8 research outputs found

    Deteritorialisasi Khaos Melalui Permainan Musik Calempong di Nagari Unggan

    Get PDF
    This article reveals the element of deterritorialization in the sub-culture of the Minangkabau community with the Deleuze concept. The concept of deterritorialization to reveal what the Minangkabau man with the title Datuak Paduko Alam did to the chaos he faced with the loss of a woman is called Mande. The female figure behind the birth of the traditional Minangkabau calempong music game in Nagari Uggan. The musical detritorialization that occurs in Minangkabau society is particularly a part of the life experiences of female calempong players in Nagari Uggan. The purpose of this research using the Deleuze concept is to reveal the past problems of calempong which have deterritorialization elements. However, this is expressed through the experiences of calempong players and stories or stories of life in society. The method used in this research is qualitative data analysis from five players who are really experienced in playing the composition of calempong in Nagari Uggan. The approach used to reveal the experiences and stories of the community is life history ethnography. The results of this study are about how the experiences of female calempong players are able to express their deterritorialization musically, as well as a new form of reading about Minangkabau traditional music problems through women.Keywords: Deterritorialization; calempong; man and woman; Minangkabau.ABSTRAKArtikel ini mengungkapkan unsur deteritorialisasi dalam sub-budaya masyarakat Minangkabau dengan konsep Deleuze. Konsep deteritorialisasi untuk mengungkapkan apa yang dilakukan laki-laki Minangkabau yang bergelar Datuak Paduko Alam terhadap khaos yang dihadapinya terhadap kehilangan perempuan yang disebut Mande. Sosok perempuan yang melatarbelakangi lahirnya permainan musik tradisional Minangkabau calempong di Nagari Unggan. Detritorialisasi yang secara musikal terjadi dalam masyakat Minangkabau secara khusus menjadi bagian dari pengalaman hidup perempuan pemain calempong di Nagari Unggan. Tujuan penelitian dengan menggunakan konsep Deleuze ini adalah untuk mengungkapkan masalah masa lalu calempong yang memiliki unsur deteritorialisasi. Namun hal itu diungkap melalui pengalaman pemain calempong dan cerita atau kisah yang hidup dalam mayarakat. Metode yang digunakan dalam penelitin ini yaitu data analisis kualitatif dari lima orang pemain yang benar-benar berpengalaman dalam memainkan komposisi calempong di Nagari Unggan. Pendekatan yang digunakan untuk mengungkapkan pengalaman dan cerita masyarakat tersebut adalah etnografi life history. Hasil dari penelitian ini adalah tentang bagaimana pengalaman perempuan pemain calempong mampu mengungkapkan deteritorialisai secara musikal, sekaligus sebagai bentuk pembacaan baru masalah musik tradisional sub-budaya Minangkabau melalui perempuan.Kata Kunci: Deteritorialisasi; calempong; laki-laki dan perempuan; Minangkabau

    Kebebasan Perempuan Pemain Calempong Di Nagari Unggan Dari Perspektif Teritorialisasi

    Get PDF
    Perbedaan perempuan Nagari Unggan yang bebas dengan perempuan lain yang tidak bebas di Minangkabau dalam permainan calempong, menjadi latar belakang penelitian ini. Keberadaan perempuan Unggan yang merubah keadaanya dan posisi laki-laki sebagai pemain calempong di lihat sebagai “kebebasan” yang bermakna proses. Kebebasan yang setara dengan becoming dan mengandung teritorialisasi. Teritorialisasi merupakan kepentingan dalam masyarakat Unggan terkait Permainan calempong yang dijadikan arena negosiasi dinamika proses perubahan teritori laki-laki dan perempuan dalam praktik permainan calempong. Mengungkap becoming perempuan Unggan atas perbedaannya dengan Pariangan. Untuk itu penulis melakukan penelitian menggunakan pendekatan Etnografi life history dengan metode analisis kualitatif. Cara ini untuk menggambarkan narasi kehidupan pemain calempong Unggan yang mapan dari masa lalu dan keadaan bebasnya sekarang di Nagari Unggan untuk masa depannya yang becoming. Sehingga pertunjukan calempong memberikan dampak perempuan Unggan yang emansipatif yang mempengaruhi kehidupannya sendiri terkait hak dalam dunia praktik. Kebebasan perempuan pemain calempong dikaji dengan teori “Refrain” Deleuze. Refrain satu cara untuk becoming yang secara filosofis pengulangan namun berbeda. Refrain secara rhizomatik, becoming, subjektivitas, individuasi, ritme, assemblage, de-teritorialisasi, dan event. Konsep tersebut menyelesaikan ketegangan antara kondisi perempuan Unggan sebagai masa lalu dan kondisi perempuan Unggan yang sekarang dengan menghasilkan masa depan perempuan Unggan yang becoming. Hasil dari penelitian ini, assemblage unsur-unsur calempong atas event dengan ritme tertentu. Mengungkapkan bahwa permainan calempong menjadi ruang kebebasan perempuan. Atau ruang yang me-assemblage ketegangan Unggan dan Pariangan. Pertunjukan calempong perempuan Unggan tanpa laki-laki itu merupakan bentuk laki-laki Unggan melakukan teritorialisasi dengan tujuan untuk menghormati perempuan, sedangkan perempuan melakukan de-teritorialisasi untuk membebaskan dirinya untuk pencarian jati diri. Sehingga calempong di Unggan memberikan ritme, pertunjukan yang memperjuangkan hak-hak atau ruang kreatif perempuan Unggan

    Membangun Identitas Ronggeang Sebagai Musik Melalui Analisis Lagu Sirek-Sirek dan Baburu Babi Kelompok Rantak Saiyo di Nagari Salareh Aia Agam, Sumatera Barat

    Get PDF
    Artikel ini membahas anlisis musik untuk membangun ronggeang sebagai musik pada kelompok Rantak Saiyo di Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Sumatera Barat. Gambaran dari bentuk musik ronggeang disajikan dalam notasi lagu yang dianalisis diantaranya lagu Sirek-sirek dan Baburu babi. Fokus analisis lagu dari motif, ritme, kalimat, akor serta pantun. Bentuk bernyanyi yang dilakukan dalam menyanyikan lagu tersebut adalah transkripsi musik etnis dengan kelimuan musikologi. Sebagai suatu metode memberikan gambaran musik etnis Minangkabau ronggeang. Alasan pilihan lagu Sirek-sirek dan Baburu babi yang dibawakan Rantak Saiyo utnuk dianalisis adalah dikarenakan lagu tersebut yang paling sering dimainkan dalam pertunjukkan ronggeang. Lagu yang sering mengajak penonton ingin terlibat langsung membawakan pantun-pantun secara sponta

    Makna Narasi Musik Perkusi Calempong Unggan: Tinjauan Narratology

    Get PDF
    Calempong Unggan merupakan musik tradisi Minangkabau dari Nagari Unggan yang mempunyai narasi terbagi menjadi 3 tahapan yaitu intramusikal, ekstramusikal dan perilaku musikal. Ketiga tahapan ini menjadi landasan dalam proses transmisi dan memaknai eksistensinya dalam aktifitas kebudayaan masyarakat. Membicarakan Calempong Unggan maka dalam aktifitas masyarakat sering terkait dengan cerita rakyat yang memberikan nilai sejarah terhadap instrumen perkusi tersebut sehingga hal ini menjadi fokus permasalahan karena posisi cerita rakyat dalam 3 tahapan, yaitu intramusikal, ekstramusikal dan perilaku musikal. Mengadopsi konsep narratology sebagai suatu bidang naratif maka dalam penelitian ini mencoba menggunakan teori dari Rolland Barthes untuk membaca narasi musik tradisi dari rakyat. Narasi-narasi musik calempong ini dibaca sebagai narasi yang naratif, pola-pola narasi untuk pertunjukan calempong yang dipahami dari praktek musik tradisi suatu masyarakat. Untuk pemaknaan maka konsep Nattiez mengenai pemaknaan musik melalui tiga tataran keilmuan untuk menjelaskan pemaknaan. Metode penelitian yang dipergunakan adalah kualitatif jenis narasi yang berfungsi untuk memahami narasi musik melalui musisi atau pemainnya. Baik narasi secara musikal dari  komposisi-komposisi calempong yang telah dimainkan maupun narasi non musikal. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan membaca komposisi berdasarkan narasi yang diwakili pada judul, serta narasi dari pengalaman musisi dari komposisi. Kemudian wawancara langsung dengan pemain musik calempong,  dan narasumber yang berkaitan pertunjukan calempong. Sementara data sekunder diperoleh dari berbagai  tulisan, hasil penelitian, foto, dan rekaman audio visual (vcd dan DVD) pertunjukan calempong.Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Unggan mengenal kuanta bunyi yang mempunyai dualisme bunyi sebagai partikel dan gelombang, mempunyai erat dengan filosofi masyarakat tentang sistem kehidupan sehingga mengkontruksi pada sebuah makna keseimbangan dalam kehidupan

    BECOMING UNGGAN WOMEN: SUBJECTIVITY AND INDIVIDUALITY

    Get PDF
    The women who play music in Nagari Unggan are Minangkabau women. Nagari Unggan women's freedom to play music without men is an anomaly for the Minangkabau indigenous people. Women's liberation becomes something discordant or taboo. His present free existence can be in the form of subordination, and vice versa can be in respect and emancipation. This paper will reveal the free event of the Unggan Woman as becoming or becoming a woman to being Parewa. This research on the narrative of female music players from Calempong Unggan was analyzed using the Deleuze concept; becoming, subjectivity, and individuation occur, but first, the discussion starts from subjectivity and individuation. Meanwhile, Becoming a form of being an Unggan woman is a novelty for Unggan women for their freedom to play calempong. The Woman's narrative was built using qualitative analysis methods through life history ethnography, in the form of reports of women's lives in the Calempong performance room, especially musical players who are experienced in telling their experiences—starting from the narrative of past livesBECOMING PEREMPUAN UNGGAN: SUBJEKTIVITAS DAN INDIVIDUASI AbstrakPerempuan yang bermain musik di Nagari Unggan adalah perempuan Minangkabau. Kebebasan perempuan Nagari Unggan bermain musik tanpa didampingi laki-laki menjadi sesuatu yang anomali bagi masyarakat adat Minangkabau. Kebebasan perempuan itu menjadi sesuatu yang sumbang atau tabu. Keberadaanya sekarang yang bebas itu bisa berupa subordinasi dan sebaliknya bisa berupa penghormatan dan emansipatif. Tulisan ini akan mengungkapkan peristiwa bebas perempuan Unggan itu sebagai becoming atau kemenjadian perempaun menjadi Parewa. Hasil dari penelitian narasi perempuan pemain musik Calempong Unggan ini di analisis menggunakan konsep Deleuze; becoming, subjektivitas dan individuasi, yang terjadi di dalamnya, namun terlebih dahulu diskusi dimulai dari subjektivitas dan individuasi. Sedangkan becoming sebagai bentuk kemenjadian perempuan Unggan menjadi kebaruan perempuan Unggan atas kebebasannya bermain calempong. Narasi Perempuan Ungggan tersebut dibangun dengan metode analisis kualitatif melalui etnografi life history, berupa narasi kehidupan perempuan dalam ruang pertunjukan calempong, terutama pemain musik yang benar-benar berpengalaman menceritakan pengalamannya. Mulai dari narasi kehidupan masa lalu, masa sekarang untuk membangun masa depan perempuan Unggan sebagai pemain musik perempuan yang bebas di Minangkabau

    Peranan Kesenian Adok Sebagai Sarana Pendidikan Estetika Pada Masyarakat di Korong Ubun-Ubun

    No full text
    This paper aims to reveal the aesthetic values and ideas contained in the musical art of Adok in Korong Ubun-Ubun, which acts as a means of aesthetic education for the performing arts community and the supporting community. As a virtue contained in Adok art, the aesthetic values and ideas make the position of Adok art different when compared to other traditional arts, so that the research is important. The research location was Jorong Ujuang Ladang, Korong Ubun-Ubun, Kanagarian X Koto Singkarak, Solok Regency. The object of research was Art Adok, focusing on the aesthetic aspects of the performance. This study uses an ethnographic approach and data collection techniques through participant observation. Minang values related to the value of taste (aesthetics) in Adok art contribute positively to the perspective of the supporting community so that they can change people’s perceptions and understanding of Adok art. The results of this study can also prove that the Adok art can be one of the presentations of Minang’s which the supporting community has not realized.

    Becoming Unggan Women: Subjectivity And Individuality

    Get PDF
    Perempuan yang bermain musik di Nagari Unggan adalah perempuan Minangkabau. Kebebasan perempuan Nagari Unggan bermain musik tanpa didampingi laki-laki menjadi sesuatu yang anomali bagi masyarakat adat Minangkabau. Kebebasan perempuan itu menjadi sesuatu yang sumbang atau tabu. Keberadaanya sekarang yang bebas itu bisa berupa subordinasi dan sebaliknya bisa berupa penghormatan dan emansipatif. Tulisan ini akan mengungkapkan peristiwa bebas perempuan Unggan itu sebagai becoming atau kemenjadian perempaun menjadi Parewa. Hasil dari penelitian narasi perempuan pemain musik Calempong Unggan ini di analisis menggunakan konsep Deleuze; becoming, subjektivitas dan individuasi, yang terjadi di dalamnya, namun terlebih dahulu diskusi dimulai dari subjektivitas dan individuasi. Sedangkan becoming sebagai bentuk kemenjadian perempuan Unggan menjadi kebaruan perempuan Unggan atas kebebasannya bermain calempong. Narasi Perempuan Ungggan tersebut dibangun dengan metode analisis kualitatif melalui etnografi life history, berupa narasi kehidupan perempuan dalam ruang pertunjukan calempong, terutama pemain musik yang benar-benar berpengalaman menceritakan pengalamannya. Mulai dari narasi kehidupan masa lalu, masa sekarang untuk membangun masa depan perempuan Unggan sebagai pemain musik perempuan yang bebas di Minangkabau
    corecore