334 research outputs found

    TEACHER’S PRACTICES SUPPORT ON STUDENTS IN LEARNING SPEAKING SKILL AT MA. SYEKH ABDUL QODIR AL-JAILANI

    Get PDF
    ABSTRACT Sadia, Halimatus. Student Registered Number. 122031731 52. 2021.“Teacher’s Practices Support on Students in Learning Speaking Skill at MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani”. Sarjana Thesis. English Education Department. Faculty of Tarbiyah and Teacher Training. State Islamic Institute (IAIN) of Tulungagung. Advisor: Dr. Dwi Astuti Wahyu Nurhayati, SS., M.Pd. Keywords:Teacher Practices, Speaking Skiils When learning a foreign language, mastering speaking skills is considered the primary task of language learners. It becomes a measure to determine someone's mastery of the language. Since there is no single magic formula for successful foreign language learning, it is important for teachers to develop some strategies in teaching speaking. Teachers should know how to effectively practice teaching speaking. The existence of appropriate materials and media, and the teaching skills and activities provided should be expressed in the form of behaviors that improve students' speaking ability in and out of class. Therefore, it encourages researchers to conduct research on teachers' practice of teaching speaking English at MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Because the students in this school have good results in speaking English. The general problem of this study “What kind of creativity do the teachers employ to support students’ in developing speaking skills of MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani?” “How can the students participate on developing dpeaking skills better ?” The overall goal of this research is to describe teachers’ practice in teaching speaking at MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. Then, the purpose can be specifically expressed as: to describe the practice of teaching speaking at MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. The research design of this study is a descriptive design and a qualitative method. Data source of this research were English teacher of MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, the students of MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. The data of this study are obtained through in-depth interviews, observations, field records and literature materials. Then, use the interactive analysis method of Miles and Huberman to analyze the data, including data reduction, data display and drawing conclusions. In order to check the credibility of the data, the researchers used data sources and methodological triangulation in this study. In the use of data source triangulation, researchers collect data from multiple sources to check the validity of the data. At the same time, researchers also use a variety of methods to collect data. The result of this study is that the researchers found that there are some practices of teaching speaking in MA. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani. In order to promote this teaching and learning process, teachers use textbook materials that are compatible with the curriculum set by the government. In providing this material, it is also supported by appropriate and up-to-date additional materials and media. In addition, when teaching, the teacher adopts some skills, such as teaching in English as the main language, giving equal attention to fluency and accuracy, giving feedback and corrections, and always giving mottos to encourage students to practice English. Discussions and presentations and role-playing activities are commonly used in teaching speaking at MA. Syekh Abdul Qodir AlJailani. In addition, when assessing students’ speaking skills, teachers use oral assessment based on students’ speaking performance and use speaking scoring standards for assessment

    Hakekat Shalat dalam tafsir Al-Jailani

    Get PDF
    Skripsi ini mengkaji dan menelaah tafsir Al-Jailani yang menguak tentang hakekat shalat dari segi makna tafsiran kata shalat dalam sebuah ayat-ayat Al-Qur’an. Rangkain tafsiran tersebut kemudian direkontruksi menjadi sebuah konsep dari shalat yang disusun dengan berdasarkan data-data yang didapat dari berbagai sumber penafsiran terutama tafsir Al-Jailani. Berangkat dari penafsiran beliau inilah yang kemudia memunculkan sebuah perumusan masalah yaitu apa penafsiran shalat menurut Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dalam tafsirnya dan bagaimana hakekat shalat menurut beliau.Hal ini kemudian memberikan sebuah gambaran dari tujuan penelitian ini yaitu dapat memahami arti shalat menurut Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dan hakekat shalat dalam tafsirnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Metode yang digunakan dalam penafsiran ini adalah metode deskripsi analisis dengan jenis data kualitatif. Yaitu berupa data-data primer dan data sekunder. Adapun data primer dari penelitian ini adalah tafsir al-jailani nya itu sendiri sedangkan untuk data sekunder itu di ambil dari buku-buku yang mempunyai keterkaitanya dengan tafsir al-jailani guna dijadikan sebagai ajang teori dalam penelitian ini. Seorang hamba tidak akan bisa sampai kepada tuhanya manakala ia tidak melakukan Taqorrub, Tawajuh, Ketundukan Dan Kehinaan di hadapan Allah SWT. sedangkan semua hal itu ada dalam shalat. Shalat juga disebut sebagai Ibadah inti karena denganya seorang hamba bisa berkomunikasi dengan Tuhannya. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa makna shalat dalam tafsir Al-Jailani mengandung beberapa makna yang begitu mendalam diantaranya, pertama shalat sebagai bentuk Taqorrub, kedua shalat sebagai bentuk Tawajuh, ketiga shalat sebagai bentuk Mi’raj, keempat shalat sebagai betuk Ketundukan dan Kehinaan, kelima shalat sebagai bentuk Syari’at

    Studi komparasi tentang keakurasian hisab arah kiblat menurut Syekh Muhammad Thahir Jalaluddin Al-Minangkabawi dalam kitab Pati Kiraan pada menentukan waktu yang lima dan hala kiblat dengan logaritma dan K.H. Zubair Umar al-Jailani dalam kitab Al-Khulasah Al-Wafiyyah

    Get PDF
    Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah salat, jadi mengetahui cara penentuan arah kiblat adalah penting bagi umat Islam. Menentukan arah kiblat, ada beberapa metode yang bisa digunakan yang terdapat di dalam berbagai referensi. Dalam hal ini penulis ingin melakukan penelitian terhadap dua kitab falak, yaitu kitab Pati Kiraan pada Menentukan Waktu yang Lima dan Hala Kiblat dengan Logaritma karangan Syekh Muhammad Thahir Jalaluddin, dan kitab al-Khulashah al-Wafiyyah karangan . H Zubair Umar al-Jailani. Penulis ingin mencari tahu keakurasian kedua kitab tersebut dan mengkomparasikannya dengan hisab kontemporer. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode dokumentasi atau penelitian kepustakaan (library research). Sedangkan untuk meneliti keakurasian dari kedua kitab tersebut, penulis menggunakan tehnik deskriptif analitis, yaitu dengan menggambarkan terlebih dahulu metode hisab arah kiblat dari kedua kitab. Selanjutnya penulis menggunakan metode komparatif untuk mengkomparasikan keakurasian metode hisab arah kiblat dalam kitab karangan Syekh Muhammad Thahir Jalaluddin al-Minangkabawi dan K. H Zubair Umar al-Jailani ini. Hasil penelitian penulis, dari kedua kitab yang dikomparasikan keakuratannya tersebut, kitab al-Khulashah al-Wafiyyah karangan K. H Zubair Umar al-Jailani ditemukan lebih akurat. Menurut perhitungan dalam kitab ini, arah kiblat untuk daerah Padang adalah 24Âș 57’, perbedaannya dengan hisab kontemporer adalah 0Âș 8’ 51.89”. Sedangkan kitab Pati Kiraan pada Menentukan Waktu yang Lima dan Hala Kiblat dengan Logaritma, tingkat keakuratannya masih di bawah kitab al-Khulashah al-Wafiyyah. Hasil perhitungan arah kiblat untuk daerah Padang menurut kitab ini adalah 23Âș 48’, perbedaannya dengan hisab kontemporer adalah 0Âș 54’ 8.11”. Jadi, menurut penulis, meskipun banyak metode dalam penentuan arah kiblat, sebaiknya digunakan metode yang lebih akurat, karena masalah arah kiblat menyangkut sah atau tidaknya salat seorang muslim

    Tafsir ayat-ayat zuhud menurut Abdul Qādir Al-Jilāni dalam Tafsir Al-Jilāni

    Get PDF
    Adanya penelitian ini merupakan untuk mengetahui bagaiamana penafsiran dari Abdul Qādir al–Jailāni mengenai ayat-ayat yang berhubungan dengan zuhud dalam tafsirnya yang berjudul tafsir al-Jailani (al-fawātih al-ilāhiyah wa al-mafātih al-ghaibiyyah al-muwa’adihah lil kalim al-Qur’āniyah). Penelitian ini sangatlah penting, karena kehidupan sekarang ini banyak orang yang memburu dunia dan melupakan akhirat, sehingga ajaran zuhud sangatlah dibutuhkan untuk menyelamakan manusia dari berbagai godaan matrealisti dan lainnya yang ada di dunia. Penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dan menggunakan metode maudhu’i. Maka sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tafsir al-Jailani karya Abdul Qādir al–Jailāni dan sumber sekundernya adalah buku-buku, artikel, dan jurnal-jurnal yang membahas tentang zuhud. Hasil dari penelitian ini adalah Syeikh Abdul Qādir al–Jailāni memberikan penjelasan dalam tafsirnya tentang ayat-ayat yang berkaitan dengan zuhud yang terdapat dalam Q.S. Ali Imrān:185, Q.S. al-កādÄ«d: 20, dan Al-AnkabĆ«t:64, dalam ayat-ayat tersebut beliau menejelaskan bahwa zuhud merupakan tidak terperdaya dengan kegemerlapan yang ada pada kehidupan dunia ini. Sebab, kehidupan yang ada pada dunia digunakan untuk mencari hal-hal kebaikan

    Penentuan Awal Ramadhan Dan Syawal Perspektif K.H.Mohammad Manshur Al-Batawi Dan K.H. Zubair Umar Al-Jailani

    Get PDF
    Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal merupakan hal yang begitu penting dalam agama Islam. Hal ini dikarenakan pada bulan-bulan tersebut yang menentukan ibadah puasa dan berhari raya di idul fitri. Dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal sangat berkaitan satu sama lain dan hal ini sangat penting untuk umat muslim. Bahkan dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal beranekaragam metode yang digunakan. Ada dua pendekatan yang dilakukan oleh umat muslim di dunia untuk menentukan awal bulan hijriyah, yaitu hisab dan rukyat. Dua pendekatan ini terkadang menimbulkan perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan khususnya Ramadhan, Idul fitri dan idul adha. Hal ini juga menjadi alas an mengapa dalam puasa mengalami perbedaan, ada yang sudah mulai berpuasa adapula yang belum. Perbedaan ini sangat mencolok khususnya di Indonesia yang mana bahkan di Indonesia sendiri ada lebih dari dua puluhan sistem dan referensi hisab yang masih digunakan di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengumpulkan pendapat mengenai awal Ramadhan dan Syawal serta menganalisanya. Penulis mencoba membandingkan antara sistem hisab yang digunakan KH. Mohammad Manshur Al-Batawi dan KH. Zubair Umar Al- Jailani dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal. Perbandingan anatara keduanya yakni KH. Mohammad Manshur Al-Batawi menggunakan metode hisab hakiki taqribi sedangkan KH. Zubair Umar Al-Jailani menggunakan metode hisab hakiki tahqiqi. Perbedaan yang mencolok antara metode hisab hakiki taqribi dan juga hakiki tahqiqi terdapat pada posisi ketinggian hilalnya. Sistem hisab taqribi menentukan ketinggian dengan cara membagi dua selisih saat ijtimak dengan saat matahari terbenam. Hasil tersebut merupakan ketinggian dalam satuan derajat pada saat Matahari terbenam. Menurut sistem ini jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam ketinggian hilal selalu positif. Lain halnya dengan dengan sistem tahqiqi. Sistem ini menghitung ketinggian hilal dengan posisi observer, deklinasi bulan dan Matahari, serta sudut waktu atau asensiorekta bulan dan matahari. Akibatnya, menurut sistem hisab ini, jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam maka ketinggian hilal tidak selalu positif di atas ufuk. Penulis berkesimpulan bahwa di antara dua metode antara hisab hakiki taqribi yang dipakai KH. Mohammad Manshur Al-Batawi dengan hisab hakiki takqiqi yang dipakai KH. Zubair Umar Al-Jailani yang mendekati sempurna dan yang pas dalam perhitungannya serta senada dengan pemerintah adalah pendapat dari KH. Zubair Umar Al-Jailani dalam kitabnya Khulashatul Wafiyyah

    SIMBOLISASI TRADISI NGABDUL QODIRAN DI PONDOK PESANTREN AL LUQMANIYYAH YOGYAKARTA: Kajian Living Qur’an

    Get PDF
    There are many symbols that the writer found in Ngabdul Qodiran tradition which are not found in manaqiban and Shaykh 'Abdul Qodir al-Jailani's haul traditions, which all are the same practices in which their activities use the Wasilah to Shaykh' Abdul Qodir al -Jailani. There are a number of texts that distinguish them one to the others. In manaqiban, the texts read are the history of Shaykh 'Abdul Qodir which were written in the form of a story and syi'ir. In haul, the texts read are Surah Yasin and tahlil texts which are directly sent to the deceased. While in Ngabdul Qodiran tradition, the texts read are selected surahs and dzkir as asmaul husna. In addition, special dishes of Ngabdul Qodiran are inseparable in the series of Ngoddul Qodiran tradition; all of which have their own meanings and contain great wishes. In the phenomenon of Ngabdul Qodiran tradition, it is found that there are symbols which have their respective purposes

    Relasi sedekah dan Zuhud dalam tafsir Al Jailani

    Get PDF
    Allah SWT banyak sekali menyampaikan pesan didalam Al Quran. Berbagai macam tema ada di dalamnya, mulai dari hukum, perintah, bahkan cerita zaman dahulu ada di dalam Al Quran. Allah SWT menggambarkan beberapa sifat atau perilaku yang baik untuk manusia, salah satunya bersedekah dan berzuhud. Berperilaku zuhud dapat menjadikan manusia lebih bijak dalam menggunakan harta yang diberikan oleh Allah. Penelitian ini bertujuan ntuk mengetahui dan memahami penjelasan dalam kitab Tafsir Al Jailani perihal ayat-ayat sedekah. Juga mengetahui dan memahami penjelasan dalam kitab tafsir perihal ayat-ayat zuhud. Serta menganalisis penafsiran Syeikh Abdul Qodir Al Jailani mengenai relasi sedekah terhadap zuhud. Dengan menggunakan metode penelitian yakni metode kualitatif, yaitu jenis data yang berbentuk uraian atau pemaparan tentang suatu persoalan secara logis Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya sesuai dengan syariat Allah SWT demi mencari keridhoan-Nya, serupa dengan penebar sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai ada serratus biji. Allah SWT melipatgandakan sesuai dengan kekuasaan-Nya. Dunia salah satu tempat yang memiliki sifat dan hakikat tersendiri, diantaranya yakni kesenangan yang menipu atau sementara. Dengan berbagai cara kesenangan dunia dan perhiasan yang sangat menggiurkan, dunia ini memiliki cara tersendiri untuk menggoda penghuninya agar ia memujanya. Ketika makhluk tidak memiliki keimanan yang kuat, tentu saja akan mudah terkendali oleh kesenangan dunia, namun tidak bagi manusia yang menanamkan keimanan yang kuat dalam dirinya. Karena ia mengetahui tentang hakikat dunia yang sebenarnya, sehingga mereka tidak tertipu dengan keindahan yang hanya sesaat. Dengan iman kalian, harus memutuskan semua hubungan dengan selain Allah SWT Yang Maha benar, khususnya dengan berbagai hiasan dunia yang menghalangi kecenderungan kalbu yang sejati (al-mail al-haqiqiy), akan membelanjakan sebagian dari rezeki yang telah Allah SWT berikan sebagai cobaan bagi kalian

    Struggling for Recognition: Archived-based Documentary Film of the Ahmadiyya Jamaat in Indonesia

    Get PDF
    The Ahmadiyya community has become a victim of persecution as labelled abnormal by other Muslim communities in Indonesia, especially in post-2004. Responding to the issue, the Ahmadiyya community constructs three colours of discourse, religious, humanitarian, and nationalism, to “normalise” their position in Indonesian society. The religious discourse stems from their direct citation to religious texts that confirm their legitimate standpoint. The humanity discourse arises from their action in the humanity program, such as blood and corneal donors. Meanwhile, the nationalism discourse appears in their short archives-based documentary film. This article examines the discourse of nationalism constructed by the Ahmadiyya via a short archives-based documentary film entitled, “Kiprah Ahmadiyah dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (the Ahmadiyya’s Role in the Struggle for the Independence of Indonesia)” using Van Dijk discourse analysis frame through an archival studies perspective. This research argues that the nationalism discourse portrayed in the film represents a deliberate act of archival activism planned by the Ahmadiyya community to seek recognition from diverse communities in Indonesia, including mainstream Muslims, general populations, and the state. [Komunitas Ahmadiyah di Indonesia telah menjadi korban persekusi karena label “tidak normal” yang disematkan oleh komunitas Muslim lain di Indonesia, terutama pasca-2004. Merespons isu tersebut, komunitas Ahmadiyah membangun tiga warna wacana: agama, kemanusiaan, dan nasionalisme. Wacana-wacana ini mereka bangun untuk “menormalkan” posisi mereka di tengah masyarakat. Wacana keagamaan dapat diidentifikasi dalam cara mereka mengutip teks-teks agama untuk mengkonfirmasi keabsahan keberadaan dan titik pijak mereka. Wacana kemanusiaan muncul dalam kegiatan mereka dalam program kemanusiaan, seperti donor darah dan kornea. Sementara, wacana nasionalisme dapat dianalisis dalam sebuah film dokumenter pendek. Artikel ini mengkaji wacana nasionalisme yang di konstruksi oleh Ahmadiyah melalui sebuah film dokumenter pendek berbasis arsip berjudul “Kiprah Ahmadiyah dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia” dengan menggunakan kerangka analisis wacana Van Dijk dalam perspektif studi arsip. Penelitian ini berargumen bahwa wacana nasionalisme yang dibuat dalam film tersebut mencerminkan tindakan aktivisme-kearsipan yang direncanakan oleh komunitas Ahmadiyah untuk memperjuangkan rekognisi dari komunitas lain di Indonesia: Muslim arus utama, komunitas lain secara umum, dan negara.

    Analisis Kajian Metodologis atas Kitab Tafsir Lathaif al-Isyarat Karya Imam al-Qusyairi

    Get PDF
    Adanya tafsir lathaif al-Isyarat merupakan bentuk dari mendamaikan ilmu syariat dan hakikat dengan tujuan memberikan pemahaman bahwa tidak terjadi kontradiktif antara hakikat dan syariat. Dan pada intinya setiap karya tafsir tidak akan pernah lepas dari latar belakang mufassir sendiri. Penelitian ini termasuk kajian kepustakaan dengan rujukan primer dan sekunder yaitu tafsir lathaif al-Isyarat sebagai rujukan primer, sedangkan rujukan sekunder menggunakan buku, jurnal yang terfokus pada aspek metodologis.  Tujuan dari adanya penelitian ini untuk mengeksplorasi penafsiran Al-Qusyairi terhadap Lataif Al-Isyarat dan metode khusus yang dipakainya dalam penafsiran tersebut. Kajian hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa Al-Qusyairi adalah seorang sufi yang berupaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan menggunakan konsep tasawuf, serta bahasa sastra untuk mengenalkan pembaca pada perasaan jiwa sufi. Urgensinya untuk membela tasawuf pada masa Sultan Thaghral. Kedua, dari segi metode yang dikenalkan menggunakan metode tahlili yang merupakan analisis untuk menjelaskan kandungan ayat Alquran dari berbagai aspek tasawufnya. Kemudian dari segi sumber yaitu bi al-Ra’yi, adapun isyarat akal yang dicantumkan dalam tafsirnya tidak secara murni pekerjaan akal, tetapi supaya isyarat tersebut dihasilkan untuk tidak menjauh dari nas Al-Qur'an. Dari segi corak adalah sufi dengan memiliki ide kreatif mempertemukan tasawuf dan psikologi dengan simbol sastra dan menerapkan konsep maqamat serta ahwal. Ketiga, komentar ulama bahwa tafsir ini tidak mengunggulkan hakikat dari pada syariat, begitu juga dengan sebaliknya, maka dari itu lathaif al-isyarat hadir sebagai perkataan yang benar tentang tasawuf dengan menjunjung tinggi keadilan dan memerangi kebid’ahan

    Menentukan Arah Kiblat dengan Hembusan Angin (Perspektif Fiqh dan Sains)

    Full text link
    Mengetahui arah kiblat dengan tepat dan akurat adalah hal penting bagi umat Islam, terlebih dalam konteks salat, karena menghadap kiblat (Kakbah) merupakan salah satu syarat sah salat. Di antara metode-metode penentuan arah kiblat dalam kitab-kitab fikih klasik adalah metode hembusan angin, kendati merupakan cara yang paling tidak akurat. Sejauh pengetahuan penulis, orang pertama menggunakan metode ini adalah Ibn Abbas, sahabat Rasulullah Saw. Hal ini sebagaimana yang dituliskan oleh al-Biruni tentang hubungan antara Kakbah dan angin. Ia juga berkata bahwa Ibn Abbas dan Hasan al-Bashri telah mengetahui metode ini,[1] sebagaimana dikutip oleh David A. King dari kitab “at-Tafhim” dan “Tahdid Nihayat al-Amakin li Tashih Masafat al-Masakin” karya al-Biruni.[2]Metode ini tidak diketahui banyak orang, bahkan oleh kalangan ulama falak dan astronom sekalipun. Maka sudah tentu menjadi kajian penting dan menarik untuk pengembangan hisab rukyah di Indonesia. Tujuan penelitain ini adalah, 1) bagaimana cara menentukan arah kiblat dengan hembusan angin; 2) bagaimana tingkat akurasi metode ini dan relevansinya pada saat sekarang? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang bertumpu pada kajian pustaka (Library Research) dengan pendekatan sejarah dan filsafat, serta wawancara dengan pihak BMKG Jateng untuk menjembatani sains meteorologi Islam klasik dan sains meteorologi modern.Hasil penelitian menyebutkan bahwa metode penentuan arah kiblat dengan angin dari perspektif fikih ditempuh dengan tahapan-tahapan berikut: 1) mengetahui koordinat tempat dan posisinya dari Kakbah; 2 dan 3) mengetahui suhu udara dan temperatur udara pada saat pengukuran kiblat; 4) jika diketahui data-data tersebut, maka mengarahkan kiblat ke arah Kakbah, berpedoman pada arah angin yang berhembus. Sementara perspektif sains-nya sama saja, namun perlu dibuat alat penentuan kiblat dengan angin (Wind Qibla Finder) disertai koreksi azimut.Metode ini sangat tidak akurat, ketidak-akuratan-nya mencapai 45 derajat, bahkan lebih. Maka tidak bisa digunakan sebagai pedoman penentuan arah kiblat, kecuali dalam keadaan darurat
    • 

    corecore