8 research outputs found

    Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai (Studi Pada KPBC Tipe B Teluk Nibung Tanjung Balai Asahan Sumetera Utara)

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kedisiplinan kerja terhadap prestasi kerja pegawai pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Teluk Nibung selanjutnya disingkat KPBC Tipe B Teluk Nibung yang terdiri dari faktor kesejahteraan, hukuman, kemampuan dan kepemimpinan, dan untuk mengetahui faktor kedisiplinan kerja yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap prestasi kerja tersebut. Pengambilan sampel dilakukan terhadap 35 orang pegawai yang mewakili keseluruhan populasi KPBC Tipe B Teluk Nibung sebanyak 72 orang. Adapun para responden yang dipiIih terdiri atas; 3 orang Pejabat Kepala Seksi, 5 orang Kordinator Pelaksana (Korlak), 22 orang Pemeriksa Barang, dan 5 orang Pelaksana Administrasi. Responden yang dipilih tersebut dinilai mempunyai kecakapan dalam bertugas dan dianggap mampu menjawab kuesioner dan wawancara yang diajukan kepadanya. Penelitian ini merupakan penelitian verikatif dengan metode survei yang menggunakan penarikan sampel stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor kedisiplinan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kerja pada KPBC Tipe B Teluk Nibung dengan nilai r2 sebesar 88%. Hal ini mengandung arti bahwa faktor kedisiplinan kerja mempunyai hubungan erat dengan prestasi kerja. Oleh karena itu disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini yakni bahwa faktor-faktor kedisiplinan kerja yang terdiri dari faktor kesejahteraan, faktor hukuman, faktor kemampuan dan faktor keteladanan pimpinan berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai. terdukung oleh data. Begitupun hipotesis kedua yang diajukan bahwa diantara faktor kedisiplinan tersebut faktor hukuman mempunyai pengaruh paling kuat terhadap prestasi kerja pegawai pada KPBC Tipe B Teluk Nibung

    Pelaksanaan Kewenangan Direktur Jenderal Pajak Untuk Mengurangi Atau Membatalkan Sengketa Pajak

    Get PDF
    Taxation Laws Rules and regulations are still under supervision by the Ministry of Justice and Human Rights with the operational implementation by the Director General of Taxation in terms of both formal and material law. For the oversee this acceptance, it is necessary to peratuan tax legislation is clear, unequivocal and there is no overlapping, so wajip taxes or taxpayers can more obedient, and a sense of justice has high accountability. It may indirectly increase state revenue and the authority to enforce the law. The research method used by the authors in the discussion of this research, is the normative research methods, which outlines what the applicable tax law is in conformity with the norms of other formal legal. According to the Tax Act No. 28 of 2007, Article 36 of the Director General of Taxes may also decide to reduce, correct, cancel or eliminate penalties and interest and administration of tax assessment issued. As for the decision process of determining the tax to be paid, so the moot court in the Director General of Taxes. Courts are decided in accordance with the Tax Court Act No. 14 of 2002, is the principal authority under the power of the judiciary, can run with the principles of the judicial process, which is low cost, fast and fair. With the recent reform Tax Courts embrace principles Cheap, Fast, Simple and Fair

    Implementasi Tata Kelola Kewenangna Bea dan Cukai di Bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia

    No full text
    Tulisan  dalam penelitian  ini berjudul Implementasi  Tatakelola  Kewenangan  Bea dan Cukai  Di Bidang Hak Kekayaaan Intelektual atau lebih  populis disebut “HKI”.   Tujuan penelitian ini diharapkan mampu  memberikan pelayanan  kepada Stakeholder  khususnya  para Importir pemegang  Hak Cipta dan Merek  dalam rangka menjamin  usaha dan ketenagan bekerja sebagai upaya untuk memperoleh  kepastian hukum,  keadilan dan transparansi serta stabilitas dalam rangka efektivitas   tindakan  pengawasan  (control)  terhadap lalu lintas beredar  masuknya  barang-barang impor  illegal   khususnya barang-barang palsu dan bajakan  dari  luar  negeri yang masuk  ke wilayah  hukum pabean  Republik Indonesia yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan Nomor  17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.  Disamping hal tersebut di atas,  penelitian ini  juga memberikan kejelasan dan ketegasan tentang tugas Pengawasan yang mulanya merupakan Tugas Pokok dan Fungsi  (TUPOKSI) yang menjadI kewenangan  Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia  (Kementerian Hukum dan HAM),  yang penanganannya oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DITJEND  KI), diberikan sebagai tugas tambahan  kepada Institusi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai  (DJBC) sebagai tugas pengawasan di lapangan yaitu di Pelabuhan Laut  (Sea Port) dan di Pelabuhan Udara BANDARA  (Air Port) dengan pertimbangan filosofis dan sosiologis, kepraktisan, serta efektif, Efisien. Mekanisme dalam penanganan pekerjaan dimana  DJBC berada pada Garda terdepan  pintu gerbang masuk Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI) yang sedianya DJBC melakukan TUPOKSI utamanya yaitu Pemungutan Bea Masuk  (BM), Bea Keluar  (Pajak Ekspor)  dan Cukai.    Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan  metode hukum normatif yang bersifat diskriptis.  Data yang digunakan adalah data sekunder,  yang terdiri dari bahan hukum  primer terutama  peraturan perundang-undangan meliputi buku-buku ilmiah, serta contoh kasus pelanggaran HKI  yang relevan dengan penelitian ini yang semuanya diperoleh dari arsip DJBC.  Lain dari pada itu teori  yang digunakan sebagai pisau analisis dalam membeda  penelitian ini  digunakan beberapa teori antara lain Teori  Reward, Teori Recovery, Teori Incentive dan Teori Risk.  Penekanan dari teori ini disebutkan bahwa penemu/pencipta perlu mendapat penghargaan, dan dilindungi serta diberikan kesempatan meraih apa yang telah dikeluarkan tersebut dan diperlukan adanya rangsangan incenitif  berupa dana dalam mengupayakan tumbuh dan berkembangnya kreativitas menghasilkan sesuatu yang baru. Selanjutnya atas hasil karya HKI perlu mendapat perlindungan terhadap kegiatan yang mengandung resiko. Berdasarkan hasil kajian  disimpulkan bahwa masalah yang berkaitan dengan perlindungan HKI perlu mendapat  skala prioritas  penanganannya oleh Aparat DJBC di lapangan, Satu dan lain hal masalah ini erat hubungannya dengan Pemasukan Negara dari Sektor  Pajak Tidak Langsung berupa Bea Masuk  (BM) dalam rangka  Kontribusi Keuangan Negara  Pemperkuat postur APBN pada saat ini dan masa  yang akan datang

    PERSPEKTIF KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI (DJBC) DALAM BIDANG PELAYANAN KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR (KITE) DI INDONESIA (Institutional Perspective of Directorate General of Customs And Excise in Ease of Import For Export Purposes (KITE), In Indonesia)

    No full text
    The policy of free trading can be observed by promoting the economy competitiveness of a country through global market integration. One of the integrations that is dynamic of service policy in ease of import for export purposes (KITE) of business interests to those who invest in Indonesia which managed by Directorate General of Customs and Excise (DJBC) that facility return of import duty (BM), or Customs and value-added tax (PPn) and value-added tax of import duty especially other commodities for export purposes. By facilitating that, it is hoped can improve and increase the trading value of export tax revenues,create jobs and then, it makes technology transformation exchange for development of human resources quality of manufacturing industry which running the business in ease of import for export purposes (KITE), in Indonesia. Keywords: KITE, customs and excise, ABSTRAKAdanya kebijakan Perdagangan bebas dapat dilihat dengan upaya peningkatan daya saing ekonomi suatunegara, melalui integrasi pasar global. Salah satu bentuk integrasi dimaksud yaitu adanya dinamika kebijakan pelayanan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang dikenal dengan istilah (KITE) bagi kepentingan kelancaran usaha bisnis para Investor yang menanamkan Investasinya di Indonesia yang penangganannya ditangani  oleh Institusi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang memberikan kemudahan fasilitas dalam bidang Pengembalian Bea Masuk (BM), atau Cukai serta PPn dan PPn BM terutama bagi komoditas lainnya yang hasil akhirnya adalah tujuan Ekspor. Dengan pemberian fasilitas tersebut, diharapkan terjadinya peningkatan nilai perdagangan dari penerimaan Pajak Ekspor, Membuka usaha lapangan kerja dan pada gilirannya akan terjadi alih transformasi tehnologi bagi kepentingan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pekerja  Industri Manufaktur yang bergerak di bidang usaha   KITE di Indonesia. Kata Kunci: KITE menciptakan Iklim Usaha Kondusif

    Implementasi Tata Kelola Kewenangna Bea dan Cukai di Bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia

    No full text
    Tulisan  dalam penelitian  ini berjudul Implementasi  Tatakelola  Kewenangan  Bea dan Cukai  Di Bidang Hak Kekayaaan Intelektual atau lebih  populis disebut “HKI”.   Tujuan penelitian ini diharapkan mampu  memberikan pelayanan  kepada Stakeholder  khususnya  para Importir pemegang  Hak Cipta dan Merek  dalam rangka menjamin  usaha dan ketenagan bekerja sebagai upaya untuk memperoleh  kepastian hukum,  keadilan dan transparansi serta stabilitas dalam rangka efektivitas   tindakan  pengawasan  (control)  terhadap lalu lintas beredar  masuknya  barang-barang impor  illegal   khususnya barang-barang palsu dan bajakan  dari  luar  negeri yang masuk  ke wilayah  hukum pabean  Republik Indonesia yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan Nomor  17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.  Disamping hal tersebut di atas,  penelitian ini  juga memberikan kejelasan dan ketegasan tentang tugas Pengawasan yang mulanya merupakan Tugas Pokok dan Fungsi  (TUPOKSI) yang menjadI kewenangan  Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia  (Kementerian Hukum dan HAM),  yang penanganannya oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DITJEND  KI), diberikan sebagai tugas tambahan  kepada Institusi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai  (DJBC) sebagai tugas pengawasan di lapangan yaitu di Pelabuhan Laut  (Sea Port) dan di Pelabuhan Udara BANDARA  (Air Port) dengan pertimbangan filosofis dan sosiologis, kepraktisan, serta efektif, Efisien. Mekanisme dalam penanganan pekerjaan dimana  DJBC berada pada Garda terdepan  pintu gerbang masuk Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI) yang sedianya DJBC melakukan TUPOKSI utamanya yaitu Pemungutan Bea Masuk  (BM), Bea Keluar  (Pajak Ekspor)  dan Cukai.    Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan  metode hukum normatif yang bersifat diskriptis.  Data yang digunakan adalah data sekunder,  yang terdiri dari bahan hukum  primer terutama  peraturan perundang-undangan meliputi buku-buku ilmiah, serta contoh kasus pelanggaran HKI  yang relevan dengan penelitian ini yang semuanya diperoleh dari arsip DJBC.  Lain dari pada itu teori  yang digunakan sebagai pisau analisis dalam membeda  penelitian ini  digunakan beberapa teori antara lain Teori  Reward, Teori Recovery, Teori Incentive dan Teori Risk.  Penekanan dari teori ini disebutkan bahwa penemu/pencipta perlu mendapat penghargaan, dan dilindungi serta diberikan kesempatan meraih apa yang telah dikeluarkan tersebut dan diperlukan adanya rangsangan incenitif  berupa dana dalam mengupayakan tumbuh dan berkembangnya kreativitas menghasilkan sesuatu yang baru. Selanjutnya atas hasil karya HKI perlu mendapat perlindungan terhadap kegiatan yang mengandung resiko. Berdasarkan hasil kajian  disimpulkan bahwa masalah yang berkaitan dengan perlindungan HKI perlu mendapat  skala prioritas  penanganannya oleh Aparat DJBC di lapangan, Satu dan lain hal masalah ini erat hubungannya dengan Pemasukan Negara dari Sektor  Pajak Tidak Langsung berupa Bea Masuk  (BM) dalam rangka  Kontribusi Keuangan Negara  Pemperkuat postur APBN pada saat ini dan masa  yang akan datang

    Implikasi Liberalisasi Perdagangan terhadap Sektor Garam Nasional (Studi Kasus Kebijakan Garam Impor di Jawa Timur)

    Full text link
    Salt commodity is a strategic commodity to be  a political commodity that is able to rip the State and government sovereignty, a commodity that has always been a struggle for certain political economic power. Nation's dependence on imported salt product has arrived at an alarming rate, and therefore the salt production in the homeland must be done independently, not always depend imported products that Indonesia as a sovereign state can achieve its goals towards national food salt self-sufficiency which is launched by the government in 2014-2015 can be realized immediately in order to provide prosperity and well-being for all the people as mandated in the constitution in 1945. This research aimed at rising the problems currently busy talking concerning the proliferation of salt imported from Australia, India, China and Malaysia. Signaled background in economic business community about the government policy, in this case the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia (KEMENPERINDAG RI) contained in the Ministry of Trade Regulation No.. 58/M-DAG/PER/9/2012 on the Salt Import dated 4 September 2012. In fact the legal discretion product has not met interest of subject national salting economic business, in terms of policies that made, it not show the pro-active alignments to businessman in this country which is said as a rich abundant of the maritime resources. The apparent contradictory actions in a brightly by opening import faucets of salt flooding the local market in the country. Keywords    : Economic, Self-Sufficiency, Food, Salt, National

    IMPLIKASI LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP SEKTOR GARAM NASIONAL (Studi Kasus Kebijakan Garam Impor di Jawa Timur)

    Get PDF
    Salt commodity is a strategic commodity to be  a political commodity that is able to rip the State and government sovereignty, a commodity that has always been a struggle for certain political economic power. Nation's dependence on imported salt product has arrived at an alarming rate, and therefore the salt production in the homeland must be done independently, not always depend imported products that Indonesia as a sovereign state can achieve its goals towards national food salt self-sufficiency which is launched by the government in 2014-2015 can be realized immediately in order to provide prosperity and well-being for all the people as mandated in the constitution in 1945. This research aimed at rising the problems currently busy talking concerning the proliferation of salt imported from Australia, India, China and Malaysia. Signaled background in economic business community about the government policy, in this case the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia (KEMENPERINDAG RI) contained in the Ministry of Trade Regulation No.. 58/M-DAG/PER/9/2012 on the Salt Import dated 4 September 2012. In fact the legal discretion product has not met interest of subject national salting economic business, in terms of policies that made, it not show the pro-active alignments to businessman in this country which is said as a rich abundant of the maritime resources. The apparent contradictory actions in a brightly by opening import faucets of salt flooding the local market in the country. Keywords    : Economic, Self-Sufficiency, Food, Salt, National.Komoditas garam merupakan komoditas strategis, menjadi komoditas politik yang mampu mengoyak kedaulatan Negara dan pemerintah. Ketergantungan bangsa terhadap produk impor garam telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan, oleh karenanya produksi garam di tanah air harus bisa dilakukan secara mandiri, tidak selalu tergantung produk impor agar Indonesia sebagai negara berdaulat dapat mencapai cita-citanya menuju swasembada pangan garam nasional  yang dicanangkan pemerintah pada tahun  2014-2015 dapat segera terwujud dalam rangka memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi segenap masyarakat sesuai amanat  Undang-Undang Dasar tahun 1945. Penelitian ini bertujuan mengangkat  permasalahan yang ramai dibicarakan saat ini tentang membanjirnya garam  impor dari Australia, India, China dan Malaysia. Dilatar belakangi sinyalemen di masyarakat kalangan dunia usaha ekonomi tentang adanya  kebijakan  pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (KEMENPERINDAG R.I) yang tertuang dalam Peraturan Kemendag Nomor. 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang Ketentuan Impor Garam tertanggal 4 September 2012. Pada kenyataannya produk hukum kebijakannya belum memenuhi kepentingan pelaku usaha ekonomi pergaraman nasional, dalam arti kebijakan yang dibuat itu tidak menunjukkan keberpihakannya kepada pelaku usaha di negeri ini yang katanya kaya raya melimpah ruah sumber kelautannya. Tindakan kontradiktif tersebut terlihat jelas secara terang benderang yaitu dengan dibukanya kran impor garam yang membanjiri pasar lokal di tanah air. Kata kunci :     Ekonomi,  Swasembada, Pangan, Garam, Nasional
    corecore