4,010 research outputs found
Penerapan ciri-ciri guru berkesan dalam proses pengajaran dan pembelajaran semasa latihan mengajar dalam kalangan Pelajar Sarjana UTHM
Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti sejauh mana penerapan ciri-ciri guru
berkesan di kalangan pelajar sarjana Fakulti Pendidikan Teknikal dan Vokasional
(FPTV) dari Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) dalam pengajaran dan
pembelajaran dalam kelas semasa menjalani latihan mengajar serta faktor yang
paling dominan. Keduanya, kajian ini adalah untuk melihat tahap persepsi pelajar
terhadap ciri-ciri guru berkesan pada guru pelatih dan menentukan sama ada terdapat
perbezaan dalam memberi persepsi berdasarkan perbezaan jantina. Kajian ini adalah
berbentuk kuantitatif. Kajian ini dijalankan di politeknik premier di Malaysia. Data
instrumen yang hendak dikaji diperolehi daripada edaran borang soal selidik.
Responden adalah terdiri daripada 182 orang pelajar politeknik dimana terdapat
pelajar sarjana FPTV yang sedang menjalani latihan mengajar. Seramai lapan orang
pensyarah pelatih telah dipilih secara rawak untuk menjadi sampel penilaian oleh
responden. Data yang diperolehi akan di analisis dengan menggunakan pendekatan
Rasch dan perisian winsteps 3.69.1.11. Nilai pekali Alpha Cronbach untuk kajian ini
adalah 0.98. Dapatan kajian mendapati faktor kebolehan pensyarah kaya ilmu
pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan dengan nilai min logit -0.13.
Dapatan kajian menunjukkan tahap persepi pelajar terhadap ciri-ciri guru berkesan
dalam kalangan pensyarah pelatih adalah tinggi. Dari segi memberi persepsi terhadap
penyarah pelatih berdasarkan ciri-ciri guru berkesan didapati tidak terdapat
perbezaan dalam memberi persepsi walaupun berbeza jantina. Pensyarah pelatih dari
UTHM telah menerapkan ciri-ciri guru berkesan dalam pengajaran dan pembelajaran
semasa latihan mengajar kerana berdasarkan dapatan kajian secara keseluruhannya
responden menunjukkan tahap persetujuan yang tinggi (skor min 4.25). Ini
menunjukkan bahawa pensyarah pelatih telah mengaplikasikan kemahiran dan
pengetahuan dari segi pedagogi, psikologi semasa menjalani latihan mengajar
THE PROBLEMS FACED BY THE HOUSEKEEPING DEPARTMENT OF NOVOTEL SOLO
The aims of this final project report are to present the importance of
Housekeeping Department of Novotel Solo and to present the problems and
solutions of the Housekeeping Department of Novotel Solo. Direct interview and
library study are used to collect the data.
The activities during his job training are as follows: wearing the uniform, taking
presence and briefing, preparing the guest supplies, cleaning the room, taking a
break, returning the guest supplies to the Housekeeping Department, and finally
preparing to go home.
The Housekeeping Department of Novotel Solo is one of hotel departments which
has duties and responsibilities to maintain freshness, neatness, tidiness, and
cleanness of hotel area.
During the job training period, the writer found several problems, such as most of
the Housekeeping staffs cannot speak other languages than English, many staffs
cannot speak English fluently, limited work time, limited numbers of the
Housekeeping staffs, many staffs working out of procedure, lack of amenities
supplies. The writer suggests holding language training programs, holding
upgrading programs, adding more staff members, and controlling the amenities
regularly
LAPORAN KEGIATAN INDIVIDU KULIAH KERJA NYATA DAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN (KKN-PPL)
Program PPL merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Universitas
Negeri Yogyakarta untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam
mengajar. Selain itu, juga sebagai wahana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan
yang telah didapat di bangku kuliah ke dalam kelas. Adapun tujuan PPL di sekolah
ini di antaranya adalah untuk memberikan pembelajaran kepada mahasiswa agar
mengenali lingkungan kerja nantinya. Di samping itu, untuk memberikan
pembelajaran kepada mahasiswa tentang mekanisme pengajaran dan proses Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) di sekolah.
Pelaksanaan program PPL dimulai dari tanggal 02 Juli sampai 17 September
2013. Selama kegiatan, praktikan melaksanakan berbagai program kerja yang
bertujuan untuk memfasilitasi pengajaran dan pengoptimalan potensi siswa. Pada
realisasinya kegiatan berjalan sesuai dengan target yang sudah direncanakan.
Kegiatan PPL ini dilaksanakan pada saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
berlangsung.
Program yang diselenggarakan pada kegiatan PPL, disusun untuk
meningkatkan proses pengajaran dan proses belajar siswa. Selain itu, juga untuk
melatih praktikan sebelum terjun ke lapangan kerja nantinya. Dengan demikian,
praktikan memiliki keterampilan dalam manajerial kelas dan sekolah sehingga
kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan input dan
output yang andal
ASPEK TROPIS PADA BANGUNAN KOLONIAL LAWANG SEWU SEMARANG
PENDAHULUAN
LOKASI :
terletak di Jalan Pemuda (di sekitar Tugu Muda), merupakan perempatan Jalan Pandanaran, Jalan Dr. Soetomo dan Jalan Soegijapranata Semarang.
BATAS - BATAS:
ā¢ UTARA : Jalan Pemuda, berhadapan dengan gedung Pandanaran.
ā¢ TIMUR : Bangunan komersil.
ā¢ BARAT : Tugu Muda dan gedung Wisma Perdamaian.
ā¢ SELATAN : Jalan Pandanaran dan Gereja Kathedral.
ARSITEK :
Saat itu arsitek yang mendapat kepercayaan untuk membuat desain adalah Ir P de Rieau. Ada beberapa cetak biru bangunan itu, antara lain A 387 Ned. Ind. Spooweg Maatschappij yang dibuat Februari 1902, A 388 E Idem Lengtedoorsnede bulan September 1902, dan A 541 NISM Semarang Voorgevel Langevlenel yang dibuat tahun 1903. Ketiga cetak biru tersebut dibuat di Amsterdam.
Namun sampai Sloet Van Den Beele meninggal, pembangunan gedung itu belum dimulai. Pemerintah Belanda kemudian menunjuk Prof Jacob K Klinkhamer di Delft dan BJ Oudang untuk membangun gedung NIS di Semarang dengan mengacu arsitektur gaya Belanda.
TAHUN DIBANGUN :
Th. 1863-1877 (yang terbangun hanya sebagian saja dan belum resmi digunakan). Th. 1908-1913 (pembangunan secara intensif). Resmi digunakan 1 Juli 1907.
FUNGSI BANGUNAN :
Semula Lawang Sewu milik NV Nederlandsch Indische Spoorweg Mastshappij (NIS), yang merupakan cikal bakal perkeretaapian di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka Lawang Sewu dipakai sebagai kantor perkeretaapian milik Indonesia, yaitu Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Lalu pada tahun 1949 Lawang Sewu digunakan sebagai kantor administrasi oleh KODAM IV DIPONEGORO. Pada tahun 1994 Lawang Sewu disewa oleh PT. Binangun Artha Perkasa (BAP) dan Perumka DAOP IV Semarang dalam perjanjian Memorandum of Understanding. Setelah itu Lawang Sewu kemudian ditempati oleh Departemen Perhubungan selama sekitar 2 tahun. Dan oleh karena Pajak Bumi dan Bangunan yang sangat besar, Lawang Sewu dijual ke pihak swasta.
LATAR BELAKANG SEJARAH :
Kota Semarang merupakan salah satu kota bekas peninggalan zaman kolonial. Terbukti masih terdapat sejumlah bangunan kolonial yang tersisa. Bangunan tersebut ada yang berada di daerah utara kota Semarang, yaitu kawasan Kota Lama, ada juga yang berada di tengah-tengah kota, salah satunya Lawang Sewu. Dimana dalam perkembangan bentuk bangunannya tidak dapat dipisahkan dari perkembangan bentuk-bentuk bangunan Eropa pada masa lalu, meskipun dalam penerapan gayanya tidak sesempurna di Eropa serta waktu terbangunnya selang beberapa tahun.
Nama Lawang Sewu memang tak asing lagi bagi warga Kota Semarang. Bangunan bersejarah tersebut merupakan salah satu ā tetenger ā Kota Semarang yang sangat menonjol pada daerah Tugu Muda dan berperan dalam membentuk citra lingkungan setempat. Dijuluki Lawang Sewu ( pintu seribu ) karena memiliki begitu banyak pintu serta busur-busur yang mengesankan rongga. Juga merupakan salah satu saksi bisu dari sejarah Kota Semarang yang masih berdiri sampai sekarang ini. Namun Lawang Sewu tak hanya terkait dengan peristiwa heroic pertempuran Lima Hari, lebih dari itu bangunan unik tersebut tak bisa lepas dari sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Menurut rangkuman sejarah yang disusun oleh PT KA, semula Lawang Sewu milik NV Nederlandsch Indische Spoorweg Mastshappij ( NIS ), yang merupakan cikal bakal perkeretaapian di Indonesia. Saat itu ibu kota negeri jajahan ini memang berada di Jakarta. Namun perkembangan kereta api dimulai di Semarang. Jalur pertama yang dilayani saat itu adalah Semarang-Yogyakarta. Pembangunan jalur itu dimulai 17 Juni 1864, ditandai dengan pencangkulan pertama oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Sloet Van Den Beele. Tiga tahun kemudian, yaitu 19 Juli 1868 kereta api yang mengangkut penumpang umum sudah menjalani jalur sejauh 25 km dari Semarang ke Tanggung.
Dengan beroperasinya jalur tersebut, NIS membutuhkan kantor untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administratif. Lokasi yang dipilih kemudian adalah di ujung jalan Bojong ( kini jalan Pemuda ). Lokasi itu merupakan perempatan Jalan Pandanaran, Jalan Dr Soetomo dan Jalan Siliwangi ( kini jalan Soegijapranata ). Saat itu arsitek yang mendapat kepercayaan untuk membuat desain adalah Ir P de Rieau. Ada beberapa cetak biru bangunan itu, antara lain A 387 Ned. Ind. Spooweg Maatschappij yang dibuat Februari 1902, A 388 E Idem Lengtedoorsnede bulan September 1902, dan A 541 NISM Semarang Voorgevel Langevlenel yang dibuat tahun 1903. Ketiga cetak biru tersebut dibuat di Amsterdam.
Namun sampai Sloet Van de Beele meninggal, pembangunan gedung itu belum dimulai. Pemerintah Belanda kemudian menunjuk Prof Jacob K Klinkhamer di Delft dan Bj Oudang untuk membangun Gedung NIS yang mengacu arsitektur gaya Belanda. Lokasi yang dipilih adalah lahan seluas 18.232 mĀ² di ujung Jalan Bojong berdekatan dengan Jalan Pandanaran dan Jalan Dr Soetomo. Tampaknya posisi itu kemudian mengilhami dua arsitektur dari Belanda tersebut untuk membuat gedung bersayap, terdiri atas gedung induk , sayap kiri, dan sayap kanan. Lawang sewu resmi digunakan pada tanggal 1 Juli 1907.
KONSEP PERANCANGAN :
Lawang Sewu, satu diantara sedikit bangunan yang mempunyai integritas arsitektur yang kuat perpaduan antara pengaruh luar ( indische ) dengan keunikan lokal yang kental dan tanggap terhadap iklim maupun lingkungan sekitar yang masih tersisa.
Dari segi tampilan bangunannya gedung Lawang Sewu menganut gaya Romanesque Revival dengan ciri yang dominan yaitu memiliki elemen-elemen arsitektural yang berbentuk lengkung sederhana dan dirancang dengan pendekatan iklim setempat. Penyelesaian bangunan sudut dengan adanya dua fasade serta penggunaan menara pada gedung Lawang Sewu sedikit banyak diilhami oleh bentuk bangunan sudut kota-kota Eropa zaman abad pertengahan yang masih berkembang sampai saat ini.
Secara umum gedung Lawang Sewu tidak memiliki simbol yang penting namun bila ditinjau dari skala kota atau wilayah keberadaan gedung yang terletak di tengah-tengah Kota Semarang ini, keberadaannya sangat berarti bagi pembentukan citra lingkungan dan mampu tampil sebagai ālandmarkā bagi Kota Semarang. Keseluruhan gedung ini merupakan karya yang sangat indah sehingga dijuluki ā Mutiara dari Semarang ā.
LANSEKAP & TATA BANGUNAN : Kompleks gedung Lawang Sewu terdiri atas dua massa bangunan utama. Yang di sebelah barat berbentuk āIā dengan pertemuan kakinya menghadap Tugu Muda, dan di sebelah timur merupakan massa linier membujur dari barat ke timur. Semua bangunan pada Lawang Sewu berlantai dua.
Gedung Lawang Sewu terletak pada tanah relatif datar dengan view utama bundaran Simpang Lima pada sisi luarnya dan lapangan upacara di bagian dalamnya.
Mengingat keberadaannya yang terletak di tengah Kota Semarang maka faktor kebisingan, debu dan polusi yang diakibatkan oleh aktivitas jalan raya sangat potensial mengganggu. Penggunaan vegetasi-vegetasi yang ada berfungsi untuk mereduksi beberapa gangguan tersebut. Dari pola tata massa yang ada dapat dilihat bahwa orientasi terhadap ruang luar diarahkan ke lapangan di bagian dalam site. Hal ini ditandai dengan dimensi yang diberikan pada lapangan memiliki porsi yang jauh lebih besar daripada ruang luar di bagian depan. \ud
Mengingat keberadaan dari gedung Lawang Sewu yang dahulu difungsikan sebagai kantor maka aktivitas pada ruang luar bukan merupakan sesuatu yang dominan dimana ruang luar tampaknya hanya difungsikan sebagai lapangan upacara terbukti dengan masih adanya tiang bendera yang masih kokoh.
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, bahwa dalam proses perancangannya arsitek gedung Lawang Sewu mengadakan pendekatan terhadap iklim setempat, baik dari pemakaian bahan maupun juga rancang bangun yang kontekstual terhadap lingkungan. Hingga sampai saat ini pun kehadirannya masih relevan dan layak untuk daerah yang memiliki iklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Akibat dari musim hujan tersebut maka bentuk atap yang digunakan adalah atap perisai dengan sudut kemiringan atap 45 Ā° sehingga air hujan dengan cepat jatuh kebawah. Penggunaan tritisan (over stack) terlihat pula pada gedung ini untuk menghindari percikan air masuk ke ruangan. Begitu juga di bagian bawah (kaki) terjadi peninggian peil lantai dari peil tanah dasar setinggi 50 cm. Sehingga banjir dapat terhindar disamping halamannya yang dibiarkan alami tanpa perkerasan sehingga air hujan dapat meresap dengan cepat kedalam tanah.
Jalur pedestrian pada ruang luar gedung ini tampak kurang dominan. Hal ini disebabkan ruang-ruang yang ada telah dihubungkan melalui koridor-koridor yang ada yang juga berfungsi sebagai teras pada bagian dalam atau sisi dalam gedung ini.
INTERIOR & TATA RUANG DALAM :
ā¢ Pada daerah pintu masuk diapit oleh dua menara yang pada bagian atasnya membentuk ātopolaā persegi delapan berbentuk kubah.
Bukaan pada pintu masuk merupakan pintu berdaun ganda dengan panel tebal dan kedap yang terbuat dari kayu.
ā¢
ā¢
ā¢ Di atas pintu terdapat bukaan untuk boventlicht. Jendela dengan ambang atas berbentuk lengkung dan ambang bawahnya tidak disanggah. Tipe jendela yang digunakan adalah jendela ganda dengan krepyak dengan ukuran skala yang demikian tinggi Ā± 3 meter dengan ukuran lebar Ā± 2,5 meter yang berfungsi untuk memaksimalkan udara yang masuk ke dalam ruangan. Selain itu ukuran seperti ini juga dapat memberi kesan megah dan monumental.
ā¢ Untuk lantai bangunan dilapisi marmer cokelat dan hitam, serta keramik putih kusam berukuran 30 x 30cm baik pada ruangan dalam maupun selasar dengan lebar selasar 1,5 meter yang menghubungkan ruang yang satu dengan ruang yang lainnya.
ā¢ Pola sirkulasi di dalam ruangan adalah sirkulasi linier serta hubungan antar ruang adalah langsung yaitu dihubungkan dengan pintu-pintu berdimensi lebar.
Sedangkan pola sirkulasi antara ruang satu dengan ruang lain dihubungkan dengan pintu berukuran sedang dengan tinggi 2 meter dan lebar 1 meter dengan penataan ruang berpola grid.
ā¢ Besaran ruang yang ada pada bangunan Lawang Sewu berkisar antara 12mĀ² sampai 30 mĀ². Ruang-ruang tersebut berfungsi sebagai ruang kantor dan ruang pertemuan, sedangkan pada bangunan sebelah kiri pada lantai bawah terdapat sebuah ruangan dengan lebar ruang 6 x 10 meter yang dilengkapi pintu pada ujung sebelah barat yang menghubungkan dengan ruang lain dan basement.
ā¢ Di bagian tengah ruangan (lobby) terdapat tangga naik menuju lantai dua dengan ukuran lebar tangga 6 meter yang terbuat dari beton dan dilapisi tegel warna abu-abu. Pada bagian bordes terdapat jendela kaca patri berukuran 2 x 3 meter yang dihiasi dengan hiasan bunga-bungaan berwarna hijau, kuning dan merah.
ā¢ Sedangkan untuk elemen ruang seperti perabotan sangat jarang dijumpai mengingat gedung ini sudah lama tidak digunakan.
SISTEM STRUKTUR
ā¢ PONDASI : Pondasi yang digunakan pada gedung ini adalah pondasi setempat yang terbuat dari beton yang ditanam sedalam 125 cm dari muka tanah asli. Sedangkan di sekeliling bangunan diberi pondasi batu kali.
Di bawah pondasi diberi lantai kerja setebal 50 cm. Pondasi beton yang digunakan diprediksikan masih belum menggunakan tulangan karena dimensi lantai kerja yang digunakan hampir di seluruh luasan bangunan relatif sangat tebal. Tetapi bila dilihat dari konstruksi kuda-kuda yang digunakan pada gedung ini sudah diterapkan bahan dari baja.
ā¢ KOLOM : Dilihat dari dimensi kolom yang digunakan pada gedung ini yang relatif tebal, maka dapat diprediksikan masih belum menggunakan tulangan melainkan hanya terbuat dari batu bata yang disusun dalam sistem pasangan dua bata dengan ukuran 60x80 cm.
ā¢ BALOK : Menggunakan baja profil tipe āIā yang dipasang melintang, sedangkan pada arah memanjang terdapat pula balok yang terbuat dari kayu.
ā¢ DINDING : Ada 2 jenis dinding yang digunakan yaitu dinding pemikul dan dinding masif. Pada dinding bagian luar yang berhubungan langsung dengan beban kuda-kuda dimensinya lebih besar daripada dinding yang ada di bagian dalam yang hanya berfungsi sebagai dinding pemisah antar ruangan.
ā¢ KUDA- KUDA : Kuda-kuda yang digunakan terbagi menjadi 2 jenis yaitu kuda-kuda baja dan kuda-kuda kayu. Secara garis besar gedung ini terbagi atas dua bentuk massa bangunan yaitu massa bangunan yang berbentuk āLā dan massa bangunan yang berbentuk āIā.
Pada massa bangunan yang berbentuk āLā sudah menggunakan kuda-kuda dari baja. Sedangkan pada massa bangunan yang berbentuk āIā masih menggunakan kuda-kuda dari kayu model kuda-kuda gantung, tipe kuda-kuda Belanda. Atap yang digunakan adalah limasan dengan majemuk yang ditutup dengan genteng, dengan sudut kemiringan atap kurang lebih 45Āŗ.
SISTEM UTILITAS
ā¢ AIR BERSIH : Air bersih diperoleh / diambil dari sumur besar di luar site yang langsung di pompa menuju tandon yang berada di atas bangunan menara kembar kemudian baru disalurkan ke seluruh bangunan (sistem down feet).
ā¢ AIR KOTOR : Air kotor langsung disalurkan keselokan yang ada di sekitar site sehingga tidak menggunakan tempat penampungan atau bak kontrol dimana air tersebut dialirkan melalui pipa yang ditanam di dalam tanah.
ā¢ AIR HUJAN : Saluran air hujan dari atap di tampung pada talang terbuka dengan ukuran lebar Ā± 40 cm kemudian disalurkan melalui pipa tertutup ke bawah tanah yang berada di basement yang kemudian air tersebut dipergunakan kembali setelah diproses.
Sedangkan pada tiap-tiap lantai di bagian selasar diberikan aliran-aliran dari beton untuk menampung air hujan yang kemudian dibuang ke bawah tanah melalui selokan terbuka dari beton dengan ukuran lebar 40 cm.
Untuk drainase air hujan pada bagian ruang luar umumnya menggunakan peresapan setempat walaupun ada juga selokan-selokan kecil terbuka yang digunakan untuk mengumpulkan dan mengalirkan air hujan yang jatuh dari atap melalui talang yang ada. Salah satu hal yang menarik dari gedung ini ialah adanya saluran penangkal banjir yang dapat terlihat dengan jelas.
ā¢ MEKANIKAL : Instalasi listrik diperoleh dari PLN yang disalurkan melalui gardu induk kemudian selanjutnya disalurkan ke masing-masing massa bangunan.
Jaringan kabel dibiarkan kelihatan atau tidak ditanam ke dalam tembok melainkan di tempel di balok dan kolom bangunan.
FISIKA BANGUNAN
Pada musim kemarau pada daerah yang beriklim tropis, panas matahari kadang berlebihan sehingga menimbulkan hawa panas pada suatu ruangan. Bukaan-bukaan pada gedung Lawang Sewu dibuat cukup lebar dikarenakan ruangan-ruangan yang ada di dalamnya cukup luas.
Sistem pencahayaan yang digunakan pada gedung ini terdapat 2 macam, yaitu pencahayaan alami dari jendela-jendela dan boventlicht yang terdapat pada setiap ruangan sedangkan yang kedua adalah pencahayaan buatan yaitu instalasi listrik dari PLN. Pemanfaatan pencahayaan alami pada gedung ini sangat maksimal terbukti dengan banyaknya terdapat bukaan-bukaan (pintu, jendela, dan ventilasi) yang berukuran luas.
Sedangkan untuk pencahayaan buatan digunakan lampu bohlam dan lampu neon dengan warna cahaya lampu putih sesuai dengan warna bangunan yang hampir semua berwarna putih untuk mengesankan formal sebagai bangunan perkantoran dan juga merupakan ciri khas bangunan arsitektur Belanda.
Dalam hal pengaturan sirkulasi udara, sangat diperhatikan kondisi iklim setempat yaitu iklim tropis yang diwujudkan melalui penerapan prinsip ventilasi silang dan peninggian langit-langit. Pada beberapa tempat pada bubungan bangunan ini terdapat menara kecil yang berfungsi sebagai ventilasi sekaligus berfungsi sebagai estetika yang dapat menambah kesan keanggunan dari bangunan ini
MEMANUSIAWIKAN WARGA BANTARAN KALI
2 Staf pengajar, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Persoalan lingkungan perkotaan, sebagai lingkungan hidup dan berkehidupan, sebaiknya tidak dilihat secara fisik semata, namun lebih dibaca sebagai hasil proses interaksi manusia dengan lingkungannya. Menurut Hasan Poerbo (1986) ada dua pendekatan di dalam pengembangannya, yang keduanya menitik-orientasikan pada factor pemberdayaan manusianya. Pertama, pendekatan yang bersifat manipulative (manusia sebagai obyek). Merupakan pendekatan dari āatas ke bawahā (top-down), yang seringkali kurang memberi peluang pada masyarakatnya untuk ikut berprakarsa mandiri. Pilihan ini membutuhkan koordinasi antar sector yang cukup berbelit dan bahkan sering sulit dilaksanakan (blunder). Kedua, pendekatan berdasarkan pada potensi manusianya sebagai upaya āpemberdayaan harkatā agar mampu mengembangkan solusi kreatif dalam kesertaannya mengelola lingkungan habitatnya. Pendekatan yang āmanusiawiā ini merupakan hubungan āmanusia-budidaya-lingkunganā yang dimanifestasikan sebagai hubungan yang dinamis dan berkembang.
Sehubungan dengan persoalan tersebut, kasus pemukiman yang tumbuh di bantaran āKali Codeā, yang pernah subur dengan gubuk-gubuk serta cap kekumuhannya bias menjadi contoh nyata yang mengedepankan dan memberlajarkan tentang sikap independensi (membangun self-respect, keyakinan, harga diri, dan keberanian). Keniscayaan di atas ātitik-balikā yang mengubah paradigma tradisi penggusuran yang acap kali dilakukan oleh Pemangku Praja.
Dalam pertumbuhannya, sempat mengalami konflik kepentingan dengan Pemerintah Daerah setempat (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan nyaris tergusur. Habitat ini tumbuh secara organis, tidak mekanistik atau deterministic dan manusiawi dengan seorang Romo Mangun sebagai motivatornya.
Kata kunci : Kali Code, pemberdayaan harkat, solusi kreatif.
1 Ditulis untuk mengenang kiprah kemanusiaan seorang Y. B. Mangunwijaya
Parkinson\u27s disease- Move together to End : Theme for world brain day 2020
World Federation of Neurology (WFN) promoting brain health through its educational, skills development & advocacy activities. Since 2014 WFN had been focused to organized dedicated awareness drive in all the WFN members countries round the globe
Penerapan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimpulkan Hasil Pengamatan atau Wawancara
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menyimpulkan hasil pengamatan dan wawancara melalui metode inkuiri pada siswa kelas VI SDN 1 Bancang Sale Rembang Tahun Pelajaran 2020/2021. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas melalui 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini pada siswa kelas VI SDN 1 Bancang Sale Rembang Tahun Pelajaran 2020/2021 yang berjumlah 26 siswa. Objek penelitian ini kegiatan pembelajaran kemampuan menyimpulkan hasil pengamatan dan wawancara pada siswa kelas VI SDN 1 Bancang Sale Rembang. Teknik pengumpulan data dengan metode observasi, dokumentasi, dan tes. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menyimpulkan hasil pengamatan dan wawancara peserta didik kelas V. Hal ini dibuktikan dengan hasil rata-rata pada setiap pertemuan dalam satu siklus meningkat yaitu pada siklus satu dari 13% menjadi 40% dengan rata-rata nilai peserta didik yakni 64. Dan siklus II dari 40 % meningkat menjadi 86% dengan rata-rata nilai 84. Siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 27 siswa dan yang belum KKM ada 4 siswa. Simpulan menunjukkan bahwa penggunaan metode inkuiri dapat meningkatkan kemampuan menyimpulkan hasil pengamatan dan wawancara pada siswa kelas VI SDN 1 Bancang Sale Rembang Tahun Pelajaran 2020/2021
IMPROVING STUDENTS VOCABULARY BY USING BACK TO THE BOARD GAME AT NINTH GRADE OF ISLAMIC JUNIOR HIGH SCHOOL NURUL YAQIN BANYUATES SAMPANG
The research focuses on some specifics problems; the researcher formulates the research problem are: (1) How is the implementation of back to the board game which can improve the studentsā vocabulary at ninth grade of Islamic junior high school NURUL YAQIN Banyuates Sampang in Academic year 2018/2019? (2) How is the improvement of the studentsā vocabulary by back to the board game at ninth grade of Islamic junior high school NURUL YAQIN Banyuates Sampang in Academic year 2018/2019? The researcher uses classroom action research. Classroom action research is aimed to reveal the studentsā real problem in a classroom. The researcher takes the data from class A of ninth grade students of SMPI Nurul Yaqin Banyuates sampang. In the pre-test there were 5 students from 19 students who passed the KKM. And in the post test 1) there were 10 students who passed the KKM from 19 students, and in the post test 2) there were 15 students who passed the KKM. There were improvement of post test 1 and post test 2. The cycle will be successful if 80 % students get minimum score of 70. After calculating the pre-test and post-test score, it showed that the mean score of pre-test 45,74 and the mean of post-test 74,95. So the researcher didnāt need the next cycle because based on the result of test, the result score that 15 students have reached the minimum criteri
Stigmatisasi Radikal Terhadap Pendidikan Islam: Critical Pedagogy pada Pendidikan dan Pengajaran Pesantren
This article is intended to explain the issue of radical stigmatization of the pattern of Islamic education, especially Islamic boarding schools. The pattern of pesantren education tends to be suspected of being radical since several ustadz and the administrators of the pesantren have become suspects in the national terrorist case. The widespread issue of links between terrorism and Islamic boarding schools encourages a review of how education and teaching are carried out in Islamic boarding schools. So far, pesantren have been suspected of being educational institutions that support radical values. This study uses a phenomenological qualitative approach with a focus on critical pedagogy as to why there is a radical stigmatization of Islamic boarding schools. The results of the study reveal several aspects of Islamic boarding schools which are indicators of radical stigmatization in these Islamic boarding schools, including curriculum, exclusive religious understanding and attitudes, and learning processes that tend to be indoctrinated
- ā¦