8 research outputs found
ANALYSIS OF THE IMPLEMENTATION OF DOMESTIC VIOLENCE PREVENTION IN INDONESIA
The goal of the 2004 Law Number 23 on the Elimination of Domestic Violence is to end domestic violence in all of its manifestations. Cases of domestic abuse surged eightfold or by 792 per cent. The purpose of this research is to examine how domestic abuse prevention initiatives are being carried out in Indonesia. A qualitative descriptive literature review is the methodology used. This research shows that community outreach and education are two ways that prevention may be implemented, including a variety of stakeholders. Policy goals may be supported by providing chances for non-implementing agency actors to engage in policy implementation. In order to sustain stakeholder commitment, enhance the ability of implementing officers to undertake education, lessen sectoral ego, and promote stakeholders' comprehension of policy aims, coordination between stakeholders must enhance integrated collaboration and communication. The availability of human resources is one of the elements that impact a policy or program's implementation and success. Incompetent or underqualified policy implementers may be the cause of a policy's lacklustre execution. The reason that the community does not always recognize the Law on the Elimination of Domestic Violence is partly due to the variety of cultural values and social behaviours. It becomes more difficult to create strict and unambiguous standards the more diverse the services offered, the more diverse the conduct that is governed. As a result, it is advised to optimize preventative initiatives by fortifying family dynamics, improving cooperation with non-governmental organizations in the field of education, and putting digital anti-violence campaigns into action. The effectiveness of policy implementation depends on all policy implementers including the prevention of domestic violence into their work
INOVASI PROGRAM PELAYANAN TANPA KONTAK FISIK (LAPAK ASIK) DI BPJS KETENAGAKERJAAN CABANG BANDAR LAMPUNG
Pandemi Covid-19 yang membuat terbatasnya aktivitas manusia, mengakibatkan terhambatnya proses pelayanan publik. Dengan terus mengikuti perkembangan zaman, maka BPJS Ketenagakerjaan mengeluarkan program berbasis teknologi yakni Pelayanan Tanpa Kontak Fisik (LAPAK ASIK) guna melakukan pelayanan yang optimal di masa Pandemi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk melihat atribut inovasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan dalam melaksanakan program Lapak Asik ini dengan menggunakan indikator yang dikemukakan oleh Rogers yang memiliki 5 indikator yakni Keuntungan Relatif, Kesesuaian, Kerumitan, Kemungkinan Dicoba, dan Kemudahan Diamati. Metode yang digunakan yaitu dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan melihat indikator yang ada maka program yang telah dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bandar Lampung memiliki seluruh atribut inovasi dengan berjalannya proses pelayanan yang kembali optimal di masa Pandemi Covid-19. Namun, penelitian ini juga menemukan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Lapak Asik di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bandar Lampung seperti kendala internal yakni server down, dan kendala eksternal berupa ketidaksiapan sarana peserta dalam menggunakan inovasi.Kata Kunci: Inovasi; Pelayanan Publik Digital; LAPAK ASIK; BPJS Ketenagakerjaan
Civil Society (Indonesian Islamic Business Forum) dalam Pemulihan Ekonomi Pasca Bencana Tsunami Selat Sunda
Bencana tsunami Selat Sunda meninggalkan trauma dan berdampak pada perekonomian masyarakat. BNPB memiliki misi pemulihan daerah pascabencana dengan recovery yang baik melalui kolaboratif multi stakeholder. Indonesia Islamic Bussiness Forum (IIBF) merupakan salah satu lembaga yang mengambil peran dalam pemulihan ekonomi pascabencana tsunami Selat Sunda. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran IIBF dalam mewujudkan pemulihan ekonomi pascabencana tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi pascabencana tsunami Selat Sunda yang dilakukan IIBF melibatkan dua mitra, yaitu: mitra binaan (warga terdampak) dan mitra “stakeholder”. Melalui kolaborasi stakeholder, muncul kebersamaan dalam menghadapi berbagai permasalahan, berbagai risiko, pemenuhan kebutuhan sumber daya, serta tanggung jawab dan balas jasa yang diharapkan oleh masing-masing anggota kelompok. Tata kelola pemerintah kolaboratif menjadi penting dan dibutuhkan untuk menangani berbagai masalah yang terjadi akibat dari bencana.Bencana tsunami Selat Sunda meninggalkan trauma dan berdampak pada perekonomian masyarakat. BNPB memiliki misi pemulihan daerah pascabencana dengan recovery yang baik melalui kolaboratif multi stakeholder. Indonesia Islamic Bussiness Forum (IIBF) merupakan salah satu lembaga yang mengambil peran dalam pemulihan ekonomi pascabencana tsunami Selat Sunda. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran IIBF dalam mewujudkan pemulihan ekonomi pascabencana tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi pascabencana tsunami Selat Sunda yang dilakukan IIBF melibatkan dua mitra, yaitu: mitra binaan (warga terdampak) dan mitra “stakeholder”. Melalui kolaborasi stakeholder, muncul kebersamaan dalam menghadapi berbagai permasalahan, berbagai risiko, pemenuhan kebutuhan sumber daya, serta tanggung jawab dan balas jasa yang diharapkan oleh masing-masing anggota kelompok. Tata kelola pemerintah kolaboratif menjadi penting dan dibutuhkan untuk menangani berbagai masalah yang terjadi akibat dari bencan
The Resilience Families of Indonesian Migrant Workers (PMI)
Migrant laborers from Indonesia have both beneficial and negative effects. This research aims to uncover the characteristics that impact family resilience among migrant workers from Indonesia. This form of research is qualitative and employs a literature review methodology. PMI family issues include a lifestyle of excessive consumption, family discord, parenting, and kid development. There is a shift in the family structure when a woman or husband becomes an Indonesian migrant worker. In this situation, the husband assumes the conventional tasks of the wife, such as childrearing and education; meanwhile, the woman is unable to fulfill the intangible rights and duties (inner life) of their marriage. This is a difficult situation for immigrant families. Intensifying long-distance contact between PMI and their families is the answer to their family troubles. This is to prevent putting the family at risk. Family functions are optimized to the greatest extent possible. In addition, participation and assistance from numerous stakeholders are required. Family watchdog institutions may give PMI family children financial literacy and parenting aid.
Keywords: family, resilience, migrant worker
Analisis Kegagalan Implementasi Kebijakan Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia di Kabupaten Malang dengan Soft System Methodology
Salah satu kebijakan pemerintah untuk mengatasi pengangguran yaitu
melalui pembangunan ketenagakerjaan dengan menempatkan TKI ke luar
negeri. Pemberangkatan TKI keluar negeri menyisakan masalah-masalah pada
keluarga yang ditinggalkannya. Berdasarkan kajian Bina Keluarga TKI
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2009
diperoleh berbagai hal yang perlu mendapat perhatian serius. Pada bidang
ekonomi, pekerja yang bekerja di luar negeri ternyata hasil kirimannya sebagian
besar untuk kegiatan konsumtif, di bidang ketahanan dan kesejahteraan keluarga
TKI, ternyata banyak terjadi perceraian sedangkan di bidang perlindungan anak,
ternyata anak yang ditinggalkan oleh orang tua yang bekerja keluar negeri
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anaknya. Proses pelaksanaan
program Bina Keluarga TKI di Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang baru
sampai pada tahap persiapan, yaitu sosialisasi mengenai kebijakan bina
keluarga TKI. Sosialisasi tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 8 Januari
2014 dan selanjutnya diharapkan terbentuk pokja di tingkat kecamatan dan desa.
Namun, pada realitanya pasca sosialisasi belum ada tindak lanjutnya.
Tujuan penelitian adalah 1). Mendeskripsikan dan menganalisis kegagalan
implementasi kebijakan Bina Keluarga TKI di Kecamatan Donomulyo Kabupaten
Malang. 2) Membangun model implementasi Bina Keluarga TKI.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan berpikir sistem
(soft system methodology). Fokus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1).
Kegagalan implementasi kebijakan bina keluarga TKI di Desa Tlogosari
Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. a). Pengorganisasian dalam
mengimplementasikan program Bina Keluarga TKI. b). Sikap dan komitmen
stakeholder program Bina Keluarga TKI. c). Sumber daya yang mempengaruhi
implementasi program Bina Keluarga TKI. 2). Model konseptual implementasi
program Bina Keluarga TKI.
Hasil penelitian ini adalah 1) Kegagalan implementasi kebijakan Bina
Keluarga TKI disebabkan karena berbagai hal berikut: pertama, permasalahan
pengorganisasian kebijakan Bina Keluarga TKI disebabkan karena kurang
intensifnya komunikasi pada tim Pokja kabupaten, kecamatan dan desa. Kondisi
tersebut menyebabkan lemahnya struktur Pokja, belum adanya kesepakatan
program kerja, kurangnya keterpaduan hirarki. Di sisi lain tidak didukung dengan
adanya data mengenai keluarga TKI serta tidak adanya akses formal pihak-pihak
diluar tim Pokja untuk berpartisipasi. Kedua, permasalahan sikap dan komitmen
tim pokja disebabkan karena lemahnya kebermaknaan terhadap permasalahan
keluarga TKI bagi stakeholder. Hal ini menyebabkan lemahnya top leader
sehingga berdampak pada kurangnya komitmen tim Pokja. Di satu sisi dukungan
publik yang lemah turut mendukung permasalahan ini. Ketiga, permasalahan
pada sistem sumber daya terdapat permasalahan lemahnya SDM, dana dan
fasilitas. Lemahnya sumber daya berdampak pada belum terciptanya
keterpaduan hierarki pada tim Pokja dan kurangnya data mengenai keluarga TKI.
2) Dari berbagai permasalahan tersebut dibuat 3 (tiga) definisi permasalahan dan dari definisi permasalahan tersebut dibangun 3 (tiga) model konseptual yang
dianggap relevan dalam memberbaiki situasi permasalahan. Ketiga model
konseptual tersebut yaitu model konseptual I: pengorganisasian dalam
mengimplementasikan program Bina Keluarga TKI. Model ini merupakan solusi
dari permasalahan kurang intensifnya komunikasi tim Pokja Bina Keluarga TKI
tingkat kabupaten, kecamatan dan desa; lemahnya struktur Pokja; belum adanya
kesepakatan bersama di dalam tim Pokja; belum adanya keterpaduan pada Tim
Pokja tingkat desa, kecamatan dan kabupaten; kurangnya info atau data tidak
akurat serta tidak adanya akses formal pihak-pihak luar untuk berpartisipasi
terbuka bagi para aktor di luar tim Pokja Bina Keluarga TKI untuk mempengaruhi
tujuan resmi. Model konseptual II: sikap dan komitmen stakeholder program Bina
Keluarga TKI. Model ini menjadi solusi dari permasalahan lemahnya top leader
Pokja Bina Keluarga TKI, kurangnya komitmen dari tim Pokja, lemahnya
dukungan publik, kurangnya kebermaknaan terhadap permasalahan keluarga
TKI bagi stakeholder. Model konseptual III: sumber daya yang mempengaruhi
implementasi program Bina Keluarga TKI. Model ini memberikan solusi dari
lemahnya dana, SDM dan fasilitas. Selanjutnya dibangun model konseptual IV:
implementasi kebijakan Bina Keluarga TKI, yang merupakan gabungan dari
model I, II dan III
PENERAPAN NEW PUBLIC MANAGEMENT (NPM) DI INDONESIA (Reformasi Birokrasi, Desentralisasi, Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik)
New Public management (NPM) is a new paradigm in public sector management. And was first developed
in the 1980s, especially in New Zealand, the UK and the U.S. as a result of the emergence of welfare
state crisis. This paper aims to look at how the application of NPM in Indonesia, particularly in the form of
bureaucratic reform through decentralization and relationship between the government (public) and
private, to improve public services
Village Development Planning in The Digital Era: The Role and Interest of Stakeholders in Kotaagung, Tanggamus Regency
This study aims to describe the planning process of village development in the digital era, focusing on the dynamics of stakeholder roles and interests. From descriptive qualitative research methods, village development planning in the digital era flows under the Ministry of Home Affairs Regulation No. 114/2014 and Law No. 6 of 2014. Furthermore, the dynamics of the planning process are more flexible with the role of media and technology sophistication. In the digital era, the village development planning process, especially in Kotaagung Sub-district villages, Tanggamus Regency, Lampung, is swift, which cuts bureaucracy and stagnated planning stages. Moreover, invitations to the village deliberations are conveyed in writing, a process that only fulfills administrative matters for archiving. Massive invitations are delivered through the devices of stakeholders deemed essential to be presented to determine development priorities. The dynamics of stakeholder and media are seen from the movement and correlation of roles, interests, and influences. That shows stakeholders are the main subject in village development planning in today's digital era. Therefore, the Village needs to respond to the changing times by planning and implementing the system with digitization in a systematic and applicable manner.
Keywords: Development Planning; Village Development; Development Digitizatio
Parenting Patterns for Children of Indonesian Migrant Workers: A Case Study of Sumber Gede Village Regulations, East Lampung
Parents, society and the government have an obligation to fulfill children's rights with a good parenting process. This study aims to examine the pattern of parenting that is applied to the care of children of families of Indonesian migrant workers in Sumbergede Village, East Lampung Regency by describing the fulfillment of rights which refers to Article 18 of the Sumber Gede Village Regulation No. 04 of 2021. This study uses a descriptive qualitative method. The data collection technique used is interviews. There are approximately 101 people in their families who work as Indonesian Migrant Workers in Sumbergede Village. The results showed that the parenting pattern applied when referring to the village regulation number 04 of 2021 was not optimal. This is because many programs that should be running are not running. Such as collaboration with PKK or related parties regarding child care patterns. So in the end it is the family who fulfills these obligations. The role of the local government in the pattern of child care for migrant families is very necessary in order to fulfill children's rights.Keywords: Parenting, Children, Migrant Workers