444 research outputs found
Coram Nobis and State v. Stinney: Why South Carolina Should Revitalized America\u27s Legal Hail Mary
Exploratory Factor Analysis of the Nova Multilingual Neuropsychological Battery (NMNB)
This study examined the underlying factor structure of the Nova Multilingual Neuropsychological Battery (NMNB) and evaluated the influence of demographic variables such as language fluency and acculturation on test performance. The NMNB is a comprehensive test designed to measure cognitive abilities in Spanish/English bilinguals. The instrument was developed taking into consideration cultural variables believed to influence neuropsychological test performance and it includes a Spanish and an English version. It is comprised of tasks measuring abilities such as short and long term memory, executive functioning, motor skills, visuo-spatial abilities, arithmetic, and vocabulary. The study included 155 participants (71 English monolinguals and 84 Spanish/English bilinguals). Forty-six participants from the bilingual group were tested in English and 37 were tested in Spanish. Participants were normal adults between 18 and 60 years of age who were primarily recruited from a university setting. They also completed a demographic questionnaire that included a measure of acculturation. An exploratory factor analysis was used to test the hypothesis that the subtests from NMNB would load onto five factors including language, perceptual reasoning, memory, executive functioning and psychomotor abilities. Results from four different retention models did not match the hypothesized factor structure, yet they allowed the identification of specific cognitive domains within the factors. These cognitive domains include memory, learning, executive functioning, perceptual reasoning, reading ability, and psychomotor skills. Verbal memory and learning were factors consistently identified across the retention methods. The moderation effects of language fluency and level of acculturation on test performance were examined. It was hypothesized that language fluency, as defined by performance on the Categorical Fluency subtest, on tasks measuring language abilities. It was also hypothesized that level of acculturation would moderate the performance on measures of executive functioning and perceptual reasoning abilities. These hypotheses were based on the alleged pattern of advantages and disadvantages observed in bilingual individuals according to current research studies. Results from regression analyses showed no mediation effects of language fluency and level of acculturation on test performance. Data from this study did not show the purported pattern of disadvantages of bilingualism on language abilities neither demonstrated advantages in areas such as executive functioning and working memory. Overall, the findings did not support the hypotheses of the study However, the results allowed the analyses of the utility of the instrument in the assessment of specific cognitive abilities as well as the need for developing appropriate measures for this population. Furthermore, the findings put into perspective the importance of formal and objective assessment of language abilities and level of acculturation. This study represents a significant contribution to the empirical knowledge regarding neuropsychological assessment of individuals of Hispanic backgrounds. As such, it adds to the scarce literature on this topic. Further examination of the psychometric properties of the NMNB is warranted. Future research should include a larger sample including Spanish monolinguals, older adults as well as individuals with different levels of educational attainment
EKSISTENSI DAN AKIBAT HUKUM KLAUSULA EKSENORASI
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum (legal standing) klausula eksonerasi di Indonesia dan bagaimana akibat hukum klausula eksonerasi terhadap Debitur/Konsumen. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan bahwa:Â 1. Kedudukan hukum (Legal Standing) klausula eksonerasi secara eksplisit terdapat pada Pasal 18 ayat (1) UUPK tentang larangan penggunaan klausula eksonerasi. Meskipun tidak ada ketentuan secara khusus yang mengatur demikian. Namun, apabila berdasarkan pada prinsip konsensualisme (1320 KUH Perdata) dan prinsip kebebasan berkontrak (1338 KUH Perdata) dimungkinkan bagi kreditur/pelaku usaha untuk mencantumkan klausula eksonerasi karena bagaimanapun debitur/konsumen masih diberikan kesempatan untuk menyetujui (take it) atau menolak (leave it) isi perjanjian. 2. Akibat hukum dari perjanjian yang menggunakan klausula eksonerasi adalah batal demi hukum yang berarti perjanjian batal secara deklaratif atau batal seluruhnya karena pencantuman klausula eksonerasi pada perjanjian jual beli merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab pelaku usaha terhadap perlindungan konsumen yang berakibat timbulnya suatu kerugian bagi konsumen. Berlakunya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberdayakan dan menghindarkan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen. Kata kunci: Akibat hukum, Klausula Eksenoras
Eksistensi Dan Akibat Hukum Klausula Eksenorasi
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum (legal standing) klausula eksonerasi di Indonesia dan bagaimana akibat hukum klausula eksonerasi terhadap Debitur/Konsumen. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kedudukan hukum (Legal Standing) klausula eksonerasi secara eksplisit terdapat pada Pasal 18 ayat (1) UUPK tentang larangan penggunaan klausula eksonerasi. Meskipun tidak ada ketentuan secara khusus yang mengatur demikian. Namun, apabila berdasarkan pada prinsip konsensualisme (1320 KUH Perdata) dan prinsip kebebasan berkontrak (1338 KUH Perdata) dimungkinkan bagi kreditur/pelaku USAha untuk mencantumkan klausula eksonerasi karena bagaimanapun debitur/konsumen masih diberikan kesempatan untuk menyetujui (take it) atau menolak (leave it) isi perjanjian. 2. Akibat hukum dari perjanjian yang menggunakan klausula eksonerasi adalah batal demi hukum yang berarti perjanjian batal secara deklaratif atau batal seluruhnya karena pencantuman klausula eksonerasi pada perjanjian jual beli merupakan bentuk pengalihan tanggung jawab pelaku USAha terhadap perlindungan konsumen yang berakibat timbulnya suatu kerugian bagi konsumen. Berlakunya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberdayakan dan menghindarkan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku USAha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku USAha dengan konsumen
Hysteresis of <i>fo</i>F2 at European middle latitudes
International audienceThe hysteresis of foF2 is studied for several European stations over the whole 24-hour diurnal interval for the equinoctial months of the years just before and just after the solar cycle minimum for solar cycles 20 and 21. Based on previous results, the hysteresis is expected to develop best just for the equinoctial months and near the solar cycle minimum. The hysteresis is generally found to be negative, i.e. higher foF2 for the rising branch compared to the falling branch of solar cycle. However, this is not the case in some individual months of some years. The noontime hysteresis represents the hysteresis at other times of the day qualitatively (as to sign) but not quantitatively. The hysteresis appears to be relatively persistent from one solar cycle to another solar cycle in spring but not in autumn. A typical value for springtime hysteresis is about 0.5 MHz. The inclusion of hysteresis into long-term ionospheric and radio wave propagation predictions remains questionable
Use of Waste Gypsum, Reclaimed Asphalt Filler, and GGBS as a Full Replacement of Cement in Road Base
HUBUNGAN NILAI HEMOGLOBIN ADULT 1C TERHADAP DERAJAT KEPARAHAN DIABETIC FOOT ULCER DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA dr. CIPTO SEMARANG
Skripsi ini bertujuan mengetahui hubungan nilai hemoglobin adult 1c
(HbA1c) terhadap derajat keparahan DFU di RS Panti Wilasa dr. Cipto Semarang.
Diabetic foot ulcer (DFU) atau ulkus diabetikum menjadi isu penting dalam
kesehatan dunia, merupakan salah satu komplikasi diabetes melitus (DM) kronis
yang sering terjadi dan memperberat perjalanan penyakit. Tingginya jumlah
penderita DM dan risiko terkena DFU yang dapat meningkatkan amputasi,
kematian, dan kejadian disabilitas yang tinggi menjadi urgensi dalam penelitian ini.
Salah satu tes diagnostik diabetes melitus tipe 2 adalah pemeriksaan HbA1c yang
dapat merepresentasikan kadar glukosa darah rata-rata pada pasien selama 2 sampai
4 bulan.
Pengambilan data skripsi dilakukan dengan teknik purposive sampling
berdasarkan data rekam medis dari Januari tahun 2021 hingga September tahun
2022. Peneliti mengambil total 70 sampel data. Data dianalisis dengan melakukan
uji bivariat menggunakan Pearson.
Hasil penelitian ini didapatkan mayoritas pasien mengalami DFU derajat 3
(44,3%; n=31) berdasarkan sistem klasifikasi DFU Wagner dan rata-rata nilai
HbA1c pasien tersebut adalah 11,466.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara nilai HbA1c terhadap derajat keparahan DFU. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil signifikansi p-value 0,004, di mana p-value kurang dari 0,05 yang
berarti terdapat hubungan antar variabel
TARI HODE ANA’ DALAM UPACARA RITUAL LODONG ANA’ SUKU LIWUN ETNIK LEWOLEMA KECAMATAN LEWOLEMA KABUPATEN FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan Tari Hode Ana’ dalam upacara ritual Lodong Ana’ suku Liwun etnik Lewolema Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur-Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Lewolema yang terletak dibagian barat pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah penari, pemantra, dan pelaksana upacara. Adapun analisis data meliputi berbagai tahap, yaitu: reduksi, display dan kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan adalah triangulasi sumber. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) bentuk penyajian tari Hode Ana’ dibagi menjadi tujuh unsur, yakni: (a) Gerak tari Hode Ana’sangat sederhana dan lebih terarah pada gerakan-gerakan improvisasi tetapi masih berpegang pada gerakan dasar Namang, yakni: gerak hentakan kaki dan sesekali tangan dilambaikan keatas dan kebawah. Gerakan-gerakan yang di munculkan dalam tari Hode Ana’ ini tidak dapat diuraikan satu persatu seperti halnya tarian modern yang biasa kenal dan ketahui di zaman sekarang ini; (b) iringan yang digunakan hanya berupa iringan yang dihasilkan dari hentakkan kaki para penari dan giringgiring/kerincing yang terdapat pada majung (tongkat) dan kedewa (tali pinggang); (c) Busana yang digunakan masih berupa pakaian adat khas daerah Lewolema yang terdiri dari Kewatek, Kala, selempang, Kenobo, sabok, majung dan kedewa. 2) Tari Hode Ana’ memiliki fungsi religius yang sangat menonjol, fungsi tersebut ditunjukan melalui kalimat syair-syair dalam opak belu dan Hode ana’
- …