Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
Not a member yet
556 research outputs found
Sort by
Teachers’ Competence in Implementing Thematic Social Studies Instruction: An Evaluative Study at Junior High School Level of Lumajang Regency
The effective implementation of thematic learning in Social Studies (IPS) at the junior secondary level requires teachers to possess interdisciplinary knowledge and advanced pedagogical skills. This study explores competency gaps among Social Studies teachers without formal Social Sudies qualifications in Lumajang Regency, Indonesia, and examines how these gaps affect thematic learning delivery. Using a qualitative phenomenological approach, data were collected through non-participant observations, structured questionnaires, and in-depth interviews with 30 teachers from SMP and MTs schools. The findings reveal significant disparities in subject matter expertise, instructional design, and classroom management, with only 50% of teachers meeting competency standards for thematic Social Studies teaching. Key factors underlying these gaps include diverse academic backgrounds, limited understanding of the thematic curriculum, and insufficient engagement in professional development activities. The study highlights the urgent need for targeted capacity-building programs, continuous professional learning opportunities, and collaborative teacher networks to bridge competency deficiencies. Furthermore, policy interventions are recommended to standardize teacher qualifications and support sustained professional growth. Addressing these challenges can improve the quality of thematic Social Studies instruction and improve student learning outcomes. This study provides an empirical foundation and policy recommendations for improving teacher competence within the context of an integrated curriculum which can be utilized by education stakeholders in Indonesia and in similar settings.The effective implementation of thematic learning in Social Studies (IPS) at the junior secondary level requires teachers to possess interdisciplinary knowledge and advanced pedagogical skills. This study explores competency gaps among Social Studies teachers without formal Social Sudies qualifications in Lumajang Regency, Indonesia, and examines how these gaps affect thematic learning delivery. Using a qualitative phenomenological approach, data were collected through non-participant observations, structured questionnaires, and in-depth interviews with 30 teachers from SMP and MTs schools. The findings reveal significant disparities in subject matter expertise, instructional design, and classroom management, with only 50% of teachers meeting competency standards for thematic Social Studies teaching. Key factors underlying these gaps include diverse academic backgrounds, limited understanding of the thematic curriculum, and insufficient engagement in professional development activities. The study highlights the urgent need for targeted capacity-building programs, continuous professional learning opportunities, and collaborative teacher networks to bridge competency deficiencies. Furthermore, policy interventions are recommended to standardize teacher qualifications and support sustained professional growth. Addressing these challenges can improve the quality of thematic Social Studies instruction and improve student learning outcomes. This study provides an empirical foundation and policy recommendations for improving teacher competence within the context of an integrated curriculum which can be utilized by education stakeholders in Indonesia and in similar settings
Pengaruh Iklim Sekolah dan Pemantauan Orang Tua terhadap Perilaku Perundungan Pelajar
Perilaku perundungan di sekolah masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Penelitian untuk memperoleh faktor-faktor yang dapat mengurangi perilaku perundungan pelajar perlu dilakukan sebagai dasar untuk merancang program intervensi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perundungan yang terjadi pada pelajar sekolah dan kemudian menguji pengaruh iklim sekolah dan pemantauan orang tua terhadap perilaku perundungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada para pelajar sekolah. Analisis data dilakukan dengan menerapkan regresi logistik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jenis perundungan yang menonjol dijumpai adalah perundungan verbal dan relasional. Dengan menerapkan analisis regresi logistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif menurunkan kemungkinan para pelajar untuk menjadi korban perundungan. Selain itu, iklim sekolah yang positif dan pemantauan orang tua mengurangi kemungkinan pelajar untuk menjadi pelaku perundungan. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya sekolah untuk mencegah terjadinya perundungan di sekolah. Dengan demikian, baik pihak sekolah maupun orang tua berperan dalam mengurangi maraknya perilaku perundungan di kalangan remaja pelajar.Perilaku perundungan di sekolah masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Penelitian untuk memperoleh faktor-faktor yang dapat mengurangi perilaku perundungan pelajar perlu dilakukan sebagai dasar untuk merancang program intervensi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perundungan yang terjadi pada pelajar sekolah dan kemudian menguji pengaruh iklim sekolah dan pemantauan orang tua terhadap perilaku perundungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Data yang digunakan adalah data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada para pelajar sekolah. Analisis data dilakukan dengan menerapkan regresi logistik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa jenis perundungan yang menonjol dijumpai adalah perundungan verbal dan relasional. Dengan menerapkan analisis regresi logistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif menurunkan kemungkinan para pelajar untuk menjadi korban perundungan. Selain itu, iklim sekolah yang positif dan pemantauan orang tua mengurangi kemungkinan pelajar untuk menjadi pelaku perundungan. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya sekolah untuk mencegah terjadinya perundungan di sekolah. Dengan demikian, baik pihak sekolah maupun orang tua berperan dalam mengurangi maraknya perilaku perundungan di kalangan remaja pelajar
The Impact of Game-Based Learning on Student Competencies in Science: A systematic Review
Game-Based Learning is an application that encourages active engagement and enhances knowledge and skills. Its effectiveness in fostering student competencies has been proven and applies in various fields. This systematic review analyzes the science topics, student competencies, and learning outcomes associated with Game-Based Learning implementation in primary and secondary education. The method used refers to the procedures outlined by Kitchenham and Charters. The reporting adheres to Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) guidelines. The research sample consisted of 22 articles extracted from 478 articles based on predetermined inclusion and exclusion criteria. The review results show that GBL is applicable across all core science domains-namely physics, biology, and chemistry. The competencies that can be improved using Game-Based Learning consist of three aspects, namely affective, cognitive, and psychomotor. Science learning using Game-Based Learning can significantly improve the three students’ competencies in almost all studies. To conclude, Game-Based Learning can serve as an effective and recommended learning strategy to support the digital transformation of science education.Game-Based Learning is an application that encourages active engagement and enhances knowledge and skills. Its effectiveness in fostering student competencies has been proven and applies in various fields. This systematic review analyzes the science topics, student competencies, and learning outcomes associated with Game-Based Learning implementation in primary and secondary education. The method used refers to the procedures outlined by Kitchenham and Charters. The reporting adheres to Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) guidelines. The research sample consisted of 22 articles extracted from 478 articles based on predetermined inclusion and exclusion criteria. The review results show that GBL is applicable across all core science domains-namely physics, biology, and chemistry. The competencies that can be improved using Game-Based Learning consist of three aspects, namely affective, cognitive, and psychomotor. Science learning using Game-Based Learning can significantly improve the three students’ competencies in almost all studies. To conclude, Game-Based Learning can serve as an effective and recommended learning strategy to support the digital transformation of science education
Peran Kurikulum dalam Pelestarian Bahasa Daerah: Studi Komparatif Kurikulum India dan Indonesia
Upaya pelestarian bahasa daerah dalam kurikulum perlu mendapat perhatian serius dalam kebijakan pendidikan di berbagai negara saat ini termasuk kebijakan pendidikan di Indonesia dan India sebagai negara multikultural. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan kurikulum India dan kurikulum Indonesia dalam mendukung pelestarian bahasa daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Sumber data utama dengan memanfaatkan berbagai dokumen kurikulum dari kedua negara. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan kerangka analisis konten yang mencakup enam tahapan yaitu Mengidentifikasi unit analisis, pengambilan sampel, pencatatan atau pengkodean, reduksi data, menarik kesimpulan, dan menyusun narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum India mengadopsi formula tiga bahasa yang terstruktur, sehingga berhasil meningkatkan literasi bahasa daerah melalui pendekatan yang terstandar. Sementara Kurikulum di Indonesia menawarkan fleksibilitas tinggi yang memungkinkan adaptasi lokal dalam penyusunan materi dan metode pembelajaran berbasis budaya. Namun fleksibilitas tersebut juga menjadi tantangan dalam memastikan konsistensi dan kualitas implementasi di seluruh wilayah. Kesimpulan, upaya pelestarian bahasa daerah diakomodasi dalam kurikulum India dengan kebijakan tiga bahasa yang terstruktur, sementara pada kurikulum Indonesia diakomodasi dengan mengandalkan fleksibilitas lokal yang menghadirkan peluang adaptasi sekaligus tantangan konsistensi pelaksanaan.Upaya pelestarian bahasa daerah dalam kurikulum perlu mendapat perhatian serius dalam kebijakan pendidikan di berbagai negara saat ini termasuk kebijakan pendidikan di Indonesia dan India sebagai negara multikultural. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan kurikulum India dan kurikulum Indonesia dalam mendukung pelestarian bahasa daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Sumber data utama dengan memanfaatkan berbagai dokumen kurikulum dari kedua negara. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan kerangka analisis konten yang mencakup enam tahapan yaitu Mengidentifikasi unit analisis, pengambilan sampel, pencatatan atau pengkodean, reduksi data, menarik kesimpulan, dan menyusun narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum India mengadopsi formula tiga bahasa yang terstruktur, sehingga berhasil meningkatkan literasi bahasa daerah melalui pendekatan yang terstandar. Sementara Kurikulum di Indonesia menawarkan fleksibilitas tinggi yang memungkinkan adaptasi lokal dalam penyusunan materi dan metode pembelajaran berbasis budaya. Namun fleksibilitas tersebut juga menjadi tantangan dalam memastikan konsistensi dan kualitas implementasi di seluruh wilayah. Kesimpulan, upaya pelestarian bahasa daerah diakomodasi dalam kurikulum India dengan kebijakan tiga bahasa yang terstruktur, sementara pada kurikulum Indonesia diakomodasi dengan mengandalkan fleksibilitas lokal yang menghadirkan peluang adaptasi sekaligus tantangan konsistensi pelaksanaan
Ketercapaian Kurikulum Merdeka dan Kesiapan Guru di Daerah Terdepan, Terluar, dan tertinggal(3-T)
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan ketercapaian Kurikulum Merdeka dan kesiapan guru daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3-T) di Kecamatan Taliabu Timur Selatan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif yang melibatkan Informan penelitian dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan tiga guru pada masing-masing sekolah. Penelitian dilaksanakan pada 12 sekolah di Kecamatan Taliabu Timur Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data melalui tahapan reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka belum diterapkan secara keseluruhan di sekolah-sekolah pada daerah 3-T Kabupaten Taliabu Timur Selatan karena keterbatasan fasilitas pendukung. Ketercapaian pada sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka ditinjau dari hasil belajar siswa belum menunjukkan perbedaan signifikan. Sebagian besar guru menyatakan ketidaksiapan terhadap implementasi Kurikulum Merdeka karena belum dibekali dengan program pelatihan dan pendampingan. Kesimpulan, ketercapaian dan kesiapan guru terhadap implementasi Kurikulum Merdeka di Kecamatan Taliabu Timur Selatan dalam praktiknya belum sesuai dengan target yang diharapkan sehingga diperlukan program pelatihan yang intensif dan pendampingan berkelanjutan bagi para guru, serta perbaikan fasilitas pendukung.Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan ketercapaian Kurikulum Merdeka dan kesiapan guru daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3-T) di Kecamatan Taliabu Timur Selatan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif yang melibatkan Informan penelitian dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan tiga guru pada masing-masing sekolah. Penelitian dilaksanakan pada 12 sekolah di Kecamatan Taliabu Timur Selatan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data melalui tahapan reduksi data, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka belum diterapkan secara keseluruhan di sekolah-sekolah pada daerah 3-T Kabupaten Taliabu Timur Selatan karena keterbatasan fasilitas pendukung. Ketercapaian pada sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka ditinjau dari hasil belajar siswa belum menunjukkan perbedaan signifikan. Sebagian besar guru menyatakan ketidaksiapan terhadap implementasi Kurikulum Merdeka karena belum dibekali dengan program pelatihan dan pendampingan. Kesimpulan, ketercapaian dan kesiapan guru terhadap implementasi Kurikulum Merdeka di Kecamatan Taliabu Timur Selatan dalam praktiknya belum sesuai dengan target yang diharapkan sehingga diperlukan program pelatihan yang intensif dan pendampingan berkelanjutan bagi para guru, serta perbaikan fasilitas pendukung
Implementasi Etika Jawa dalam Praktik Kepemimpinan Sekolah
Kerukunan dan sikap hormat adalah kaidah dasar etika Jawa yang merupakan kunci untuk mewujudkan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat orang Jawa. Di tengah tatanan sosial Jawa yang identik dengan hierarki, para pemimpin dalam masyarakat Jawa berupaya untuk menerapkan nilai dasar etika Jawa tersebut saat menjalankan peran mereka, termasuk kepala sekolah sebagai pemimpin unit satuan pendidikan. Penelitian ini bertujuan menggali bagaimana etika Jawa mewarnai gaya kepemimpinan kepala sekolah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif-fenomenologi. Pengambilan data melalui wawancara mendalam semi-terstruktur dilakukan terhadap tiga partisipan yang kesemuanya adalah orang Jawa dan memiliki pengalaman memimpin sekolah. Analisis data dengan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) menunjukkan bahwa kepala sekolah mengimplementasikan nilai/kaidah dasar etika Jawa dengan cara (1) mau berbaur dengan timnya, (2) tidak segan untuk ikut bergotong royong bersama timnya, (3) bersedia mendengarkan aspirasi timnya, (4) menerapkan sikap asah, asih, asuh, (5) menegur secara empat mata, dan (6) menjunjung (nilai) tradisi dengan menjadi figur yang mengayomi. Perilaku kepemimpinan tersebut mencerminkan sifat ideal pemimpin Jawa sebagaimana diuraikan dalam falsafah Hastabrata, serta selaras dengan ciri universal kepemimpinan yang demokratis dan transformasional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam praktik kepemimpinan, kepala sekolah menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif dan humanis yang sejalan dengan prinsip adat Jawa dan gaya kepemimpinan universal.Kerukunan dan sikap hormat adalah kaidah dasar etika Jawa yang merupakan kunci untuk mewujudkan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat orang Jawa. Di tengah tatanan sosial Jawa yang identik dengan hierarki, para pemimpin dalam masyarakat Jawa berupaya untuk menerapkan nilai dasar etika Jawa tersebut saat menjalankan peran mereka, termasuk kepala sekolah sebagai pemimpin unit satuan pendidikan. Penelitian ini bertujuan menggali bagaimana etika Jawa mewarnai gaya kepemimpinan kepala sekolah. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif-fenomenologi. Pengambilan data melalui wawancara mendalam semi-terstruktur dilakukan terhadap tiga partisipan yang kesemuanya adalah orang Jawa dan memiliki pengalaman memimpin sekolah. Analisis data dengan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) menunjukkan bahwa kepala sekolah mengimplementasikan nilai/kaidah dasar etika Jawa dengan cara (1) mau berbaur dengan timnya, (2) tidak segan untuk ikut bergotong royong bersama timnya, (3) bersedia mendengarkan aspirasi timnya, (4) menerapkan sikap asah, asih, asuh, (5) menegur secara empat mata, dan (6) menjunjung (nilai) tradisi dengan menjadi figur yang mengayomi. Perilaku kepemimpinan tersebut mencerminkan sifat ideal pemimpin Jawa sebagaimana diuraikan dalam falsafah Hastabrata, serta selaras dengan ciri universal kepemimpinan yang demokratis dan transformasional. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam praktik kepemimpinan, kepala sekolah menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif dan humanis yang sejalan dengan prinsip adat Jawa dan gaya kepemimpinan universal
Dampak Kepemimpinan Digital Kepala Sekolah terhadap Integrasi Teknologi Guru di Sekolah Dasar
Kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran yang krusial dalam mengarahkan dan memfasilitasi penggunaan teknologi di dalam kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara kepemimpinan digital kepala sekolah dengan integrasi teknologi oleh guru. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif deskriptif ini mengambil data melalui survei dari sampel yang terdiri dari 32 kepala sekolah dan 61 guru di Kabupaten Bone Bolango. Teknik analisis korelasi digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara kedua variabel tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah memiliki kepemimpinan digital yang tinggi, khususnya dalam aspek kepemimpinan visioner dan pengembangan profesional, yang berdampak positif pada penggunaan teknologi oleh guru, terutama dalam komunikasi dan administrasi. Meskipun demikian, tantangan terkait kompetensi digital guru dan infrastruktur teknologi masih menjadi hambatan utama. Penelitian ini menegaskan bahwa kepemimpinan digital kepala sekolah memegang peran penting dalam mendukung adopsi teknologi oleh guru. Namun untuk meningkatkan efektivitasnya diperlukan peningkatan pelatihan digital dan peningkatan infrastruktur teknologi di sekolahKepemimpinan kepala sekolah mempunyai peran yang krusial dalam mengarahkan dan memfasilitasi penggunaan teknologi di dalam kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara kepemimpinan digital kepala sekolah dengan integrasi teknologi oleh guru. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif deskriptif ini mengambil data melalui survei dari sampel yang terdiri dari 32 kepala sekolah dan 61 guru di Kabupaten Bone Bolango. Teknik analisis korelasi digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara kedua variabel tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah memiliki kepemimpinan digital yang tinggi, khususnya dalam aspek kepemimpinan visioner dan pengembangan profesional, yang berdampak positif pada penggunaan teknologi oleh guru, terutama dalam komunikasi dan administrasi. Meskipun demikian, tantangan terkait kompetensi digital guru dan infrastruktur teknologi masih menjadi hambatan utama. Penelitian ini menegaskan bahwa kepemimpinan digital kepala sekolah memegang peran penting dalam mendukung adopsi teknologi oleh guru. Namun untuk meningkatkan efektivitasnya diperlukan peningkatan pelatihan digital dan peningkatan infrastruktur teknologi di sekola