e-Journal Balitbangkumham (Balitbang Hukum Dan Ham)
Not a member yet
    481 research outputs found

    Tindakan Faktual Hasil Putusan Etik DKPP sebagai Objek Pengujian Pengadilan Tata Usaha Negara

    Full text link
    The Election Organizer Ethics (DKPP)’s Decision in adjudicating Election administrator ethical disputes is final and binding. This raises a problem, that is, if the DKPP decides an ethical dispute deviates from legal provisions, then there is no way to test it. Thus, the author intends to analyze comprehensively regarding, First, the final and binding nature of the results of the election administrator ethics trial from the perspective of state administrative law. Second, determine the exact form of DKPP authority as the object of testing the authority of the State Administrative Court. This paper uses normative legal research methods and regulatory approaches. There are two conclusions. First, the DKPP decision, which has an ethical dimension, is only binding on the enforcement of the code of ethics, while the implementation of DKPP authority is non-binding and becomes the object of the Administrative Court. Second, in testing DKPP authority at the State Administrative Court, the touchstone used is the conformity of the ethics trial procedure by DKPP, without including the DKPP Ethics Decision as the object of the lawsuit. This is in accordance with the current government administration legal regime which includes Factual Actions including the exercise of DKPP authority. Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam mengadili sengketa etik pelaksana Pemilu bersifat final dan mengikat. Hal demikian menimbulkan persoalan, yakni jika DKPP memutus sengketa etik menyimpang dari ketentuan hukum, maka tidak terdapat cara guna mengujinya. Sehingga, penulis hendak menganalisis secara komprehensif mengenai, Pertama sifat final dan mengikat hasil sidang etik penyelenggara pemilu dalam perspektif hukum administrasi negara. Kedua mendudukan secara pasti bentuk dari kewenangan DKPP sebagai objek pengujian kewenangan pada Peradilan TUN. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan pendekatan peraturan. Terdapat dua kesimpulan, Pertama Putusan DKPP yang berdimensi etik hanya mengikat terhadap penegakkan kode etik, sedangkan pelaksanaan kewenangan DKPP tidak bersifat mengikat dan menjadi objek PTUN. Kedua, dalam pengujian kewenangan DKPP pada Peradilan TUN, batu uji yang digunakan adalah kesesuaian prosedur mengadili etik oleh DKPP, tanpa menyertakan Putusan Etik DKPP sebagai objek gugatan. Hal demikian sesuai dengan rezim hukum administrasi pemerintahan saat ini yang mencakup Tindakan Faktual termasuk pelaksanaan kewenangan DKPP

    Perlindungan Hak Anak Korban Kekerasan Seksual di Nusa Tenggara Barat

    Full text link
    Sexual abuse of children are serious crimes that can occur in children, anywhere, anytime and regardless of their social background. Crime is mostly carried out by someone in the child’s social environment, such as family, relatives, family friends, teachers, religious leaders, and neighbors. The effects of sexual assault for victims of very serious because of perceived trauma will continue to carry over until they mature and can affect all aspects of their lives and threaten the lives of children as the future generation. Many of the factors that trigger the occurrence of sexual violence against children in West Nusa Tenggara, namely poverty, education is still low and cases of early marriage. The phenomenon of early marriage is causing risk of disruption to children’s education, especially for girls. This study is a qualitative research that focuses on the phenomenological paradigm that seeks to understand the meaning of the event or events that are related to the situation on the ground. This type of research is descriptive analytical approach, which wants to give a clear and detailed description as well as systematic, on all matters relating to the protection of child victims of sexual violence. Results of the study in order to become the recommendation for the central government and local government as research areas in formulating policy strategy is best for the child victims of sexual violence. There are still many cases are not reported because families consider it a disgrace and families often suggested or decided to reconcile with the perpetrator if a relative or family, so that the data presented in the case of the police or the court is only the tip of the iceberg compared to the actual events occur. Encourages all stakeholders including central and local government, police, prosecutors and judges, to have the same perception of the law on the protection of children in order to provide future better for the children of Indonesia.Kekerasan seksual pada anak adalah tindakan kejahatan berat yang dapat terjadi pada anak-anak, di mana saja, kapan saja dan tanpa memandang latar belakang sosial mereka. Efek dari kekerasan seksual bagi korban sangat fatal karena trauma yang dirasakan akan terus terbawa sampai mereka dewasa dan dapat mempengaruhi semua aspek kehidupan mereka serta mengancam kehidupan anak-anak sebagai generasi masa depan. Banyak faktor yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di Nusa Tenggara Barat, yaitu kemiskinan, pendidikan yang masih rendah dan kasus pernikahan dini. Fenomena pernikahan dini ini menyebabkan risiko terhentinya pendidikan anak, terutama bagi anak-anak perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menitikberatkan pada paradigma fenomenologis yang berusaha memahami arti dari peristiwa atau kejadian yang saling terkait dengan situasi dan kondisi di lapangan. Hasil dari penelitian agar menjadi bahan rekomendasi bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang menjadi lokasi penelitian dalam merumuskan strategi kebijakan terbaik bagi anak korban kekerasan seksual. Masih banyak kasus yang tidak dilaporkan karena keluarga menganggapnya sebagai aib dan keluarga sering disarankan atau memutuskan untuk berdamai dengan pelaku apabila masih kerabat atau keluarga, sehingga data kasus yang tersaji di kepolisian atau pengadilan hanyalah puncak dari gunung es saja dibandingkan dengan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Mendorong semua pihak yang terkait untuk memiliki persepsi hukum yang sama tentang perlindungan anak agar dapat memberikan masa depan yang lebih baik lagi bagi anak-anak Indonesia

    Hak Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat bagi Wartawan melalui Media Massa

    Full text link
    Freedom of the press is a manifestation of popular sovereignty set forth in Section 28F of the 1945 Constitution and becomes a very important element in creating a democractic life of society, nation and state which includes activities to search, to acquire, to possess, to keep, to process and to convey information. Freedom of the press guaranteed by the state through legislation including guarding the independence of national integrity, upholding religious values, truth, justice, morality, ethics, promotes social and intellectual life of the nation. Freedom of the press still faces many problems, especially with the increasing cases of physical violence against journalists and non-physical in journalistic activities. On the other hand, freedom of the press who do not abide the code of conduct and regulations can be abused for the benefit of a particular group or class. Violation of journalistic ethics by journalists in the name of democracy, and even tend to ignore the rules of professionalism. Data collection techniques performed in this evaluation using interviews, questionnaires and documents.The research approach used in this evaluation is through qualitative and quantitative approaches. Data obtained from th evaluation, collected, processed and analyzed quantitatively and qualitatively to describe, illustrate and to explain the problem of evaluation. The evaluation program is also expected to identify constraints either administrative, procedural and quality associated with the protection of the right to freedom of expression for journalists in the mass media and the settlement of code of ethics violations committed by journalists to the decline the level of violence experienced by journalists, and also reduced violations of the code of ethics by journalists in performig its duties.Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis yang meliputi kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. Kemerdekaan pers yang dijamin oleh negara melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu kemerdekaan yang menjaga integritas nasional, menegakkan nilai-nilai agama, kebenaran, keadilan, moral, tata susila, memajukan kesejahteraan sosial dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemerdekaan pers masih menghadapi permasalahan terutama dengan bertambahnya berbagai kasus tindak kekerasan fisik dan non fisik terhadap wartawan dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Di sisi lain, kemerdekaan pers yang tidak patuh pada kode etik jurnalistik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat disalahgunakan untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Pelanggaran etika jurnalistik dilakukan oleh wartawan dengan mengatasnamakan asas demokrasi, bahkan cenderung mengabaikan kaidah profesionalisme. Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada evaluasi ini adalah dengan menggunakan metode wawancara, kuesioner dan studi dokumen.Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan evaluasi ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dari daerah evaluasi, dikumpulkan, diolah dan dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif dengan mendeskripsikan, menggambarkan dan menjelaskan permasalahan evaluasi. Melalui kegiatan evaluasi ini diharapkan pula dapat teridentifikasi kendala-kendala baik secara administrasi, prosedural dan kualitas yang terkait dengan perlindungan terhadap hak kebebasan mengeluarkan pendapat bagi wartawan di media massa dan penyelesaian pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh wartawan agar semakin menurunnya tingkat kekerasan yang dialami oleh wartawan dan juga berkurangnya pelanggaran kode etik oleh wartawan dalam pelaksanaan tugasny

    Gagasan Omnibus Law Kesehatan sebagai Kebijakan Hukum Nasional dalam Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat di Indonesia

    Full text link
    This study aims to examine the ontological aspects of health promotion in an effort to improve public health status and to analyze the health sector in the General Agreement on Trade in Services. This research also aims to offer the idea of omnibus law health as a national legal policy in an effort to improve public health status in Indonesia. This article uses normative legal research methods using statutory approaches, conceptual approaches, and analytical approaches. The study indicates that the idea of an omnibus law on health as a national legal policy in an effort to improve public health status in Indonesia is a challenge as well as an opportunity. Considering that the health service sector has an important contribution to the sustainable development goals presented by the United Nations, that is, one of the goals of sustainable development is for a healthy and prosperous life. Therefore, it is necessary to revise and harmonize regulations both nationally and internationally which are based on Pancasila values to ensure that the mission is realized to improve public health in a comprehensive manner that is equitable, fair, and affordable and has legal certainty.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek ontologis promosi kesehatan dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat dan menganalisis sektor kesehatan dalam General Agreement on Trade in Services. Penelitian ini juga bertujuan untuk menawarkan gagasan omnibus law kesehatan sebagai kebijakan hukum nasional dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gagasan omnibus law kesehatan sebagai kebijakan hukum nasional dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang. Mengingat sektor pelayanan kesehatan memiliki kontribusi penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan yang disampaikan oleh PBB, yaitu salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan adalah untuk kehidupan yang sehat dan sejahtera. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi dan harmonisasi regulasi baik secara nasional maupun internasional yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila untuk menjamin terwujudnya misi meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh yang merata, adil, dan terjangkau serta memiliki kepastian hukum

    Criminal System Disparity in The Indonesian Immigration Law 2011

    Full text link
    The Criminal Provisions in Indonesian Immigration Law of 2011 are designed as acts of legislation for preventing transnational organized crimes in Indonesia. This law has existed for more than 10 years and has been no critical evaluation of the immigration criminal provisions. The construction of the criminal system has a non-uniform pattern of penal policy formation. This research employed the doctrinal research method with deductive reasoning that analyzed Articles on immigration criminal provisions from the perspective of Jeremy Bentham’s theory of punishment analyzing the quality of criminal Articles. The results indicate that there are reactive and not pre-empting immigration criminal provisions, poor criminal provisions during immigration examinations, disparities in Judge’s decisions at courts, varied patterns of punishment and sanctions, and inconsistency of criminal liability arrangements against corporations. Reconstruction of immigration criminal Articles is urged to achieve Bentham’s principles and objectives of the law in sentencing. Criminal Articles should be dominated to prevent cross-border crimes during immigration clearance

    Pengeksekusian Rahasia Dagang Sebagai Objek Jamina dalam Perbankan

    Full text link
      Peraturan perundang-undangan terkait rahasia dagang tidak mengatur secara eksplisit bahwasanya rahasia dagang dapat dijadikan suatu objek jaminan dalam perbankan sehingga menimbulkan ketidakpastiaan hukum bagi masyarakat dan berpengaruh saat keadaan rahasia dagang yang dijadikan objek jaminan dan adanya pengeksekusian barang karena sebab tertentu. Penulisan artikel ini bertujuan dalam mengkaji dan menganalisis pengaturan rahasia dagang sebagai objek jaminan dan pengeksekusian rahasia dagang dalam perbankan. Kemudian, melalui artikel ini dapat memberikan manfaat berupa pemahaman yuridis terkait pengaturan hukum rahasia dagang sebagai objek jaminan dalam perbankan, memberikan sumbangan kepustakaan, dan dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terkait rahasia dagang sebagai objek jaminan. Isu hukum berupa kekosongan norma sehingga menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukan bahwasanya rahasia dagang dapat dijadikan objek jaminan dalam perbankan karena mempunyai nilai ekonomi, dapat dialihkan, dan tidak memiliki batas waktu selama masih dijaga kerahasiannya. Kemudian terkait pengeksekusian rahasia dagang dapat dilaksanakan berdasarkan pengeksekusian jaminan fidusia mengingat rahasia dagang dapat dibebankan jaminan fidusia. Adapun cara pengeksekusiannya melalui titel eksekutorial, lelang umum, dan penjualan dibawah tangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 UU Jaminan Fidusia. Rahasia dagang sebagai objek jaminan telah diatur secara eksplisit dan pengeksekusian terhadap rahasia dagang dapat dilakukan dengan penjualan pribadi dan pelelangan yang diatur dalam Germany Lending and Taking Security Act. Berdasarkan pemaparan tersebut solusi atas isu hukum dalam artikel ini yaitu Indonesia dapat melakukan amendemen terhadap UU Rahasia Dagang dengan mempertimbangkan Peraturan Perundang- Undangan Jerman sehingga memberikan kepastian hukum bagi Masyarakat Indonesia terkait rahasia dagang sebagai objek jaminan

    Perluasan Konsep Defensive dan Positive Protection serta Langkah-Langkah Perlindungan Indikasi Geografis sebagai bagian dari Kekayaan Intelektual Komunal

    Full text link
    The concept of defensive and positive law on Communal Intellectual Property in its development is not sufficient to provide protection for developing countries, including Indonesia, which contain a wealth of living and non-living natural resources. The wealth of these natural resources is often claimed by a foreign nation, either in the form of patents or brands that are economically profitable, without mentioning the source and origin of the discovery. One of them is the claim of a foreign brand which is indicated as geographically originating from Indonesia. This research aimed to offer an idea of the expansion of the protection concept and measures that need to be taken by the government to protect Indonesian Geographical Indications. The method applied in this research was a study of literature sourced from national and international journals through the use of internet media. The results of the study concluded that, First, the defensive and positive legal protection concept that has been known so far requires expansion by adding the protection concept economically in the manner of streamlining a clear management framework from the Regional Government. The said framework must be carried out from upstream to downstream, by ensuring that in the end, the registration of Geographical Indication must be able to prosper the community. Second, the protection of Geographical Indication must be carried out utilizing: Accelerating the collection of data on Geographical Indication nationally, Guiding and supervising the Regional Government to develop local products that have the potential for Geographical Indication, and Establishing special laws.Konsep hukum defensive dan positive Kekayaan Intelektual Komunal dalam perkembangannya belum cukup memberikan perlindungan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati dan non hayati. Kekayaan sumber daya alam tersebut tidak jarang di klaim oleh pihak asing, baik dalam bentuk paten maupun merek yang menguntungkan secara ekonomi, tanpa menyebutkan sumber dan asal penemuan tersebut. Salah satunya adalah klaim merek asing yang terindikasi secara geografi berasal dari Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menawarkan gagasan perluasan konsep perlindungan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk melindungi Indikasi Geografis Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah studi literatur yang bersumber dari jurnal nasional dan internasional melalui pemanfaatan media internet. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Pertama konsep perlindungan hukum defensive dan positive yang sudah dikenal selama ini memerlukan perluasan dengan menambahkan konsep perlindungan secara ekonomi dengan mengefektifkan kerangka kerja manajemen yang jelas dari Pemerintah Daerah. Kerangka kerja dimaksud harus dilakukan sejak dari hulu sampai ke hilir, dengan memastikan bahwa pada akhirnya pendaftaran Indikasi Geografis harus bisa mensejahterakan masyarakat. Kedua perlindungan Indikasi Geografis harus dilakukan dengan langkah-langkah yaitu: Percepatan pendataan Indikasi Geografis secara nasional, Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan produk lokal yang memiliki potensi Indikasi Geografis dan Pembentukan undang-undang khusus

    Pemenuhan Hak Atas Pendidikan (Dasar) bagi Komunitas Adat Terpencil di Perbatasan antar Negara (Studi Kasus di Provinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur)

    Full text link
    The Indonesian Government still has limitations in handling areas that are geographically difficult to reach. In such a circumstance, there are several remote areas that are inhabited by Indonesia citizens in the form of indigenous communities who are isolated from other residents in the vicinity.Article 28 C Paragraph (1) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 states that “every person has the right to develop themselves through the fulfillment of basic needs, right to education, and to benefit from science and technology, art and culture, in order to improve the quality of life and for the welfare of mankind”. Consequently, education and compliance services shall also cover remote indigenous communities. This statement would be in line with Article 12 of Law Number 39 Year 1999 on Human Rights, which states that “everyone is entitled to protection of personal development, to education, educating themselves, and improve the quality of life for a man who is faithful, pious, noble responsibility, and prosper in accordance with human rights”.The study uses a qualitative descriptive research with case studies. The samples are SDN 03 and SDN Sontas 12 Entikong in the province of West Kalimantan, and SDN Nanaeklot in East Nusa Tenggara Province.Pemerintah Indonesia masih memiliki keterbatasan dalam penanganan pada wilayah-wilayah yang secara geografis relati7 masih sulit dijangkau. Dalam keadaan tersebut, terdapat beberapa lokasi yang masih dihuni oleh warga negara Indonesia berupa komunitas adat terpencil dan terisolir dari warga masyarakat lain yang ada di sekitarnya.Pasal 28 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1V45 menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pelayanan dan pemenuhan pendidikan termasuk masyarakat adat yang terpencil. Pernyataan ini ditegaskan dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, bertanggungjawab berakhlak mulia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.Studi ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan desain studi kasus. Sampel penelitian yaitu, SDN 03 Sontas dan SDN 12 Entikong di Provinsi Kalimantan Barat, dan SDN Nanaeklot di Provinsi Nusa Tenggara Timur

    Risiko Misleading Information Laporan Keuangan Penerbit UMKM pada Securities Crowdfunding: Mengimplementasikan BLU sebagai Auditor untuk menjamin Perlindungan Pemodal

    Full text link
    Securities Crowdfunding (SCF) is expected to be a fast, cheap, and massive alternative funding system for Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs). However, its implementation is far from ideal. Several studies in China, Britain, and America concluded that SCF is one of the riskiest investment instruments. This is closely related to the lack of implementation of audit obligations on the financial statements of MSMEs as Issuers. To analyze the above problems, this study applied doctrinal research methods and Reform Oriented Research. This study aimed to analyze the urgency of establishing the Public Service Agency of Securities Crowdfunding (BLU SCF) in the implementation of the SCF ecosystem in Indonesia and design the idea of regulating BLU SCF as an SCF auditor. This research found that: (1) the urgency of establishing BLU SCF includes the high default risk by the Issuers, the responsibility exemption from the Issuers and the Organizers for the truth of the financial statements, and there is a potential conflict of interest between the Issuers and the Organizers; (2) BLU SCF will be authorized to audit the reports and other financial documents published by the Issuers through the Organizers. Institutionally, BLU SCF will be under the auspices of the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises. This idea is expected to improve the practice of SCF implementation in Indonesia, by prioritizing the protection of Investors’ rights to the truth of the Issuer’s financial statements.Securities Crowdfunding (SCF) diharapkan menjadi sistem pendanaan alternatif yang cepat, murah, dan masif bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Akan tetapi dalam implementasinya, pelaksanaan SCF masih jauh dari ideal. Sejumlah studi di Cina, Inggris, dan Amerika menyimpulkan SCF adalah salah satu instrumen investasi yang paling berisiko. Hal tersebut erat kaitannya dengan minimnya pemberlakuan kewajiban audit terhadap laporan keuangan UMKM selaku Penerbit. Untuk menganalisis permasalahan di atas, penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dan Reform Oriented Research. Penelitian ini bertujuan menganalisis urgensi pembentukan Badan Layanan Umum Securities Crowdfunding (BLU SCF) dalam penyelenggaraan ekosistem SCF di Indonesia, dan mendesain gagasan pengaturan BLU SCF sebagai auditor SCF. Penelitian ini menemukan bahwa: (1) urgensi pembentukan BLU SCF di antaranya adalah tingginya risiko gagal bayar oleh Penerbit, adanya pembebasan tanggung jawab dari Penerbit dan Penyelenggara atas kebenaran laporan keuangan, dan terdapat potensi konflik kepentingan antara Penerbit dan Penyelenggara; (2) BLU SCF akan berwenang melakukan audit atas laporan dan dokumen keuangan lain yang dipublikasi oleh Penerbit melalui Penyelenggara. Secara kelembagaan, BLU SCF akan berada di bawah naungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Puncaknya gagasan ini diharapkan dapat menyempurnakan praktik penyelenggaraan SCF di Indonesia, dengan mengedepankan perlindungan hak Pemodal atas kebenaran laporan keuangan Penerbit

    Relevansi Penundaan Pemilihan Umum Tahun 2024 dalam Perspektif Hukum Tata Negara Darurat

    Full text link
    Wacana penundaan pemilu pada tahun 2024 mendatang, sempat beredar di tengah keberlangsungan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang secara konsepsi dapat diklasifikasikan sebagai darurat sipil di Indonesia. Wacana tersebut dilontarkan oleh sekelompok elit politik tertentu dan mendapatkan respon yang beragam di tengah masyarakat, dari yang menyetujuinya hingga menolak gagasan tersebut. Tulisan ini menjelaskan mengenai pelaksanaan pemilu 2024 dalam konteks hukum tata negara darurat, sebagai cabang kajian keilmuan dari hukum tata negara yang membahas negara ketika dihadapkan dengan kondisi yang tidak normal alias darurat dikarenakan adanya bahaya yang mengancam jalannya keberlangsungan bangsa dan negara. Tulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual yang nantinya akan menilai apakah penundaan pemilu tersebut dapat dibenarkan dalam sudut pandang hukum tata negara darurat, serta dengan melihat implikasi dari bahaya Covid-19 saat ini dengan didukung dengan kebijakan yang ada dari pemerintah, serta lembaga penyelenggara pemilu itu sendiri yakni Komisi Pemilihan Umum

    433

    full texts

    481

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    e-Journal Balitbangkumham (Balitbang Hukum Dan Ham) is based in Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇