61 research outputs found

    Development of Automatic Torque Bond Test

    Full text link
    Proper bonding between adjacent pavement layers is very important to ensure good pavement performance. Manual torque bond test is known to be one of the tests to determine mechanical properties of bond between adjacent pavement layers. However, the test has several drawbacks that may affect the accuracy of results. This paper is focused on the development a mechanically controlled automatic torque bond test in order to eradicate the drawbacks associated with the manual torque bond test. A trial test and calibration of the newlydeveloped apparatus was performed to ensure the accuracy of results. The nominal loading rate of the manual torque bond test performed at 600Nm/min was found to be lower than the target loading rate, leading to a lower measured shear strength compared to that of the automatic torque test. It was also found that the appearance of lateral shear would not significantly affect the shear strength

    DEVELOPMENT OF AUTOMATIC TORQUE BOND TEST

    Get PDF
    Proper bonding between adjacent pavement layers is very important to ensure good pavement performance. Manual torque bond test is known to be one of the tests to determine mechanical properties of bond between adjacent pavement layers. However, the test has several drawbacks that may affect the accuracy of results. This paper is focused on the development a mechanically controlled automatic torque bond test in order to eradicate the drawbacks associated with the manual torque bond test. A trial test and calibration of the newlydeveloped apparatus was performed to ensure the accuracy of results. The nominal loading rate of the manual torque bond test performed at 600Nm/min was found to be lower than the target loading rate, leading to a lower measured shear strength compared to that of the automatic torque test. It was also found that the appearance of lateral shear would not significantly affect the shear strength.Keywords: bond test, torque, shear, loading rate

    DEVELOPMENT OF AUTOMATIC TORQUE BOND TEST

    Get PDF
    Proper bonding between adjacent pavement layers is very important to ensure good pavement performance. Manual torque bond test is known to be one of the tests to determine mechanical properties of bond between adjacent pavement layers. However, the test has several drawbacks that may affect the accuracy of results. This paper is focused on the development a mechanically controlled automatic torque bond test in order to eradicate the drawbacks associated with the manual torque bond test. A trial test and calibration of the newlydeveloped apparatus was performed to ensure the accuracy of results. The nominal loading rate of the manual torque bond test performed at 600Nm/min was found to be lower than the target loading rate, leading to a lower measured shear strength compared to that of the automatic torque test. It was also found that the appearance of lateral shear would not significantly affect the shear strength.Keywords: bond test, torque, shear, loading rate

    Assessment of bond between asphalt layers

    Get PDF
    Asphalt pavements are usually constructed in several layers and most of pavement design and evaluation techniques assume that adjacent asphalt layers are fully bonded together and no displacement is developed between them. However, full bonding is not always achieved and a number of pavement failures have been linked to poor bond condition Theoretical research showed that the distribution of stresses, strains and deflections within the pavement structure is highly influenced by the bond condition between the adjacent layers. Slippage at the interface between the binder course and the base could significantly reduce the life of the overall pavement structure. If slippage occurs within the interface between the surfacing and the binder course, the maximum horizontal tensile strain at the bottom of the surfacing becomes excessive and causing the rapid surfacing failure. This condition becomes worse when a significant horizontal load exists. This thesis is concerned with the assessment of bond between asphalt layers. The main objective of this thesis is to provide guidance for assessing bond between asphalt layers, in order to facilitate the construction of roads with more assurance of achieving the design requirements. Further modification to the modified Leutner test has been performed. An investigation regarding the torque bond test and the effect of trafficking on bond have also been undertaken. A bond database on the modified Leutner test has been developed. An analysis has been performed to estimate the achievable values of bond strengths on typical UK road constructions obtained from the bond database. The values were then compared to the results from an analytical analysis to predict the required bond strength at the interface and other standards in Germany and Switzerland to recommend specification limits of bond strength for UK roads

    Pemanfaatan Potensi Air Tanah Untuk Irigasi Tetes Tahun 2012

    Get PDF
    Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pertanian. Di Indonesia, pemanfaatan air untuk pertanian menempati urutan pertama, yaitu mencapai 75%. Kebutuhan akan sumber daya air cenderung meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk, namun disisi yang lain ketersediaan air sangat terbatas. Selama ini, pemanfaatan air untuk irigasi masih terbatas dari air permukaan, pemanfaatan air tanah yang ada di Indonesia sebagian besar hanya dipergunakan untuk air baku masyarakat. Salah satu teknologi irigasi yang potensial untuk diterapkan dalam pemanfaatan jaringan irigasi air tanah adalah sistem irigasi tetes. Lahan pertanian seluas 1,60 ha di Desa Temiyang, Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat dipilih sebagi lokasi penelitian karena terdapat jaringan air tanah dan pompa JIAT. Data - data yang diperlukan berupa data primer yang meliputi data layout lokasi penelitian dan data fisik tanah. Data sekunder berupa data klimatologi, data temperatur, data kelembapan udara, data penyinaran matahari, dan data koefisien tanaman. Data primer dan sekunder diperoleh dengan cara melakukan survey secara langsung di lapangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode studi kasus. Hasil penelitian menunjukan perencanaan jaringan irigasi tetes mendapatkan dimensi pipa utama sebesar 4 inchi, untuk pipa sub utama digunakan pipa sebesar 2 inci, untuk pipa manifold menggunakan pipa dengan diameter sebesar 1,5 inchi, serta untuk pipa lateral menggunakan pipa jenis drip pipe dengan diameter 0,063 inchi dengan jarak penetes 30 cm. Hasil uji kinerja jaringan menunjukan nilai keseragaman irigasi tetes rata rata lebih besar dari 95%. Operasi jaringan irigasi pada HST 1-31 dilaksanakan selama 48 menit/hari, untuk HST 32-62 selama 60 menit/hari, HST 63-92 operasi jaringan irigasi dilaksanakan selama 108 menit/hari, serta pada HST 93-120 waktu operasi dilaksanakan selama 96 menit/hari, serta pemberian air pada tanaman harus dilakukan pada saat kadar air tanah sudah mencapai 32,1 %v, karena merupakan titik kritis. Dalam analisa ekonomi air irigasi dan analisa kelayakan menunjukan nilai ekonomi air irigasi sebesar Rp. 0,555,-/liter air, IRR sebesar 22,325%, Payback Period dapat dicapai dalam waktu 10 MT atau 5 tahun, dan nilai BEP sebesar 40.142 kg

    Perbandingan Orientasi Agregat Campuran Aspal Yang Dipadatkan Menggunakan Alat Pemadat Roller Slab (APRS) Dan Stamper

    Get PDF
    Cara pemadatan berpengaruh penting terhadap kepadatan dan kekuatan campuran yang diinginkan. Suatu alat pemadat dikatakan baik apabila alat tersebut dapat mendistribusikan campuran secara merata ke seluruh bagian. Hal ini dapat dilihat campuran aspal yang dipadatkan tersebut menghasilkan distribusi void dan orientasi agregat yang homogen. Pemadatan asphalt concrete di lapangan menggunakan alat tandem roller dan pneumatic tire roller dengan cara digilas, sedangkan stamper yang dengan cara ditumbuk. Belum lama ini tim laboratorium teknik sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta membuat alat baru yang bernama alat pemadat roller slab (APRS). Alat ini mempunyai sistem pemadatan yang lebih menyerupai tandem roller yang pemadatannya dengan cara digilas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan orientasi agregat campuran aspal yang dipadatkan menggunakan alat pemadat roller slab dan stamper. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Variasi kadar aspal digunakan untuk menentukan kadar aspal optimum yang akan digunakan pada penelitian. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah alat pemadat roller slab dan stamper. Pada penelitian orientasi agregat benda uji dipotong secara vertikal dan horizontal untuk melihat pergerakan agregat setiap masing-masing alat pemadat. Dalam penelitian orientasi agregat ini menggunakan bahan tambah batu sintetis untuk melihat pergerakan agregat. Pada penelitian distribusi void benda uji dibiarkan dalam keadaan utuh dan ada yang dipotong menjadi tiga bagian untuk mengetahui penyebaran agregatnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan semakin banyak lintasan yang diberikan pada benda uji maka benda uji semakin padat. Hasil dari distribusi void dalam keadaan utuh, alat pemadat stamper lebih padat daripada alat pemadat roller slab dikarenakan pada alat pemadat stamper memiliki getaran sehingga campuran dapat masuk kerongga-rongga yang kosong secara merata. Pada benda uji dalam keadaan dipotong pun sama alat pemadat stamper dapat mendistribusikan secara merata campurannya sehingga setiap lapisan atas, tengah, dan bawah lapisan tersebut homogen dibandingkan alat pemadat roller slab. Pada penelitian orientasi agregat, pergerakan pada alat pemadat roller slab pada bagian lapisan atas terjadi dorongan secara horizontal (Rolling wheel) yang menyebabkan agregat berpindah jauh dari letaknya awal. Bagian tengah dan bawah pun terjadi pergeseran namun tidak terlalu signifikan seperti bagian atas karena tidak terkena langung oleh gilasan roda baja. Pada alat pemadat stamper hanya terjadi penurunan pada agregat jikapun ada pergeseran tidak sejauh alat pemadat roller slab karena sistem kerja secara ditumbuk atau statis

    Investigasi Karakteristik AC (Asphalt Concrete) Campuran Aspal Panas Dengan Menggunakan Bahan RAP Artifisial

    Get PDF
    Banyaknya penggunaan aspal sebagai lapisan perkerasan jalan tentu saja banyak limbah-limbah sisa perkerasan jalan yang dihasilkan dari penggarukan aspal yang telah habis umur rencananya. Maka dari itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk memanfaatkan secara maksimal limbah perkerasan tersebut atau lebih sering disebut dengan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan rancangan mix desin dengan menggunakan bahan RAP Artifisial, yaitu RAP yang dibuat dengan menggunakan material sisa-sisa sampel pada praktikum bahan perkerasan yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta, kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 850C selama 5 hari, sebagai orientasi penuaan RAP di Laboratorium disetarakan dengan pengambilan RAP dilapangan dengan umur rencana 15 tahun. Sebelum mix desain dilakukan perlu adanya penyelidikan mengenai sifat-sifat fisik RAP Artifisial, diantaranya adalah pengujian fisik RAP Artifisial, pengujian bitumen RAP Artifisial dan pengujian agregat hasil Ekstraksi RAP Artifisial. Setelah pengujian fisik RAP Artifisial dilakukan, langkah selanjutnya adalah pembuatan mix desain RAP Artifisial dan pembuatan mix desin RAP Artifisial dengan modifikasi agregat dan bitumen untuk menambah daya dukung campuran yang direncanakan sebagai lapis aus gradasi halus. Penambahan agregat baru pada campuran dimaksudkan untuk memperbaiki gradasi RAP Artifisial dan meningkatkan daya dukung campuran, sedangkan penambahan sebanyak 4,083%, 4,583%, 5,083%, 5,583, dan 6,083 % dilakukan untuk memperbaiki kualitas bitumen yang terdapat dalam RAP Artifisial yang orientsainya berubah akibat penuaan, selain untuk penyegaran bitumen penambahan aspal dilakukan untuk mencari kadar aspal optimum campuran

    Analisis Kinerja Angkutan Umum Di Kabupaten Ponorogo

    Get PDF
    Keberhasilan pembangunan dewasa ini memberikan dampak yang sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat termasuk diantaranya yaitu meningkatnya pula pergerakan orang dan barang yang sejalan dengan peningkatan pola permintaan kebutuhan barang dan jasa. yang menuntut tersedianya sarana dan prasarana serta jasa pelayanan transportasi yang lebih baik dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. dilihat perkembangan saat ini, banyak angkutan umum yang kurang baik dinilai kinerjanya, seringkali kebijaksanaan pemerintah dibidang angkutan tidak dapat diterapkan secara maksimal. Sehingga masyarakat banyak beralih moda menggunakan angkutan pribadi/ sepeda motor. Untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan pengoperasian angkutan umum perlu dilaksanakan survai, pengumpulan data dan penganalisaan data, sebagai bahan evaluasi unjuk kerja angkutan umum, dengan mengetahui kondisi pelayanan angkutan umum maka pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang tepat. Adapun metode penelitian mengumpulkan data primer dan data sekunder yang terkait dengan indikator kwalitas pelayanan angkutan umum dan melakukan evaluasi jaringan trayek yang telah ada. Survai pengumpulan data primer antara lain frekwensi, faktor muat kendaraan, jarak antara angkutan umum yang beroperasi, kecepatan kendaraan, pergantian moda penumpang yang menggunakan angkutan umum dan jumlah kendaraan yang beroperasi. Selanjutnya data yang telah diperoleh dianalsis dengan parameter- parameter yang terkait dengan evaluasi angkutan umum. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa kinerja pelayanan angkutan umum di Kabupaten Ponorogo pada saat ini kurang baik. Adapun indikatornya antara lain waktu tunggu rata – rata angkutan umum sebesar 16,99 menit. Hal ini disebabkan karena operator menyesuaikan dengan permintaan sehingga mengurangi frekwensi beroperasinya angkutan rata – rata sebesar 2,8 kendaraan/jam, load factor yang termuat paling besar pada trayek Slahung sebesar 42, 56%. Aksesbilitas tidak menjangkau tujuan perjalannya memberikan andil masyarakat memilih menggunakan angkutan pribadi. Untuk meningkatkan frekwensi, dengan melakukan short working pada angkutan yang telah beroperasi, penulis memberikan solusi dengan membuka 2 trayek angkutan kota yang melewati pusat-pusat kegiatan dan angkutan yang ada bertindak sebagai feeder

    Pengolahan Ulang Campuran Gagal Produksi Akibat Air Hujan ( Studi Kasus Terhadap Material Asphalt Concrete )

    Get PDF
    Pelaksanaan konstruksi jalan pada saat terjadi hujan dapat mengakibatkan campuran aspal tercampur air hujan yang dapat mempengaruhi kualitas jalan. Kualitas jalan menjadi tidak bagus, karena tidak lengket dan keras, serta suhu aspal tidak sesuai standar. Tidak semua owner menerima hasil pengaspalan karena konstruksi jalan yang dihasilkan terjadi gelombang maupun retak-retak kasar. Hal inilah yang menyebabkan lapisan tersebut harus dikeruk dan harus diganti dengan campuran yang baru. Campuran aspal hasil dari kerukan dapat disebut dengan Campuran Gagal Produksi (CGP). Dalam penelitian ini, CGP diolah kembali untuk mengetahui potensi campuran tersebut dapat digunakan kembali sebagai lapis aus perkerasan jalan. Sebelum pengujian dengan menggunakan alat pemadat Marshall Hammer terlebih dahulu dilakukan pembuatan sampel CGP dengan 3 variasi cara pengolahan, yaitu 1). material CGP tanpa treatment, 2). material CGP diangin-anginkan pada suhu ruangan (250C) selama 48 jam,3). material CGP dipanaskan dengan menggunakan oven dengan suhu 350C selama 6 jam (simulasi material dijemur matahari). Dari hasil tes Marshall ketiga variasi cara pengolahan ulang material CGP menunjukkan nilai karakteristik yang secara keseluruhan tidak memenuhi persyaratan spesifikasi Bina Marga 2010. Cara pengolahan ulang yang paling baik dilakukan adalah dengan cara material CGP diangin-anginkan pada suhu ruangan (250C) selama 48 jam. Cara ini mempunyai kadar air paling rendah yaitu, kadar air rata-rata sebesar 0,20 % atau 1 gram dari berat tiap sampel 500 gram dan dari tes Marshall nilai yang ditunjukkan paling mendekati nilai persyaratan spesifikasi Bina Marga 2010 yaitu, diperoleh nilai stabilitas Marshall 2159,27 kg, Flow 1,70 mm, MQ 1394,95 kg/mm, Density 2,25, VMA 18,99 %, VIM 5,72 %, dan VFWA 67,42 % . Hasil tes Marshall menunjukkan nilai karakteristik Flow dan VIM dari semua variasi pengolahan dan VFWA dari salah satu pengolahan ulang tidak memenuhi persyaratan spesifikasi Bina Marga 2010 sebagai lapis AC-WC sehingga material hasil olahan material CGP tidak dapat digunakan lagi sebagai lapis aus (Wearing Course)

    Perbandingan Orientasi Agregat Campuran Aspal Yang Dipadatkan Menggunakan Alat Pemadat Roda Gilas (Aprs) Dan Marshall Hammer

    Get PDF
    Suatu alat pemadat dapat dikatakan baik apabila alat tersebut dapat mendistribusikan beban secara merata, baik dengan memberikan beban secara digilas maupun secara vertikal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui orientasi agregat dan distribusi void yang dipadatkan menggunakan alat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) dan Marshall Hammer. Penelitian ini menggunakan variasi kadar aspal 4,5% ; 5% ; 5,5% ; 6% ; 6,5% dan 7% terhadap total berat agregat untuk menentukan kadar aspal optimum. Sedangkan pada pembuatan campuran AC – WC. Pada penelitian orientasi agregat benda uji dipotong secara vertikal dan horizontal untuk melihat pergerakan agregat setiap masing-masing alat pemadat. Prosedur analisa orientasi agregat ini dibantu dengan menggunakan batu sintetis yang diletakan pada campuran aspal. Fungsi batu sintetis tersebut adalah sebagai indikator, supaya lebih mudah dalam proses pengamatannya. Pada penelitian distribusi void, benda uji dibiarkan dalam keadaan utuh dan ada yang dipotong menjadi tiga bagian untuk mengetahui orientasi agregatnya. Penelitian orientasi agregat yang dipadatkan Alat Pemadat Roda Gilas, pada bagian lapisan atas terjadi dorongan secara horizontal yang menyebabkan agregat berpindah jauh dari posisi awal. Bagian tengah dan bawah pun terjadi pergeseran, namun tidak terlalu signifikan seperti bagian atas karena tidak terkena langung oleh gilasan roda baja. Pada alat pemadat Marshall Hammer juga mengalami pergeseran, tapi tidak sesignifikan alat pemadat alat pemadat roda gilas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, semakin banyak lintasan dan tumbukan yang diberikan maka semakin besar orientasi agregatnya dan semakin padat distribusi void-nya. Hal ini ditunjukan dari hasil perubahan titik koordinat awal (3;0)(-3,0),(0;-3),, setelah lintasan 15, 30, dan 45 menjadi :(2;5)(-3;5),(0,5;0,5),,(-4;1)(4;0),(-1;-2),,dan(-4,5;2)(3,5;3),,(0,5;-0,5), sedangkan Marshall Hammer dengan titik koordinat awal yang sama dengan APRS, setelah tumbukan 2 x 25, 2 x 50, dan 2 x 75 menjadi :(3;0,2)(-3;0,21),(0;-3,2),,(3;0,2),(-3,5;0,5)(0;-3),,1)-(4;0(-3;-1),(0;-3,5),. Pada penelitian distribusi void, benda uji pada alat pemadat Marshall Hammer lebih padat yaitu : pada tumbukan 2 x 25, 2 x 50, dan 2 x 75 nilai void yang dihasilkan 8,24%, 6,84%, dan 4,66%, dibandingkan pada alat pemadat APRS pada lintasan 15, 30, dan 45 yaitu : 8,92%, 6,89%, dan 5,27%
    • …
    corecore