32 research outputs found

    Faktor Risiko Prenatal Perinatal Dan Postnatal Pada Kejadian Cerebral Palsy

    Get PDF
    Background: Cerebral Palsy (CP) is a disability disorder motor motorization is most common in children with a prevalence of 2-3 per 1000 live births. The term CP is explained as a group of movement and posture disorders that are often accompanied by impaired sensation, perception, cognition, communication, behavior, epilepsy, and secondary disorders of the musculoskeletal system. Disorders of CP occur in the immature central nervous system with non-progressive traits occurring in the prenatal, perinatal, and postnatal period. Methods:  The purpose of this study is to determine how much prenatal risk factors, perinatal, and postnatal events in CP at the Kitty Center Clinic in Jakarta for 5 year (2013 - 2017). Result: An observational descriptive study, which described prenatal perinatal, and postnatal risk factors for CP events at the Kitty Center Clinic in Jakarta for a period of 5 years (2013-2017) with a total of 523 study subjects. Based on the analysis of data obtained, based on the type of CP 35% quadripelgia spastic, 36% spastic diplegia, 6% spastic hemiplegia, 9% athetosis, and 14% hypotonia. Based on sex 62% are men, and 38% are women with a ratio of 1.6: 1.0. Based on the age of the child 11% <2 years, 34% 3-6 years, 33% 7-12 years, and 22%13-18 years. Conclusion:  Based on risk factors of 62% prenatal, 25% perinatal, and 12% postnatal. Prenatal risk factor is the biggest risk factor as much as 62% which causes Cerebral Palsy at the Kitty Center Clinic in Jakarta

    Cerebral Palsy Tipe Spastic Diplegy Pada Anak Usia Dua Tahun

    Full text link
    Latar Belakang. Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak permanen, tidak progresif yang terjadi pada usia muda (sejak dilahirkan) dan menghambat perkembangan otak normal. Gambaran klinis menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastik dan kelainan mental. Faktor risiko dari cerebral palsy adalah akibat kelainan pada masa prenatal, perinatal dan postnatal. Kasus. An. AI, dua tahun, laki-laki, mengeluh belum bisa duduk dan berjalan. Saat usia 9 bulan pasien diajari untuk duduk, merangkak dan berjalan, namun pasien tidak dapat melakukannya. Saat dibantu berjalan, kedua kaki pasien tampak lurus dan suka menyilang saat melangkah, dan ketika Ibu melepaskan tangannya, pasien pun jatuh, Pada riwayat perinatal, persalinan pasien pada saat usia kehamilan 8 bulan. Pada riwayat postnatal, pasien mengalami hiperbilirubinemia. Pemeriksaan fisik didapatkan strabismus konvergen, reflek primitif yaitu grasping reflex pada kedua tangan, tonus otot hipertonus dan spastik serta scissor gait's phenomenon pada kedua kaki saat berjalan. Kesimpulan. Dilakukan tatalaksana rehabilitasi medik pada pasien berupa fisioterapi, terapi wicara, terapi okupasi, ortotis-prostetis, dan terapi psikologi. [Medula Unila.2013;1(4):25-34

    Identifikasi faktor resiko terjadinya anak cerebral palsy di wahana keluarga cerebral palsy Yogyakarta

    Get PDF
    Latar Belakang: Cerebral palsy adalah kerusakan atau kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi atau anak dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir dan sering disertai dengan ketidaknormalan bicara, penglihatan, kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan saraf lainnya. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui faktor resiko terjadinya cerebral palsy pada anak cerebral palsy di Wahana Keluarga Cerebral Palsy Yogyakarta. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan penelitian desktiptif dengan desain cross sectional dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 35 orangtua dan anak cerebral palsy. Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan 11 pertanyaan yang sudah divalidasi. Hasil Penelitian: Pada hasil uji chi square pada faktor prenatal usia ibu hamil hasil P=0,000, hasil uji chi square pada faktor perinatal kejadian premature hasil P= 0,001 kemudian kejadian BBLR hasil P= 0,005 dan pada faktor postnatal kejadian bayi tidak segera menangis hasil P= 0,001. Simpulan: Identifikasi faktor resiko terjadinya anak cerebral palsy di Wahana Keluarga Cerebral Palsy Yogyakarta didapatkan hasil bahwa faktor resiko yang terjadi dapat dilihat dari faktor prenatal (sebelum kelahiran), faktor perinatal (saat kehamilan) dan faktor postnatal (sesudah kelahiran). Saran: Diharapkan ibu hamil dapat menambah wawasan tentang identifikasi faktor resiko terjadinya anak cerebral palsy agar dapat mencegah terjadinya anak cerebral palsy pada kelahiran anaknya

    GANGGUAN BERBAHASA PADA PENDERITA CEREBRAL PALSY SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK KLINIS

    Get PDF
    This study describes language disorders in the people with cerebral palsy and what kind of treatments to people with cerebral palsy related to language disorders. Cerebral palsy is a series of disorders with problems regulating muscle movements where it is as a result of some damage to the motor centers in the brain. Damage to the motor center in the brain that causes cerebral palsy can occur prenatal (before birth), perinatal (during the birth), or even postnatal (immediately after birth). There are several main problems that are often found and faced by children with cerebral palsy, they are: (1) difficulty in eating and swallowing caused by motor disturbances in the mouth, (2) difficulty in speaking, (3) difficulty in hearing, and (4) language disorders

    Fisioterapi Pediatri Neuromuskuler dan Genetik

    Get PDF
    Dalam bidang kesehatan berbagai tantangan dihadapi oleh seorang fisioterapis. Terutama gangguan atau kelainan yang terjadi pada sistem saraf. Sistem saraf manusia yang begitu kompleks dan bervariasinya, timbulnya berbagai kondisi neurologis yang disebabkan oleh penyakit atau trauma, memiliki dampak buruk tidak hanya pada pasien tetapi juga pada keluarga. Banyak kondisi neurologis bersifat progresif dan panjang serta menghasilkan berbagai gejala sisa Lesi pada sistem saraf apakah itu otak, medula spinalis, atau saraf perifer dapat menyebabkan berbagai gejala klinis neurologi berdasarkan letak lesi maupun luas lesi yang terjadi baik lesi susunan saraf pusat (SSP) maupun susunan saraf tepi (SST). Sejumlah besar kelainan susunan saraf pada manusia telah dianggap berasal dari gangguan perkembangan awal. kasus neuromuskular sering ditemukan pada anak. Sebagian besar kasus neuromuskular dapat dikenali hanya dari gejala klinis dan pemeriksaan neurologis yang baik. Secara anatomi, kelainan susunan saraf perifer dimulai dari kornu anterior medulla spinalis dan berakhir di neuromuskular junction. Kelainan neuromuskular dapat terjadi secara genetik maupun didapat ( Deisch.Jr, 2017 )Pada anak–anak, hubungan antara lesi pada sistem saraf dan gangguan fungsi dapat berubah abnormalitas gerakan di minggu atau bulan pertama kelahiran pada proses tumbuh kembang anak secara bertahap dan dapat meningkat selama tahun pertama kehidupan. Tetapi ketika usia anak diatas satu tahun di saat tahap perkembangan anak mulai dianggap ada perubahan baik segi motorik, kognisi, perilaku, bahasa dan bicara, psikososial, penglihatan dan pendengaran mulai menjadi perhatian yang sangat penting terhadap perkembangan selanjutnya. Untuk itu di perlukan pemahaman secara mendalam dan holistik mengenai gangguan atau kelainan – kelainan pada anak yang memiliki karakteristik khusus baik dari segi fisik maupun fungsional gerak Adanya kelainan, penyakit dan gangguan yang terjadi pada masa tumbuh kembang akan mengakibatkan perlambatan perkembangan seperti gangguan gerak fungsional baik aktual, potensial, maupun syndroma. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan tentang perkembangan gerak fungsional serta kelainan, penyakit, gangguan yang terjadi pada masa tumbuh kembang. Fisioterapi sebagai profesi kesehatan mempunyai wewenang dan tanggung jawab memberikan pelayanan kepada pasien atau klien yang memiliki gangguan, keterbatasan fungsional, cacat, atau perubahan fungsi fisik dan status kesehatan yang dihasilkan dari cedera, penyakit, atau penyebab lainnya yang berdampak pada penurunya kwalitas hidup manusia, untuk itu sangatlah penting bagi seorang fisiterapis terlebih dahulu memahami konsep-konsep teori mulai dari pengertian, penyebab, patologi, patofisiologi, patogenesis, karakteristik dan lain sebagainya sampai problematik yang di timbulkan oleh kelainan sistem syaraf tersebut. Selain itu Peran fisioterapis anak bukan hanya sekadar pada motorik kasarnya saja, namun juga memperhatikan keempat aspek seperti , motorik halus , pemahaman, komunikasi (bicara) dan sosialisasi. Fisioterapis juga berperan pada kualitas pola gerak anak, bukan hanya sekadar pada tahapan anak bisa berjalan saja. Contoh kasus yang dapat ditangani fisioterapis antara lain gangguan susunan saraf pusat, keterlambatan atau gangguan neuromuskular, kelainan dan gangguan orthopedik, kelainan genetik dan metabolism serta gangguan belajar dan perilaku. Buku Fisioterapi Pediatri Neuromuskuler ini akan membahas tentang kasus-kasus anak yang berhubungan dengan kerusakan sistem saraf baik susunan syaraf pusat, syaraf tepi dam kelaian genetik yang berdampak pada gangguan gerak dan fungsi tubuh

    PENAMBAHAN HIDROTERAPI PADA NEURODEVELOPMENT TREATMENT (NDT) TERHADAP GROSS MOTOR ANAK CEREBRAL PALSY DIPLEGISPASTIK DI PUSAT REHABILITASI YAKKUM

    Get PDF
    Latar Belakang: Di Indonesia 1 – 5 dari setiap 1.000 anak yang hidup didunia memiliki kondisi Cerebral Palsy. Pada anak Cerebral Palsy spastic diplegi menimbulkan gangguan pada fungsi motorik berupa kelemahan dan gerakan tidak terkontrol. Gangguan fungsionalnya, yaitu gangguan untuk transfer, gangguan keseimbangan duduk, kesulitan dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari dan gangguan berjalan. Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan Gross Motor antara lain faktor genetik, kelainan tonus otot, kesehatan pada periode prenatal, kesulitan melahirkan, faktor lingkungan, faktor gizi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui pengaruh penambahan Hidroterapi pada Neurodevelopment Treatment (NDT) terhadap Gross Motor anak Cerebral Palsy Diplegi tipe spastik. Metode Penelitian: Rancangan penelitian ini bersifat kuasi eksperimental dengan rancangan pre and post test group two design. Pada penelitian ini digunakan 2 kelompok perlakuan, kelompok 1 diberikan NDT, dan kelompok 2 diberikan NDT dan Hidroterapi. Sebelum diberikan perlakuan 2 kelompok tersebut diukur dengan menggunakan alat ukur untuk motorik kasar yaitu Gross Motor Function Measure (GMFM). Uji normalitas dengan Saphiro Wilk test. Hasil penelitian peningkatan Gross Motor penderita Cerebral Palsy. Dianalisis menggunakan paired sample t-test pada kedua kelompok. Hasil: hasil uji paired sample t-test pada kelompok 1 p=0,224 (p>0,05) dan kelompok 2 p=0,009 (p<0,05), menunjukkan bahwa kelompok 1 tidak memiliki pengaruh dan kelompok 2 memiliki pengaruh. Kesimpulan: ada pengaruh penambahan Hidroterapi pada NDT terhadap Gross Motor anak Cerebral Palsy Diplegi tipe spastik. Saran: Penelitian selanjutnya agar mengontrol aktivitas kegiatan sampel yang dilakukan sample sehari-hari yang dapat berpengaruh pada kondisi Gross Motornya

    PENGARUH PREDICTIVE FACTOR TERHADAP OUTCOME SEMLS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC DIPLEGIC DI RS ORTHOPEDI PROF. DR.dr.R.SOEHARSO SURAKARTA

    Get PDF
    Latar Belakang. Single Event Multi Level Surgery (SEMLS) merupakan penanganan yang paling sering digunakan untuk memperbaiki deformitas dan fungsional pada anak dengan Cerebral Palsy Spastik Diplegik. Permasalahan pada Negara berkembang berupa kemiskinan, akses ke rumah sakit yang sulit, kurangnya pendidikan dan ketidakpatuhan, merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan outcome pada SEMLS. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan faktor karakter pasien dan demografi dengan predictive of outcome pada pasien dengan SEMLS Metode. Penelitian menggunakan studi cross sectional pada 55 (28 laki-laki, 22 wanita) anak penderita Cerebral Palsy Spastik Diplegik yang dilakukan SEMLS pada klinik pediatrik rumah sakit Ortopaedi Prof.dr.R.Soeharso Surakarta paling sedikit 6 bulan, sejak Januari 2012 hingga November 2013. Karakteristik pasien saat dilakukan pemeriksaan adalah usia dan derajat keparahan saat sebelum dilakukan terapi, tingkat pendidikan dan ekonomi orang tua, akses ke rumah sakit dan kepatuhan kontrol ke rumah sakit, kemudian dilakukan pemeriksaan analisa dengan model regresi linier untuk mengetahui hubungan functional outcome SEMLS menggunakan GMFCS Score Hasil: Kepatuhan kontrol merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap outcome SEMLS, sedangkan faktor-faktor prediksi lainnya seperti faktor usia, derajat keparahan (spastisitas), tingkat pendidikan, ekonomi, dan kemudahan akses ke rumah sakit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap outcome dari SEMLS Kesimpulan. Kepatuhan kontrol orangtua pasien merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap predictive outcome SEMLS. Kata Kunci : SEMLS, CP Spastik Diplegik, Faktor Prediktif Keberhasila

    PENGARUH BOBATH EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN TUMBUH KEMBANG MOTORIK KASAR ANAK CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIC QUADRIPLEGIA USIA 4-6 BULAN DI YPAC MAKASSAR

    Get PDF
    CP adalah suatu kelainan gerakan dan sikap tubuh (posture) yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada otak yang seddang tumbuh/belum matang dan menyebabkan penurunan fungsi motorikPenelitian merupakan pra eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Bobath Exercise terhadap tumbuh kembang motorik kasar anak dengan kondisi cerebral palsy. Lokasi penelitian adalah di Poliklinik Fisioterapi  YPAC Makassar dengan jumlah sampel sebanyak 10 orang yang diperoleh dengan tehnik purposive sampling.Berdasarkan gambaran penderita cerebral palsy, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah motorik kasar tengkurap dan terlentang dengan jumlah 6 orang (60%), dan responden yang terkecil adalah motorik kasar duduk tanpa berpegangan dengan jumlah 4 orang (40%). Nilai rerata pre test yaitu 1,8 + 0,63246 dan nilai rerata post test yaitu 2,2 + 0,51640, selisih nilai rerata adalah 0,6000. Perubahan nilai rerata yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan perkembangan motorik kasar setelah diberikan bobath excercise. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bobath excercise dapat menghasilkan peningkatan perkembangan motorik kasar. hasil Uji Wilcoxon yang terdiri dari nilai Ranks dan nilai Z. nilai ranks, diperoleh angka 0 pada negative kemudian angka 6 pada positif ranks. Kemudian dilihat dari nilai Z diperoleh nilai sebesar 2,449 dengan nilai p = 0,014 < 0,05 yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna setelah diberikan perlakuan.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian bobath exercise dapat memberikan pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan perkembangan motorik kasar pada anak cerebral palsy tipe spastic quadriplegia usia tumbuh kembang 4 – 6 bulan. Kata Kunci : Bobath Exercise, tumbuh kembang motorik kasar, cerebral palsy, spastic quadriplegi

    Kehamilan remaja dan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Lombok Barat

    Get PDF
    Teenage pregnancy and the incidence of stunting in children aged 6-23 months in West LombokPurposeThis study aimed to analyze the risk of teenage pregnancy against stunting in children aged 6-23 months.MethodsThis study was an observational study with a matched case-control design. Control and case samples were each 55 samples, with a total sample of 110. The study subjects in the case group were children aged 6-23 months who suffered stunting. Children who did not suffer stunting were the control group. Samples were selected using two stage cluster random sampling. Analysis data used McNemar and conditional logistic regression tests with level of significance p <0.05 and confidence level (CI) 95%.ResultsThe finding of this study showed there was a significant association between teenage pregnancy and the incidence of stunting among children aged 6-23 months by controlling for the variables of maternal education, birth weight, and maternal stature (OR = 2.95; 95% CI: 1.05-8.26).ConclusionTeenage pregnancy, maternal short stature, low birth weight, and low maternal education were factors most likely contributed to increases in the incidence of stunting.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya risiko kehamilan remaja terhadap  kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan.Metode: Penelitian observasional ini menggunakan desain Matched Case Control. Sampel kontrol dan kasus masing-masing sebanyak 55 sampel, total sampel 110. Subyek penelitian pada kelompok kasus adalah anak usia 6-23 bulan yang mengalami stunting. Anak yang tidak mengalami stunting akan menjadi kelompok kontrol. Pengambilan sampel menggunakan two stage cluster random sampling. Analisis data menggunakan uji McNemar dan analisis regresi logistik kondisional dengan tingkat kemaknaan <0,05 dan tingkat kepercayaan (CI) 95%.Hasil: Analisis multivariabel menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kehamilan pada usia remaja dengan kejadian stunting anak usia 6-23 bulan dengan mengontrol variabel pendidikan ibu, berat badan lahir, dan tinggi badan ibu  (OR=2,95 ;95% CI:1,05-8,26).Implikasi praktis: Kehamilan remaja merupakah salah satu faktor yang berkontribusi pada kejadian stunting. Perlu ada pengawasan internal (orang tua) dan eksternal (pemerintah) dalam pengendalian kehamilan remaja. Undang-undang perkawinan merupakan salah satu cara pengendalian usia pernikahan terlalu dini.Keaslian: Kehamilan pada usia remaja, tinggi badan ibu yang pendek, berat badan lahir rendah, serta pendidikan ibu yang rendah berpeluang lebih besar meningkatkan kejadian stunting

    Penyakit Hemolitik pada Bayi Baru Lahir

    Get PDF
    Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir adalah sindrom anemia hemolitik dan ikterus yang terjadi akibat destruksi eritrosit yang sudah dilapisi oleh antibodi. Patofisiologi pada penyakit ini adalah karena adanya proses imun yang dimulai saat terjadi sensitisasi pada kehamilan pertama saat darah janin yang memasuki sirkulasi ibu. Adanya ketidakcocokan golongan darah atau rhesus tersebut memicu proses imun ibu membentuk antibodi sehingga menyebabkan penghancuran eritrosit bayi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, atau golongan darah lainnya. Perbedaan golongan darah antara ibu dan bayi terjadi saat ada faktor golongan darah janin yang diwariskan dari ayahnya tidak dimiliki oleh ibu. Gejala yang timbul antara lain hiperbilirubinemia, anemia, hepatosplenomegali, dan lainnya. Pemeriksaan laboratorium yang berfungsi sebagai pemeriksaan penyaring adalah: Uji Rossete, uji Kleihauer-Betke (KB), flowsitometri dan tes antiglobulin indirek. Pemeriksaan rutin lainnya adalah pemeriksaan darah rutin, kadar bilirubin, golongan darah dan rhesus. Penatalaksanaan saat kehamilan dapat berupa transfusi intrauterin atau imunomodulasi, sementara penatalaksanaan paska kelahiran dapat dengan transfusi tukar, fototerapi atau pemberian imunoglobulin Kata kunci : Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sensitisasi, antibodi, imunoglobuli
    corecore