743 research outputs found
HUBUNGAN MINAT BELAJAR DAN HASIL BELAJAR MATA DIKLAT PRODUKTIF DENGAN KESIAPAN SISWA MENGHADAPI UJI KOMPETENSI KEAHLIAN JURUSAN OTOMOTIF DI SMK 45 WONOSARI TAHUN AJARAN 2010/2011
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Menganalisa hubungan antara minat belajar dengan kesiapan siswa menghadapi uji kompetensi; (2) Menganalisa hubungan antara hasil belajar mata diklat produktif dengan kesiapan siswa menghadapi uji kompetensi; (3) Menganalisa hubungan antara minat belajar dan hasil belajar mata diklat produktif secara bersama dengan kesiapan siswa menghadapi uji kompetensi . Jenis penelitian deskriptif analitik yang menggunakan rancangan korelasi. Populasi penelitian adalah siswa kelas III SMK 45 Wonosari Jurusan Otomotif berjumlah 124 orang. Sampel penelitian berjumlah 100 siswa yang diambil menggunakan Nomogram Harry King. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi dan regresi linier ganda. Data variabel penelitian telah dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas, uji linieritas, dan uji homocedasticity. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) Ada hubungan antara minat belajar dengan kesiapan siswa menghadapi uji kompetensi dengan nilai r = 0,831 dengan kategori sangat kuat dan p = 0,000 karena p < 0,05 maka hubungan signifikan; (2) Ada hubungan antara hasil belajar mata diklat produktif dengan kesiapan siswa menghadapi uji kompetensi dengan nilai r = 0,302 dengan kategori hubungan rendah dan p = 0,000 karena p < 0,05 maka hubungan signifikan; (3) Ada hubungan antara minat belajar dan hasil belajar mata diklat produktif dengan kesiapan siswa menghadapi uji kompetensi dengan koefisien korelasi r = 0,831 dengan kategori hubungan sangat kuat dan dengan nilai koefisien determinasi = 0,691 maka persentase pengaruh minat belaja
Dirāsah Tahlīliyyah Nahwiyyah ‘An Ma’ānī Harf Al-Jar Al-Kāf Fī Sūrah Al-Baqarah
إن القرآن الكريم ومعانيه من عند الله له أساليب معجزة وتراكيب جذابة فوق أساليب اللغة العربية المستخدمة اليوم. ولفهم القرآن الكريم يحتاج إلى إستيعاب علوم اللغة العربية وبخاصة علم النحو، منها معاني حرف الجر "الكاف" الذى جر به الإسم. فتكوين المشكلة من هذا البحث هي كيف معانى الكلمات التى تدخل عليها حرف الجر "الكاف" الذى جر به الإسم في سورة البقرة؟ ويهدف هذا البحث لمعرفة معاني الكلمات التي أتت بحرف الجر "الكاف" الذي جر الإسم في سورة البقرة من ناحية علم النحو. استخدم الباحث المدخل الكيفي بدراسة المكتبة. ينقسم مصدر البحث إلى مصدرين الأساسيين اللذين يتعلقان بموضوع البحث، هما: مصدر تمهدى ومصدر ثانوي. أما مصدر تمهدى فهو القران الكريم و تفسير القران العظيم لإمام بن كثير. ومصدر ثانوي هو الكتب فى علم النحو مثل النحو الوافي الذي ألفه عباس حسن، وجامع الدروس العربية الذي ألفه الشيخ مصطفى العلاييني، وملخص قواعد اللغة الذي ألفه فؤاد نعمة. وللحصول على البيانات المطلوبة، استخدم الباحث طريقة المراقبة وقراءة الكتب المتعلقة بالموضوع. ولتحليل البيانات، استخدمت طريقة تحليلية نحوية وتحليل مضمون الكتب (Content analisis) بإستخدام الجدول. بعد قامة الباحث بالبحث في سورة البقرة، يوجد أن في سورة البقرة اثنان وعشرون حرف الجر "الكاف"، معانيها الثلاثة، هي: (1) التعليل السببية 4 مرات، و(2) التوكيد مرة واحدة، (3) التشبيه 17 مرة
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Grobogan Tahun 1984 – 2009
Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Grobogan 1984 – 2009 ”. Tujuan dari
penelitian ini untuk menganalisis pengaruh variabel Jumlah Penduduk, nilai
Inflasi, Pendapatan Asli Daerah dan yang paling berpengaruh terhadap Produk
Domestik Regional Bruto Kabupaten Grobogan Tahun 1984-2009. Penelitian ini
menggunakan alat analisis regresi linier dengan metode Ordinary Least square
(OLS). Berdasarkan hasil Uji Asumsi Klasik menyatakan bahwa dalam Uji
Normalitas model yang digunakan normal, dalam Uji Spesifikasi Model model
yang digunakan tidak linier selain itu juga dalam variabel tidak terdapat masalah
Multikolinearitas yang serius. Untuk Uji Heteroskedastisitas tidak ditemukan
masalah dalam model sedangkan dalam uji Autokolerasi juga tidak terdapat
masalah Autokolerasi. Hasil uji kelayakan model nilai koefisien determinasi R2
adalah 0,91. Artinya 91% variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi
variabel independen. Nilai signifikansi statistik Fhitung sebesar 77,603 lebih besar
dari Ftabel (0,05;3; 22) = 3,05 yang berarti variabel Jumlah Penduduk, Inflasi, dan
Pendapatan Asli Daerah secara bersama-sama mempengaruhi peningkatan Produk
Domestik Regional Bruto (Pertumbuhan Ekonomi), sehingga model yang
digunakan eksis. Hasil Uji t diketahui bahwa variabel Jumlah Penduduk memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan PDRB Kabupaten Grobogan pada
derajat kepercayaan 95%, serta variabel Pendapatan Asli Daerah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan PDRB Kabupaten Grobogan pada
derajat kepercayaan 95%
PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PERIKANAN BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR di KABUPATEN MAGELANG
Pengembangan kawasan minapolitan berkelanjutan berbasis perikanan budidaya air tawar merupakan salah satu langkah yang dilakukan dalam rangka peningkatan pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Magelang. Tujuan penelitian adalah untuk (1) mengkaji status keberlanjutan pengembangan kawasan minapolitan ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, infrastruktur, hukum dan kelembagaan, (2) mengkaji atribut yang berpengaruh terhadap status keberlanjutan, dan (3) merumuskan prioritas kebijakan dan strategi pengembangan kawasan minapolitan. Metode penelitian yang digunakan untuk menentukan status keberlanjutan adalah RAP-multidimensi, analisis Pareto untuk menentukan atribut yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan, dan AHP untuk menentukan strategi pengembangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status keberlanjutan pengembangan kawasan minapolitan Kecamatan Sawangan untuk dimensi ekologi, infrastruktur, hukum dan kelembagaan berkategori cukup berkelanjutan sedangkan dimensi ekonomi dan sosial berstatus kurang berkelanjutan. Dimensi ekologi, infrastruktur, dan ekonomi Kecamatan Mungkid berada pada status cukup berkelanjutan sedangkan untuk dimensi sosial, hukum dan kelembagaan berstatus kurang berkelanjutan. Status keberlanjutan Kecamatan Muntilan untuk dimensi ekologi, infrastruktur, ekonomi, hukum dan kelembagaan berstatus cukup berkelanjutan sedangkan dimensi sosialnya kurang berkelanjutan.
Atribut yang berpengaruh terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi berupa pencegahan masuknya zat anorganik anorganik ke lingkungan budidaya, pengolahan limbah, alih fungsi lahan, daya dukung pakan, dan kejadian kekeringan. Dimensi ekonomi dipengaruhi atribut pendapatan pembudidaya, transfer keuntungan, kepemilikan lahan, subsidi pemerintah, keuntungan pembudidaya, kelayakan usaha perikanan, pemasaran hasil perikanan, serta kontribusi usaha perikanan kepada PDRB. Dimensi sosial dipengaruhui oleh atribut frekuensi penyuluhan, prosentase penduduk yang bekerja disektor perikanan, konflik sumberdaya air, persepsi pembudidaya terhadap pengembangan kawasan minapolitan, dan akses informasi bidang perikanan. Dimensi infrastruktur dipengaruhi oleh atribut jaringan drainase, jaringan telekomunikasi, sanitasi, sarana kesehatan, jaringan jalan usaha, jaringan listrik, jaringan persampahan, dan jaringan irigasi. Dimensi hukum dan kelembagaan dipengeruhui oleh atribut kelompok pembudidaya, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah mengenai pengembangan kawasan minapolitan, kerja sama pemerintah pusat dan daerah tentang pengembangan kawasan minapolitan, keberadaan peraturan di tingkat daerah mengenai pengembangan kawasan minapolitan, keberadaan lembaga keuangan mikro, serta standarisasi mutu benih.
Kebijakan utama untuk mendukung keberlanjutan pengembangan kawasan minapolitan adalah pencegahan terhadap kekeringan, peningkatan kontribusi terhadap PDRB, mempermudah akses informasi dibidang perikanan, pengembangan sistem jaringan irigasi dan standarisasi mutu benih.
Kata Kunci : RAP-Fish, Minapolitan Berbasis Perikanan Budidaya, AHP, Berkelanjutan
The development of sustainable minapolitan area based on freshwater aquaculture is one of the steps taken in order to improve the development of the fisheries sector in Magelang Regency. This study aims to (1) assess the sustainability status of minapolitan development in terms of ecological, economic, social, infrastructure, legal and institutional, (2) assess the attributes that affect the status of sustainability and (3) to formulate policy priorities and strategies for the sustainable development of the Minapolitan. The method used in this study using RAP-multidimensional to determine the value of sustainability index, Pareto analysis to determine the attributes that affect the index values of sustainability, as well as strategy development with the method Analytical Hierarchy Process (AHP).
The results showed that sustainability status of Minapolitan development in the Sawangan District for ecological, infrastructure, legal and institutional dimension is quite sustainable while for the economic and social dimensions still a less sustainable. The dimensions of ecology, infrastructure, and the economy at Mungkid District is on a quite sustainable status while for the sustainability of the social, legal and institutional still in less sustainable status. Sustainability status of Minapolitan development in the Muntilan District for ecological, infrastructure, economic, legal and institutional dimension is quite sustainable while the social dimension is a less sustainable.
The attributes that affect the sustainability status of ecological dimension are prevention of entry of inorganic substances get into aquaculture, waste management, land conversion, the carrying capacity of the feed, and the incidence of drought. In the economic dimension affected by attribute farmers income, profit transfers, land ownership, government subsidies, farmers benefit, fisheries business feasibility, marketing of fishery products, as well as the contribution of fisheries to GDP. The social dimension affected by the following attributes : frequency extension, the percentage of the working population fisheries sector, water resource use conflicts, the perception of farmers towards Minapolitan development, and access to information for farmers field of fisheries. The infrastructure dimension affected by attributes: drainage, telecommunication networks, sanitation, health facilities, road networks business, electricity, garbage network, and irrigation networks. The legal and institutional dimensions affected by attribute groups of farmers, national and local policy synchronization on Minapolitan development, cooperation central and local governments on the development Minapolitan, presence of regulations at the local level regarding the development Minapolitan, presence of microfinance institutions, as well as the standardization of seed quality.
The main priority activities that should be undertaken to support sustainable minapolitan development are prevention of drought, increase the contribution of the fisheries sector to GDP, facilitate access to information in the field of fisheries, irrigation network system development and the standardization of quality fish seed.
Key words : RAP-Fish, Minapolitan Based on freshwater aquaculture, AHP, Sustainability
PENGELOLAAN SEKOLAH DASAR : Studi tentang Koordinasi antar Instansi Pengelola Sekolah Dasar di Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta
Pengelolaan sekolah dasar (SD) di daerah melibatkan
dua jajaran instansi, yaitu Dinas P & K dan Kanwil
Depdikbud beserta instansi bawahan masing-masing. Dinas
berfungsi mengatur urusan kepegawaian, keuangan dan
sarana prasarana; dan Kanwil mengatur urusan kurikulum
atau teknis edukatif. Dengan pembagian fungsi semacam
itu maka kegiatan koordinasi antar kedua jajaran in
stansi tadi menjadi kebutuhan mutlak, sebab ketiadaan
koordinasi dapat menimbulkan masalah, seperti: saling
berebut wewenang, perasaan saling lepas, atau terjadi
program-program yang tumpang tindih dan bertentangan
satu sama lain; yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap pengelola pada tingkat sekolah. Berdasarkan
hal itulah, penulis tertarik untuk meneliti pelaksanaan
kegiatan koordinasi antar instansi tersebut beserta
implikasinya dalam penyelenggaraan sekolah.
Untuk memperoleh pemahaman dan pengertian yang
mendalam, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif;
dengan mengambil lokasi di Kodya Dati II Yogya
karta. Untuk itu sampel yang dijadikan nara sumber
adalah: (1) Kepala Dinas P & K DIY, (2) Kepala Cabang
Dinas Kodya Yogyakarta, (3) Koordinator Ranting di
tiga wilayah, (4) Kepala/Kasi Dikdas Kanwil Depdik
bud, (5) Kepala dan Kasi Dikdas Kandepdikbud Kotamadya,
(6) Penilik TK/SD di empat wilayah/kecamatan, dan
(7) Kepala Sekolah dan Guru-guru SD masing-masing lima
orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
observasi dan studi dokumentasi; yang orientasi dan
eksplorasinya berlangsung dari bulan Maret sampai
Oktober 1992. Alat pengumpul datanya, sebagaimana
umumnya dalam penelitian kualitatif, adalah peneliti
sendiri {human instrument) dengan alat bantu seperti
buku catatan, tape recorder dan kamera foto. Data yang
dikumpulkan dianalisis dengan mengikuti prosedur:
(a) reduksi data, (b) display data, dan (c) pengambilan
kesimpulan dan verifikasi.
Dari analisis tersebut ditemukan bahwa obyek
kegiatan koordinasi antar kedua jajaran instansi tadi
hanya meliputi sebagian kecil dari aspek-aspek pengelo
laan: (1) kelembagaan, (2) kemuridan, (3) kurikulum dan
(4) personil. Aspek-aspek pengaturan sarana prasarana,
keuangan dan hubungan sekolah dengan masyarakat belum
dikoordinasikan sebagaimana mestinya. Kedua jajaran
instansi tadi juga lebih mengutamakan koordinasi intern
(vertikal) dalam jajaran instansinya. Pelaksanaan
koordinasi ekstern (horisontal) tergantung pada kebutuhan, tidak diprogram secara mantap dengan mengikuti
tahap-tahap perencanaan program, pelaksanaan dan evaluasi
hasil-hasilnya. Hal ini dapat diartikan bahwa
koordinasi antar instansi pengelola SD tersebut belum
menyeluruh atau belum komprehensif, kurang sistematik
dan tidak kontinyu.
Adapun cara-cara yang digunakan, mencakup antara
lain: (1) saling mengundang rapat kerja, (2) saling
memberikan informasi pada rapat koordinasi daerah, (3)
pembuatan surat edaran bersama dan surat pemberitahuan,
(4) pembentukan panitia, (5) peninjauan lapangan, dan
(6) konsultasi maupun pembicaraan secara informal. Pada
umumnya untuk jenjang instansi atas lebih banyak menggunakan
cara-cara formal, sedangkan pada jenjang ins
tansi bawah lebih banyak menggunakan cara informal.
Cara-cara yang bervariatif itu, baik resmi maupun
tidak resmi, dapat mempererat hubungan kerjasama dan
koordinasi antar kedua jajaran instansi tadi relatif
berjalan lancar. Namun demikian sesungguhnya koordinasi
tersebut masih menghadapi berberapa masalah seperti:
(a) ada instansi yang melakukan pekerjaan yang bukan
menjadi wewenangnya, (b) program-program ganda, teruta
ma yang berkenaan dengan guru dan alat pendidikan, (c)
program-program yang bersamaan waktu, (d) ada wewenang
yang masih dirasakan kabur, seperti tentang urusan
siswa, atau (e) terjadi saling tidak mengetahui program
kerja pihak lain, yang menunjukkan semacam perasaan
saling lepas satu sama lain. Permasalahan tersebut
menunjukkan bahwa koordinasi antar kedua jajaran ins
tansi tadi belum sepenuhnya efektif.
Implikasi dari kegiatan koordinasi yang belum
menyeluruh (komprehensif), kurang sistematik, tidak
kontinyu, dan belum sepenuhnya efektif tadi adalah:
bagi kepala sekolah fungsinya lebih banyak sebagai
administrator daripada sebagai pemimpin yang membawa
inovasi-inovasi, dan merasakan konflik peran {role
conflict) dan kekaburan peran {role ambiguity);
adapun bagi guru beban kerja administratifnya dirasakan
cukup berat, yang sedikit banyak dapat mengganggu
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Selanjutnya dapat diidentifikasikan bahwa faktorfaktor
yang diduga sebagai penghambat maupun pendukung
kelancaran pelaksanaan koordinasi adalah: (a) orientasi
penyusunan program, (b) gaya kepemimpinan, (c) tingkat
hubungan interpersonal antar pejabat, (d) kondisi
tempat kerja, dan (e) kelengkapan struktur organisasi.
Berdasarkan hal itu maka untuk kedua jajaran
instansi tadi disarankan: (1) memberikan wewenang,
tugas dan tanggung jawab yang lebih besar kepada ins
tansi tingkat kotamadya atau kecamatan untuk menyusun
program sendiri, dengan orientasi kepada sasaran (SD)
bukan pada unit-unit kerja; (2) kegiatan koordinasi
diprogram secara sistematik dan menyatu dari tahap
perencanaan program, pelaksanaan dan evaluasi hasilnya;
(3) melakukan pendefinisian kembali wewenang yang
kabur, terutama masalah personil, siswa dan sarana
prasarana, dan (4) mempersiapkan secara matang, guruguru
yang akan diangkat menjadi kepala sekolah. Selain
itu, bagi peneliti lain disarankan mengadakan peneli
tian untuk menguji atau mengetahui besar sumbangan
faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai penghambat
atau pendukung kelancaran koordinasi di atas
Mystagogy in Daily Experiences: A Spiritual-Theological Understanding of Mystagogy
Mystagogy has been recognized as an archaic word which was revived and developed after the Second Vatican Council. The Council begins to facilitate some pastoral concerns on the baptism for adults. The meaning of mystagogy is even more enlarged not only in the scope of liturgical teachings and rites of initiation. It also covers daily life of the faithful in every age and society. This article will present how the dynamic application of the mystagogical process helps clarify the connection between mystagogy and daily experiences of the faithful. Mystagogy is still ‘at work’ and continues to develop in the praxis of faith. Inspired by some theological approaches, the second part of this writing will discuss the connection between mystical sense and daily experience. The author will portray the relations ‘between the mystagogue and the myste’ and ‘between the myste and God’ towards the mystery of faith, before exploring mystagogy in daily experiences within the contexts of mystery and self-transcendence. An extended application of this reinterpretation will be offered in the last section to lead towards transformation through the daily experiences. Key Words:*Mystagogy *Catechesis *Pedagogy *Discipleship *The myste *Mystical experience *Daily life experience *Transformation *Self-transcendence *Spiritual journey
Rediscovering Mystagogy through the History of Christianity
Mystagogy was developed within early Christian communities, particularly with regard to the Sacraments of Christian Initiation. The idea of mystagogy was conceived in patristic time during the fourth and fifth centuries. Through the homilies and catechetical teachings, the church fathers described mystagogy as part of catecheses for candidates and neophytes before and after Easter. In this article, the idea of mystagogy is reconsidered through its understandings from the Greco-Roman world to early Christianity up to the context surrounding the church of today, mainly in the context of Sacraments of Initiation for adult. How mystagogy works in Christian liturgical teachings on Initiation will be analysed and its role in the liturgical context of the church will be refreshed. The revival of mystagogy has been initiated by the Vatican II when theology, catechesis and culture were put into dialogue. This move brings us further to see mystagogy as a personal and communal formation of a Christian.Keywords :*mystagogy, *mystagogue, *myste, *catechesis, *baptism, *church, *initiation, *sacrament, *cult, *rite of passage, *mystery, *christian community, *faith, *spiritual theology, *Vatican II, *liturgy, *revival
Strategi pelestarian benda/situs cagar budaya berbasis masyarakat kasus pelestarian benda/situs cagar budaya Gampong Pande Kecamatan Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh
Benda cagar budaya merupakan benda tinggalan dari kelompok komunitas tertentu yang memiliki nilai penting karena dapat menunjukkan tingkat peradaban. Oleh karena itu, perlu dilestarikan agar keberadaannya dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Artikel ini membahas strategi pelestarian benda/situs cagar budaya berbasis masyarakat dengan mengambil kasus di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja Banda Aceh, yang cukup kaya dengan tinggalan budaya. Penemuan dirham oleh masyarakat beberapa waktu lalu yang sebagian dijual kepada kolektor, menunjukkan masih adanya permasalahan pelestarian di masyarakat. Untuk menjawab permasalahan tersebut perlu strategi pelestarian yang dirumuskan berdasarkan penelitian. Penulis melakukan penelitian dengan cara pengumpulan data melalui FGD, pengamatan/observasi, dan studi pustaka. Selanjutnya dilakukan analisis dengan metode analisis SWOT. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelestarian cagar budaya dapat ditingkatkan dengan strategi pelestarian melalui pemberdayaan masyarakat. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memberdayakan aparatur pemerintahan gampong dan memperkuat struktur lembaga gampong, kedua strategi tersebut saling berhubungan dan tidak terlepas satu dengan lainnya. Jalur yang ditempuh dapat dilakukan dengan tiga arah, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang (enabling), memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering), dan melindungi. Ketiga arah itu harus diperkuat dengan tiga program yaitu pengembangan sumber daya manusia (SDM) aparatur pemerintahan gampong dan masyarakat, program pengembangan kelembagaan gampong, dan program pengembangan prasarana dan sarana, serta kesejahteraan para aparatur pemerintahan gampong dalam upaya pelestarian benda/situs cagar budaya. Semua strategi, arah, dan program ataupun kegiatan akan berhasil apabila dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan
INDEKS PERSEPSI KORUPSI DITINJAU DARI IQ NASIONAL DAN GDP DI ASIA TENGGARA
Saat ini, hasil tes kecerdasan (IQ) tidak hanya digunakan untuk melihat variasi kecerdasan secara invidual, tapi mulai digunakan untuk melihat variasi kecerdasan secara kelompok bahkan negara. Richard Lynn dan Tatu Vanhanen’s merupakan peneliti pertama yang menggunakan IQ nasional sebagai variabel penelitian, yang kemudian berkembang dan banyak di teliti. Peneliti tertarik mencoba melihat keterkaitan variasi IQ nasional, Gross Domestic Product (GDP), dan Indeks Persepsi Korupsi antara beberapa negara di Asia Tenggara. Hasil penelitian yang dilakukan pada tujuh negara Asia Tenggara didapatkan korelasi yang singnifikan antara IQ nasional dengan GDP dan IQ nasional dengan Indeks Persepsi Korupsi
- …