56 research outputs found

    KEBIASAAN MAKANAN IKAN BARONANG (Siganus guttatus, Bloch 1787) DI PERAIRAN SEI CARANG KOTA TANJUNGPINANG

    Get PDF
    Hasil tangkapan nelayan di Perairan Sei Carang Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau yaitu ikan baronang (S. guttatus). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rasio panjang usus relatif (RLG), jenis serta komposisi makanan ikan baronang (S. guttatus) di Perairan Sei Carang Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan metode survei. Sampling ikan baronang (S. guttatus) dilakukan dalam waktu 2 bulan sebanyak 1 kali dalam seminggu, sehingga total sampling ikan sebanyak 8 kali. Analisis data untuk mengetahui kebiasaan makanan ikan baronang (S. guttatus) menggunakan indeks bagian terbesar/index of preponderance (IP). Hasil penelitian diketahui bahwa jumlah ikan yang didapatkan sebanyak 43 ekor. Jumlah ikan berdasarkan jenis kelamin didapatkan sebanyak 18 ekor ikan baronang (S. guttatus) jantan dan 25 ekor ikan baronang (S. guttatus) betina. RLG ikan baronang (S. guttatus) betina dan jantan berturut-turut adalah 2,4 dan 2,2. Berdasarkan nilai RLG tersebut, ikan baronang (S. guttatus) tergolong ikan omnivor. Kelompok makanan ikan baronang (S. guttatus) terdiri dari mikroalga, makroalga, protozoa, detritus, dan crustacea. Hasil indeks bagian terbesar/IP diketahui bahwa makanan utama ikan baronang (S. guttatus) di Perairan Sei Carang adalah mikroalga berdasarkan jenis kelamin, bulan penangkapan, dan kelompok ukuran panjang tubuh.The catches of fishermen in Sei Carang Tanjungpinang City, Riau Islands are baronang fish (S. guttatus). The objective of this study was to determine the Relative length of the gut (RLG), type and food composition of baronang fish (S. guttatus, Bloch 1787) in Sei Carang, Tanjungpinang City, Riau Islands. The method used in this research was survey method. Sampling of baronang fish (S. guttatus) was taken once a week in two months, so that the total of the sampling was eight times. The index of preponderance (IP) was used in this research to analyze the data in determining baronang fish (S. guttatus) food habits. The result showed that total fish caught were 43, there were 18 male and 25 female. Relative length of the gut or RLGs female and male baronang fish (S. guttatus) were 2.4 and 2.2 respectively. Based on the RLG value, baronang fish (S. guttatus) was classified as omnivore. Furthermore, the food types of baronang fish (S. guttatus) were a microalgae, macroalgae, protozoa, detritus, and crustaceans. Index of preponderance showed that the main food of baronang fish (S. guttatus) in Sei Carang was microalgae based on sex, month of capture, and body length measurement

    Diversity and Distribution of Macroalgae in Beralas Bakau Island, Gunung Kijang District, Bintan Regency

    Get PDF
    Bintan Regency have potential aquatic resources which have ecologically important value, one of these resources is macroalgae or seaweed. The objective of this study was to determine the composition of species, density, distribution patterns and environmental factors that influence the presence of macroalgae in the waters of the Beralas Bakau island. This research was conducted with a random method of 30 points using a 2x2 m plot. The results of the study found 7 types of macroalgae namely, Acanthophora spicifera, Caulerpa lentillifera, Gracilaria Salicornia, Halimeda opuntia, Kappaphycus cottonii, Padina australis, and Sargassum cristaefolium. The highest density was Sargassum cristaefolium (34.75 ind/m²) and the lowest was H. opuntia (0.25 ind/m²) with a total overall value of species density 51.25 ind/m². The distribution pattern value was uniform with a value of -2.843. Based on the results obtained from the Principal Component Analysis (PCA), the relationship between phosphate parameters and pH was more closely related to the density of macroalgae types compared with other chemical physics parameter

    Tingkat Kesuburan Perairan Pesisir Kampung Baru, Pulau Bintan, Kepulauan Riau

    Get PDF
    Informasi mengenai tingkat kesuburan di suatu perairan dapat menjadi dasar pengelolaan sumberdaya perairan berkelanjutan. Kajian ini memiliki tujuan menganalisis tingkat kesuburan perairan pesisir Kampung Baru Kabupaten Bintan. Sampel diambil di 30 titik yang ditentukan secara acak. Parameter lingkungan yang dimonitoring meliputi parameter fisika perairan (suhu, kecepatan arus, dan kecerahan), kimia perairan (DO, pH, salinitas, nitrat, dan fosfat), serta biologi perairan (kelimpahan fitoplankton dan klorofil-a). Tingkat kesuburan perairan ditentukan berdasarkan indeks TRIX. Hasil penelitian diperoleh bahwa parameter kualitas perairan Kampung Baru masih memenuhi standar baku mutu berdasarkan PP RI No. 22 Tahun 2021 Lampiran VIII untuk peruntukkan biota air laut. Fitoplankton yang dijumpai di perairan Kampung Baru sebanyak 5 divisi dan 29 genera. Kelimpahan total fitoplankton 13.302 sel/L. Tingkat kesuburan perairan Kampung Baru tergolong mesotrofik (eutrofikasi sedang)

    Inventory of Epiphytes Aquatic Microfungi in Pond of Tailing Bauxite in Tanjungpinang, Bintan Island, Riau Islands Province

    Get PDF
    On the washing process of bauxite mining will produce waste, that was red mud. Those red mud will be streamed in pond of tailing bauxite. Eleocharis sp. has been pioneer plant in pond of tailing bauxite. The objective of this study was identify the epiphytes aquatic microfungi in pond of tailing bauxite, at Tanjungpinang, Bintan Island. Samples were collected by three different stations from Eleocharis sp. density with three samples points in each stations. In this research, the results of epiphyte aquatic microfungi were cultured got five genera and six different species of aquatic microfungi, such as Mucor sp., Curvularia sp. (1 and 2), Phialophora sp., Phoma sp., and Arthrographis sp. Keywords: aquatic microfungi, bauxite, Bintan, Eleocharis sp., tailin

    Length-weight relationship and environmental parameters of Macrobrachium malayanum (J. Roux, 1935) in Senggarang Water Flow, Tanjungpinang City, Riau Islands, Indonesia

    Get PDF
    Macrobrachium malayanum (J. Roux, 1935) is a freshwater prawn occuring in Senggarang Water Flow, Tanjungpinang City, Riau Island, Indonesia. Least concern (LC) status of the IUCN red list threatened species and limited research about this species in Senggarang Water Flow cause this basic research is important to do. The objectives of the study were to examine the length-weight relationship of the M. malayanum in Senggarang Water Flow, Tanjungpinang City, Riau Island Province, Indonesia. A total of 84 samples were used in this study consist of 32 samples in February and 52 samples in April. Length-weight relationship of M. malayanum in February was W= 0.093TL1.425 (R2 = 0.59) and W=0.052TL2.195 (R2 = 0.75). Samples in February and April showed negative allometric growth. A temporal analysis of the negative allometric in b value showed in April (2.195) more larger than February (1.425). Environmental parameters such as temperature, current, dissolved oxygen, pH, salinity, nitrate, and phospate are still appropriate condition. M. malayanum found in substrate type slightly gravelly sand and gravelly sand

    Studi Kontaminasi Logam Berat (Pb dan Cr) Pasca Pertambangan Bauksit Sebagai Potensi Lokasi Kegiatan Budidaya Perikanan

    Get PDF
    Bauksit merupakan salah satu kegiatan penambangan yang dapat menimbulakan fenomena Acid Mine Drainage (AMD), dimana kegiatan yang dikembangkan oleh pertambangan bauksit adalah, sejak awal operasi, yang mampu mendegradasi kondisi lingkungan sekitar dan menyebabkan modifikasi terhadap struktur utama lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengurangi dampak negatif produksi pertambangan bauksit adalah dengan memanfaatkan kembali lahan bauksit yang telah ditinggalkan yang membentuk genangan air. Puding pada bekas penggalian bauksit diperkirakan memiliki potensi untuk budidaya ikan. Setiap lokasi pengambilan sampel berada pada 5 (lima) lokasi berdasarkan kegiatan pasca penambangan bauksit) yang digunakan untuk menentukan kadar logam berat dari Pb dan Cr. Sampel tanah maupun sedimen juga dikumpulkan untuk dilaksanakan analisis ukuran butir (grain size) Konsentrasi logam berat total diukur menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom Flame (AAS). Hasil perhitungan nilai Faktor Pengayaan (EF) logam berat untuk Pb) menunjukkan telah terjadi pengayaan logam Pb yang sangat ekstrim tingginya di lahan bekas penambangan bauksit untuk stasiun Simpang Dompak, Dompak dan Wacopek (EF > 40). Faktor Pengayaan (EF) Cr pada lokasi lahan pasca-tambang bauksit untuk stasiun, Simpang Dompak dan Sei.Carang nilai EF >5 menunjukkan adanya kontaminasi logam Cr. Dai Nilai Indek Igeo, Logam Pb terkatagori tercemar berat Igeo> 5dan Cr dengan Igeo <5 tercemar sedang. Kualitas air tambang Bauskit menunjukan hasil yang baik. Secara umum, daerah pasca tambang bauskit masih memiliki potensi untuk kegiatan budidaya, walaupun ada kontaminasi Pb yang tinggi pada substrat tetapi kualitas air pada deerah tersebut dapat dimanfaatkan untuk organisme dinamis seperti ikan. Perlu adanya teknik budi daya yang tepat untuk mengelola lahan tersebut agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan budidaya.Bauxite is one of the mining activities, which can lead to the phenomenon of Acid Mine Drainage (AMD). Activities developed by bauxite mining, since the beginning of operations are able to degrade environmental conditions and cause modifications to the main structure of the environment. Alternative to reducing the negative impact of bauxite mining production with re-utilize abandoned bauxite which forms puddles. The puddle of water on bauxite post-mining have potential for Aquaculture. Each sampling site is located in 5 (five) site based on post bauxite mining activities and determine the heavy metal concentraion of Pb and Cr. Soil and sediment samples were collected to analyze the grain size.  Total heavy metal concentrations using Atom Flame Absorption Spectrophotometer (AAS). Analysis of heavy metal concentration (Pb dan Cr) with enrichment factor (EF) value of heavy metals Pb indicates extremely high enrichment for post-mining bauxite site at Simpang Dompak, Dompak and Wacopek (EF> 40). Enrichment Factor (EF) Cr on post-mining bauxite post in Simpang Dompak and Sei.Carang site have EF value > 5 indicating this site contamination with Cr. Index Value, Igeo > 5 indicating very strongly contaminated Pb and Cr with Igeo <5 is contaminated moderately. Water quality in Post-mining bauxite shows good condition of water. In general, the post-mining area of ​​bauskit have potential for aquaculture activities although there is high Pb contamination on the substrate but the water quality parameter can utilized for dynamic organisms such as fish. Proper aquaculture techniques to manage the post-mining bauxite in order to be optimally utilized for cultivation activities

    Struktur Komunitas Fitoplankton pada Kolong Pengendapan Limbah Tailing Bauksit di Senggarang, Tanjungpinang

    Get PDF
    Senggarang merupakan salah satu kelurahan di Kota Tanjungpinang yang memiliki kolam pengendapan limbah tailing bauksit. Fitoplankton merupakan salah satu organisme pionir pada ekosistem yang baru terbentuk. Berdasarkan hasil penelusuran, belum ditemukan penelitian mengenai komunitas fitoplankton pada kolam pengendapan limbah tailing bauksit. Pelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, kelimpahan, serta indeks ekologi fitoplankton yang terdapat pada kolam pengendapan limbah tailing bauksit di Senggarang, Kota Tanjungpinang. Pengambilan sampel dilakukan pada empat stasiun: inlet, outlet, tengah, serta tepi perairan.Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel fitoplankton adalah metode dinamis secara vertikal. Pencacahan fitoplankton menggunakan metode sensus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton berkisar 1.692-2.525 sel/L. Tiga dari empat stasiun didominasi oleh divisi Charophyta, serta satu stasiun lainnya didominasi oleh divisi Chrysophyta. Dominasi divisi Charophyta dipengaruhi oleh tingginya kelimpahan genus Mougeotia sp. Bagian tengah kolong memiliki indeks ekologi yang lebih baik dari pada tepi perairan. Keanekaragam yang rendah pada semua stasiun menujukan kondisi perairan yang labil dan komunitas fitoplankton masih rentan terhadap gangguan. Hal ini sesuai dengan kategori kolong pengendapan limbah tailing bauksit di senggarang tergolong muda (< 5 tahun)
    • …
    corecore