9 research outputs found

    PERBANDINGAN PERILAKU MENGEMUDI BERISIKO ANTARA PENGEMUDI MOBIL DAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR DAN KAITANNYA DENGAN FAKTOR-FAKTOR KEPRIBADIAN

    Get PDF
    Abstract The first aim of the study was to examine the difference of behavioral pattern in risky driving between car drivers and motorcycle riders. The second aim was to examine if the risky driving behavior could be predicted by some personality factors (ie. sensation seeking and locus of control). A sample of car drivers (N = 85) and motorcycle riders (N = 136) completed series of questionnaires including questions based on the traffic locus of control (TLoC) scale as well as questions about their risky driving behaviour and sensation seeking tendency. The results showed that there’s no significant difference between drivers and riders in overall risky driving behavior. Furthermore, internal locus of control and sensation seeking could be used to predict drivers' risky behaviour on road, while external locus of control was found uncorrelated to risky driving behavior. Keywords: risky driving behavior, sensation seeking, traffic locus of control  Abstrak Tujuan pertama dari penelitian ini adalah menguji perbedaan pola perilaku mengemudi berisiko antara pengemudi mobil dan pengendara sepeda motor. Kedua, studi ini bertujuan untuk menguji apakah perilaku mengemudi berisiko dapat diprediksi oleh faktor-faktor kepribadian (dalam hal ini adalah sensation seeking dan locus of control). Sebanyak 85 pengemudi mobil dan 136 pengendara sepeda motor mengisi serangkaian kuesioner yang mencakup skala traffic locus of control (TLoC), skala sensation seeking, dan perilaku mengemudi berisiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengemudi mobil dan pengendara sepeda motor dalam perilaku mengemudi berisiko secara keseluruhan. Terkait dengan peran faktor kepribadian, locus of control internal dan sensation seeking ditemukan dapat memprediksi perilaku berisiko di jalan, sedangkan locus of control eksternal tidak ditemukan berkorelasi dengan perilaku mengemudi berisiko. Kata-kata kunci: perilaku mengemudi berisiko, sensation seeking, traffic locus of contro

    PERBANDINGAN PERILAKU MENGEMUDI BERISIKO ANTARA PENGEMUDI MOBIL DAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR DAN KAITANNYA DENGAN FAKTOR-FAKTOR KEPRIBADIAN

    Get PDF
    Abstract The first aim of the study was to examine the difference of behavioral pattern in risky driving between car drivers and motorcycle riders. The second aim was to examine if the risky driving behavior could be predicted by some personality factors (ie. sensation seeking and locus of control). A sample of car drivers (N = 85) and motorcycle riders (N = 136) completed series of questionnaires including questions based on the traffic locus of control (TLoC) scale as well as questions about their risky driving behaviour and sensation seeking tendency. The results showed that there’s no significant difference between drivers and riders in overall risky driving behavior. Furthermore, internal locus of control and sensation seeking could be used to predict drivers' risky behaviour on road, while external locus of control was found uncorrelated to risky driving behavior. Keywords: risky driving behavior, sensation seeking, traffic locus of control  Abstrak Tujuan pertama dari penelitian ini adalah menguji perbedaan pola perilaku mengemudi berisiko antara pengemudi mobil dan pengendara sepeda motor. Kedua, studi ini bertujuan untuk menguji apakah perilaku mengemudi berisiko dapat diprediksi oleh faktor-faktor kepribadian (dalam hal ini adalah sensation seeking dan locus of control). Sebanyak 85 pengemudi mobil dan 136 pengendara sepeda motor mengisi serangkaian kuesioner yang mencakup skala traffic locus of control (TLoC), skala sensation seeking, dan perilaku mengemudi berisiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengemudi mobil dan pengendara sepeda motor dalam perilaku mengemudi berisiko secara keseluruhan. Terkait dengan peran faktor kepribadian, locus of control internal dan sensation seeking ditemukan dapat memprediksi perilaku berisiko di jalan, sedangkan locus of control eksternal tidak ditemukan berkorelasi dengan perilaku mengemudi berisiko. Kata-kata kunci: perilaku mengemudi berisiko, sensation seeking, traffic locus of contro

    Gender Bias and Students’ Perceptions of Sexual Harassment in the Academic Setting

    Get PDF
    Kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus menjadi salah satu isu yang terus bertambah  setiap tahunnya di Indonesia. Meskipun kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus semakin tinggi isunya, kasus pelecehan seksual masih sering dianggap sebagai fenomena gunung es, artinya sudah banyak kasus yang terjadi, namun masih sedikit kasus yang dilaporkan. Salah satu pertimbangan yang membuat korban pelecehan seksual enggan melapor adalah penilaian negatif terhadap para pengamat pelecehan seksual. Literatur menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara pengamat laki-laki dan perempuan dalam mempersepsikan bentuk-bentuk perilaku yang dianggap sebagai pelecehan seksual. Perbedaan persepsi tersebut erat kaitannya dengan bias gender yang dimiliki individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bias gender dan persepsi pelecehan seksual di lingkungan akademis. Tulisan ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional. Sampel penelitian ini adalah 246 mahasiswa yang sedang menempuh studi sarjana dan diploma. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara bias gender dan persepsi pelecehan seksual. Dengan kata lain, terdapat faktor lain di luar bias gender yang berkaitan dengan persepsi terkait pelecehan seksual pada individu khususnya dikampus. [Sexual harassment cases in the academic setting are one of the cases that are increasing every year in Indonesia. Although cases of sexual harassment in the academic setting are increasing sexual harassment cases are still often considered like an iceberg phenomenon, which means that there have been many cases that have occurred, but still, few cases have been reported. One consideration that makes victims of sexual harassment reluctant to report is the negative evaluation of sexual harassment bystanders. The literature shows that there are differences between male and female observers in perceiving forms of behavior that are considered sexual harassment. The difference in perception is closely related to the gender bias that individuals have. This study aims to determine the relationship between gender bias and perceptions of sexual harassment in the academic setting. This study uses a quantitative approach with a correlational design. The sample of this study was 246 students who were pursuing undergraduate and diploma studies. The results showed no significant relationship between gender bias and perceptions of sexual harassment. In other words, there are other factors outside of gender bias that are related to perceptions related to sexual harassment in individuals.

    Peran Trait Kepribadian terhadap Perilaku Mengemudi Pengendara Bermotor di Jakarta

    Get PDF
    Meningkatnya angka kecelakaan tiap tahunnya menjadi permasalahan sendiri di Indonesia. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan faktor internal dari pengemudi seperti kepribadian berhubungan dengan perilaku para pengemudi di jalan raya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kepribadian terhadap perilaku mengemudi berisiko (RDB) pada pengendara mobil dan sepeda motor di wilayah JABODETABEK. Sebanyak 318 pengemudi dalam rentang umur 16 sampai 57 tahun telah menyelesaikan kuesioner Big Five Inventory dan perilaku mengemudi berisiko (RDB) yang disebarkan secara online. Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh antara kedua variabel ini. Hasil analisa menemukan adanya pengaruh yang signifikan trait neuroticism, agreeableness dan conscientiousness terhadap RDB. Hasil penelitian ini turut mendukung penelitian terdahulu di mana kepribadian memegang peranan penting dalam  perilaku mengemudi yang ama

    Apakah Gosip Bisa Menjadi Kontrol Sosial?

    Get PDF
    This study set out in the social life of the people of Indonesia. This issue is all about gossip as social control. If all this gossip to talk bad about as far as is known, then the Foster (2004) explains that one function of gossip is to influence people. One form that seems extreme is social control. The existence of social control are expected to achieve harmony in social life.In the current study focused on adolescents. In the adolescent phase of this development has wider social life and diverse. Patterns of friendship that extends also part of one's youth. Another important point is very sensitive to adolescents evaluative information against him. Thus gossip as a tool for social control could be the entrance to evaluate the adolescents in their everyday lives. R e s e a r c h e r s t a k e a s a m p l e o f approximately 250 adolescents randomly sampling with this type of random sampling. The proportion of men and women equally, the median age was 18.58 years (SD = 1.79). In this study used self-report measure of modality. Subtest function measurement using gossip as a tool to influence others from scale measuring GFQ (questionnaire Gossip Foster), composed by Eric foster (2004). As a result, 55.2 per cent of participants of the important functions of gossip influence others. However, if both sexes were compared results were not found substantial differences (though the average higher for women). Using these results can be expected that most gossip, but does not control or at least influence other people. It could, the supervisory functions should be something concrete, not just talk about word of mouth

    CARE Principles to Encourage Adoptions of Open-Source Software in Behavioral Sciences: [Prinsip CARE Sebagai Dukungan Penggunaan Piranti Lunak Sumber Terbuka Dalam Ilmu Perilaku]

    Get PDF
    Open-source apps and software allow psychological science researchers to collect and analyze data in a more economical and accountable manner. For those who are not convinced yet, this short letter offers a series of arguments and recommendations for adopting open-source apps for data collection and analysis. We put particular emphasis on how using open-source apps support the open science movement by allowing researchers to share research instruments, anonymized data, and data analysis script. Sharing, in turn, facilitates audit, replication, and collaboration, which benefit science in general.   Aplikasi dan perangkat lunak sumber terbuka (open source) memungkinkan ilmuwan psikologi untuk mengumpulkan dan menganalisis data dengan cara yang lebih ekonomis dan dapat dipertanggungjawabkan. Bagi mereka yang belum yakin, surat pendek ini menawarkan serangkaian argumen dan rekomendasi untuk mengadopsi aplikasi sumber terbuka untuk pengumpulan dan analisis data. Kami memberikan penekanan khusus pada bagaimana penggunaan aplikasi sumber terbuka mendukung gerakan sains terbuka dengan memungkinkan ilmuwan berbagi instrumen penelitian, data yang dianonimkan, dan skrip analisis data. Berbagi data, instrumen, dan skrip analisis, pada gilirannya, akan memudahkan audit, replikasi, dan kolaborasi, yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan secara umum

    Persiapan Dunia Kerja Bagi Siswa SMKN 39 Jakarta: Edukasi Penulisan CV, Psikotes, dan Wawancara

    Full text link
    Vocational students feel that it is more difficult to compete for jobs after completing their education. In fact, they are expected to find it easier to get a job because they have been equipped with specific skills that are in accordance with their majors. Through the training, it is hoped that it can help vocational students to prepare themselves to compete in the job market. The method used is counseling and providing information to 27 SMKN 39 Jakarta students who will prepare for internships. Based on the statistical analysis of paired samples t-test, there was an increase of 28.89 points between before and after the participants attended the training. This shows that the training provided is effective in preparing participants to meet the job market demands.   Siswa SMK merasa bahwa lebih sulit bersaing untuk mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan pendidikannya. Padahal, lulusan SMK diharapkan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dikarenakan sudah dibekali keterampilan khusus yang sesuai dengan jurusannya. Melalui kegiatan pelatihan yang dilakukan ini, diharapkan dapat membantu siswa SMK untuk mempersiapkan diri bersaing di dunia kerja. Metode yang digunakan yaitu dengan penyuluhan dan pemberian informasi pada 27 siswa SMKN 39 Jakarta yang akan bersiap untuk magang. Berdasarkan analisis statistik  t-test sampel berpasangan, terdapat peningkatan sebesar 28,89 poin antara sebelum dan setelah peserta mengikuti pelatihan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan yang dilakukan efektif dalam mempersiapkan peserta memasuki dunia kerja

    Penguatan Sense Of Community pada Remaja Rusunawa Rawa Bebek Jakarta

    Full text link
    In most cases, simple rented flats (Rusunawa) in Jabodetabek have residents with low economic levels and quality of life. One of the factors that may improve the quality of life is the social support among residents determined by the sense of community. In Rusunawa Rawa Bebek, for instance, the residents comes from various areas in Indonesia, so that the sense of community among them is weak. Therefore, the purpose of this social intervention program is to strengthen the sense of community among adolescents in Rusunawa Rawa Bebek. The program consist of assessment and training carried out for a full day, including presentations and games that lead to the character building of community members to have a good emotion and a sense of community. The training was conducted to 17 teenagers from Karang Taruna Rusunawa Rawa Bebek. The change of sense of community is measured by pre-test and post-test before and after training, using the BSCS (Brief Sense of Community Scale), by examining changes in the average score. The results of the statistical analysis showed an increase in the level of sense of community of the participants after training, though not quite significant. Rusunawa di Jabodetabek umumnya dihuni oleh penduduk dengan tingkat ekonomi dan kualitas hidup yang rendah. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup adalah dukungan sosial antar warga yang ditentukan oleh rasa kebersamaan. Di Rusunawa Rawa Bebek, misalnya, penduduknya berasal dari berbagai daerah di Indonesia, sehingga rasa kebersamaan di antara mereka masih lemah. Oleh karena itu, tujuan dari program intervensi sosial ini adalah untuk memperkuat rasa kebersamaan di kalangan remaja di Rusunawa Rawa Bebek. Program terdiri dari penilaian dan pelatihan yang dilakukan selama satu hari penuh, termasuk presentasi dan permainan yang mengarah pada pembentukan karakter anggota komunitas untuk memiliki emosi dan rasa komunitas yang baik. Pelatihan dilakukan kepada 17 remaja dari Karang Taruna Rusunawa Rawa Bebek. Perubahan sense of community diukur dengan pre-test dan post-test sebelum dan sesudah pelatihan, menggunakan BSCS (Brief Sense of Community Scale), dengan memeriksa Perubahan skor rata-rata. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya peningkatan tingkat sense of community peserta setelah pelatihan, meskipun tidak cukup signifikan
    corecore