57 research outputs found

    PENGARUH DERAJAT DEASETILASI KHITOSAN DARI KULIT UDANG TERHADAP APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET MAKANAN

    Get PDF
    Industri pengolahan udang banyak menimbulkan hasil samping berupa limbah kulit udang yang belum dimanfaatkan secara optimal, yaitu hanya dijadikan tepung dan campuran makanan ternak. Hal itu kurang memiliki nilai ekonomis dibandingkan dengan mengolahnya menjadi khitin dan khitosan. Khitosan banyak digunakan di berbagai industri. Salah satu penerapan khitosan yang penting dan dibutuhkan dewasa ini adalah sebagai pengawet bahan makanan pengganti formalin. Kualitas khitosan sering dinyatakan dengan besarnya nilai derajad deasetilasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi operasi optimum proses deasetilasi khitin serta mempelajari pengaruh derajat deasetilasi terhadap khitosan sebagai bahan pengawet makanan. Proses deproteinisasi dengan larutan NaOH (3.5 % w/v) selama 2 jam pada suhu 65 oC dan proses demineralisasi dalam larutan HCl (1N) selama 30 menit pada suhu kamar. Proses deasetilasi dilakukan dengan memanaskan khitin dengan larutan NaOH (20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80% w/v) pada suhu (50 oC, 60 oC, 70 oC, 80 oC, 90 oC, 100 oC, 110 oC) selama (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 jam). Parameter respon adalah derajat deasetilasi khitosan. Produk khitosan diaplikasikan untuk pengawet tahu dan analisa mikroba dilakukan dengan menggunakan metode TPC untuk mengetahui pengaruh derajat deasetilasi terhadap kemampuannya mengawetkan makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum proses deasetilasi khitin menjadi khitosan adalah pada konsentrasi NaOH 50% dan suhu 100oC selama 1 jam yang memberikan derajat deasetilasi sebesar 71,2%.. Total bakteri pada perendaman tahu selama 3 hari dalam larutan asam asetat ditambah chitosan 6,8.104, dalam larutan asam asetat saja 9,9. 105, dan dalam blangko 8,6. 107, sehingga bisa disimpulkan bahwa khitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Namun meningkatnya derajad deasetilasi tidak begitu berpengaruh terhadap penurunan jumlah bakteri

    Peningkatan Mutu Simpan Buah dengan Coating Film Komposit Tapioka-Kitosan

    Get PDF
    In the tropics, damage of fruit after harvest is a major problem that must be solved. This damage is usually caused by metabolic activity in progress at the fruit. If the respiration process involving oxygen from the environment is not controlled then it will accelerate maturity and decay of the fruit. Besides that, horticulture very risky contaminated by fungi and microbes. The results of the analysis of Fourier Transform Infrared (FTIR) and Scanning Electron Microscopy (SEM) showed that the mixing of chitosan and starch solution can produce a homogeneous film due to the interaction between the hydroxyl groups of starch and the amine groups of chitosan. Application of coating films on strawberries for the shelf life of 10 days was found that the lowest weight loss occurs in pure films of the high molecular weight chitosan (± 200 kDa), whereas the composite films of chitosan and starch which produces the lowest weight loss is the medium molecular weight chitosan (± 100 kDa). The low molecular weight chitosan (± 50 kDa) have the best antimicrobial activity. The addition of tapioca can reduce the antimicrobial activity of chitosan films

    PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA MEMAHAMI KONSEP PENGURANGAN BILANGAN BULAT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DI KELAS IV SDN 03 SIMPUR TAHUN 2010

    Get PDF
    Tujuan penelit ian adalah: (1) Untuk meningkatkan pemahaman konsep pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV SDN 03 Simpur Belik Pemalang melalui penerapan model pembelajaran konst rukt ivisme. (2) Untuk mengetahui faktorfaktor yang mendukung dan menghambat penerapan model pembelajaran konst rukt ivisme. Prosedur penelit ian ini dilaksanakan selama dua siklus. Kegiatan yang dilaksanakan dalam set iap siklus meliput i: (1) Perencanaan (planing), yaitu merencanakan tindakan yang akan dilakukan, (2) Pelaksanaan Tindakan (acting), yaitu melakukan implementasi t indakan sesuai rencana, (3) Observasi (observing), yaitu melakukan observasi akt ivitas siswa dan guru dengan inst rument yang telah dipersiapkan sebelumnya bersama kolaborasi, dan (4) Refleksi (reflecting), yaitu melakukan analisis data dan refleksi secara kolaborasi untuk mengetahui perubahan selama pelaksanaan t indakan. Data penelit ian berupa hasil tes format if, hasil observasi, dan hasil angket pendapat siswa. Pada siklus I, hasil tes format if siswa sudah mengalami peningkatan dari rata-rata 53,33 menjadi 70,88 dan siswa yang tuntas belajar bertambah dari 14 siswa atau 42 % menjadi 24 siswa atau 73 %. Pada proses pembelajaran siklus I siswa sudah diberi kesempatan untuk mengkonst ruksi sendiri tentang pengurangan bilangan bulat , namun belum semua siswa akt if, karena siswa yang pandai masih mendominasi pembelajaran. Siklus II, hasil tes format if meningkat dari rata-rata 70,88 menjadi 84,95 dan siswa yang tuntas belajar meningkat dari 24 siswa atau 73 % menjadi 30 siswa atau 91 % dari 33 siswa. Pada pembelajaran ini hampir semua siswa akt if dalam pembelajaran dan berperan dalam memecahkan permasalahan yang harus diselesaikan kelompoknya. Berdasarkan analisis data hasil penelit ian dapat disimpulkan: (1) Penerapan model pembelajaran konst rukt ivisme dapat meningkatkan pemahaman konsep pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV SD Negeri 03 Simpur Belik Pemalang, Hal ini dibukt ikan dengan adanya kenaikan hasil tes format if siswa dari rata-rata 53,33 pada kondisi awal menjadi 84,95 pada akhir penelit ian dan siswa yang tuntas belajar bertambah dari 14 siswa atau 42 % menjadi 30 siswa atau 91 % dari 33 siswa. (2) Penerapan model pembelajaran konst rukt ivisme dapat berhasil secara opt imal bila dilaksanakan dengan memperhat ikan faktor pendukung dan penghambat yang terjadi selama proses pembelajaran

    IBM KELOMPOK USAHA PETANI GARAM DI KABUPATEN JEPARA: PENGEMBANGAN PROSES PRODUKSI GARAM UNTUK PENINGKATAN KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUK

    Get PDF
    ABSTRAK Sebagai salah satu kabupaten pengasil garam di Jawa Tengan, industri garam di Jepara terkonsentrasi di Kecamatan Kedung dengan produksi garam krosok rata-rata 60 ton/ha/tahun. Petani garam di Kec. Kedung Kab. Jepara menghadapi permasalahan-permasalahan baik teknologi yang digunakan untuk proses produksi maupun manajeman yang digunakan. Produksi garam rakyat di Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara dikerjakan dengan teknologi yang sangat sederhana dan dilakukan secara turun temurun. Proses produksi diawali dengan mengalirkan air laut menuju tempat penguapkan dan kemudian menguapkan air laut di atas sebidang tanah pantai dengan bantuan angin dan sinar matahari sebagai sumber energi penguapan. Proses produksi yang sangat sederhana dan tidak mengalami peningkatan dari waktu ke waktu berakibat pada rendahnya kualitas produk dan tidak optimalnya kuantitas produk yang mampu diperoleh. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan kapasitas industri pengolahan garam rakyat yang berdaya saing tinggi baik dari kemampuan sumber daya manusia, teknologi yang diterapkan, mutu dan standar produk yang dihasilkan, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mempunyai daya saing tinggi baik dari sisi keunggulan innovatif produk yang dihasilkan maupun efisiensi produksi. Untuk mencapai tujuan tersebut kegiatan yang telah dilakukan meliputi: Survei kondisi terkini lahan dan persiapan pelaksanaan program, peningkatan kualitas air yang dialirkan ke kolam kristalisasi, dan peningkatan kualitas produk garam dengan penerapan teknik kristalisasi bertahap. Dampak yang diperoleh dari pelaksanaan program meliputi garam yang dihasilkan lebih putih, dapat meningkatkan kadar HCl garam dari 90% menjadi 97,2%, serta dapat menigkatkan jumlah panen dari 84.000 kg menjadi 117.500 kg

    Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Bermain Anak Tangga

    Get PDF
    The background of this research was carried out because of the low activeness and learning outcomes of students in class III about the measurement of long units motivating the activeness and student learning outcomes of mathematics in Basic Competencies Using Measuring Tools in Problem Solving. This research is a Classroom Action Research with the subjects of third grade students of SD Negeri 1 Karanganyar with a total of 19 students. Data sources come from documents, students, and peers. Data collection techniques with test and non-test. The research process was carried out in two cycles, each cycle consisting of 2 meetings each meeting 2 lesson hours. To measure the ability of students in mastering the material that has been given, each end of the cycle carried out an evaluation. The results obtained from the data there is an increase in learning outcomes seen from the initial study before the action and after the action. The data about the learning outcomes obtained are as follows: the average grade of the class in the initial study was 53 with 21% mastery learning; the average value of cycle 1 is 61 with a 42% mastery learning; the average value of the second cycle is 72.5 with 95% mastery learning. It can be concluded that the use of the ladder playing method can increase the activeness and learning outcomes of students, especially the Long Unit Measurement material

    Peningkatan Mutu Simpan Buah dengan Coating Film Komposit Tapioka-Kitosan

    Get PDF
    In the tropics, damage of fruit after harvest is a major problem that must be solved. This damage is usually caused by metabolic activity in progress at the fruit. If the respiration process involving oxygen from the environment is not controlled then it will accelerate maturity and decay of the fruit. Besides that, horticulture very risky contaminated by fungi and microbes. The results of the analysis of Fourier Transform Infrared (FTIR) and Scanning Electron Microscopy (SEM) showed that the mixing of chitosan and starch solution can produce a homogeneous film due to the interaction between the hydroxyl groups of starch and the amine groups of chitosan. Application of coating films on strawberries for the shelf life of 10 days was found that the lowest weight loss occurs in pure films of the high molecular weight chitosan (± 200 kDa), whereas the composite films of chitosan and starch which produces the lowest weight loss is the medium molecular weight chitosan (± 100 kDa). The low molecular weight chitosan (± 50 kDa) have the best antimicrobial activity. The addition of tapioca can reduce the antimicrobial activity of chitosan films

    Enhanced Enzymatic Hydrolysis of Chitosan by Surfactant Addition

    Get PDF
    Less attention has been paid for the effects of surfactant on the hydrolysis of chitosan. This paper presents the influence of the surfactant Tween 80 addition on the chitosan hydrolysis catalyzed by cellulase enzyme. The hydrolyzed chitosan was characterized by measuring its reducing sugar content, its chemistry by Fourier transforms infrared spectroscopy (FT-IR), its formation of aldehyde groups by ultraviolet - visible spectra (UV-Vis), and its crystallinity degree by X-ray diffraction (XRD). The results showed that Tween-80 could increase the hydrolysis rate and decrease the crystallinity of chitosan. The formation of reducing sugar increased by increasing reaction time up to 24 hours and then leveled off. A more significant effect of surfactant was observed when the hydrolysis was performed at a low surfactant concentration and a low substrate concentration. IR spectra showed that both raw and hydrolyzed chitosan have similar chemical structure

    Microwave Irradiation-Assisted Chitosan Hydrolysis Using Cellulase Enzyme

    Get PDF
    The influence of microwave irradiation on the chitosan hydrolysis catalyzed by cellulase enzyme was studied. The hydrolyzed chitosan was characterized by measuring its viscosity and reducing sugar. Further, it was also characterized by Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR), X-ray Diffraction (XRD), and Scanning Electron Microscope (SEM). The classical Michaelis-Menten kinetic parameters were measured by analyzing the amount of reducing sugars. The results were compared with the hydrolysis by using conventional shaker incubator. The hydrolysis reaction time needed to obtain similar reducing sugar yield was significantly lower for microwave irradiation than shaker incubator. On the other hand, the reduction rate of the relative viscosity was significantly higher for the hydrolysis of chitosan using shaker incubator. A significant difference in chemical structure was observed between hydrolysis using microwave irradiation and shaker incubator. Overall, the result showed that the hydrolysis behavior of chitosan using microwave irradiation is significantly different with using shaker incubator. 

    Layer by Layer Composite Membranes of Alginate-Chitosan Crosslinked by Glutaraldehyde in Pervaporation Dehydration of Ethanol

    Full text link
    Hydrophilicity of membrane causing only water can pass through membrane. Pervaporation process using organophilic membrane has been offered as alternative for ethanol dehydration. This paper investigate pervaporation based biopolymer composite membrane from alginate-chitosan using layer by layer method prepared by glutaraldehyde as crosslinking agent and polyethersulfone (PES) as supported membrane. Characterization of crosslinked of composite membrane by FTIR helped in identification of sites for interaction between layers of membrane and support layer (PES). The SEM showed a multilayer structure and a distinct interface between the chitosan layer, the sodium alginate layer and the support layer. The coating sequence of membranes had an obvious influence on the pervaporation dehydration performance of membranes. For the dehydration of 95 wt% ethanol-water mixtures, a good performance of PES-chitosan-alginate-chitosan (PES/Chi/Alg/Chi) composite membrane was found in the pervaporation dehydration of ethanol. Article History: Received April 12nd , 2016; Received in revised form June 25th , 2016; Accepted July 1st , 2016; Available online How to Cite This Article: Rokhati, N., Istirokhatun, T. and Samsudin, A.M. (2016) Layer by Layer Composite Membranes of Alginate-Chitosan Crosslinked by Glutaraldehyde in Pervaporation Dehydration of Ethanol. Int. Journal of Renewable Energy Development, 5(2), 101-106. http://dx.doi.org/10.14710/ijred.5.2.101-10

    EDUKASI TEKNOLOGI MEMBRAN UNTUK PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KECAMATAN SEMARANG SELATAN -JAWA TENGAH

    Get PDF
    Air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, kebutuhan akan air bersih terus meningkat seiring dengan pertumbuhan manusia. Jumlah air di bumi cenderung tetap, namun kualitas air terus menurun akibat pencemaran. Oleh sebab itu perlu adanya upaya pengolahan air menjadi air bersih sebelum di konsumsi. Semarang selatan merupakan sebuah kecamatan di Kota Semarang yang memiliki posisi strategis karena dekat dengan kota. Letak daerah yang berada pada daerah padat penduduk mengakibatkan sulitnya akses air bersih. Air yang diambil dari air sumur memiliki kualitas yang kurang bagus dimana air yang dihasilkan sedikit keruh dan berbauh amis. Selama ini warga berinisiatif menggunakan tawas sebagai bahan untuk menjernihkan air, namun residu tawas dalam air menyebabkan gangguan kesehatan pada tubuh. Oleh sebab itu, pengolahan menggunakan membran diterapkan untuk mengolah air tersebut menjadi lebih bersih. Teknologi membran tidak membutuhkan bahan kimia tambahan serta biaya operasi yang cukup murah. Kegiatan penyuluhan teknologi membran untuk mengolah air bersih telah dilakukan di Kelurahan Bulustalan Rt 02 RW 03 Kecamatan Semarang Selatan. Sebagai luaran dan juga hasil dari pengabdian ini, dibuatlah makalah/modul pelatihan perancangan filtrasi membran skala rumah tangga untuk mengolah air sumur tercemar menjadi air bersih yang layak konsumsi.
    corecore