75 research outputs found
PEMAKZULAN KEPALA NEGARA
Abstract: Impeachment is often interpreted as impeachment, whereas both are academically different. Impeachment is to demand the accountability of the president/ head of state in the context of parliamentary oversight to the president, if the president violates the law. While impeachment means to be relegated or substituted to the state/ government from his post after going through the impeachment process. There are differences and similarities between impeachment concepts in the Indonesian constitution with the concept of Islamic state administration, only the concept offered by Islamic constitution is more universal. Al-Mawardi's thoughts can be used as a new offer to improve the impeachment concept in Indonesia's constitution, namely: (1) the reasons for the dismissal of the president when the president is made political puppet by his family or nearest people; and (2) the implementation or effectiveness of the law when it occurs the dismissal of heads of state from these two concepts provides different political stability. Of the two concepts of the Indonesian constitution provides good political stability with the tempo in the process of trial.Abstrak: Pemakzulan seringkali diartikan sama dengan impeachment, padahal keduanya secara akademik berbeda. Impeachment ialah menuntut pertanggungjawaban presiden/kepala negara dalam rangka pengawasan parlemen kepada presiden, apabila presiden melakukan pelanggaran hukum. Sedangkan pemakzulan berarti diturunkan atau penggantian kepada negara/pemerintahan dari jabatannya setelah melalui proses impeachment. Terdapat perbedaan dan persamaan antara konsep pemakzulan dalam konstitusi Indonesia dengan konsep ketatanegaraan Islam (fiqih siyasah), hanya saja konsep yang ditawarkan ketatanegaraan Islam lebih bersifat universal. Pemikiran al-Mawardi dapat dijadikan tawaran baru untuk menyempurnakan konsep pemakzulan dalam konstitusi Indonesia, yakni: (1) mengenai alasan dapat diberhentikannya presiden ketika presiden dijadikan sebagai boneka politik oleh keluarga atau orang-orang terdekatnya, dan (2) implementasi atau efektivitas hukum ketika terjadi pemberhentian kepala negara dari kedua konsep tersebut memberikan kestabilan politik yang berbeda. Dari keduanya konsep konstitusi Indonesia memberikan stabilitas politik yang cukup baik dengan adanya pengaturan tempo dalam proses peradilannya
IMPEACHMENT (Telaah Atas Ketatanegaraan Republik Indonesia dan Ketatanegaraan Islam)
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Pemberhentian presiden
disebutkan secara limitatif dalam konstitusi yaitu : penghianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden yang telah diatur dalam
pasal 7A UUD 1945. Mekanisme Impeachment Presiden di Indonesia melalui proses
di 3 lembaga yaitu : DPR, MK dan MPR. (2) pandangan ketatanegaraan islam
terhadap mekanisme impeachment menurut UUD 1945 yaitu : penghianatan terhadap
negara dalam islam; makar dan bughot(pemberontakan), korupsi dalam islam;
pencurian dan penipuan, perbuatan tercela dalam islam; melanggar bai’at atau
sumpah jabatan, penyelewengan kekuasaan, berjudi, berzina. Mekanisme
impeachment dalam islam melalui proses : mahkamah mazalim, majelis syur
IMPEACHMENT PERSPEKTIF KETATANEGARAAN INDONESIA DAN KETATANEGARAAN ISLAM
Impeachment seringkali diartikan sama dengan pemakzulan, padahal keduanya secara akademik berbeda. Impeachment ialah menuntut pertanggungjawaban presiden/kepala negara dalam rangka pengawasan parlemen kepada presiden apabila presiden melakukan pelanggaran hukum. Sedangkan pemakzulan berarti penggantian kepada negara/pemerintahan dari jabatannya setelah melalui proses impeachment. Terdapat perbedaan dan persamaan antara konsep pemakzulan dalam konstitusi Indonesia dengan konsep ketatanegaraan Islam (fiqih siyasah), hanya saja konsep yang ditawarkan ketatanegaraan Islam lebih bersifat universal. Pemikiran al-Mawardi dapat dijadikan tawaran baru untuk menyempurnakan konsep pemakzulan dalam konstitusi Indonesia, yakni: (1) mengenai alasan dapat diberhentikannya presiden ketika presiden dijadikan sebagai boneka politik oleh keluarga atau orang-orang terdekatnya, dan (2) implementasi atau efektivitas hukum ketika terjadi pemberhentian kepala negara dari kedua konsep tersebut memberikan kestabilan politik yang berbeda. Dari keduanya konsep konstitusi Indonesia memberikan stabilitas politik yang cukup baik dengan adanya pengaturan tempo dalam proses peradilannya
MPEACHMENT PRESIDEN DAN/ WAKIL PRESIDEN DI INDONESIA (TINJAUAN HUKUM ISLAM)
Dinamika ketatanegaraan yang sangat menarik untuk dibahas adalah
masalah impeachment Presiden dan/Wakil Presiden. Pengaturan tentang
impeachment Presiden diatur dalam UUD NRI 1945 setelah dilakukannya
perubahan ketiga. Salah satu hasil dari perubahan ketiga ini adalah pelibatan
lembaga peradilan, yakni Mahkamah Konstitusi. Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) harus mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR. Namun dalam praktiknya
MPR bisa saja tidak mematuhi putusan MK sehingga hal ini bertentangan dengan
sifat putusan MK yang final dan mengikat.
Atas dasar tersebut peneliti tertarik meneliti tentang bagaimana tinjauan
hukum Islam terhadap impeachment Presiden dan/ wakil Presiden di Indonesia?
dan kedua adalah bagaiamana konsep ideal mekanisme impeachment Presiden
dan/Wakil Presiden di Indonesia?. Dari problematika tersebut peneliti
menganalisis permasalahan ini dengan teori konfigurasi dan produk hukum
menurut Mahfud MD dan teori kepemimpinan dalam Islam. Penelitian ini
menggunakan pendekatan normatif yuridis dan normatif politis, dan penelitian ini
menggunakan metode Preskriptif-Analitis.
Hasil dari penelitian ini pertama, impeachment pemimpin dalam Islam
boleh dilakukan apabila pemimpin tersebut terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai pemimpin. Pemberhentian pemimpin menurut fikih siyāsah terdapat
setidaknya dua lembaga yang berperan. Kedua lembaga tersebut adalah
mahkamah mażalim dan ahl al-halli wa al-aqdi. Legislasi konfigurasi politik yang
terjadi pada masa pembahasan amandemen ketiga UUD 1945 mengenai
impeachment adalah demokratis, sedangkan apabila dilihat dalam perspektif
hubungan politik dengan hukum dalam Islam adalah wajib, karena aturan ini tidak
melanggar syari‟at Islam. Kedua, konsep ideal mekanisme impeachment adalah
dengan memperkuat posisi MK sebagai lembaga pemutus yang bersiat final dan
memasukkan amar agar putusannya dilaksanakan oleh MPR sehingga proses
impeachment tidak lagi proses yang bersifat politis
Analasis Perbandingan Pemakzulan Abd Rahman Wahid Menurut UUD 1945 dan Hukum Tata Negara Islam
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1)Pemakzulan secara etimologis
mempunyai dua arti pendakwaan, tuduhan; panggilan untuk melakukan
pertanggung jawaban. 2) Hak angket merupakan hak konstitusional DPR
sebagaimana mengatur dalam pasal 20A ayat (2) UUD 1945 sebagai wujud fungsi
pengawasan DPR kepada dan Pemerintah huna tercapainya mekanisme saling
control dan imbang (cheks and balances). 3) UUD 1945 pasca amandemen telah
mengatur tentang mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden
melalui beberapa pada tiga lembaga Negara yaitu DPR,MK, dan MPR. Untuk
pertama kalinya. DPR melakukan penyidikan dengan menggunakan hak angket,
selanjutnya DPR menggunakan hak menyatakan pendapat sebagai tindak lanjut
atas pelaksanaan hak angket. Atas penggunaan hak menyatakan pendapat ini,
DPR melakukan siding paripurn
ANALISIS PERBANDINGAN MEKANISME IMPEACHMENT KEPALA NEGARA BERDASARKAN HUKUM TATA NEGARA INDONESIA DAN HUKUM TATA NEGARA ISLAM
Melani Fauziah NIM 1808206022 “Analisis Perbandingan Mekanisme
Impeachment Kepala Negara Berdasarkan Hukum Tata Negara Indonesia
Dan Hukum Tata Negara Islam”. Skripsi 2022.
Kepemimpinan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat baik
masyarakat tradisional maupun masyarakat moderen. Seorang pemimpin
berfungsi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat sebagai unsur penting
untuk menjalankan suatu kelompok atau organisasi agar mencapai tujuan yang di
inginkan secara efektif dan efisien. Pemimpin di tuntut untuk melakukan berbagai
upaya dalam menghadapi perubahan dunia agar pemerintahan bisa mengikuti
perkembangan zaman dan melahirkan suatu inovasi untuk mensejahterakan
rakyat.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dari pertanyaan pertanyaan yang
menjadi rumusan masalah: “Analisis Perbandingan Mekanisme Impeachment
Kepala Negara Berdasarkan Hukum Tata Negara Indonesia Dan Hukum Tata
Negara Islam”. Metode penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Analisis.
Penelitian Deskriptif analisis adalah menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau
generalisasi.
Hukum tata negara Indonesia mengatur secara jelas mekanisme
impeachment Presiden sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Dasar
setelah diamandemen dan Undang-undang Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
dalam siyasah Islam tidak mengatur tata cara impeachment seorang Kepala
Negara atau Khalifah. Dalam menyelesaikan masalah pemberhentian Presiden,
hukum tata negara telah membuat Pasal-pasal tertentu dalam peraturan dan
Undangundang yang mengatur secara jelas. Sementara dalam Islam, apabila ada
perselisihan sumber hukumnya merujuk berdasarkan pada aturan syara‟ yaitu al�Quran dan asSunnah karena tidak adanya aturan yang secara khusus mengatur
mekanisme impeachment Presiden atau Khalifah.
Kata Kunci : Impeachment, Hukum Tata Negara Indonesia Dan Hukum Tata
Negara Isla
PEMAKZULAN TERHADAP PRESIDEN DAN ATAU WAKIL PRESIDEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ABSTRAK Batas minimum kuorum dan persetujuan anggota DPR itu tidak sejalan dengan konstitusi, meskipun Undang-Undang Dasar 1945 memang tidak menetapkan batas minimalnya. Soalnya, ada pasal pada UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada DPR untuk mengusulkan pemakzulan presiden dan wakil presiden kepada Mahkamah Konstitusi, yang prosesnya pasti bermula dari penggunaan hak tersebut. Usulan pemakzulan itu, menurut Pasal 7-B ayat 3 UUD 1945, harus didukung sekurangnya dua pertiga anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna dan diikuti oleh sekurangkurangnya dua pertiga anggota DPR. Maka sudah seharusnya batas minimal kuorum dan persetujuan DPR untuk memakai hak menyatakan pendapat dalam UU Nomor 27 tidak lebih berat dari syarat pemakzulan yang ditetapkan UUD 1945. Kata Kunci : Pemakzulan; Presiden; Undang-undang Dasar 194
Impeachment Presiden (Studi Perbandingan Ketatanegaraan Indonesia dan Ketatanegaraan Islam)
Hasil dari penelitian ini yang pertama adalah sistem ketatanegaraan Indonesia dan ketatanegaraan Islam memiliki aturan mengenai mekanisme impeachment dan pemakzulan kepala negara. Yang kedua adalah prinsip kedaulatan kedua sistem ketatanegaraan tersebut memiliki persamaan, yaitu menganut
kedaulatan Tuhan dan kedaulatan rakyat, dari sisi perbedaannya adalah hanya pada landasan konstitusi dalam bernegara. Dan yang ketiga adalah mekanisme impeachment dan pemakzulan presiden memiliki persamaan yang cukup signifikan. Sedangkan dari sisi perbedaan hanya dapat ditinjau dari sisi historis dan yuridis pada masa khulafa al-rasyidin sampai pada masa pos-modern atau zaman sekarang.
Implikasi dari penelitian ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui tentang impeachment dan pemakzulan presiden yang ada dalam ketatanegaraan Indonesia dan ketatanegaraan Islam. Serta bagi para anggota DPR agar dapat lebih memperketat lagi masalah prosedur impeachment presiden. Untuk para ulama fikih, agar dapat memberikan ijma’ agar tidak menjadi hal yang tabu bagi masyarakat
untuk dibahas secara umu
Pemakzulan Kepala Daerah Hasil Pemilihan Langsung Menurut Persfektif Hukum Positif Dan Siyasah Syar’iyyah
ABSTRAK
Nurizatis Sania (2021): Pemakzulan Kepala Daerah Hasil Pemilihan Langsung Menurut Persfektif Hukum Positif Dan Siyasah Syar’iyyah
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus kepala daerah yang di makzulkan yang dimana di era demokrasi sekarang ini banyak kepala daerah atau pejabat negara dimakzulkan dari jabatannya, dikarenakan kepala daerah tersebut terkena kasus korupsi, melanggar sumpah jabatan, melanggar larangan kepala daerah yang sebagaimana sudah diatur dalam undang-undang dan menyalahgunakan wewenag sebagai kepala daerah. Bupati sebagai salah seorang pejabat negara seharusnya mampu menjadi tauladan dalam menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan dalam setiap perilaku kehidupannya.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana dasar hukum dari pemakzulan kepala daerah hasil pemilihan langsung menurut perspektif hukum positif dan siyasah syar’iyyah dan Bagaimana mekanisme pemakzulan kepala daerah hasil pemilihan langsung menurut perspektif hukum positif dan siyasah syar’iyyah.
Dalam pengumpulan data penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yang merupakan penelitian normative yang bersifat deskriptif serta menguraikan kajian bersifat konseptual, akademis dan universal. maka segala kegiatan penelitian ini dipusatkan pada objek kajian terhadap bagaimana dasar hukum dari pemakzulan kepala daerah hasil pemilihan langsung menurut perspektif hukum positif dan siyasah syar’iyyah, dan bagaimana mekanisme pemakzulan kepala daerah hasil pemilihan langsung menurut perspektif hukum positif dan siyasah syar’iyyah.
Dari penelitian ini dapat di ketahui bahwa, pertama, dasar hukum pemakzulan menurut kepala daerah hukum positif yaitu UU No. 9 Tahun 2015 atas perubahan UU No. 23 Tahun 2014. Kedua, dasar hukum pemkzulan kepala daerah menurut Siyasah Syar’iyyah yaitu Surah An-Nisa ayat 9, Surah Al-Hujurat ayat 9 dan Hadits Riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Ketiga, mekanisme pemakzulan kepala daerah menurut Hukum Positif diataur dalam Pasal 80 UU No. 9 Tahun 2015 atas perubahan UU No. 23 Tahun 2014. Keempat, mekanisme pemakzulan kepala daerah menurut Siyasah Syar’iyyah tidak mentaati peraturan yang dibuat, melanggar sumpah jabatan, melakukan perbuatan-perbuatan yang membawa kemudharatan bagi umat yang dipimpinnya.
Kata kunci: Pemakzulan, Kepala Daerah, Hukum Positif, Siyasah Syar’iyya
- …