20 research outputs found

    Tantangan Dalam Pengelolaan Regulasi Penjaja Makanan di Wilayah Sekitar Lingkungan Sekolah di Kota Samarinda

    Get PDF
    Latar belakang: Makanan dan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik dan pengelola sekolah. Pangan jajanan merupakan jenis makanan yang sangat dikenal terutama di kalangan anak sekolah. Dengan banyaknya makanan dan jajanan sekolah yang mengandung bahan kimia berbahaya di kantin sekolah, wilayah sekitar lingkungan sekolah dan penjaja makanan di sekitar sekolah merupakan agen penting yang bisa mengkonsumsi makanan tidak sehat. Komitmen orang tua dan pendidik diperlukan untuk mengawasi makanan dan jajanan sekolah yang dikonsumsi. Tantangan sesungguhnya terletak pada pengelola sekolah diharapkan dapat membuat kebijakan tertentu terhadap pedagang miskin penjual makanan di wilayah lingkungan sekitar sekolah. Metode: Metode yang digunakan dalam penulisan studi kasus ini adalah metode penelusuran pustaka. Bahan pustaka yang terkumpul selanjutnya dianalisis dan disintesis untuk membangun suatu alternatif solusi dalam  meningkatkan keamanan pangan jajanan anak sekolah. Hasil: Di beberapa sekolah swasta yang ada di kota Samarinda, memberlakukan kebijakan larangan menjajakan makanan di area sekolah. Namun, untuk di sekolah negeri, kebijakan yang diberlakukan tidak terlalu berdampak. Hal ini dikarenakan penjaja makanan hanya beberapa hari saja meniadakan kegiatan berjualan, kemudian muncul lagi di hari selanjutnya. Peran pemerintah untuk mengawasi penjualan makanan jajanan belum maksimal, yaitu belum memberikan penyuluhan kepada PJAS secara berkala dan rutin, belum juga dilakukan pelatihan penjaja membuat pangan jajanan yang aman, larangan kepada penjaja untuk tidak menjual pangan jajanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya juga belum secara ketat dilakukan. Simpulan: Perilaku jajan anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus karena anak sekolah merupakan kelompok yang rentan terhadap penularan bakteri dan virus yang disebarkan melalui makanan atau biasa disebut dengan food borne disease. Pengelola sekolah belum memberlakukan regulasi ketat terkait aturan yang mengatur apa yang boleh dijual dan komposisi bahannya pada penjual makanan di sekitar wilayah lingkungan sekolah.Latar belakangMakanan dan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik dan pengelola sekolah. Pangan jajanan merupakan jenis makanan yang sangat dikenal terutama di kalangan anak sekolah. Dengan banyaknya makanan dan jajanan sekolah yang mengandung bahan kimia berbahaya di kantin sekolah, wilayah sekitar lingkungan sekolah dan penjaja makanan di sekitar sekolah merupakan agen penting yang bisa mengkonsumsi makanan tidak sehat. Komitmen orang tua dan pendidik diperlukan untuk mengawasi makanan dan jajanan sekolah yang dikonsumsi. Tantangan sesungguhnya terletak pada pengelola sekolah diharapkan dapat membuat kebijakan tertentu terhadap pedagang miskin penjual makanan di wilayah lingkungan sekitar sekolah. MetodeMetode yang digunakan dalam penulisan studi kasus ini adalah metode penelusuran pustaka. Bahan pustaka yang terkumpul selanjutnya dianalisis dan disintesis untuk membangun suatu alternatif solusi dalam  meningkatkan keamanan pangan jajanan anak sekolah. HasilDi beberapa sekolah swasta yang ada di kota Samarinda, memberlakukan kebijakan larangan menjajakan makanan di area sekolah. Namun, untuk di sekolah negeri, kebijakan yang diberlakukan tidak terlalu berdampak. Hal ini dikarenakan penjaja makanan hanya beberapa hari saja meniadakan kegiatan berjualan, kemudian muncul lagi di hari selanjutnya.Peran pemerintah untuk mengawasi penjualan makanan jajanan belum maksimal, yaitu belum memberikan penyuluhan kepada PJAS secara berkala dan rutin, belum juga dilakukan pelatihan penjaja membuat pangan jajanan yang aman, larangan kepada penjaja untuk tidak menjual pangan jajanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya juga belum secara ketat dilakukan. KesimpulanPerilaku jajan anak sekolah perlu mendapat perhatian khusus karena anak sekolah merupakan kelompok yang rentan terhadap penularan bakteri dan virus yang disebarkan melalui makanan atau biasa disebut dengan food borne disease. Pengelola sekolah belum memberlakukan regulasi ketat terkait aturan yang mengatur apa yang boleh dijual dan komposisi bahannya pada penjual makanan di sekitar wilayah lingkungan sekolah. Kata Kunci: pengelolaan regulasi, penjual makanan, anak sekola

    Formulation optimization and antioxidant test for Self-nano emulsifying drug delivery system of soursop leaves (Annona muricata L.) chloroform extract using candlenut oil as oil phase

    Get PDF
    Soursop leaves (Annona muricata L.) chloroform extract has an anticancer agent that can be developed for traditional medicine preparation, even though the extract's solubility is low in the water. This study aims to generate new soursop leaves chloroform extract in the Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS). The expected result is that the solubility increases so that the drug delivery system is more effective. The extraction process of soursop leaves uses the percolation method with chloroform as a solvent. It used tween 80 and cremophore E.L. as surfactant, propylene glycol as a cosurfactant, and candlenut oil as a carrier, to make the SNEDDS formulation. Then performed a comparison between the optimal parameters for the physical properties of the SNEDDS formulation with the predictive Simplex Lattice Design (SLD) formulation with the students' t-test statistical analysis [p> 0.05]. Then carried out several tests such as loading dosage extractability, accelerated stability test, particle size, and zeta potential. Furthermore, the antioxidant test was carried out using the DPPH reagent. The optimum composition of candlenut oil, propylene glycol, a mixture of tween 80, and cremophor E.L. based on SLD is 12%: 22%: 66%, respectively. The SNEDDS optimum formulation for chloroform extract of soursop leaves produces a stable nanoemulsion, homogenous. It has a transmittance value of 90.58% ± 0.151, emulsification time of 59.44 ± 1.763 seconds, and a value of separation phase 1. The physical formulation test results showed no significant difference between observations with predictive design expert software. SNEDDS can produce 25.0 mg of soursop chloroform extract with particle size 411.4 nm, polydispersion index 0.482, and zeta potential 34.2 mV. IC50 value in 36.28 ppm indicated the antioxidant potential of the SNEDDS formulation for chloroform extract of soursop leaves is high

    Determinan return saham: Jakarta Islamic Index vs LQ 45

    Get PDF
    The aims of this research are to know the influence of modal structure, systematical risk, and liquidity to the contribution return that is done by differentiating two indexes; Jakarta Islamic Index (JII) and Liquid 45 (LQ45). This research is a qualitative research which takes the samples in the companies that is listed in JII and LQ45 period 2014-2016. The total samples are 33 companies by using purposive sampling method. In doing the analysis, this research is using a doubled regression method and balance test by using SPSS 21 program. The result of this research shows that the variable of systematic risk of JII and LQ45 indexes have a significant influence to the contribution return. However, the variable of the financial capital and liquidity of JII and LQ45 indexes does not have a significant influence to the contribution return. In the result of balance test, there is a significant difference in the variable of modal structure in JII and LQ45. Here, the different result will show that there are no significant differences between the variables of systematical risk, liquidity, and contribution return in JII and LQ45

    Policy brief: penelusuran ancaman kasus TB pada petugas kesehatan di Indonesia

    Get PDF
    Pendahuluan: Jarak kontak yang cukup dekat petugas kesehatan dengan pasien memudahkan terjadi penularan penyakit TB. Resiko terkena TB pada petugas kesehatan tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum dan meningkat menjadi enam kali dengan bertambahnya akses pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan, kasus HIV AIDS dan TB MDR.  Selama ini, penerapan budaya keselamatan manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan perilaku petugas kesehatan dalam mempersepsikan infeksi penularan TB menyebabkan keterlambatan diagnosa dan pengobatan TB. Tidak terdapat data laporan jelas tentang prevalensi kasus TB aktif dan laten pada petugas kesehatan menunjukan kecenderungan menyembunyikan tingginya insiden TB pada petugas kesehatan. Jika pemerintah gagal melindungi petugas kesehatan dari penularan penyakit TB, maka bisa dipastikan semakin berkurangnya SDM yang melayani kesehatan dan mengakibatkan meningkatnya kasus TB di Indonesia. Isi: Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB di fasilitas pelayanan kesehatan telah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2012. Metode pengawasan sistematis yang memastikan dipatuhinya pedoman tersebut belum tersedia. Penelitian yang dilakukan di RSUP Adam Malik, Medan menunjukan bahwa prevalensi TB Laten pada petugas kesehatan sebesar 53%. Faktor yang mempengaruhinya yaitu usia, lama bekerja dan kontak dengan penderita TB. Tingginya prevalensi TB laten petugas kesehatan dipengaruhi oleh besarnya beban infeksi TB pada masyarakat dan difasilitas kesehatan karena banyak kasus TB yang datang berkunjung dan dirawat.Rekomendasi: Kementerian kesehatan dan Dinkes perlu memperkuat kebijakan dan pengembangan strategi komprehensif berbasis bukti untuk menjamin kesehatan petugas dalam bekerja. Kebijakan tersebut terkait laporan data prevalensi dan insiden kasus TB diantara petugas kesehatan, pengawasan pelaksanaan PPI di faskes, sangsi dalam pelanggaran serta mengatur kompensasi untuk petugas kesehatan yang terkena TB akibat kerja. Manajemen faskes dan petugas kesehatan wajib melaksanakan PPI sesuai standar pedoman, melakukan pemeriksaan skrining TB dan HIV tahunan, melaporkan hasilnya kepada instuti terkait serta mengutamakan keselamatan dalam bekerja

    Modernisasi Implementasi Public Private Mix pada Populasi Berisiko di Daerah Kumuh Perkotaan Wilayah Kerja Puskesmas

    Get PDF
    Abstrak PendahuluanInfrastruktur kesehatan yang tidak berkembang didaerah kumuh dan buruknya akses kelayanan kesehatan primer mendorong pemanfaatan penyedia layanan sektor swasta oleh masyarakat miskin. Keberadaaan praktisi swasta melebihi jumlah penyedia layanan publik dan mampu menawarkan kemudahan akses serta lebih menjadi pilihan dibandingkan fasilitas layanan publik.Strategi DOTS mendeteksi kurang dari 30% dari perkiraan kasus TB baru yang ada di masyarakat. Missing case yang mencapai 70% tidak mungkin dapat ditemukan kecuali dengan pendekatan strategi inovasi. Keterlibatan praktisi swasta dilibatkan dalam penerapan DOTS diharapkan dapat meningkatkan jangkauan layanan TB berkualitas pada masyarakat miskin.IsiPelibatan praktisi swasta merupakan strategi  dalam pengendalian TB. Manfaat yang diharapkan dalam kemitraan ini dapat meningkatkan manajemen kasus dan akses layanan TB yang bermutu bagi masyarakat  yang tinggal didaerah kumuh perkotaan. Keberhasilan strategi ini ditandai dengan makin meningkatnya partisipasi praktisi swasta dalam penemuan, pengobatan dan pelaporan kasus TB.Reformasi kesehatan dalam implementasi PPM dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan agar semua praktisi swasta yang terletak pada garis depan bersedia terlibat dalam kolaborasi. Penekanan dilakukan terhadap perubahan bentuk dari PPM generik menjadi PPM modern agar kemitraan berjalan efektif. Hubungan kontak kerja harus mengakomodir kebutuhan dari sektor swasta dan harapan Program TB dalam mencapai target. Modernisasi PPM dikemas dengan pendekatan model bisnis sosial dengan paket intervensi yang disesuaikan dengan layanan sektor swasta. Kontrak kerja dilakukan dengan organisasi perantara dalam melaksanakan fungsi manajemen. Peningkatan dan pemanfaatan kapasitas dengan pendekatan ganda baik dilayanan publik maupun sektor swasta dengan alternative pendanaan dapat bersumber dari swasta.Lesson LearnPublic Privat Mix dalam pengendalian TB dengan melibatkan sektor swasta merupakan perubahan struktur yang terjadi dalam bidang kesehatan. Efektifitas PPM membutuhkan modernisasi dalam implementasinya. Pilihan strategi dengan mengemas program  yang ramah bisnis dan mengontrak organisasi perantara yang tepat untuk melakukan fungsi manajerial baru yang proaktif.Kata Kunci PPM TB, Modernisasi, Kumuh Perkotaan

    Kenapa putus berobat? Bagaimana efektifitas monitoring dalam upaya meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien TB : studi kasus di Provinsi Jawa Tengah

    Get PDF
    Succes Rate Provinsi Jawa Tengah empat tahun terakhir ini mengalami trend penurunan dari tahun 2013 sebesar 89,04% dan ditahun 2016 menjadi 68,69%. Intervensi perlu dilakukan untuk mencegah meningkatnya kegagalan pengobatan, epidemi penularan TB dan TB Resisten Obat. Penyebab terbesar dari kegagalan pengobatan adalah putus berobat (DO). Faktor utama penyebab DO yaitu komunikasi antara petugas dengan pasien. System monitoring berfungsi memastikan layanan kesehatan berjalan sesuai prosedur termasuk pengawasan terhadap kepatuhan pengobatan pasien TB. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui faktor penyebab putus berobat pasien TB dari segi petugas kesehatan serta mengetahui efektifitas fungsi monitoring dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan TB.  Kepuasaan pasien terhadap layanan TB yang diterima adalah kunci keberhasilan pengobatan. Kekurangan tenaga dan peningkatan beban kerja dilayanan TB menyebabkan standart kualitas pelayanan belum optimal. Komunikasi antara dokter dan pasien gagal tercipta sehingga tidak ada motivasi penting bagi pasien dalam mematuhi pengobatan. Manager kasus dalam unit klinis berperan penting dalam mengatasi kesenjangan komunikasi dan persepsi antara pasien dengan pemberi layanan. Sepertiga dari pasien DO memutuskan memilih melanjutkan pengobatan non DOTS berisiko berkembang menjadi TB MDR. Buruknya sistem transfer pasien antar faskes menyebabkan pasien TB sulit terlacak pengobatannya. Monitoring dari rekaman medis dan formulir TB untuk memastikan terisi dengan benar dan tepat waktu tidak dilakukan rutin dan berkala. Tidak dilakukan evaluasi monitoring dari pelaksanaan tindak lanjut hasil temuan. Teknologi informasi terbatas pada pelaporan TB ke tingkat pusat sedangkan teknologi reminder belum menjadi pilihan inovasi.  Pemberi layanan TB belum meberikan pelayanan yang bermutu. Monitoring belum berjalan dengan baik karena terbatas sumberdaya. Penggunaan teknologi tinggi untuk monitoring belum menjadi inovasi Pemerintah Jateng dalam mengatasi kepatuhan pengobatan TB. Intervensi yang dilakukan harus komprehensif dan multitarget, antara lain peningkatan konseling dan komunikasi antara dokter dengan pasien, pendidikan dan pelatihan manager kasus, desentralisasi pengobatan, dan monitoring rutin dan berkala terstandart

    Formulation optimization and antioxidant test for Self-nano emulsifying drug delivery system of soursop leaves (Annona muricata L.) chloroform extract using candlenut oil as oil phase

    Get PDF
    Soursop leaves (Annona muricata L.) chloroform extract has an anticancer agent that can be developed for traditional medicine preparation, even though the extract's solubility is low in the water. This study aims to generate new soursop leaves chloroform extract in the Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System (SNEDDS). The expected result is that the solubility increases so that the drug delivery system is more effective. The extraction process of soursop leaves uses the percolation method with chloroform as a solvent. It used tween 80 and cremophore E.L. as surfactant, propylene glycol as a cosurfactant, and candlenut oil as a carrier, to make the SNEDDS formulation. Then performed a comparison between the optimal parameters for the physical properties of the SNEDDS formulation with the predictive Simplex Lattice Design (SLD) formulation with the students' t-test statistical analysis [p> 0.05]. Then carried out several tests such as loading dosage extractability, accelerated stability test, particle size, and zeta potential. Furthermore, the antioxidant test was carried out using the DPPH reagent. The optimum composition of candlenut oil, propylene glycol, a mixture of tween 80, and cremophor E.L. based on SLD is 12%: 22%: 66%, respectively. The SNEDDS optimum formulation for chloroform extract of soursop leaves produces a stable nanoemulsion, homogenous. It has a transmittance value of 90.58% ± 0.151, emulsification time of 59.44 ± 1.763 seconds, and a value of separation phase 1. The physical formulation test results showed no significant difference between observations with predictive design expert software. SNEDDS can produce 25.0 mg of soursop chloroform extract with particle size 411.4 nm, polydispersion index 0.482, and zeta potential 34.2 mV. IC50 value in 36.28 ppm indicated the antioxidant potential of the SNEDDS formulation for chloroform extract of soursop leaves is hig

    Determination of Complete Blood Count Reference Values of Mindray BC-760 Hematology Analyzer

    Get PDF
    Hematological assessment serves as a standard examination in supporting diagnostics in clinical practice. The advanced hematology analyzer instrument namely Mindray BC 760 has recently introduced several new hematological parameters which previously unavailable. This study set out to establish the value of the reference interval of those new parameters on the Mindray BC 760 device in the Indonesian adult population. This observational study took place at Yarsi Hospital, Jakarta from March to August 2023. A total of 352 subjects who underwent medical check-ups at pathology clinics laboratory in the hospital were enrolled. All participants comprised both females and males aged > 17 years and were confirmed to be healthy through examination. Hematological assessment using Mindray BC 760 device. A remarkable significant difference was observed between females and males (p< 0.05) in terms of Hb, RBC, MCH, MCHC, RHE, RET, PLT, PDW, PCT, PLCC, Monocyte and eosinophil count, and neutrophil%. Conversely, MCV, RDW-SD, RET%, IRF, LFR, MFR, HFR, NRBC, NRBC%, WBC, NEU, LYM, BAS, IMG, LYM%, BAS%, IMG%, MPV, IPF showed no significant differences based on gender. It is recommended to adjust of reference interval value according to gender for several novel hematological parameters assessed through the Mindray BC 760 instrument

    Perencanaan Panen Air Hujan Sebagai Sumber Air Bersih Alternatif Di Kampus STIK Bina Husada Palembang

    Get PDF
    Rainfall harvest planning is planned as an alternative clean water source on theSTIK Bina Husada Palembang campus. Planning for building rainwaterharvesting in the form of tanks and other buildings that are suitable to the needs.Planning for rainwater harvesting on this campus will be calculated according tothe needs of clean water and the amount of rainwater that can be harvested everyrainy event every month. The calculation results of water requirements on theBina Husada STIK campus, especially the Grand building and Graha building in2018 are 315 m3 / month for average needs, 8.2 m3 for daily maximumrequirements and 2.5 m3 / hour for water requirements during peak hours. Everyyear PDAM water usage for the Grand building and Graha building requires 3,790m3 of water or the equivalent of Rp 31.7 million in tariff payments. The rainharvesting system used is an underground tank building and the rest of the rainthat is not collected is directly discharged into the sewer and then to the waterbody. The use of gutters in a rain reservoir measuring 15x20 cm, on the roof sideused splash guards and metal sheets with a width of 30 cm installed every 3 m,and used pipes with a diameter of 100 mm. For now rainwater that can beaccommodated is 6.8 m3 per rainy day, 25 percent of the total potential ofrainwater that exists
    corecore