14 research outputs found

    PROBLEMATIKA YURIDIS PASAL 201 AYAT (9) UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

    Get PDF
    Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah baru yang muncul dari Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, danWalikota. Pasal 201 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 yang menyatakan tentang pemilihan kepala daerah serentak. Pada bulan Desember 2015 pemilihan kepala daerah serentak pertama kali dilaksanakan. Pada pemilihan tersebut ada tiga kabupaten yang sampai saat ini belum mempunyai kepala daerah definitif. Kekosongan jabatan tersebut diisi oleh Penjabat Kepala Daerah sementara. Hal tersebut diatur oleh Pasal 201 ayat (9) Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Penjabat kepala daerah yang mengisi jabatan kepala daerah definitif di tiga kabupaten tersebut mempunyai kewenangan serta fungsi yang cukup kompleks. Hal tersebut diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara yuridis diatur jelas oleh Pasal 132A ayat (1). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kewenangan dan fungsi penjabat kepala daerah yang mengisi jabatan kepala daerah yang habis masa jabatannya. Penelitian ini menggunakan metode peneltian hukum normatif. Penelitian Hukum normatif merupakan penelitian yang berdasarkan norma dan kaidah dari peraturan perundang-undangan. Sumber utama dari penelitian ini adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Kewenangan dan Fungsi dari penjabat kepala daerah dan Kepala daerah definitif memiliki perbedaan. Kewenangan dan Fungsi dari kepala daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 65. Kewenangan dan Fungsi dari Penjabat kepala daerah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2009 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 132A ayat (1). Setelah dibandingkan antara kewenangan dan fungsi dari penjabat kepala daerah dan kepala daerah definitif ternyata ada perbedaan. Hal tersebut terdapat pada beberapa point. Salah satunya adalah bahwa penjabat kepala daerah tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan kepala daerah sebelumnya. Penjabat kepala daerah tidak boleh merubah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditinggalkan kepala daerah sebelumnya. Hal tersebut menjadikan Kewenangan dan Fungsi penjabat Kepala Daerah tidak seluas Kewenangan dan Fungsi kepala Daerah definitif. Hal ini merujuk pada simpulan bahwa adanya kekosongan hokum tentang kewenangan dan fungsi dari penjabat kepala daerah yang mengisi jabatan kepala daerah yang habis masa jabatannya. Adanya alasan tersebut seharusnya perlu adanya konstruksi hukum guna menjadikan pijakan pemerintah dalam membuat peraturan yang mengatur hal tersebut. Kata kunci:Penjabat Kepala Daerah, Kewenangan Kepala Daerah, Fungsi Kepala Daerah Abstract This research is based on a new problem Act No. 10 of 2016 on the election of Governors, Regents and Mayors. Article 201 paragraph (1) of Law No. 10 of 2016 which states on the local elections simultaneously. In December 2015 the local elections first held simultaneously. At the election there are three districts that until now has not had a definitive regional head. Vacancies are filled by the Acting Regional Head while. It is governed by Article 201 subsection (9) of the Act number 10 of 2016 on the election of Governors, Regents and Mayors. Acting head of the region to fill the position of head definitive areas of these three districts have the authority and functions that are quite complex. It is regulated by Government Regulation No. 49 of 2009 regarding the Election, Legalization, Appointment and Dismissal of Regional Head and Deputy Regional Head. Legally regulated clearly by Article 132A paragraph (1). This research uses normative legal research. Normative Legal Research is a research-based norms and rules of the legislation. Legal materials of this research is Act No. 10 Of 2016 regarding the Election of governors, regents and mayors. The purpose of this study to analyze the authority and functions of the acting head of the region that fills the position of head of the outgoing area. This research uses a prescriptive analysis, which is intended to provide arguments on the results of research conducted by researchers. The result of this research Authority and functions of the acting head of the region and the head region has a definitive differences. The powers and functions of the head are set out in Act No. 23 of 2014 Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216 on Regional Government Article 65. The Authority and functions of the acting head of the region governed by Government Regulation No. 49 of 2009 regarding the Election, Legalization, Appointment and Dismissal of Regional Head and Deputy Regional Head Article 132A paragraph (1). A comparison between the authority and functions of the acting head of regional and local leaders definitive turns out there are differences. It was there at some point. One is that the acting head of the region should not be a policy that is contrary to the policy of the previous head of the region. The acting head of the region must not change the leadership of the regional work units (SKPD) left by previous regional head. This makes the authority and function of the acting Head of the Region did not wide powers and functions of Regional head definitive. This based on to the conclusion that the existence of a legal vacuum on the authority and functions of the acting head of the region that fills the position of head of the outgoing area. The existence of these reasons should the need for legal construction in order to make the government footing in making the rules that govern it. Keywords: Acting Head of the Regional Authority Regional Head, Regional Head Functio

    MODEL STOKASTIK UNTUK PERAWATAN SISTEM SERI

    Get PDF
    Perhatikan sistem seri dengan n komponen yang saling indepeden. Sistem mulai dioperasikan pada waktu t = 0. Jika sebuah komponen rusak maka segera diperbaiki sehingga kondisinya seperti komponen yang baru dan waktu penggantian dianggap diabaikan. Jika banyaknya kerusakan dari setiap komponen pada interval [0, t] dimodelkan dengan proses renewal, maka banyaknya kerusakan sistem seri pada interval [0, t] merupakan superposisi dari proses renewal. Jika pada setiap perbaikan komponen dikenakan biaya perawatan maka total biaya perawatan setiap komponen merupakan proses renewal reward, dan total biaya perawatan sistem seri merupakan superposisi proses renewal reward. Selanjutya jika pada setiap biaya perawatan dikaitkan faktor diskon, maka total biaya perawatan sistem seri merupakan superposisi proses renewal reward terdiskon. Mean dan momen dari superposisi proses renewal reward dan versi terdiskonnya pada interwal waktu [0, t] telah dibahas dalam literatur. Dalam aplikasi sering berguna untuk memodelkan biaya perawatan sistem untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu perlu diteliti sifat-sifat model perawatan sistem pada interval waktu [0, ). Pada makalah ini dibahas sifat-sifat asimtotik dari superposisi proses renewal serta superposisi proses renewal reward and versi diskonnya Kata kunci: proses renewal, proses renewal rewar

    Intervention Analysis for Modeling and Forecasting Exchange Rates Rupiah Against Yen

    Get PDF
    The Rupiah exchange rate against the Yen is one of the most important exchange rates in Indonesia since the agreement between the two countries to conduct investment and trade transactions using local currency. Exchange rate movements tended to strengthen during 2019. In 2020 there was a COVID-19 intervention and there was a significant weakening. An intervention is an event that causes a sharp increase or decrease in time series data. Intervention analysis is an analysis used on the data affected by the intervention by measuring the magnitude of the change in value and the duration of the intervention. Intervention analysis research on data on the rupiah exchange rate against the yen is still very rarely done. This study aims to apply intervention analysis in modeling and forecasting the Rupiah against the Yen exchange rate by considering the impact of the COVID-19 intervention. Research shows that the COVID-19 intervention on the Rupiah exchange rate against the Yen has had a long impact with the best intervention model being ARIMA (4,2,0) with an order of intervention (0,1,0). The level of forecasting accuracy using the model is very good with a MAPE value of 2.69%

    PROBLEMATIKA YURIDIS PASAL 201 AYAT (9) UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

    Get PDF
    Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah baru yang muncul dari Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, danWalikota. Pasal 201 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 yang menyatakan tentang pemilihan kepala daerah serentak. Pada bulan Desember 2015 pemilihan kepala daerah serentak pertama kali dilaksanakan. Pada pemilihan tersebut ada tiga kabupaten yang sampai saat ini belum mempunyai kepala daerah definitif. Kekosongan jabatan tersebut diisi oleh Penjabat Kepala Daerah sementara. Hal tersebut diatur oleh Pasal 201 ayat (9) Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Penjabat kepala daerah yang mengisi jabatan kepala daerah definitif di tiga kabupaten tersebut mempunyai kewenangan serta fungsi yang cukup kompleks. Hal tersebut diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Secara yuridis diatur jelas oleh Pasal 132A ayat (1). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kewenangan dan fungsi penjabat kepala daerah yang mengisi jabatan kepala daerah yang habis masa jabatannya. Penelitian ini menggunakan metode peneltian hukum normatif. Penelitian Hukum normatif merupakan penelitian yang berdasarkan norma dan kaidah dari peraturan perundang-undangan. Sumber utama dari penelitian ini adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Kewenangan dan Fungsi dari penjabat kepala daerah dan Kepala daerah definitif memiliki perbedaan. Kewenangan dan Fungsi dari kepala daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 65. Kewenangan dan Fungsi dari Penjabat kepala daerah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2009 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 132A ayat (1). Setelah dibandingkan antara kewenangan dan fungsi dari penjabat kepala daerah dan kepala daerah definitif ternyata ada perbedaan. Hal tersebut terdapat pada beberapa point. Salah satunya adalah bahwa penjabat kepala daerah tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan kepala daerah sebelumnya. Penjabat kepala daerah tidak boleh merubah pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditinggalkan kepala daerah sebelumnya. Hal tersebut menjadikan Kewenangan dan Fungsi penjabat Kepala Daerah tidak seluas Kewenangan dan Fungsi kepala Daerah definitif. Hal ini merujuk pada simpulan bahwa adanya kekosongan hokum tentang kewenangan dan fungsi dari penjabat kepala daerah yang mengisi jabatan kepala daerah yang habis masa jabatannya. Adanya alasan tersebut seharusnya perlu adanya konstruksi hukum guna menjadikan pijakan pemerintah dalam membuat peraturan yang mengatur hal tersebut. Kata kunci:Penjabat Kepala Daerah, Kewenangan Kepala Daerah, Fungsi Kepala Daerah Abstract This research is based on a new problem Act No. 10 of 2016 on the election of Governors, Regents and Mayors. Article 201 paragraph (1) of Law No. 10 of 2016 which states on the local elections simultaneously. In December 2015 the local elections first held simultaneously. At the election there are three districts that until now has not had a definitive regional head. Vacancies are filled by the Acting Regional Head while. It is governed by Article 201 subsection (9) of the Act number 10 of 2016 on the election of Governors, Regents and Mayors. Acting head of the region to fill the position of head definitive areas of these three districts have the authority and functions that are quite complex. It is regulated by Government Regulation No. 49 of 2009 regarding the Election, Legalization, Appointment and Dismissal of Regional Head and Deputy Regional Head. Legally regulated clearly by Article 132A paragraph (1). This research uses normative legal research. Normative Legal Research is a research-based norms and rules of the legislation. Legal materials of this research is Act No. 10 Of 2016 regarding the Election of governors, regents and mayors. The purpose of this study to analyze the authority and functions of the acting head of the region that fills the position of head of the outgoing area. This research uses a prescriptive analysis, which is intended to provide arguments on the results of research conducted by researchers. The result of this research Authority and functions of the acting head of the region and the head region has a definitive differences. The powers and functions of the head are set out in Act No. 23 of 2014 Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216 on Regional Government Article 65. The Authority and functions of the acting head of the region governed by Government Regulation No. 49 of 2009 regarding the Election, Legalization, Appointment and Dismissal of Regional Head and Deputy Regional Head Article 132A paragraph (1). A comparison between the authority and functions of the acting head of regional and local leaders definitive turns out there are differences. It was there at some point. One is that the acting head of the region should not be a policy that is contrary to the policy of the previous head of the region. The acting head of the region must not change the leadership of the regional work units (SKPD) left by previous regional head. This makes the authority and function of the acting Head of the Region did not wide powers and functions of Regional head definitive. This based on to the conclusion that the existence of a legal vacuum on the authority and functions of the acting head of the region that fills the position of head of the outgoing area. The existence of these reasons should the need for legal construction in order to make the government footing in making the rules that govern it. Keywords: Acting Head of the Regional Authority Regional Head, Regional Head Functio

    Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku terhadap Pemeliharaan Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Status Kesehatan Periodontal PRA Lansia di Posbindu Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya

    Get PDF
    Proses penuaan merupakan salah satu faktor sistemik yang mempengaruhi respon tubuh terhadap terjadinya penyakit periodontal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut dengan status kesehatan periodontal pra lansia. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental, dengan rancangan cross sectional. Subjek penelitian berjumlah 225 orang pra lansia dari 9 Posbindu di Kecamatan Indihiang Tasikmalaya, yang diambil dengan cara purposive sampling. Variabel pengaruh terdiri dari pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut. Variabel pengetahuan diukur menggunakan kuesioner tertutup dengan pilihan jawaban benar atau salah. Variabel sikap dan perilaku diukur menggunakan kuesioner dibuat menurut skala Likert. Kuesioner telah diuji validitas (koefisien korelasi ≥ 0,30) dan uji reliabilitas (alpha cronbach >0,60). Variabel terpengaruh adalah status kesehatan periodontal yang diukur menggunakan indeks CPITN. Analisa data menggunakan analisis korelasi dan regresi berganda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut mempunyai hubungan signifikan terhadap status kesehatan periodontal (F =30,681 dan p =0,001), dan memberikan kontribusi pengaruh sebesar 29,4% (R² = 0,294) terhadap status kesehatan periodontal. Perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut memberikan kontribusi pengaruh paling besar terhadap status kesehatan periodontal yaitu sebesar 6,9%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin baik pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, semakin baik status kesehatan periodontal pra lansia. Perilaku terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut memberikan kontribusi pengaruh paling besar terhadap status kesehatan periodontal pra lansia.Correlation Between Knowledge, Attitude and Behaviour on Oral Hygiene Maintenance with Periodontal Health Status of Pre Elderly at Posbindu of Sub-District Indihiang Tasikmalaya. Aging process is one of the systemic factors that influence the host response towards the occurrence of periodontal disease. The purpose of this study was to find out the correlation between knowledge, attitude, and behavior on oral hygiene maintenance with periodontal health status of pre elderly. Two hundred twenty-five pre elderly chosen purposively from 9 Posbindu of Sub-district Indihiang Tasikmalaya were used as a sample of non-experimental study with cross-sectional design. The independent variables were: knowledge, attitude and behavior on oral hygiene maintenance. Experience variable was measured in closed questionnaire with multiple-choice answers: true or false. Attitude and behavior variables were measured using a questionnaire with Likert scale. The results of the validity and reliability test show that correlation coefficient and alpha cronbachis ≥ 0,30 and > 0,60 respectively. CPITN index was used to measure dependent variable (periodontal health status). Correlation analysis and multiple regressions were used for data analysis. The result of multiple regression analysis shows that variables of knowledge, attitude and behavior on oral hygiene maintenance have a very significant correlation between periodontal health status (F = 30,681 and p = 0,001) and gives an influence contribution of 29,4% (R2 = 0,294) on periodontal health status. Behavior on oral hygiene maintenance gives the greatest influence contribution on periodontal health status as much as 6,9%. Conclusions: The better of knowledge, attitude and behavior on oral hygiene maintenance lead to the better periodontal health status of pre elderly. The action on oral hygiene maintenance gives the biggest influence contribution on periodontal health status of pre elderly

    MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGGUNAKAN SOFTWARE R SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN INOVASI PEMBELAJARAN BAGI GURU-GURU MATEMATIKA SMA DAN SMK DI JAKARTA TIMUR

    Get PDF
    ABSTRAKKondisi yang dialami oleh banyak guru matematika antara lain yaitu kurangnya inovasi dalam pembelajaran matematika. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani, dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.untuk  menjamin  keterlaksanaan  tugasnya  secara  professional.  Untuk  meningkatkan kompetensi guru-guru khususnya guru-guru di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan perlu diberikan pelatihan-pelatihan software yang menunjang tugas utamanya sebagai pendidik. Salah satu software yang berguna untuk pembelajaran matematika diantaranya Software R. Software R dapat digunakan untuk menjelaskan banyak topik dalam matematika antara lain: masalah aritmatika, geometri, maupun aljabar. Sofware R juga dapat digunakan guru untuk membantu evaluasi pembelajaran maupun untuk mengolah data penelitian. Melalui pelatihan software R bertujuan agar guru mampu berinovasi untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas mengajar matematika guru- guru di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Jakarta Timur. Feedback dari kegiatan pelatihan yang diselenggarakan, peserta memberikan respon positif terhadap pelatihan tentang Software R.   ABSTRACTConditions experienced by many teachers of mathematics, among others, the lack of innovation in learning mathematics. Teachers are required to have academic qualifications, competencies, certificates of educators, physically and mentally, and have the ability to realize the goals of national education. To ensure professional execution of their duties. To improve the competence of teachers, especially teachers in Senior High School and Vocational High School need to be given software training that support the main task as educator. One of the software that is useful for learning mathematics such as Software R. Software R can be used to explain many topics in mathematics, among others: the problem of arithmetic, geometry, and algebra. Software R also can be used by teacher to assist evaluation of learning and also to process research data. Through software training R aims to enable teachers to innovate to improve the skills and creativity of teaching mathematics teachers in High School and Vocational High School in East Jakarta. Feedback from the training activities held, the participants gave a positive response to the training on Software R
    corecore