230 research outputs found

    PEMANFAATAN FASILITAS BALE BANJAR DALAM KEBERLANJUTAN SOSIAL DI DESA BALI AGA BAYUNG GEDE

    Get PDF
    Desa Bayung Gede merupakan salah satu desa Bali Aga atau Bali Kuno di pulau Bali yang berletak di kecamatan Kintamani, kabupaten Bangli. Desa Bayung Gede dengan nilai sejarah dan budayanya berbeda dari beberapa daerah di Bali pada umumnya dikarenakan desa ini sudah terbentuk sebelum budaya kerajaan Majapahit datang ke Bali. Dibalik kelestarian budaya dan nilai sejarah yang dimiliki Desa Bayung Gede adapun permasalahan yang menuai perhatian yakni mengenai fasilitas bale banjar sebagai wadah kegiatan suatu keberlanjutan sosial di Desa Bayung Gede apakah sudah cukup terpenuhi dari segi nilai fungsi serta dengan adanya fasilitas bale banjar apakah dampak yang terjadi dalam keberlanjutan sosial di Desa Bayung Gede. Penelitian ini menggunakan metode secara deskriptif kualitatif dengan langsung meninjau kelokasi. Data yang diambil untuk penelitian ini melalui observasi, wawancara  dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini bahwasannya keberlanjutan sosial di Desa Bayung Gede yang didukung oleh suatu fasilitas bale banjar dapat dinilai berperan penting dalam merangkul masyarakat sehingga mengedepankan nilai budaya “Tat Twam Asi” pada keberlanjutan sosial agar berjalan dengan baik dikarenakan hakikat dari fasilitas bale banjar sesuai dalam menampung masyarakatnya dalam bermusyawarah, pertemuan adat, sebagai tempat bersosialisasi, dan sebagai tempat untuk kegiatan adat istiadat Desa Bayung Gede. Serta memberikan fungsi yang memenuhi kondisi bagi masyarakat dalam aktivitas keberlanjutan sosial di Desa.Bayung Gede Village is one of the Bali Aga or Ancient Bali villages on the island of Bali. It is located in the Kintamani sub-district, Bangli district. Bayung Gede Village, with its historical and cultural values, is different from several areas in Bali in general because this village was formed before the culture of the Majapahit kingdom came to Bali. Behind the preservation of cultural and historical values owned by Bayung Gede Village, there are issues that are gaining attention, namely regarding the bale banjar facility as a forum for social sustainability activities in Bayung Gede Village, is it sufficiently fulfilled in terms of functional value and with the bale banjar facility, what are the impacts that occur in social sustainability in Bayung Gede Village. This study uses a descriptive qualitative method by directly observing the location. The data were taken for this study through observation, interviews, and documentation. The results of this study show that social sustainability in Bayung Gede Village, which a bale banjar facility supports, can be considered to play an essential role in embracing the community so that it puts forward the cultural value "Tat Twam Asi" on social sustainability so that it runs well because the nature of bale banjar facilities is appropriate in accommodating community in deliberations, traditional meetings, as a place to socialize, and as a place for traditional activities of Bayung Gede Village. It also provides functions that meet the community's conditions in the village's social sustainability activities

    FAKTOR PEMBENTUK EKSISTENSI PASAR TRADISIONAL (Studi Kasus Pasar Tradisional Desa Gawok - Sukoharjo )

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tentang faktor pembentuk eksistensi pasar tradisional pada kasus pasar desa Gawok berlokasi di Sukoharjo. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif untuk mendapatkan data seperti kata-kata, gambaran secara detail tentang tentang lingkungan, aktifitas, perilaku dan tradisi pasar yang membentuk eksistensi pasar. Hasilnya didapat temuan faktor lingkungan sebagai pembentuk pasar, faktor fisik dengan pasar tradisional vernakular dan faktor non fisik yang bersifat intangible seperti pasaran Pon, tradisi dan budaya kearifan lokalnya.Hal ini menjadikan Pasar Gawok masih eksis dan bertahan di hingga sekarang. The aim of this research is to examine the factors that shape the existence of traditional markets, such as the Gawok village market located in Sukoharjo.The method of this research was qualitative with a descriptive approach to obtain the data, such as words, detailed descriptions of the environment, activities, behavior and market traditions that shapes market existence.  As a result, this research found environmental factors as market shapers, physical factors with vernacular traditional markets and non-physical factors which are intangible such as the Pon market, traditions and local wisdom culture.  This means that Gawok Market still exists and survives to this day.

    IMPLEMENTASI ARSITEKTUR KARIWARI PADA BANGUNAN KOTA JAYAPURA

    Get PDF
    Perkembangan zaman membawa perubahan pada banyak hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu hal yang mengalami perubahan adalah arsitektur. Arsitektur memiliki hubungan yang erat dengan tata ruang sebuah wilayah. Arsitektur berkaitan dengan karakter dari suatu wilayah tersebut. Perubahan dalam arsitektur yang tidak terkontrol dapat menghilangkan karakter dari sebuah wilayah. Arsitektur Papua khususnya arsitektur Kariwari telah mengalami perubahan bentuk dan stylistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi arsitektur Kariwari dalam bentuk tampilan bangunan di Kota Jayapura yang dapat digunakan sebagai masukan untuk penerapan peraturan daerah tentang bangunan di masa depan. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan kasus serupa. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan strategi studi kasus yang digunakan untuk pengumpulan data dalam kajian ini juga melalui penelusuran literatur penelitian-penelitian sebelumnya, baik dari jurnal, tesis maupun artikel-artikel terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Kariwari pada bangunan di Kota Jayapura selain dapat berfungsi sebagai atap secara utuh juga menunjukkan identitas dan kearifan lokal. Adapun metode implementasi Kariwari yang digunakan terbagi dalam tiga cara yakni metode kolase, metode elektik dengan menambah/ nenempel, dan metode abstraksi/ dekonstruksi. Mayoritas bangunan modern di Kota Jayapura menggunakan metode implementasi elektik. Berdasarkan bentuknya tipologi Kariwari diketahui melalui bentuk dasar denah yang mayoritas berbentuk segi delapan dengan banyaknya susunan tingkat sebanyak tiga tingkat. Tipologi Kariwari berdasarkan ragam/ gayanya dilihat dari warna dan material, ditemukan bahwa material atap genteng metal dengan warna merah bata menjadi mayoritas pilihan. The development of this era also brought about changes in many things that could not be avoided. One of the things that has changed is architecture. Architecture has a close relationship with the spatial layout of an area. Architecture relates to the character of an area. Uncontrolled changes in architecture can take away the character of an area. Papuan architecture, especially Kariwari architecture, has changed shape and style. This study aims to examine the implementation of the Kariwari architecture in the form of a building display in the city of Jayapura, highlighting its crucial role in preserving the local identity and wisdom and providing valuable input for implementing regional regulations on buildings in the future. In addition, it is hoped that the results of this study can also be used as a reference for further research related to similar cases. The method used is a qualitative method with a case study strategy used for data collection in this study as well as through a literature search of previous studies, both from journals, theses, and related articles. The results showed that the use of Kariwari in buildings in Jayapura City, besides being able to function as a complete roof, also showed local identity and wisdom. The Kariwari implementation method is divided into three ways: the collage method, the electric method by adding/ sticking, and the abstraction/deconstruction method. The majority of modern buildings in Jayapura City use the electric implementation method. Based on the shape of the Kariwari typology, it is known through the basic shape of the floor plan, the majority of which is octagonal with several level arrangements of three levels. While the stylistic typology of Kariwari is based on color and material, it was found that metal roof tiles with brick red color were the majority of choices.

    ANALISIS KONSOLIDASI RUANG PUBLIK PADA KAWASAN KLASTER INDUSTRI KREATIF SONGKET TANGGA BUNTUNG SEBAGAI PENDUKUNG KONSEP SMART CITY DI KOTA PALEMBANG

    Get PDF
    Ruang publik merupakan ruang dimana manusia berinteraksi satu sama lain. Ruang publik dapat berupa plaza, pedestrian, ruang pertokoan, jalan, taman, bahkan sarana peribadatan. Saat ini ruang publik diharapkan dapat menjadi ruang kota yang memberikan inspirasi publik untuk lebih cerdas, inovatif, kreatif dan mudah berkembang. Untuk meningkatkan kreativitas, dibutuhkan ruang publik kreatif (RPK). Ruang publik dalam konteks smart city berkorelasi dengan banyak elemen diantaranya ruang publik sebagai wadah berkreativitas dalam masyarakat selaku sumber daya manusia sebagai pendorong utama terbentuknya kota yang cerdas. Konsep Smart city dengan salah satu indikatornya smart economy saat ini menjadi salah satu pendukung aktifitas ekonomi kreatif pada sebuah kota. Istilah ekonomi kreatif dalam 10 tahun belakangan ini memberikan pengaruh dalam peningkatan peran dari penggiat industri kreatif dalam hal ini masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Salah satunya adalah kota Palembang yang pernah masuk ke dalam 10 kota kreatif di Indonesia pada tahun 2019 dengan mengandalkan industri kreatif diantaranya kain tenun Songket. Sentra industri kerajinan Songket yang terkenal di Palembang adalah kawasan Tangga Buntung. Pada kawasan ini terdapat aglomerasi pengusaha sekaligus pengrajin Songket. Sebagai salah satu pusat industri kreatif, kawasan ini diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif magnet ekonomi, budaya dan pariwisata, namun kondisi ruang publik dan lingkungan yang cukup padat dan tidak tertata menjadikan kawasan ini sulit untuk dinikmati secara spasial. Metode Kualitatif dan wawancara digunakan guna menghimpun data kebutuhan dan langkah konsolidasi spasial seperti apa yang dibutuhkan sehingga menghasilkan rekomendasi solusi arahan desain ruang publik guna memperkuat karakteristik kawasan sentra industri songket Tangga BuntungA public space is a space where people interact with each other. Public spaces can be in the form of plazas, pedestrians, shopping spaces, roads, parks, and even places of worship. Currently, public spaces are expected to become urban spaces that inspire the public to be smarter, more innovative, creative, and easier to develop. To increase creativity, creative public space (RPK) is needed. Public space in the context of a smart city is filled with many elements, including public space as a place for creativity and as a resource for human society, which is the main driver for the formation of a smart city. The Smart City concept with one of the indicators being a smart economy is currently one of the supporters of creative economic activity in a city. In the last 10 years, the term creative has had an influence on increasing the role of creative economy industry activists, in this case, communities in various cities in Indonesia. One of them is the city of Palembang, which was included among the 10 creative cities in Indonesia in 2019, relying on creative industries, including Songket woven fabric. The famous Songket Craft Industry Center in Palembang is the Tangga Buntung area. In this area, Songket entrepreneurs and craftsmen are agglomerated. As a creative industry center, it is hoped that this area can become an alternative economic, cultural and tourism magnet, however, the condition of public space and the environment which is quite dense and disorganized makes this area difficult to enjoy spatially. Qualitative methods and interviews were used to collect data on needs and what kind of spatial consolidation steps are needed to produce recommendations for solutions for public space design directions to strengthen the characteristics of the Tangga Buntung Songket industrial center area

    Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh Dalam Perspektif Jakob Burckhardt (Reflections on History)

    No full text
    Sejarah Aceh yang panjang berdampak pada akulturasi budaya. Dari sekian banyak akulturasi tersebut yang menarik adalah Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh. Salah satu faktor yang menjadikan Rumoh Aceh menarik untuk ditinjau adalah karena keberadaannya yang mulai hilang, saksi sejarah, dan bagian dari kebudayaan Aceh. Rumoh Aceh kaya akan nilai estetis dan filosofis karena bersifat traditional ecological knowledge. Oleh karena itu, penggunaan perspektif Jakob Burckhardt tentunya sangat menarik yakni “The Great Men and History”. Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini mencangkup; pengalaman empiris (keahlian seni dan arsitektur), rekonstruksi, dan irasional.Metodologi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif yang menekankan pada teknik observasi yang dideskripsikan. Memanfaatkan literatur tentang Sejarah Rumoh Aceh (dulu dan sekarang) serta rekonstruksi yang terkini untuk menemukan atau menjawab dari rumusan permasalahan penelitian.Hasil penelitian yang berkaitan dengan pengalaman empiris terlihat pada bangunan Rumoh Aceh. Rekonstruksi bangunan Rumoh Aceh terlihat bahwa bentuk dan fungsi bangunan utama tidak berubah akan tetapi dalam hal penggunaan material banyak berubah (penggunaan material kekinian seperti; batu bata, semen/cor, dan atap seng). Selain itu juga ada penambahan ruang pada bagian bawah bangunan. Sedangkan irasional pada Rumoh Aceh terkadang diluar nalar, akan tetapi pengalaman empiris seorang Utoh mampu menjawab keraguan tersebut. Terlihat dari hasil rekonstruksi Rumoh Aceh, seorang Utoh mampu beradaptasi dan bertransformasi sesuai dengan “jiwa zaman”

    TINJAUAN PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR BIOFILIK PADA BANGUNAN RUMAH SAKIT DI ASIA TENGGARA

    Get PDF
    Desain biofilik merupakan desain yang menitikberatkan pada hubungan antara manusia sebagai penggunan bangunan dengan elemen alam. Rumah sakit adalah sebuah fasilitas medis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui proses pencegahan, penanganan, dan perawatan terhadap masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami desain biofilik pada rumah sakit dengan menggunakan studi kasus rumah sakit yang ada di Asia Tenggara. Metode yang digunakan yaitu quasi-kualitatif dengan materi penelitia 14 pola desain biofilik oleh Browning, Ryan, dan Clancy (2014). Pola tersebut ditrurunkan dari 3 prinsip desain biofilik yaitu nature in the spaces, nature analogues, nature of spaces. Prinsip desain biofilik akan dikaji menggunakan 14 pola desain biofilik oleh Browning, Ryan, dan Clancy (2014) pada siteplan, eksterior, dan interior Khoo Teck Puat Hospital Singapura, Ng Teng Fong Hospital Singapura, dan Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jaya Indonesia. Penerapan Biofilik terbanyak ada pada Khoo Teck Puat Hospital karena lokasi dan siteplan mampu memaksimalkan kondisi alam di sekelilingnya. Meskipun ketiga rumah sakit terletak di kawasan perkotaan namun ketiganya mampu menerapkan konsep biofilik. Nature in Space dapat diterapkan pada siteplan, eksterior, dan interior ketiga rumah sakit. Nature analogues lebih banyak diterapkan pada interior. Sedangkan Nature of Space dapat diterapkan pada konfigurasi ruang dalam dan ruang luar termasuk lanskap. Biophilic architectur is a design that focuses on the relationship between humans as the use of buildings and natural elements. Hospital is a medical facility that aims to improve the quality of life of the community through the process of preventing, treating and treating health problems. This study aims to understand the biophilic design of hospitals using case studies of hospitals in Southeast Asia. The method used is quasi-qualitative with 14 biophilic design patterns by Browning, Ryan, and Clancy (2014). The pattern is derived from 3 principles of biophilic design, namely spatial properties, analogous properties, and spatial properties. The principles of biophilic design will be studied using 14 biophilic design patterns by Browning, Ryan, and Clancy (2014) on site plans, exteriors, and interiors of Khoo Teck Puat Hospital Singapore, Ng Teng Fong Hospital Singapore, and Pondok Indah Bintaro Jaya Hospital Indonesia. The most biophilic applications are in Khoo Teck Puat Hospital because the location and site plan are able to maximize the natural conditions around them. Although the third hospital is located in an urban area, the three are able to apply the biophilic concept. Nature in Space can be applied to the site plan, exterior and interior of all three hospitals. Natural analogues are more widely applied to interiors. Whereas Nature of Space can be applied to the configuration of space and outer space including landscapes

    KARAKTERISTIK TIPOLOGI FASAD RUMAH TINGGAL BERGAYA ARSITEKTUR KOLONIAL BELANDA DI KAWASAN BLOK BENGKEL KOTA SIGLI

    Get PDF
    Pada masa kolonial Belanda Kota Sigli merupakan bengkel kereta api terbesar kedua di Indonesia. Saat Kota Sigli dikuasai oleh Belanda mereka melakukan invasi dengan mendirikan bangunan-bangunan, salah satunya rumah tinggal. Akulturasi antara budaya Belanda dan Indonesia membuat bangunan rumah tinggal kolonial dirancang menyesuaikan iklim tropis di Indonesia, sehingga rumah peninggalan kolonial Belanda memiliki karakteristik dan identitas tersendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik tipologi fasad rumah tinggal bergaya arsitektur kolonial Belanda dan mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi tipologi fasad rumah tinggal bergaya arsitektur kolonial Belanda di kawasan Blok Bengkel Kota Sigli. Teknik pengumpulan data menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif serta pendekatan teori tipologi karakteristik elemen arsitektur kolonial. Bangunan kolonial yang dipilih sebagai kasus studi dilakukan dengan teknik purposive sampling melalui beberapa kriteria. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwasannya terdapat 4 jenis tipe rumah tinggal Kolonial Belanda dikawasan Blok Bengkel Kota Sigli, yaitu: rumah tinggal tipe panggung tunggal, rumah tinggal tipe panggung berderet, rumah tinggal tipe non panggung tunggal, dan rumah tinggal tipe non panggung berderet. Keragaman fasad bangunan didasarkan pada: faktor fisik termasuk iklim, bahan bangunan dan warna, dan faktor non fisik termasuk usia bangunan, kepemilikan bangunan dan fungsinya. During the Dutch colonial period, there was the second largest railway repair shop in Indonesia Sigli City in which Block Bengkel was the most important area. The Dutch constructed some infrastructure such as housings for supporting their colonial aims. The unique of colonial architecture which then turned into heritage lies in the acculturation between Dutch and Indonesian cultures and suit the tropical climate in Indonesia. Limited studies have been conducted on the colonial railway heritage in Sigli, especially the typology characteristics of the facades of colonial houses which is of important for architectural heritage conservation data. Thus, this research aims to identify the typology of the facades of houses the Block Bengkel area and some reasons shaped the typology. This research employed qualitative methods with descriptive analysis and a typological theoretical approach to understand the characteristics of colonial architectural elements. The colonial buildings selected as case studies were carried out using a purposive sampling technique through several criteria. The results of this study indicate that there are 4 types of Dutch Colonial residences in the Block Bengkel area of Sigli City, namely: single-stage dwellings, row-stilt houses, non-single-stage dwellings, and non-stilt type dwellings. The diversity building facades of Dutch Colonial residences in the Block Bengkel area of Sigli City caused by physical factors (climate, building materials and color), and non-physical factors (building age, building ownership and function)

    EKSPLORASI KONSEP FILOSOFIS HERMENEUTIK: METODE DALAM PENELITIAN ARSITEKTUR

    Get PDF
    ABSTRAK. Salah satu cabang ilmu filsafat yang dapat dieksplorasi sebagai sebuah metode dalam penelitian adalah ilmu hermeneutik. Kajian ini bertujuan mengeksplorasi ilmu hermeneutik sebagai sebuah metode dalam penelitian arsitektur dan bagaimana penerapannya.Adanya makna yang menyertai fenomena arsitektural menjadikan metode hermeneutik menjadi penting. Kajian ini menggunakan metode eksplorasi hermeneutik interpretif melalui penelaahan referensi, baik studi pustaka maupun penjelajahan internet, yang relevan. Hasil kajian menunjukkan bahwa ilmu hermeneutik dapat menjadi alternatif metode dalam penelitian arsitektur melalui eksplorasi filosofis yang menghasilkan beberapa konsep metodis yaitu lingkaran hermeneutik, hermeneutik sebagai berarsitektur, empati, penghayatan, pra-struktur, peleburan horizon, dialog, dan otonomi. Metode hermeneutik merupakan salah satu metode filosofis yang penting untuk penelitian-penelitian setingkat doktoral, bahkan ia bisa menjadi salah satu temuannya

    PERANCANGAN AKSESIBILITAS PADA FASILITAS INTEGRASI ANTARMODA YANG RESPONSIF PANDEMI COVID-19 DI KAWASAN TOD DUKUH ATAS

    No full text
    Fasilitas integrasi antarmoda merupakan ruang publik yang rawan terhadap persebaran COVID-19. Aksesibilitas menjadi salah satu hal yang mempengaruhinya. Buruknya aksesibilitas dapat menyebabkan terjadinya kerumunan pengguna yang berpotensi menyebarkan virus. Perlunya merancang aksesibilitas yang responsif Pandemi COVID-19 untuk meminimalisir persebaran virus pada fasilitas integrasi antarmoda. Kawasan TOD Dukuh Atas merupakan kawasan transit yang terintegrasi dengan 4 jenis moda transportasi. Setiap harinya kawasan tersebut dipadati oleh 1,8 juta pengguna. Pengaturan sirkulasi dan signage untuk mendukung aksesibilitas di Kawasan TOD Dukuh Atas belum diatur dengan mempertimbangkan kebersihan dan kesehatan pengguna di masa Pandemi COVID-19. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan rancangan aksesibilitas pada fasilitas integrasi antarmoda yang responsif Pandemi COVID-19 di Kawasan TOD Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Terdapat dua tahapan analisis. Pertama, identifikasi karakteristik pengguna berdasarkan behaviour setting dan place setting. Dihasilkan kecenderungan perilaku pada tujuh tipologi karakteristik pengguna. Kedua, merumuskan kebutuhan perancangan aksesibilitas pada fasilitas integrasi antarmoda berdasarkan aspek sirkulasi dan signage. Dari pengaturan sirkulasi dihasilkan 71% pengguna yang memilih memisahkan arah sirkulasi dalam rangka menerapkan physical distancing. Sedangkan dari pengaturan signage dihasilkan 72% pengguna memilih wayfinding dengan dimensi lebih tinggi dari manusia yang diletakan di persimpangan jalan sebanyak serta area entrance dan exit sebanyak.Intermodal integration facilities are public spaces prone to the spread of COVID-19. Accessibility is one of the things that affect it. Poor accessibility can lead to crowds of users potentially spreading the virus—the need to design accessibility to minimize the spread of the virus in intermodal integration facilities. The Dukuh Atas TOD area is a transit area integrated with four types of transportation modes. Every day the area is crowded with 1.8 million users. Circulation and signage arrangements to support accessibility in the Dukuh Atas TOD area have not been regulated by considering the cleanliness and health of users during the COVID-19 pandemic. This study aims to formulate an accessibility design for an intermodal integration facility responsive to the COVID-19 pandemic in the Dukuh Atas TOD area, Central Jakarta. This research uses quantitative methods. There are two stages of analysis. First, identify user characteristics based on behavior settings and place settings and generate behavioral tendencies on seven typologies of user characteristics. Second, formulate the need for accessibility design for intermodal integration facilities based on circulation and signage aspects. From the circulation settings, 71% of users chose the direction of the running circulation into one direction. Meanwhile, from the resulting signage settings, 72% of users chose wayfinding with dimensions higher than humans and placed at crossroads and entrance and exit areas from the signage arrangement

    IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN FORMASI KAMPUNG MELAYU DI KOTA PONTIANAK

    Get PDF
    As an ethnic group that has lived for generations on the coast of the Kapuas River, West Kalimantan, many Malay villages have been formed and developed. Even though they are in the same city and tribe, each village has different characteristics as a form of adjustment to the conditions of the area where each community group lives. Characteristics can also be found in the formation or pattern of village settlements. Therefore, this paper aims to identify the factors and formations of Malay villages in Pontianak City, especially Tambelan Sampit Village, Bansir Village, and Beting Village. The qualitative descriptive research method with the comparative study approach used resulted in the discovery that the pattern of settlements in Kampung Melayu in Pontianak City follows the street circulation pattern, the direction of the buildings facing the Kapuas River and characteristics of each village is due to environmental influences or habits from another tribes. Sebagai etnis yang telah menetap turun-temurun di pesisir Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, telah banyak kampung-kampung Melayu yang terbentuk dan berkembang. Walaupun berada di satu kota dan suku yang sama, tentunya setiap kampung memiliki perbedaan karakteristik sebagai bentuk penyesuaian kondisi daerah yang ditinggali masing-masing kelompok masyarakat. Karakteristik juga dapat ditemukan dari bentuk formasi atau pola permukiman kampung. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dan formasi pada kampung-kampung Melayu di Kota Pontianak, khususnya Kampung Tambelan Sampit, Kampung Bansir, dan Kampung Beting. Metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi komparasi yang digunakan menghasilkan penemuan bahwa pola permukiman pada Kampung Melayu di Kota Pontianak mengikuti pola sirkulasi jalan, arah bangunan tetap menghadap ke Sungai Kapuas dan karakteristik pada masing-masing kampung karena pengaruh lingkungan atau kebiasaan dari suku lain

    201

    full texts

    222

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    NALARs
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇