki's Castle vent field at the Arctic Mid-Ocean Ridge. The reduction in virus community complexity afforded by this novel approach enabled the near-complete reconstruction of a lambda-like phage genome from the virus fraction of the plume. Phylogenetic examination of distinct gene regions in this lambdoid phage genome unveiled diversity at loci encoding superinfection exclusion- and integrase-like proteins. This suggests the importance of fine-tuning lyosgenic conversion as a viral survival strategy, and provides insights into the nature of host-virus and virus-virus interactions, within hydrothermal plumes. By reducing the complexity of the viral community through targeted sequencing of prominent dsDNA viral fractions, this method has selectively mimicked virus dominance approaching that hitherto achieved only through culturing, thus enabling bioinformatic analysis to locate a lambdoid viral “needle" within the greater viral community “haystack". Such targeted analyses have great potential for accelerating the extraction of biological knowledge from diverse and poorly understood environmental viral communities

Ancient human genome sequence of an extinct Palaeo-Eskimo

We report here the genome sequence of an ancient human. Obtained from 4,000-year-old permafrost-preserved hair, the genome represents a male individual from the first known culture to settle in Greenland. Sequenced to an average depth of 20Ã-, we recover 79% of the diploid genome, an amount close to the practical limit of current sequencing technologies. We identify 353,151 high-confidence single-nucleotide polymorphisms (SNPs), of which 6.8% have not been reported previously. We estimate raw read contamination to be no higher than 0.8%. We use functional SNP assessment to assign possible phenotypic characteristics of the individual that belonged to a culture whose location has yielded only trace human remains. We compare the high-confidence SNPs to those of contemporary populations to find the populations most closely related to the individual. This provides evidence for a migration from Siberia into the New World some 5,500 years ago, independent of that giving rise to the modern Native Americans and Inuit