502 research outputs found

    Upaya Penanganan Pemberian Kredit Topengan pada Kredit Usaha Rakyat (Kur) di Bank Bri (Persero) Tbk. Unit Pasar Mrican Cabang Kediri

    Get PDF
    Dalam Skripsi ini penulis mengangkat judul Upaya Penanganan Pemberian Kredit Topengan Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Di Bank BRI (PERSERO) Tbk. Unit Pasar Mrican Cabang Kediri. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan penyaluran KUR di BRI Unit Pasar Mrican Cabang Kediri masih terjadi adanya kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) macet dengan latar belakang kredit topengan . Yakni suatu kredit dapat dikatakan topengan yaitu apabila debitur yang tercatat pada pembukuan kredit bank tidak ada atau ada tetapi tidak pernah berhubungan langsung dengan bank atau program kredit yang bersangkutan. Penulisan karya tulis ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Dari hasil penelitian dengan metode diatas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yaitu dalam kasus-kasus Kredit Topengan yang terjadi di bank BRI Unit Pasar Mrican Cabang Kediri adalah berasal dari pihak debitur sendiri yang kredit fiktif tersebut disebabkan oleh faktor kesengajaan atau niat buruk (bad character) debitur yang tidak baik dan seringkali sulit untuk dihindari. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh Bank BRI Unit Pasar Mrican Cabang Kediri terdiri dari tahap pembinaan, pengawasaan, telaah prinsip 5C. Sedangkan untuk hambatan pencegahan kredit topengan adalah kesengajaan atau niat buruk (bad character) debitur dan kurang telitinya Pejabat Lini Kredit dalam analisa pencairan kredit. Dalam upaya Bank BRI Unit Pasar Mrican Cabang Kediri yakni melakukan audit internal Bank, restrukturisasi kredit, dan menyarankan penjualan agunan dibawah tangan milik debitur. Selain cara tersebut pihak bank juga berpedoman pada PBI Nomor: No. 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011, mengenai Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum.Kata Kunci: Upaya Penanganan, Kredit Topngan, Kredit Usaha Rakyat (KUR

    Resource Schedulingin Grid Computing: A Survey

    Get PDF
    Grid computing is a computing framework to meet growing demands for running heterogeneous grid enables applications. A grid system is composed of computers which are separately located and connected with each other through a network. Grids are systems that involve resource sharing and problem solving in heterogeneous dynamic grid environments. Here we present five different approaches/algorithms for resource allocation/ Scheduling in grid computing environment

    Dorsal sacral dimensional anatomy-revisited

    Get PDF
    Background: Determination apex of sacral hiatus (SH) is of paramount importance to Anaesthetists, Orthopaedicians, Obstetricians and Gynaecologists for caudal epidural block (CEB). Dorsal sacral dimensions were therefore taken to facilitate them for easy location of SH.Methods: Following parameters of each of the sixty human sacra were measured using vernier calipers at the level of spinous process of second sacral vertebra (S2).a) Distance between the two supero-lateral crestsb) Distance between the right supero-lateral crest level to the apex of sacral hiatus (SH)c) Distance between the left supero-lateral crest to the apex of SHd) Distance from the spinous process of S2 to the apex of SHe) Distance from the spinous process of S2 to the base of SHThe data obtained was analysed statistically.Results: Mean of the distance between the two supero-lateral crests was 51 ± 6.37 mm and 52.7 ± 5.30 mm in males and females respectively, mean of the distance between the right supero-lateral crest and the left supero-lateral crest to the apex of SH was 45.91 ± 6.94 mm in males 42.50 ± 11.23 mm in females and 44.74 ± 6.77 mm in males and 42.50 ± 10.97 mm in females respectively , vertical distance from spinous process of S2 to the apex of SH in males and females was 38.83 ± 9.33 mm and 32.4 ± 1.64 mm respectively. Vertical distance from spinous process of S2 to the base of sacral hiatus was 59.20 mm ± 10.81 mm in males and 52.80 ± 9.18 mm in females.Conclusion: From the data obtained it was concluded that an isosceles triangle was formed between the two supero-lateral crests at the level of spinous process of S2 and the apex of SH.

    SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENYALURAN CALON TENAGA KERJA PADA BURSA KERJA KHUSUS (BKK) MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

    Get PDF
    Bursa Kerja Khusus merupakan salah satu komponen penting dalam mengukur tingkat keberhasilan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan, karena Bursa Kerja Khusus menjadi lembaga yang berperan mengoptimalkan penyaluran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan ke dunia kerja dan sebagai sumber informasi untuk pencari kerja. Bursa Kerja Khusus melakukan seleksi kepada pencari kerja yang mendaftar sesuai dengan jumlah kuota yang diminta oleh perusahaan. Namun, saat ini untuk memenuhi jumlah kuota yang diminta oleh perusahaan masih bersifat subjektif, dan memprioritaskan pencari kerja yang mendaftar lebih awal. Oleh karena itu, perlu dibangun sebuah sistem yang mampu menentukan calon tenaga kerja yang dinyatakan lolos untuk mengikuti proses seleksi lebih lanjut secara objektif berdasarkan kriteria yang diminta perusahaan. Sistem ini digunakan hanya untuk proses seleksi awal yang dilakukan oleh Bursa Kerja Khusus. Proses seleksi selanjutnya akan dilakukan oleh pihak perusahaan. Pembangunan sistem ini menggunakan metode pendukung keputusan yaitu Analytical Hierarchy Process, dan model pengembangan perangkat lunak yang digunakan yaitu model proses sekuensial linear. Sistem ini diimplementasikan berbasis web menggunakan bahasa pemrograman PHP dan sistem manajemen basis data MySQL. Administrator Bursa Kerja Khusus sebagai pengguna sistem ini dapat memasukkan kriteria, subkriteria, alternatif, dan nilai perbandingan kriteria. Hasil dari sistem ini berupa hasil perhitungan dalam bentuk ranking dan juga nilai preferensi masing-masing alternatif. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem ini dapat memberi bahan pertimbangan dalam menentukan calon tenaga kerja yang dapat mengikuti proses seleksi ke tahap selanjutnya yang dilakukan oleh perusahaan

    IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI KAWASAN CAGAR BUDAYA (STUDI PADA JALAN PANGGUNG KOTA LAMA, SURABAYA)

    Get PDF
    The existence of a cultural heritage area in the Old City of Surabaya is one of the advantages of the City of Surabaya and makes it an attraction for tourists. However, the rapid development experienced has made the Old City neglected which has an impact on the decline in the existence of the building. The Surabaya City Government already has Regional Regulation No. 5 of 2005. Surabaya Government the Department of Culture and Tourism seeks to preserve these buildings through revitalization. One of them is on Jalan Panggung which aims to deal with dull buildings and a lack of tourists. But in fact this revitalization raises problems in the form of rejection by some people because this revitalization is carried out with colorful painting which is considered not accordance with the architectural characteristics of old buildings and eliminates the historical value that exists in the Jalan Panggung area. The purpose of this study is to describe the implementation of the revitalization policy of the cultural heritage area on Jalan Panggung Kota Lama, Surabaya. Research method uses a descriptive qualitative approach, the data collection methods are observation, documentation, and interviews. Results of this study are the policy is optimal in preserving cultural heritage, the accuracy of the implementation is less than optimal from a technical point of view because there is no agreement with historical activists, the accuracy of the target is not optimal, because some parties who intervened showed disagreement, environmental accuracy is not optimal because there are perceptions of institutions strategic, namely the community of historical activists. Suggestions given are maturation of short and long term plans, increasing coordination between government and non-government parties, holding discussion forums with related parties, actively involving the community in preserving heritage. Keywords: Policy Implementation, Revitalization, Cultural Heritage Areas.  Keberadaan kawasan cagar budaya di Kota Lama Surabaya adalah salah satu kelebihan yang dimiliki Kota Surabaya dan menjadikan daya tarik para wisatawan. Namun perkembangan pesat yang dialami menjadikan Kota Lama terabaikan yang berdampak penurunan eksistensi bangunan. Pemerintah Kota Surabaya sudah memiliki Peraturan Daerah No.5 Tahun 2005 terkait Pelestarian Bangunan atau Lingkungan Cagar Budaya. Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berupaya melestarikan bangunan-bangunan tersebut melalui revitalisasi. Salah satunya terdapat pada Jalan Panggung yang bertujuan untuk menangani bangunan-bangunan yang sudah kusam serta kurangnya wisatawan. Namun pada faktanya revitalisasi ini memunculkan permasalahan berupa penolakan oleh beberapa masyarakat dikarenakan revitalisasi ini dilakukan pengecatan dengan warna-warni yang dinilai tidak sesuai dengan ciri khas arsitektur bangunan tua serta menghilangkan nilai sejarah yang ada di Kawasan Jalan Panggung tersebut. Tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan implementasi kebijakan revitalisasi kawasan cagar budaya pada Jalan Panggung Kota Lama, Surabaya. Metode penelitian yang digunakan deskriptif pendekatan kualitatif, metode pengumpulan data adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian ini ialah Ketepatan Kebijakan cukup optimal dalam pelestarian cagar budaya, Ketepatan Pelaksanaan kurang maksimal dari segi teknis karena tidak sesuainya kesepakatan dengan pegiat sejarah, Ketepatan Target kurang maksimal, karena beberapa pihak yang diintervensi menujukkan ketidaksetujuan, Ketepatan Lingkungan kurang optimal karena terdapat persepsi lembaga strategis yaitu komunitas pegiat sejarah. Saran yang diberikan yaitu dengan pematangan rencana jangka pendek dan panjang, meningkatkan koordinasi antara pihak pemerintah dengan non pemerintah, menyelenggarakan forum diskusi dengan pihak terkait, melibatkan masyarakat secara aktif dalam melestarikan cagar budaya. Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Revitalisasi, Kawasan Cagar Budaya.   The existence of a cultural heritage area in the Old City of Surabaya is one of the advantages of the City of Surabaya and makes it an attraction for tourists. However, the rapid development experienced has made the Old City neglected which has an impact on the decline in the existence of the building. The Surabaya City Government already has Regional Regulation No. 5 of 2005. Surabaya Government the Department of Culture and Tourism seeks to preserve these buildings through revitalization. One of them is on Jalan Panggung which aims to deal with dull buildings and a lack of tourists. But in fact this revitalization raises problems in the form of rejection by some people because this revitalization is carried out with colorful painting which is considered not accordance with the architectural characteristics of old buildings and eliminates the historical value that exists in the Jalan Panggung area. The purpose of this study is to describe the implementation of the revitalization policy of the cultural heritage area on Jalan Panggung Kota Lama, Surabaya. Research method uses a descriptive qualitative approach, the data collection methods are observation, documentation, and interviews. Results of this study are the policy is optimal in preserving cultural heritage, the accuracy of the implementation is less than optimal from a technical point of view because there is no agreement with historical activists, the accuracy of the target is not optimal, because some parties who intervened showed disagreement, environmental accuracy is not optimal because there are perceptions of institutions strategic, namely the community of historical activists. Suggestions given are maturation of short and long term plans, increasing coordination between government and non-government parties, holding discussion forums with related parties, actively involving the community in preserving heritage. Keywords: Policy Implementation, Revitalization, Cultural Heritage Areas. &nbsp

    Clinical Features of Apert Syndrome in Infancy: A rare case in Indonesia

    Get PDF
    Background: Apert syndrome is characterized by several malformations of cranial-facial and syndactyly. The incidence of Apert syndrome was reported at approximately 1 per 65,000 live births, globally. Fibroblast Growth Factor 2 (FGFR2) is believed to hold a key role in the syndrome. Objectives: This case report is aiming to describe the information on a rare incidence of craniosynostosis syndromes on Indonesian infants. Case Illustration: One month old female baby was admitted to the hospital due to the breastfeeding difficulty caused by cleft palate. The patient was known to experience defects of face-head features and syndactyly since birth. This patient was observed and controlled to undergo nasogastric feeding until meet the appropriate age for surgical therapy. Discussion: Mutation of  Ser252Trp and Pro253Arg was found in the patient. Based on this finding, this case report may strengthen the statement about the correlation between Ser252Trp and cleft palate whereas Pro253Arg is linked with syndactyly in individuals with the syndrome. Conclusion:. This case may give beneficial information for clinicians when they receive a patient with the same clinical features. However, further investigation to know this syndrome still needs to be developed. Keywords: Apert Syndrome, FGFR2, palate cleft, Pro253Arg, Ser252Trp   Latar Belakang: Pasien dengan sindroma Apert memiliki fitur karakteristik berupa malformasi kepala dan wajah disertai syndactyly. Insidensi sindroma ini berkisar 1 per 65.000 kelahiran hidup secara global. Etiologi kelainan ini dikatikan dengna mutase pada Fibroblast Growth Factor 2 (FGFR2). Tujuan: Laporan kasus ini bertujuan untuk mendeskripsikan kejadian langka dari sindroma craniosynostosis pada bayi Indonesia. Ilustrasi Kasus: Bayi perempuan usia 1 bulan dibawa ke rumah sakit dengan masalah menyusui akibat palatoschizis. Pasien memiliki riwayat defek wajah dan kepala disertai syndactyly sejak lahir. Pasien ini kemudian diobservasi melalui diet per nasogastric tube sampai siap dilakukan terapi pembedahan. Pembahasan: Mutasi pada Ser252Trp dan Pro253Arg ditemukan pada pasien ini. Sehingga, laporan kasus ini mungkin memperkuat temuan mengenai korelasi Ser252Trp dan palatoschizis sedangkan Pro253Arg dikaitkan dengan syndactyly. Kesimpulan: Kasus ini mungkin dapat memberikan informasi tambahan sebagai referensi untuk klinisi ketika menerima pasien dengan gejala klinis serupa. Namun, studi terkait perlu diperdalam untuk mengetahui lebih jauh mengenai sindroma serupa. Kata Kunci: FGFR2, palatoschizis, Pro253Arg, Ser252Trp, sindroma Aper

    Proses Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Kayu Jati dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 di Polres Rembang

    Get PDF
    Penelitian tentang Proses Penyidikan  Tindak Pidana Pencurian Kayu Jati di Polres Rembang. Berangkat dari masalah Bagaimana proses penyidikan terhadap tindak pidana pencurian kayu jati di Polres Rembang dan kendala yang dihadapi serta bagaimana upaya mengatasi kendala tersebut.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyidikan tentang Tindak Pidana Pencurian Kayu Jati di Polres Rembang dan kendala yang dihadapi serta solusi mengatasi kendala tersebut.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis yuridis sosiologis,artinya data-data yang diperoleh berasal dari hasil interview, observasi, dan dokumentasi sebagai data utama yang kemudian dikaitkan dengan Undang-Undang Dasar, Peraturan Perundang-Undangan, dan buku literatur yang terkait sebagai data sekunder. Dan juga menggunakan metode diskriptif analisis, artinya terhadap data-data yang terkumpul dikaitkan  antara data utama dan sekunder yang selanjutnya dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan secara sistematis dan logis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses penyidikan terhadap tindak pidana pencurian kayu jati yang terjadi di  kawasan hutan Negara petak 28a-1 RPH Logede BKPH Suddo KPH Mantingan turut tanah Ds. Pondokerjo Kec. Bulu Kab. Rembang dimulai dengan adanya laporan dari pihak Perhutani sebagai pihak yang dirugikan pada hari  Rabu tanggal 06 Desember 2018 pukul 19:00 WIB. Setelah adanya laporan maka segera diadakan penyelidikan dengan mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dan dari hasil penyelidikan tersebut diketemukan tunggak pohon yang telah terpotong dan dikuatjan dengan saksi yang melihat pelaku membawa kayu hasil penebangan tersebut beserta alat yang digonakan untuk menebangnya,yang tidak lain saksi adalah petugas perhutani yang sedang berpatroli dan mendapati hal tersebut,yang kemudian ditangkap tangan lalu diserahkan ke kepolisian Resor Rembang beserta alat-alat bukti yang di ketemukan dan sebuah sepeda motor. Setelah peristiwa tersebut dikatakan tindak pidana, maka Kepolisian Resor Rembang segera melakukan penyidikan dengan memeriksa tersangka beserta saksi, menangkap tersangka yang diduga kuat sebagai pelaku tindak pidana pencurian kayu jati, menahan tersangka di Rumah Tahanan Negara di Polres Rembang dan menyita barang bukti. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi penyidik dalam proses Penyidikan adalah :  Instansi Perhutani KPH Mantingan tidak berjalan secara maksimal, kurang koordinasinya pihak perhutani dengan kepolisian, kurang adanya kesepahaman mengenai nilai kerugian tentang tindak pidana di bidang kehutanan. Solusi yang diambil : pelimpahan tersangka yang kemudian dilakukan dengan cara pembuatan laporan kepada kepolisian oleh pihak perhutani agar proses penyidikan sepenuhnya dilakukan oleh Polri dilakukannya pertemuan antara Perhutani,Kepolisian,Kejaksaan,dan Pengadilan untuk pembahasan mengenai nilai kerugian yang patut atau tidak untuk ditindak lanjuti proses penyidikannya agar mempunyai pandangan yang sama;pengadaan pelatihan bagi PPNS dan kepolisian sebagai  pengawasnya untuk meningkatkan kualitas PPNS dalam menangani proses penyidikan agar kewenangan khususnya yang tercantum dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dapat berjalan dengan baik. Kata kunci : Pembalakan liar,Pencurian kayu,Proses penyidika

    Analisis Perbedaan Gender terhadap Pembelian Impulsif (Studi Pembelian Impulsif di Distro ROWN Surakarta)

    Get PDF
    This study aims to analyze how big the effect of gender differences on impulsive purchases on consumers ROWN distro. Population in this research is consumer Row Surrey edition December 2017 and sample in this research is consumer of ROWN Surakarta using sample 100 counters, Based on the result of research, there is influence of gender difference to impulsive buying at consumer of Surakarta Ristro Distro (sig. 0.000). Impulsive purchases of women are higher than impulsive purchases made by me

    Radiographic appearance of ossifying fibroma in the left mandible: a case report

    Get PDF
    This article reports on ossifying fibroma (OF) which was established based on panoramic radiographic, CBCT and histopathological examination and treatment performed on a 31 years old male patient. The diagnosis is made by comparing with existing theories in the literature. Case Report: A 31 years old man was referred to the Oral Surgery Department of Al Ihsan Hospital. The patient complained of swelling in the lower left jaw. On palpation it feels hard and cannot be moved. Panoramic radiograph examination showed loss of teeth 34-35 and a radiolucent lesion mixed with radiopaque in the left mandible which resulted in a shift in the position of teeth 36 and 37 more superiorly. The CBCT examination performed revealed a mixed radiolucent and radiopaque lesion of teeth 33-38. Histopathological examination also showed the presence of cellular fibrous with a mineralized component. The patient has been treated in the form of excision of the lesion. Conclusion: CBCT can be used as a reliable supporting examination in helping to diagnose cases of benign neoplasms involving hard bone tissue such as ossifying fibroma. OF has distinctive features on radiographs, one of which is the presence of mixed radiolucent and radiopaque lesions with wispy septa which result in resorption and displacement of the teeth involved. The accuracy of the diagnosis of OF can be enforced by a combination of clinical, radiographic and HPA examinations, so that the treatment given to patients is according to the procedure
    corecore