133 research outputs found

    Strategi Peningkatan Produksi Beras melalui Penekanan Susut Panen dan Pascapanen dengan Pendekatan Sistem Modeling: Studi Kasus Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

    Full text link
    Paddy loss during harvest and postharvest handling is a complicated system involving many elements, and they are inter-connected. Therefore, to overcome these issues, appropriate and sustainable strategies should be implemented. The purpose of this study was to analyze the leverage factors that can overcome the problems of post-harvest losses of rice by a dynamic system approach as a basis in formulating policy strategy. This research was conducted in Indramayu, West Java, from January to December 2012. The methodology used in this research was modelling system approach. Primary data collection was conducted by a questionnaire survey and interviews with stakeholders and farmers as respondents. Secondary data collection was obtained from the Central Bureau of Statistics Centre (Jakarta) and regional (West Java), Regional Agriculture Services, Regional Industrial and Trade Services, Regional Population and Civil Registration Agency, Center for Agricultural and Food Security Agency. The results showed that the reduction of rice losses could be approached in two ways: technical approach and cultural approach. The technical approach could be developed by implementing a quality management system such as GHP and GMP, while the cultural approach could be implemented by creating new jobs. Application of the quality system would also encourage the revitalization in rice milling so that it would increase the yield, and so the application of the quality management system would contribute greatly to the production of dry unhulled rice as well as rice in Indramayu. The implementation of this strategy must consider the ability and readiness of the district, so that the strategies could be more realistic and easier to be implemented. The simulation results showed that the implementation of the strategy by using harvest and postharvest equipments to be accompanied by the implementation of GHP and GMP, may decrease shrinkage ranging from 5.58% to 10.14%, or the equivalent of rescuing MPD from 61,240 to 115,859 tons in 2020

    Cardiac arrest in a child during a combined general epidural anesthesia procedure

    Get PDF
    An increased risk of perioperative cardiac arrest in children, in comparison to adults, has been recognized. A number of factors associated with perioperative cardiac arrest have been identified, including young age, comorbidities, and emergency surgery. Since anesthesia-related cardiac arrest is uncommon, a multi-related database is required to understand the mechanisms of cardiac arrest and to develop preventive strategies. Most cardiac arrests occur during induction (37%) or maintenance (45%) of anesthesia, usually following one or more of the following antecedent events, i.e., bradycardia (54%), hypotension (49%), abnormality of oxygen saturation as measured by pulse oximetry (48%), inability to measure blood pressure (25%), abnormality of endtidal CO2 (21%), cyanosis (21%), or arrhythmia (18%). In 11% of cases, cardiac arrest occurred without recognized warning.1 There are only few reports in the literature, and in Kariadi Hospital, none has ever been reported. The aim of this report is to identify and discuss possible causes of cardiac arrest and to anticipate its complications

    Memahami Komunikasi Antarpribadi dalam Pengelolaan Hubungan Asmara Jarak Jauh Mahasiswa Kedinasan Akademi Kepolisian

    Full text link
    Memahami Komunikasi Antarpribadi dalam Pengelolaan HubunganAsmara Jarak Jauh Mahasiswa KedinasanAkademi KepolisianSkripsiDisusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikanPendidikan Strata 1Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Imu PolitikUniversitas DiponegoroPenyusunNama : Yolan Enggiashakeh S.NIM : D2C009026JURUSAN ILMU KOMUNIKASIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2013Nama : Yolan Enggiashakeh SoemantriNIM : D2C009026Judul : Memahami Komunikasi Antarpribadi dalam Pengelolaan Hubungan AsmaraJarak Jauh Mahasiswa Kedinasan Akademi KepolisianABSTRAKKehadiran teknologi seyogyanya dapat menjadi solusi dalam permasalahan komunikasi jarakjauh. Namun hal tersebut tidak mampu dirasakan oleh mahasiswa kedinasan AkademiKepolisian yang tengah menjalin hubungan jarak jauh. Adanya peraturan akademi tetap sajamenjadi kendala bagi mereka untuk melakukan pengembangan hubungan denganpasangannya.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan komunikasi antarpribadiyang dilakukan mahasiswa kedinasan Akademi Kepolisian dengan pasangannya dalampengembangan hubungan asmara jarak jauh yang dijalani dan pengelolaan konflik dalamhubungan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan mengelompokkan dan menyusun data dalamkategori kemudian mencari kaitan antar kategori tersebut.Triangular theory of love dan prinsip dialektika pada hubungan menjadi pijakan dalampenelitian ini. Sedangkan attribute theory dalam pengelolaan konflik digunakan untukanalisis pengalaman subjek penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalahwawancara mendalam kepada subjek penelitian yaitu mahasiswa kedinasan AkademiKepolisian dan pasangannya.Dalam mempertahankan hubungannya, setiap pasangan menanamkan pentingnya memahamisituasi komunikasi dan mengoptimalkan pengungkapan diri. Pengertian dan rasa salingpercaya juga ditanamkan dalam hubungan karena keterbatasan komunikasi sudah menjadibagian dalam hubungan asmara jarak jauh yang terkait peraturan kedinasan. Mahasiswakedinasan Akpol melakukan upaya pengelolaan komunikasi dengan melanggar peraturankedinasan dan mencuri kesempatan saat berada di dalam kampus atau asrama. Penggunaangambar sebagai bentuk ungkapan kepada pasangan merupakan komunikasi nonverbal yangdilakukan ketika melakukan interaksi melalui media. Komitmen yang kuat membuathubungan tersebut tidak mengarah pada pemutusan hubungan walaupun sering terjadikonflik. Sedangkan dalam pengelolaan konflik, perilaku avoidance terjadi pada awalmeningkatnya konflik serta sikap cooperative juga dilakukan oleh pasangan ketikamenghadapi permasalahan.Keyword : long distance relationship, pengembangan hubungan, pengelolaan konflik,instansi kedinasanName : Yolan Enggiashakeh SoemantriNIM : D2C009026Title : Understanding Interpersonal Communication in Long Distance RelationshipMaintenance of Police Academy's StudentABSTRACTThe presence of technology should be a solution to problems of long-distancecommunication. But it is not able to be felt by the students of Police Academy that are in along distance relationship. Academy regulation remains an obstacle for them to undertake thedevelopment of a relationship with their partner.This study aims to determine how the management of interpersonal communicationconducted by students of the Police Academy in the development of long distancerelationship that endured and managing conflict in relationship. The method used in thisstudy is a qualitative descriptive with a phenomenological approach. Analysis andrepresentation of data is done by grouping into categories and looking for linkages betweenthem.The triangular theory of love and four dialectical principles of friendships became thefoundation of this research. While the attribute theory of conflict management is used for theanalysis of research subjects experience. Technique of data collection was in-depth interviewto study subjects which students of the Police Academy and their partners.In maintaining relationship, each partner instilling the importance of understanding thesituation of communication and optimizing self disclosure. Understanding and mutual trustalso invested in relationship because of the limitations of communication has become a partof the long distance relationship relevant official regulations. Police Academy official studentcommunications management efforts is break the rules and steal opportunities while oncampus or in the dormitory. The use of images as an expression of nonverbal communicationwhich is done when couples do interaction through the media. Strong commitment make therelationship does not lead to termination despite frequent conflicts. While in the managementof conflict, avoidance behavior occurred at the beginning of the conflict and cooperativebehaviour also performed by couples when dealing with problems.Keyword : long distance relationship, relationship development, conflict management,agency officialI. PendahuluanHubungan jarak jauh akan terasa lebih sulit dibandingkan dengan hubungan pacaranyang keduanya berada dalam satu lingkungan maupun satu wilayah yang berdekatan. Dimanadalam hubungan tersebut biasanya dapat terjadi intensitas pertemuan yang cukup tinggidibandingkan dengan mereka yang menjalani LDR. Terpisah jarak yang jauh membuatpasangan akan mengalami masalah yang lebih banyak. Masalah tersebut adalah masalahseperti perasaan depresi, stress, kesalahpahaman, kecurigaan, kecemburuan, kecemasan, danberbagai ketidakpastian.Akan tetapi dengan adanya perkembangan teknologi saat ini, telah diciptakanberbagai alat komunikasi yang juga semakin canggih. Alat komunikasi tersebut mampumenjadikan hubungan yang sebenarnya dipisahkan jarak ratusan bahkan hingga ribuankilometer menjadi lebih dekat. Kesulitan-kesulitan dalam berkomunikasi dengan seseorangyang berbeda tempat dengan kita akan lebih mudah dan semakin terasa dekat. Komunikasimerupakan hal yang paling krusial. Komunikasi yang memanfaatkan teknologi bisa menjadialternatif paling brilian yang akan menyelamatkan sebuah hubungan cinta yang terpisahkanoleh jarak yang jauh.Kunci utama keberhasilan sebuah hubungan adalah adanya komunikasi yang baikserta rasa kepercayaan dan keterbukaan antara satu sama lain. Intensitas, durasi, frekuensidalam berkomunikasi merupakan pokok dalam memelihara kualitas hubungan asmara. Akantetapi, ada permasalahan tersendiri bagi pasangan yang salah satunya terikat suatu peraturankedinasan, dimana peraturan tersebut sangat membatasi komunikasi dengan dunia luar.Peraturan demikianlah yang ditetapkan dalam Akademi Kepolisian untuk tarunanya,sehingga diangkat sebagai kasus dalam penelitian ini. Mahasiswa kedinasan AkademiKepolisian tidak boleh menggunakan, membawa, atau menyimpan handphone ataunetbook/laptop ketika sedang di dalam kampus Akpol. Adanya peraturan tersebut membuatkomunikasi taruna dengan pasangan mereka pun menjadi sangat terbatas.Kesulitan berkomunikasi menjadi suatu penghambat dalam penyelesaian masalahmasalahyang terjadi pada hubungan keduanya. Terlebih lagi apabila hubungan yang dijalanimereka adalah hubungan jarak jauh atau LDR yang intensitas pertemuan nyata hanya dapatdilakukan jika taruna mendapatkan cuti semester. Padahal dalam hubungan asmara,pertemuan nyata penting terjadi untuk meningkatkan keintiman diantara keduanya. Dalampertemuan nyata, komunikasi nonverbal dapat terjadi diantara pasangan dimana mereka dapatmelakukan kontak mata secara fokus. Selain komunikasi nonverbal berupa kontak mata,bersentuhan juga menjadi hal yang natural yang terjadi untuk menunjukkan ketertarikannyakepada pasangan dan menunjukkan kebersamaan mereka.Pasangan kekasih umumnya dilandasi saling pengertian terhadap satu sama lain.Tuntutan akan perhatian yang lebih, komunikasi yang intens, serta komitmen dalamberhubungan merupakan beberapa hal yang mampu membuat keduanya menjadi lebih dekatdan lebih mengenal satu sama lain. Namun dalam menciptakan kondisi seperti ini bukanlahsuatu hal yang mudah sehingga memungkinkan munculnya konflik yang pada akhirnya akanberdampak hingga adanya pemutusan hubungan.Penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan komunikasi antarpribadi yangdilakukan dalam pengelolaan hubungan asmara jarak jauh mahasiswa kedinasan AkademiKepolisian serta mengetahui cara pengelolaan konflik dalam hubungan asmara yangdilakukan oleh mahasiswa kedinasan Akademi Kepolisian dengan pasangannya.II. Kerangka Teori dan Metode PenelitianHubungan yang terbentuk oleh dua individu yang saling jatuh cinta ini merupakanhubungan antarpribadi yang berkembang, dipelihara, dan terkadang juga bisa hancur melaluikomunikasi. Sementara Beebe (2005:278) menyatakan tentang the triangular theory of love(teori segitiga cinta), dimana terdapat tiga dimensi yang dapat digunakan untukmendeskripsikan beberapa variasi dalam hubungan percintaan yaitu intimacy (kedekatan),commitment (komitmen), dan passion (gairah).Pengaruh media komunikasi seperti internet pada keintiman pasangan mampuberperan baik. Computer-mediated communication (CMC) atau komunikasi melaluikomputer merupakan bentuk komunikasi diantara orang-orang melalui media komputer,termasuk e-mail, chat room, bulletin boards, dan grup berita (Beebe, 2005:359).Dalam long distance relationship, terdapat pertukaran informasi yang dilakukan olehpasangan untuk memelihara kualitas hubungan yang dijalaninya, baik itu dengan mencariinformasi mengenai pasangannya atau bagaimana individu mengungkapkan berbagaiinformasi tentang dirinya. Interaksi dalam self disclosure yang dilakukan oleh pasanganadalah dengan melihat keluasa serta kedalaman topik informasi. Hubungan asmara hampirsama halnya dengan hubungan persahabatan, dimana hubungan ini memiliki pertukaraninformasi yang stabil. William Rawlins menyatakan mengenai empat prinsip dalamdialektika persahabatan, untuk mengelola komunikasi diantara individu yang terlibat.(Littlejohn, 1999:272-273)Social exchange adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa orang-orang membuatkeputusan dalam hubungan dengan memperkirakan serta membandingkan antara imbalan danbiaya. Pada Interpersonal Communication: Relating to Others dinyatakan bahwa dalam longdistance relationship, putusnya hubungan asmara dapat terjadi ketika biaya yang dikeluarkanlebih besar dibandingkan dengan imbalan yang didapatkan dari komunikasi yang hanyasebentar. Begitupun sebaliknya, hubungan dapat terus berlanjut dan konflik dapatdiminimalisisr. Sedangkan dalam pengelolaan konflik yang dilakukan adalah secara attribute,dimana individu menentukan bagaimana perilaku atau sikap saat konflik di dalam hubunganterjadi.Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif kualitatif, yang akan memahamipengalaman individu dan pasangan ketika menjalani hubungan jarak jauh. Subjek penelitianadalah mahasiswa kedinasan Akpol dan pasangannya.III. Hasil PenelitianHasil temuan penelitian menunjukkan adanya upaya yang dilakukan oleh informandalam melakukan pengelolaan hubungan. Pengalaman dari individu yang didapatkan darihasil penelitian dikelompokkan dalam tematik sebagai berikut.1) Frekuensi komunikasi yang berlangsungJumlah komunikasi yang dilakukan oleh pasangan yang lebih senior tentunya lebihbanyak dibandingkan dengan pasangan yang junior. Terlebih lagi pada saat awal menjalaniLDR, pasangan taruna paling junior bahkan harus menunggu enam bulan sama sekali tidakberkomunikasi. Waktu pesiar yang tidak lama membuat mereka memerlukan mediakomunikasi yang dapat menyampaikan informasi yang diinginkan dan segera mendapatkanumpan Balik secara langsung. Informan taruna senior mencoba setiap fasilitas yang mampudigunakannya untuk dapat berkomunikasi dengan pasangannya. Pasangan jarak jauh jugalebih memilih media komunikasi skype karena dapat sedikit menggantikan pertemuan nyatamereka. Dalam pengelolaan komunikasinya, taruna-taruna junior memiliki cara-cara agardapat menggunakan alat komunikasi. Cara tersebut bahkan membuat mereka beranimelakukan pelanggaran peraturan Akpol.2) Durasi komunikasiMinimnya frekuensi komunikasi yang dapat dilakukan pasangan tingkat 1 dan 2memiliki waktu yang singkat pula dalam berkomunikasi. Dalam waktu yang begitu singkat,bahkan informan hanya mengatakan kabar dan salam tanpa mendapat umpan Balik. Seluruhinforman baik, menggunakan waktu pesiar untuk menelepon pasangannya masing-masing.Namun di tengah kesibukan pekerjaannya, pasangan juga masih memanfaatkan waktukomunikasi yang ada untuk saling menghubungi.Para informan sama-sama memiliki tema-tema yang lama dibicarakan. Selama waktupesiar, Seluruh informan menjadikan kegiatan sehari-hari mereka sebagai tema yang selalumengambil waktu paling banyak. Tema tersebut sebagai ganti dari komunikasi yang tidakmampu mengcover seluruh komunikasi mereka selama satu minggu sebelumnya.3) Intensitas pertemuanSetelah pertemuan pun mereka juga masih harus bersembunyi agar tidak bertemu dengansenior-senior. Adanya hierarki di dalam Akpol membuat informan taruna junior tidak maubertemu seniornya saat berada di luar kampus Akpol. Intensitas pertemuan yang sangatminim juga menjadi suatu hal yang menarik. Dalam waktu hampir setahun menjadi pasangan,informan taruna senior hanya mendapatkan kesempatan dua kali bertemu. Kesempatanbertemu itu juga tidaklah lama, membuatnya sungkan ketika bertemu dengan pasangannyapertama kali.4) Komunikasi verbal dan nonverbal yang berlangsungRasa sayang dan cinta yang diungkapkan oleh bukan hanya ungkapan dalam bentukverbal. Perasaan tersebut ditunjukkan dengan berusaha untuk memberikan kejutan atauhadiah kepada pasangannya. Selain itu, saat mendapat kesepmatan juga dimanfaatkan denganmenghabiskan waktu berdua. Interaksi fisik yang sering dilakukan adalah hal sewajarnyaseperti menggandeng tangan pasangannya karena sebagai kekasih juga memiliki tugas untukmenjaga wanitanya.Informan menyatakan bahwa selama pertemuan saat pesiar ia tidak dapat melakukan halhalseperti pasangan lain pada umumnya. Mereka tidak pernah jalan-jalan di Mall atau ketepat-tempat keramaian. Saat berdua pun mereka tidak bisa dengan bebas bermesraan sepertiorang pacaran pada umumnya. Kegiatan mereka seringkali dibatasi oleh aturan yangmengikat.5) Pengungkapan diriTerbatasnya waktu komunikasi membuat kesempatan yang ada untuk salingmenghubungi juga sangat kurang. Mereka merasa komunikasi yang ada masih sangat kurang.Jarangnya pertemuan juga mempengaruhi bagaimana mereka melakukan self disclosure satusama lain. Dalam hubungan jarak jauh yang dijalani, pasanga memiliki rasa percaya antarasatu sama lain. Akan tetapi, mereka merasa bahwa pasangannya mengetahui dengan pastikegiatan yang dilakukan karena mereka sering menceritakan apa-apa saja yang dilakukanselama satu minggu. Tidak semua masalah diungkapkan oleh taruna kepada pasangannya.Para informan taruna dari penelitian ini sepakat tidak pernah menceritakan mengenaikehidupan di Akpol. Banyak yang mereka tutupi tentang kehidupan di asrama. Sebagianbesar yang diceritakan kepada pasangan masing-masing adalah hal-hal umum yang dapatdiketahui pihak luar.6) Kecurigaan dan prasangka yang dialami selama LDRMinimnya komunikasi dan jarangnya pertemuan secara langsung, menimbulkan rasacuriga dan prasangka dari tiap-tiap pasangan. Pasangan selalu ingin tahu dan merasa harustahu tentang apa yang dialami oleh pasangannya. Biar bagaimanapun, pasangan yang beradadi dunia luar dan ia pula yang lebih sering bertemu dengan banyak orang. Akan tetapikecurigaan tersebut tidak sampai menumbuhkan sikap posesif.Konflik yang terjadi dalam hubungan mereka selalu memiliki alasan yang sama yaitukecurigaan satu sama lain. Rasa curiga dan prasangka tersebut muncul ketika waktu DwiKresna (Informan III) bisa menelepon pasangannya, pasangannya malah tidak menjawab.Waktu berkomunikasi hanya saat pesiar, namun pasangannya malah tidak ada, membuatkecurigaan tersebut muncul. Dwi Kresna (Informan III) menerka-nerka apa yang dilakukanpasangannya yang tidak menjawab telepon, terlebih lagi pada malam Minggu dimana anakmuda biasanya pergi keluar rumah.7) Rasa empati dan supportivenessSetiap pasangan pasti memiliki setiap masalahnya sendiri. Dalam pemecahan tersebut,seringkali seseorang melibatkan orang lain hanya untuk mencurahkan keluhan yangdirasakan atau perasaan yang mengganjal dirinya. Akan tetapi, saat orang terdekat tidak bisaselalu ada mendampingi, maka orang lain lah yang menjadi tujuan mencurahkan apa yangterjadi. Ketiga informan taruna dalam penelitian ini adalah pribadi yang cenderung tertutupmengenai masalah pribadi. Mereka tidak pernah menceritakan permasalahan kepada oranglain, terlebih jika menyangkut masalah hubungan asmara. Berbeda dengan pasangannya yangmemiliki orang lain untuk mencurahkan cerita atas masalah yang dihadapi, baik itu kepadateman dekat ataupun keluarga.8) Imbalan dan biayaMengenai biaya yang dikeluarkan selama dalam hubungan jarak jauh, pasangan samasamamemiliki pengeluaran yang cukup besar. Masalah biaya juga menjadi hal yangdipertimbangkan dalam hubungan mereka. Belum lagi kekecewaan yang harus dibayar jugakarena tidak jadi bertemu dengan pasangan. Selain biaya yang berupa material uang, bentukbiaya lain yang dikeluarkan oleh pasangan adalah bentuk biaya secara psikologis. Biayatersebut seperti upaya serta pengorbanan yang dilakukan. Memberikan prioritas kepadapasangan juga merupakan salah satu bentuk biaya dari hubungan asmara yang dijalani parainforman seperti menggunakan sebagian besar waktu cuti atau libur bersama pasangannyadibanding dengan keluarganya di rumah. Saat mendapatkan kesempatan untukberkomunikasi, informan juga lebih sering menghubungi pasangan daripada menghubungikedua orangtuanya.Ada biaya yang dikeluarkan, ada pula imbalan yang didapatkan. Imbalan tersebut tidakhanya berupa apa yang secara langsung diinginkan dari hubungan dan dari pasangan. Salahsatu yang merupakan imbalan adalah masa depan hubungan serta sikap pasangan agar selalumengerti keadaan dan keterbatasan pasangan mereka yang berstatus sebagai taruna Akpol.9) Jenis konflikPenyebab utama konflik pada pasangan seringkali karena kurangnya pengertian. Namun,sejauh ini, konflik-konflik tersebut bisa diatasi oleh keduanya dan mereka selalu bisa kembalimenjadi lebih baik setelah pertengkaran. Konflik-konflik kecil juga terjadi pada hubungandipicu oleh rasa curiga satu sama lain karena tidak ada kabar saat hari pesiar. Akan tetapi,walaupun mereka sering mengalami kecurigaan dan prasangka satu sama lain, intensitaskonflik dalam hubungan mereka tidak sering terjadi bahkan jarang. Selain konflik tersebut,konflik yang terjadi kemudian adalah konflik besar yang tidak pernah dicari solusinya.Sehingga konflik itu pula yang mengantarkan hubungannya ke arah pemutusan hubungan.10) Pengelolaan konflikPada konflik kecil yang pernah terjadi, menyelesaikan dengan pasangannya denganmengakui kesalahan masing-masing, dan berkompromi. Walaupun pada awalnya pasangancenderung menghindar. Kekecewaan atas kepercayaan dan kesetiaan yang telah diberikanjuga hilang karena hadirnya pihak ketiga sehingga tidak ada penyelesaian untuk masalahberat seperti itu. Tiap informan memiliki pandangan yang berbeda atas hadirnyapermasalahan dan konflik dalam hubungan mereka. Konflik bisa sebagai pengingat bagidirinya untuk melakukan evaluasi dalam hubungan. sedangkan pasangan lain memilikipandangan berbeda berdasarkan pengalamannya. Menurutnya, konflik yang pernah adadalam hubungannya membuat ia lebih berhati-hati dalam mempercayai seseorang dan lebihberpikir panjang ketika akan memutuskan untuk kembali berkomitmen. Kepercayaan diantarapasangan juga harus lebih ditingkatkan karena seperti itulah resiko hubungan jarak jauh.11) Komunikasi pasca konflikPasca konflik terjadi, introspeksi yang dilakukan adalah dengan meminta pendapat dariteman satu asramanya. Sedangkan bagi pasangan yang tidak pernah mengalami konflik,mereka tetap melakukan antisipasi dengan terus menjaga komunikasi tetap baik. Merekatidak ingin ada lagi orang-orang iseng yang ikut campur dan mengganggu ketenanganhubungan mereka.IV. PembahasanUpaya komunikasi dilakukan oleh pasangan untuk mengoptimalkan frekuensi, durasi,dan intensitas pertemuan selama berhubungan jarak jauh. Pada komunikasi yangmenggunakan computer-mediated, ada kelemahan yang dapat menimbulkan ketidakpuasandibandingkan dengan komunikasi secara tatap muka. Isyarat nonverbal yang tidak dapatterbaca secara lengkap, peran kata-kata tertulis yang memiliki dampak besar dalam pesan,serta waktu yang lama saat merespons pesan menjadi kelemahan dalam CMC. (Beebe,2005:360-361)Mengelola komunikasi adalah faktor paling penting dalam mendukung suatuhubungan yang kuat, bahkan yang melewati jarak jauh. Semakin seseorang terbuka dan jujurdalam menjaga komunikasi, maka akan semakin sama kualitasnya pada hubungan jarak jauhdibanding hubungan jarak dekat. (Beebe, 2005:319)Hal-hal yang terkait dengan adanya kepercayaan, kepedulian, kejujuran, sikap salingmendukung, pengertian, dan keterbukaan. Indikasi pada intimacy itulah yangdikomunikasikan oleh pasangan hubungan jarak jauh. Sedangkan commitment yang diambiladalah komitmen pasangan untuk saling setia dan berupaya menghadapi kendala-kendaladalam hubungan mereka. Selain itu, rasa rindu juga menjadi hal paling utama yang ada dalamhubungan jarak jauh karena minimnya waktu yang dapat dihabiskan bersama.Bentuk tulisan, gambar, serta foto yang saling ditukarkan oleh informan dapat masukke dalam istilah emoticons. Orang-orang mengekspresikan perasaan cinta, dan benci sertapengalaman hubungan jarak jauh baik dalam konteks tatap muka atau mediatedcommunication.Dalam mediated-communication berbasis teks, bentuk paralinguistik sepertihuruf kapital, huruf tebal, maupun miring digunakan untuk menggarisbawahi arti ataumemberikan tekanan pada kata dan emoticons juga digunakan secara luas. (Konijn, dkk,2008:108). Komunikasi nonverbal hanya

    Rice Anther Culture to Develop Double Haploid Population and Blast Resistant Lines

    Full text link
    Penyakit blas pada padi yang disebabkanoleh cendawan Pyricularia grisea, merupakan salah satukendala dalam produksi beras. Sumber gen ketahanan terhadappenyakit blas dijumpai pada spesies padi liar Oryzarufipogon. Populasi silang ganda (BC2F3) turunan IR64 danO. rufipogon mempunyai QTL untuk sifat ketahanan terhadappenyakit blas. Untuk mempercepat perolehan tanamanhomosigot dari populasi tersebut, dilakukan kultur anterpada dua media induksi kalus: I1 (N6 + NAA 2 mg/l + kinetin0,5 mg/l + sukrosa 60 g/l + putresin 0,16 g/l) dan I2 (N6 +2,4-D 2 mg/l + sukrosa 50 g/l) dan dua media regenerasi: R1(MS + NAA 0,5 mg/l + kinetin 2 mg/l + sukrosa 40 g/l +putresin 0,16 g/l) dan R2 (MS + NAA 1 mg/l + kinetin 2 mg/l+ sukrosa 30 g/l). Kultur anter dilakukan pada sembilan genotipe,di mana tiga genotipe (149-16, 343, 337-13) memberikanrespon terbaik dalam produksi planlet hijau setelahdikulturkan pada media regenerasi R1. Dari 208 planlet hasilregenerasi diperoleh 42 planlet haploid ganda dari genotipe149-16, 11 planlet haploid ganda dari genotipe 343, dan 44planlet haploid ganda dari genotipe 337-13. Skrining ketahananblas di rumah kaca pada populasi haploid gandamenghasilkan 46 tanaman tahan terhadap ras 001, 33 tanamantahan terhadap ras 033, dan 79 tanaman tahan terhadapras 173. Sebanyak 28 tanaman bersifat tahan, baik terhadapras 001, 033, maupun 173 seperti halnya O. rufipogon.Galur-galur homosigot ini akan diuji di lapang untuk ketahanannyaterhadap penyakit blas dan karakter agronominya

    Nutritional and socio-economic determinants of cognitive function and educational achievement of Aboriginal schoolchildren in rural Malaysia

    Get PDF
    A community-based cross-sectional study was carried out among Aboriginal schoolchildren aged 7ā€“12 years living in remote areas in Pos Betau, Pahang, Malaysia to investigate the potential determinants influencing the cognitive function and educational achievement of these children. Cognitive function was measured by intelligence quotient (IQ), while examination scores of selected school subjects were used in assessing educational achievement. Blood samples were collected to assess serum Fe status. All children were screened for soil-transmitted helminthes. Demographic and socio-economic data were collected using pre-tested questionnaires. Almost two-thirds (67Ā·6 %) of the subjects had poor IQ and most of them (72Ā·6 %) had insufficient educational achievement. Output of the stepwise multiple regression model showed that poor IQ was significantly associated with low household income which contributed the most to the regression variance (r2 0Ā·059; P = 0Ā·020). Low maternal education was also identified as a significant predictor of low IQ scores (r2 0Ā·042; P = 0Ā·043). With educational achievement, Fe-deficiency anaemia (IDA) was the only variable to show significant association (r2 0Ā·025; P = 0Ā·015). In conclusion, the cognitive function and educational achievement of Aboriginal schoolchildren are poor and influenced by household income, maternal education and IDA. Thus, effective and integrated measures to improve the nutritional and socio-economic status of rural children would have a pronounced positive effect on their education

    Diagnostic work-up and loss of tuberculosis suspects in Jogjakarta, Indonesia

    Get PDF
    <p>Abstract</p> <p>Background</p> <p>Early and accurate diagnosis of pulmonary tuberculosis (TB) is critical for successful TB control. To assist in the diagnosis of smear-negative pulmonary TB, the World Health Organisation (WHO) recommends the use of a diagnostic algorithm. Our study evaluated the implementation of the national tuberculosis programme's diagnostic algorithm in routine health care settings in Jogjakarta, Indonesia. The diagnostic algorithm is based on the WHO TB diagnostic algorithm, which had already been implemented in the health facilities.</p> <p>Methods</p> <p>We prospectively documented the diagnostic work-up of all new tuberculosis suspects until a diagnosis was reached. We used clinical audit forms to record each step chronologically. Data on the patient's gender, age, symptoms, examinations (types, dates, and results), and final diagnosis were collected.</p> <p>Results</p> <p>Information was recorded for 754 TB suspects; 43.5% of whom were lost during the diagnostic work-up in health centres, 0% in lung clinics. Among the TB suspects who completed diagnostic work-ups, 51.1% and 100.0% were diagnosed without following the national TB diagnostic algorithm in health centres and lung clinics, respectively. However, the work-up in the health centres and lung clinics generally conformed to international standards for tuberculosis care (ISTC). Diagnostic delays were significantly longer in health centres compared to lung clinics.</p> <p>Conclusions</p> <p>The high rate of patients lost in health centres needs to be addressed through the implementation of TB suspect tracing and better programme supervision. The national TB algorithm needs to be revised and differentiated according to the level of care.</p

    Plasma Levels of Inter-Ī± Inhibitor Proteins in Children with Acute Dengue Virus Infection

    Get PDF
    Background: Inter-Ī± inhibitor proteins (IaIp) belong to a family of protease inhibitors that are involved in the haemostatic and the vascular system. Dengue viruses (DENV) infections are characterized by coagulopathy and increased vascular permeability. In this study we measured the concentration of IaIp during DENV infections and evaluated its potential as a biomarker. Methods and Findings: Concentrations of IaIp were measured in patients with acute DENV infections using a quantitative, competitive enzyme linked immunoassay. Concentrations of IaIp measured in pediatric patients suffering from severe DENV infections were significantly lower than in healthy controls. Conclusions: This is the first report to demonstrate changes in concentration of IaIp during viral infections. The data also highlight the potential of IaIp as a biological marker for severity of DENV infections

    The DREEM, part 1: measurement of the educational environment in an osteopathy teaching program

    Get PDF
    Background Measurement of the educational environment has become more common in health professional education programs. Information gained from these investigations can be used to implement and measure changes to the curricula, educational delivery and the physical environment. A number of questionnaires exist to measure the educational environment, and the most commonly utilised of these is the Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM). Methods The DREEM was administered to students in all year levels of the osteopathy program at Victoria University (VU), Melbourne, Australia. Students also completed a demographic survey. Inferential and correlational statistics were employed to investigate the educational environment based on the scores obtained from the DREEM. Results A response rate of 90% was achieved. The mean total DREEM score was 135.37 (+/- 19.33) with the scores ranging from 72 to 179. Some subscales and items demonstrated differences for gender, clinical phase, age and whether the student was in receipt of a government allowance. Conclusions There are a number of areas in the program that are performing well, and some aspects that could be improved. Overall students rated the VU osteopathy program as more positive than negative. The information obtained in the present study has identified areas for improvement and will enable the program leaders to facilitate changes. It will also provide other educational institutions with data on which they can make comparisons with their own programs

    Manchester Clinical Placement Index (MCPI): Conditions for medical studentsā€™ learning in hospital and community placements

    Get PDF
    The drive to quality-manage medical education has created a need for valid measurement instruments. Validity evidence includes the theoretical and contextual origin of items, choice of response processes, internal structure, and interrelationship of a measureā€™s variables. This research set out to explore the validity and potential utility of an 11-item measurement instrument, whose theoretical and empirical origins were in an Experience Based Learning model of how medical students learn in communities of practice (COPs), and whose contextual origins were in a community-oriented, horizontally integrated, undergraduate medical programme. The objectives were to examine the psychometric properties of the scale in both hospital and community COPs and provide validity evidence to support using it to measure the quality of placements. The instrument was administered twice to students learning in both hospital and community placements and analysed using exploratory factor analysis and a generalizability analysis. 754 of a possible 902 questionnaires were returned (84% response rate), representing 168 placements. Eight items loaded onto two factors, which accounted for 78% of variance in the hospital data and 82% of variance in the community data. One factor was the placement learning environment, whose five constituent items were how learners were received at the start of the placement, peopleā€™s supportiveness, and the quality of organisation, leadership, and facilities. The other factor represented the quality of trainingā€”instruction in skills, observing students performing skills, and providing students with feedback. Alpha coefficients ranged between 0.89 and 0.93 and there were no redundant or ambiguous items. Generalisability analysis showed that between 7 and 11 raters would be needed to achieve acceptable reliability. There is validity evidence to support using the simple 8-item, mixed methods Manchester Clinical Placement Index to measure key conditions for undergraduate medical studentsā€™ experience based learning: the quality of the learning environment and the training provided within it. Its conceptual orientation is towards Communities of Practice, which is a dominant contemporary theory in undergraduate medical education

    Medical Studentsā€™ and Traineesā€™ Country-By-Gender Profiles: Hofstedeā€™s Cultural Dimensions Across Sixteen Diverse Countries

    Get PDF
    Purpose: The global mobility of medical student and trainee populations has drawn researchersā€™ attention to consider internationalization in medical education. Recently, researchers have focused on cultural diversity, predominately drawing on Hofstedeā€™s cross-cultural analysis of cultural dimensions from general population data to explain their findings. However, to date no research has been specifically undertaken to examine cultural dimensions within a medical student or trainee population. This is problematic as within-country differences between gender and professional groups have been identified within these dimensions. We address this gap by drawing on the theoretical concept of national context effects: specifically Hofstedeā€™s six-dimensional perspective. In doing so we examine medical studentsā€™ and traineesā€™ country profiles across dimensions, country-by-gender clustering, and differences between our data and Hofstedeā€™s general population data. Methods: We undertook a cross-cultural online questionnaire study (eight languages) containing Hofstedeā€™s 2013 Values Survey. Our questionnaire was live between 1st March to 19th Aug 2018, and December 2018 to mitigate country holiday periods. We recruited undergraduate medical students and trainees with at least 6-monthsā€™ clinical training using school-specific methods including emails, announcements, and snowballing. Results: We received 2,529 responses. Sixteen countries were retained for analyses (n = 2,307, 91%): Australia, Chile, China, Hong Kong, India, Indonesia, Ireland, Israel, Japan, Malaysia, New Zealand, Pakistan, South Africa, South Korea, Sri-Lanka, Taiwan. Power distance and masculinity are homogenous across countries. Uncertainty avoidance shows the greatest diversity. We identified four country clusters. Masculinity and uncertainty are uncorrelated with Hofstedeā€™s general population data. Conclusions: Our medical student and trainee data provides medical education researchers with more appropriate cultural dimension profiles than those from general population data. Country cluster profiles stimulate useful hypotheses for further research, especially as patterning between clusters cuts across traditional Eastern-Western divides with national culture being stronger than gendered influences. The Uncertainty dimension with its complex pattern across clusters is a particularly fruitful avenue for further investigation.We would like to acknowledge our funders, Ministry of Science and Technology, Taiwan (Grant No. MOST 106-2511-S-182-012-MY2)
    • ā€¦
    corecore