41 research outputs found

    Kajian Pedestrian Friendly Pada Taman Kambang Iwak Palembang

    Get PDF
    ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji Taman Kambang Iwak berdasarkan kriteria pedestrian friendly. Kriteria pedestrian friendly penting untuk dikaji untuk menjadi evaluasi kualitas ruang terbuka yang mendukung pejalan kaki pada Taman Kambang Iwak. Taman Kambang Iwak adalah wadah ruang publik masyarakat kota Palembang. Aktivitas yang mendominasi di Taman Kambang Iwak Palembang adalah olahraga dan perdagangan. Elemen pedestrian pada Taman Kambang Iwak Palembang menjadi elemen penting dikarenakan perannya mewadahi banyak aktivitas dari pengguna. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan dokumentasi dan pengamatan aktivitas di Taman Kambang Iwak. Hasil penelitian ini menunjukkan Taman Kambang Iwak sudah memenuhi kriteria site planning and connectivity, material, sirkulasi, massa bangunan, proporsi dan transparansi serta detail dari konsep pedestrian friendly. Kriteria ritme dari konsep pedestrian friendly belum terpenuhi pada Taman Kambang Iwak.Kata kunci: Ramah pejalan kaki, Ruang Publik, Taman, Pejalan KakiABSTRACT. This study aims to examine Kambang Iwak Park based on pedestrian-friendly criteria. Pedestrian-friendly criteria are essential to be assessed to be evaluated the quality of open space that supports pedestrians in Kambang Iwak Park. Kambang Iwak Park is a place for public space in the city of Palembang. The activities that dominate Palembang's Kambang Iwak Park are sports and trade. The pedestrian element in Palembang's Kambang Iwak Park is essential because it accommodates many users' activities. The research method used is the descriptive qualitative research method. Data was collected by direct observation and literature study. Observations were carried out by documenting and observing activities at Kambang Iwak Park. The results of this study indicate that Kambang Iwak Park has met the criteria of site planning and connectivity, materials, circulation, building mass, proportion, transparency, and the detail of the pedestrian-friendly concept. The rhythm criteria of the pedestrian-friendly concept have not been met in Kambang Iwak Park. Keywords: Pedestrian-Friendly, Public Spaces, Parks, Pedestrian

    KAJIAN SPIRIT OF PLACE PADA PASAR LEGI KOTAGEDE YOGYAKARTA SEBAGAI KARAKTER PASAR TRADISIONAL

    Get PDF
    ABSTRAK. Pasar tradisional menjadi ruang transaksi ekonomi dengan tradisi tawar menawar antara penjual dan pembeli. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kearifan lokal masyarakat Kotagede berupa pendidikan atau cara belajar “srawung” salah satunya adalah Pasar, oleh karena itu penelitian ini berfokus pada Pasar Legi Kotagede untuk membuktikan pernyataan tersebut. Tujuan dari penelitian untuk mengidentifikasi srawung sebagai Spirit of Place pada Pasar Legi Kotagede. Untuk membuktikan bahwa hal tersebut merupakan keunikan khas Pasar Legi Kotagede maka perlukan pembanding. Hasil penelitian ternyata penataan layout, zonasi pedagang, toleransi, keakraban dan kerjasama antara pedagang maupun pembeli merupakan faktor-faktor yang membentuk Spirit of Place pada pasar tradisional. Kata Kunci: karakter Pasar Tradisional, Kearifan lokal, Pasar Legi Kotagede, Spirit of Place ABSTRACT. Traditional markets are an economic transaction space with a tradition of bargaining between sellers and buyers. A study states that the local wisdom of the Kotagede community in the form of education or how to learn "srawung" one of which is the Market. Therefore this research focuses on the Pasar Legi Kotagede to prove the statement. The purpose of this research is to identify srawung as a Spirit of Place in Kotagede Legi Market. To confirm that this is the uniqueness of the Pasar Legi Kotagede, we need a comparison. The study results turned out to be layout arrangement, trader zoning, tolerance, familiarity, and cooperation between traders and buyers are the factors that make up the Spirit of Place in traditional markets. Keywords: Character of Traditional Market, Local Wisdom, Pasar Legi Kotagede, Spirit of Plac

    REVITALISASI PASAR SENI DAN WISATA GABUSAN

    Get PDF
    Abstract. An art market is a place where producers and consumers meet with various arts as its main item. Meanwhile, a tourism destination is a place where it should contain 3 main elements: attraction, amenity, accommodation. Tourism Gabusan Art and Cultural Market in Bantul, Yogyakarta experience a degradation of its quality as the market as well as a place for accommodating arts. One of its main causes is its lack of visibility or visual quality or image toward its area. So that, this should be further analyzed and revitalized from an architectural and urban design point of view. Revitalization is an effort to enhance a land or region's value through rebuilding or reconstruction of its area. The imageability approach by Kevin Lynch will be used in this research by using five-city elements in Gabusan Art Market with SWOT analysis. The research method is a comparative study by using data from literature review and observations. The result of this research was used as a reference to redesign Gabusan Art Market to achieve optimal visual quality. Masterplan of Gabusan Art and Cultural Market in Bantul, Yogyakarta was produced as a final product, along with the development strategy to cope with the challenges of tourism attraction. Abstrak. Pasar seni adalah tempat jual beli dan bertemunya produsen dan konsumen dengan barang atau jasa yang ditawarkan berupa berbagai hasil karya seni. Sedangkan tempat wisata adalah tempat yang memiliki 3 aspek pokok yaitu atraksi, amenitas, dan akomodasi. Pasar Seni dan Wisata Gabusan (PSWG) di Kabupaten Bantul, Yogyakarta mengalami penurunan kualitas sebagai destinasi seni dan wisata di Yogyakarta. Salah satu penyebab utama adalah kualitas visual Pasar Seni dan Wisata Gabusan yang kurang menarik dan perlu direvitalisasi dari segi arsitektur dan kawasan. Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Pendekatan analisis kualitas visual atau citra kawasan yang dipakai adalah teori imageability oleh Kevin Lynch dengan parameter kelima elemen perkotaan di kawasan Pasar Seni dan Wisata Gabusan. Metode dalam pengabdian ini adalah studi komparasi (perbandingan) dengan studi kasus dan analisis SWOT lalu menggunakan strategi revitalisasi. Pengambilan data dengan studi literatur dan observasi kawasan. Hasil analisis menjadi acuan dalam mendesain ulang Pasar Seni dan Wisata Gabusan agar lebih menarik dan tertata secara visual. Masterplan revitalisasi Pasar Seni dan Wisata Gabusan merupakan produk akhir yang disertai pula dengan strategi pengembangan untuk menjawab tantangan meningkatkan daya tarik obyek wisata,Kata kunci : Pasar, Seni, Gabusan, Kualitas Visual, Citra

    Modul Aquaponik sebagai Alternatif Pengembangan Wisata Tangguh Pangan di Desa Wisata Brayut Yogyakarta

    Get PDF
    Dampak pandemic covid 19 yang berkelanjutan mengakibatkan desa – desa wisata mengalami keterpurukan terutama dari sisi perekonomian. Pembatasan yang diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan memaksa warga untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut salah satunya dengan kembali berswadaya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Desa wisata Brayut yang selama ini mengandalkan atraksi wisata edukasi budaya dan tradisi pedesaan sebagai tambahan penghasilan, pada masa pandemi berupaya untuk kembali pada pertanian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan warga. Gerakan ini selaras dengan Gerakan Kampung Tangguh Nusantara yang digalakkan TNI POLRI dan pemerintah sebagai upaya menanggulangi pandemic COVID 19 pada awal tahun 2020 yang lalu. Sejalan dengan hal tersebut, tim KKN tematik WIRADESA UAJY menerjunkan mahasiswa untuk membantu mendampingi masyarakat terutama untuk meningkatkan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan melalui model aquaponic yang portable dan sederhana sehingga dapat dibuat pada lahan pekarangan warga. Respon warga dan pendampingan tim menghasilkan rencana pengembangan untuk sebaran perletakan modul aquaponic agar dapat memenuhi kebutuhan warga

    Pendekatan antropologi sebagai penyeimbang model perhitungan jejak ekologis di Desa Wisata

    Get PDF
    Tourism is currently experiencing a shift from mass tourism to special interest tourism focusing on nature and culture. In the context of preservation, rural tourism experiences a sharp pros and cons as supporting or inhibiting aspects of conservation. This study uses one of the environmental conservation evaluation instruments with an ecological footprint calculation model that analyzes quantitatively the aspects of transportation, water use, clothing use, recreation, food, garbage and shelter. Given the limitations of the ecological trace calculator model to be applied in tourism villages, the implementation of the model needs to be modified using the anthropological approach. The research method used is action research participation by measuring the impact of tourism activities in rural areas using simple indicators of ecological footprint calculations and equipped with in-depth interviews to explore aspects of collective behavior as the focus of the anthropological approach studied. Case studies include three villages in the Yogyakarta region, namely Pentingsari in Sleman regency, Lopati in Bantul and Kalibiru districts in Kulonprogo district. The results obtained are recommendations for anthropological approaches to evaluate the ecological footprint results so that they are more appropriate if they are used as an environmental conservation action plan in a tourist village with the emphasis on forming awareness of living with nature. © 2019 Anna Pudianti, Vincentia Reni VitasuryaPariwisata saat ini mengalami pergeseran dari pariwisata massal ke wisata minat khusus berfokus pada alam dan budaya. Dalam konteks pelestarian, pariwisata mengalami pro kontra yang cukup tajam sebagai pendukung pelestarian atau sebaliknya penghambat pelestarian. Penelitian ini menggunakan salah satu instrumen evaluasi pelestarian lingkungan dengan model perhitungan jejak ekologi yang menganalisis secara kuantitatif dari aspek transportasi, penggunaan air, penggunaan pakaian, rekreasi, makanan, sampah dan tempat tinggal. Mengingat keterbatasan model kalkulator jejak ekologi untuk diterapkan di desa Wisata, maka penerapan model perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan pendekatan antropologi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah partisipasi riset aksi dengan mengukur dampak aktifitas wisata di perdesaan menggunakan indikator sederhana dari perhitungan jejak ekologi serta dilengkapi wawancara mendalam untuk mengeksplorasi aspek perilaku kolektif sebagai focus pendekatan antropologi yang diteliti. Studi kasus meliputi tiga desa di wilayah Yogyakarta yaitu Pentingsari di kabupaten Sleman, Lopati di kabupaten Bantul dan Kalibiru di kabupaten Kulonprogo. Hasil yang diperoleh adalah rekomendasi pendekatan antropologi untuk mengevaluasi hasil jejak ekologi agar lebih tepat jika digunakan sebagai rencana aksi pelestarian lingkungan di desa wisata dengan tekanan pada pembentukan kesadaran hidup bersama alam. © 2019 Anna Pudianti, Vincentia Reni Vitasury

    THE TOOLS OF QUALITATIVE APPROACH TO MEASURE RURAL TRANSFORMATION: THE CASE OF YOGYAKARTA RURAL VILLAGE

    Get PDF
    Yogyakarta is one of the rapidly growing Indonesian cities with its strong culture to construct a distinctive transformation, especially in the rural area. The process of transformation in rural areas is a continuous process as a form of the desire to grow. The agricultural based rural area diversify into activities other than agriculture, such as small craft industry and rural tourism. This study aims to explore tools to measure the level of transformation with a qualitative approach. The uniqueness of the transformation process in the rural area of Yogyakarta inspires the preparation of transformation measurement tools with a qualitative approach by using eight indicators to produce a depth of findings. The tools are developed by using a quadrant model of the combination of potential resources with the efforts made by the occupants. Since the case study research is being used to for the analysis, the quantitative approach could be also used to validate the result of the tools. The quantitative data is taken from secondary data of satellite imagery, government institution, and field survey. Furthermore, this research provides interesting findings by its comparative study between qualitative and quantitative approach. The qualitative approach can become a tool for explaining the dynamics of the transformation of rural area as a whole, complementing quantitative results
    corecore