828 research outputs found
Pertanggungjawaban Pidana Pengendali Utama (Beneficial Ownership) Atas Terjadinya Tindak Pidana Korporasi
`Bahwa selama ini pertanggungjawaban pidana korporasi pada dasarnya
dibebankan terhadap pengurus korporasi secara formal atau berdasar pada
anggaran dasar atau dokumen korporasi Padahal dalam prakteknya ditemukan
adanya pengendali utama (beneficial ownership) korporasi yang merupakan
pelaku utama atau orang yang secara faktual mengendalilkan atau turut
mempengaruhi kebijakan korporasi dan mengambil manfaat atas tindak pidana
korporasi yang dilakukannya. Disini yang menjadi persoalan bahwa pengendali
utama (beneficial ownership) masih belum bisa dijangkau secara hukum sehingga
tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana. Berdasarkan Pasal 59 KUHP
pertanggungjawaban pidana hanya terbatas pada individu perorangan terkait
tindak pidana korporasi oleh pengurus sedangkan undang-undang di luar KUHP
yang mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi masih tidak seragam dan
tidak konsisten. Bahwa tindak pidana korporasi berdampak luas terhadap
masyarakat, bangsa dan negara, mengingat korporasi berperan penting dalam
perekonomian negara. Oleh karena itu urgensi perumusan pertanggungjawaban
pidana pengendali utama (beneficial ownership) atas terjadinya tindak pidana
korporasi perlu diatur dalam KUHP sebagai induk hukum pidana
Urgensi Perluasan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Sebagai Manifestasi Pengejawantahan Konstitusi
The acknowledgement of Indonesia as a state of Law as mandated by Article 1 paragraph (3) of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is the fundamental objective of the Constitution where one of its dimensions is to create and promote fair and prosperous community, in pursuing this, with the spirit of developmentalism, the state allows the participation of corporations in the development with the hope that Indonesia will be able to compete in the globalization era. However, it is apparent that their participation has adverse impact, some of them have even been involved in bribery and corruption. According to criminal law of Indonesia, briber and receiver (gratification) will be held criminally liable. The method applied in this research is juridical normative which analyzes secondary data including secondary law materials in Criminal Code and Law No. 31/1999 in conjunction with Law 20/2001 on Corruption Eradication and United States of America of Anti-bribery Foreign Corrupt Practices Act (FCPA). Based on the analysis conducted, it was found that Indonesia can only prosecute receiver of bribery (gratification) whilst the bribing corporation is prosecuted in the United States, it is also concluded that it is urgent to expand and amend the criminal law on responsibility for corporate crime as the manifestation of constitution in the Indonesian criminal law in order to counterbalance USA Anti-bribery Foreign Corrupt Practies Act (FCPA
URGENSI PEMBANGUNAN YURISPRUDENSI PEMIDANAAN KORPORASI PELAKU KORUPSI UNTUK EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA / URGENCY OF JURISPRUDENCY DEVELOPMENT OF CORPORATION PUNISHMENT OF CORRUPTION ACTORS FOR EFFECTIVENESS OF LAW IN INDONESIA
Realitas pemberantasan tindak pidana korporasi di Indonesia banyak mengalami kendala, termasuk dalam perkara korupsi. Ketiadaan yurisprudensi yang bisa dijadikan pedoman bagi penegak hukum dan hakim menjadi persoalan yang mendasar dalam mengatasi kegalauan yang selama ini ada.Menarik dipermasalahkan yaitu bagaimanakah urgensi pembangunan yurisprudensi pemidanaan korporasi Pelaku korupsi untuk efektivitas penegakan hukum di Indonesia? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendorong Mahkamah Agung menginisiasi pembentukan yurisprudensi pemidanaan korporasiPelaku korupsi. Jika telah ditetapkan sebagai yurisprudensi dapat berguna sebagai inspirasi dan dipedomani oleh penegak hukum dan hakim. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatankasus. Hasil pembahasan mengemukakan bahwa beberapa putusan pemidanaan terhadap korporasi Pelaku korupsi memiliki kaidah hukum baru yang perlu mendapatkan perhatian penegak hukum dan hakim Pengadilan Tipikor. Kaidah hukum baru tersebut perlu dipertimbangkan untuk dijadikan yurisprudensi sehingga bisa menjadi solusi atas kendala efektivitas pemberantasan korupsi korporasi yang selama ini ada. Mengingat persyaratan yurisprudensi pemidanaan korporasi Pelaku korupsi telah terpenuhi maka sesegera mungkin dapat dimulai proses dan tahapannya oleh Mahkamah Agung.The reality of the eradication of corporate crime in Indonesia has many obstacles, including in corruption cases. The absence of jurisprudence that can be used as a guide for law enforcers and judges to be a fundamental problem in overcoming the turmoil that has been there. Interest in question is how urgency of jurisprudence development corporations corruption Actors of corruption for the effectiveness of law enforcement in Indonesia? The purpose of this study is to encourage the Supreme Court to initiate the formation of corporate criminal prosecution jurisprudence. If it has been established as jurisprudence can be useful as an inspiration and guided by law enforcement and judges. This research uses normative research method with the approach of legislation, conceptual approach and approach of case. The results of the argument suggest that some criminal verdicts against corporations Perpetrators of corruption have new legal rules that need to get the attention of law enforcers and judges of the Corruption Court. The new law rules need to be considered for jurisprudence so that it can be a solution to the obstacles to the effectiveness of corruption eradication of corporations that have been there. In view of the requirements of corporations punishment lawsuit The perpetrators of corruption have been fulfilled as soon as possible can begin the process and its stages by the Supreme Court
Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang
Perdagangan orang merupakan jenis perbudakan dizaman modern, saat ini perdagangan orang bukan lagi hal yang bersifat regional melainkan perdagangan orang merupakan permasalahan yang bersifat global dan serius, bahkan perdagangan orang telah berubah menjadi bisnis yang memberikan keuntungan besar terhadap pelakunya. Waktu kewaktu praktik kejahatan perdagangan orang semakin menunjukkan kuantitas dan kualitasnya. Perdagangan orang yang dulu dilakuan oleh perorangan sekarang dilakukan secara kelompok terorganisir bahkan tak jarang sebuah korporasipun turut terlibat didalamnya. Mengingat korporasi memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia dan juga memiliki akibat perbuatan yang bersifat meluas maka dibuatlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) yang mana dalam pengaturan ini korporasi ditempatkan sebagai subyek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Pemidanaan terhadap korporasi tidaklah sama dengan pemidanaan terhadap manusia, karena pada dasarnya korporasi tidak memiliki akal layaknya manusia yang mana hal itu merupakan syarat dalam menentukan unsur kesalahan. Oleh sebab itu dalam UU PTPPO diatur kritria khusus mengenai tindak pidana korporasi yang mana dengan adanya kriteria ini dimungkinkan adanya pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi secara langsung.Kata kunci : Perdagangan orang, korporasi, pertanggungjawaban pidana korporas
Pancasila Sebagai Ideologi Pemberantasan Kejahatan Korporasi di Indonesia
Abstract The criminal dimension of corporate crime in Indonesia continues to develop in line with the development of the national and international economy. The difficulty of disclosing cases of corporate crimes makes it very difficult for corporate crimes to be prosecuted and eradicated, especially when there are not many regulations regarding corporate crime. Therefore, to prevent and this corporate crime, it is necessary to instill values based on the Pancasila ideology is the ideology of the Indonesian nation, as mandated by the founding fathers to save the country from all types of violations and crimes in the territory of the Republic of Indonesia. NKRI).Keywords: Pancasila; Ideology; Corporate Crime; Abstrak Dimensi kriminal kejahatan korporasi di Indonesia terus berkembang seiring dengan perkembangan perekonomian nasional dan internasional. Sulitnya pengungkapan kasus kejahatan korporasi ini menyebabkan kejahatan korporasi sangat sulit ditindak dan diberantas terutama ketika suatu aturan belum banyak mengatur mengenai kejahatan korporasi. Oleh karena itu untuk mencegah dan memberantas kejahatan korporasi ini diperlukan penanaman nilai-nilai yang didasarkan pada ideologi Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh founding fathers dalam upaya penyelamatan negara dari semua jenis pelanggaran dan kejahatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Kata kunci: Pancasila; Ideologi; Kejahatan Korporasi
PERTANGGUNGJAWABAN KOMISARIS PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU) (Analisa Putusan Nomor 1595 K/Pid.Sus/2020)
This paper reviews decision Number 1595 K/Pid.Sus/2020 dated May 28, 2020, regarding the case of the defendant Kang Hoke Wijaya (commissioner of Hosian Sejati corporation). In their decision, the panel of judges at the cassation level overturned the decision of the previous level court which only imposed the crime of âcontinuous embezzlement in officeâ into a criminal offense of âcontinuous embezzlement in office and money laundering (TPPU)â. The purpose of this research is to identify and analyze the responsibility of the commissioner for embezzlement in office from the perspective of money laundering. The research method used a normative juridical with legislation and case approach in the form of court decisions that have legally binding. The research concluded that the panel of judges at the cassation level was correct in their decision, as stipulated and threatened with criminality in Article 374 of the Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph (1) of the Criminal Code and Article 3 of Law Number 8 of 2010, where the defendant had committed a crime of money laundering for the proceeds of the crime of embezzlement in his position as a commissioner of Hosian Sejati corporation. The authority and responsibility of the defendant as a commissioner and holder of 60% of the company's shares do not constitute legality for the defendant in committing money laundering. The subject of responsibility for the crime of money laundering is not only borne by the defendant as an individual but can also be a collective responsibility of the corporation as a community. Keywords: Accountability, Embezzlement in Office, Money Laundering
Urgensi Pengaturan Artificial Intelligence (AI) Dalam Bidang Hukum Hak Cipta Di Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta memahami urgensi pengaturan AI dalam UU Hak Cipta di Indonesia serta potensi AI sebagai subjek hukum dalam sistem hukum di Indonesia, Penelitian ini menggunakan metode penelitian normative serta menggunakan pendekatan perundang-undangan atau statue approach serta pendekatan perbandingan atau comparative approach. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apa urgensi pengaturan artificial intelligence dalam rezim hukum hak cipta di Indonesia? Dan Bagaimanakah potensi artificial intelligence sebagai subjek hukum dalam sistem hukum di Indonesia ? Dalam penelitian ini menemukan bahwa dalam UUHC Indonesia tidak mengenal AI sebagai subjek hukum, sehingga AI berdasarkan pada UUHC Indonesia tidak dapat digolongkan sebagai pencipta serta potensi AI untuk diakui sebagai entitas baru berkaitan dengan subjek hukum selain manusia dan badan hukum yang sebelumnya telah diakui sebagai subjek hukum di Indonesia sangat terbuka, mengingat AI dapat dipersamakan dengan badan hukum sesuai dengan teori-teori badan hukum serta adanya konsep Work Made For Hire yang terdapat dalam UUHC Amerika Serikat yang dapat diadopsi oleh Indonesia untuk mengakomodir AI sebagai suatu entitas baru berkaitan dengan subjek hukum yang diakui di Indonesia.
 Kata Kunci: Kecerdasan Buatan, Hak Cipta, Subjek Hukum
This study aims to determine and understand the urgency of AI regulation in the Copyright Law in Indonesia as well as the potential of AI as a legal subject in the legal system in Indonesia, This study uses normative research methods and uses a statutory approach or statue approach and a comparative approach. This study found that the Indonesian Copyrights Law does not recognize AI as a legal subject, so AI based on the Indonesian Copyrights Law cannot be classified as a creator and the potential for AI to be recognized as a new entity related to legal subjects other than humans and legal entities that have previously been recognized as legal subjects in Indonesia is so open, considering that AI can be equated with legal entities in accordance with theories of legal entities and the concept of Work Made For Hire contained in the United States Copyrights Law which can be adopted by Indonesia to accommodate AI as a new entity related to legal subjects recognized in Indonesia.
 Keywords: Artificial Intelligence, Copyright, Legal Subject
REFERENCES
ABC. âAda Sejumlah Kekhawatiran di Balik Tren Avatar Buatan Lensa.â TEMPO.CO. Last modified December 13, 2022. Accessed November 6, 2023. https://www.tempo.co/abc/8118/ada-sejumlah-kekhawatiran-di-balik-tren-avatar-buatan-lensa.
Amboro, F. L. Yudhi Priyo, and Khusuf Komarhana. âPROSPEK KECERDASAN BUATAN SEBAGAI SUBJEK HUKUM PERDATA DI INDONESIA [Prospects of Artificial Intelligence As a Subject of Civil Law in Indonesia].â Law Review, no. 2 (2021): 145. http://dx.doi.org/10.19166/lr.v0i2.3513.
Amisha, Paras Malik, Monika Pathania, and Vyas Kumar Rathaur. âOverview of Artificial Intelligence in Medicine.â Journal of family medicine and primary care 8, no. 7 (2019): 2328â2331. http://dx.doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_440_19.
Amzad, H., and K. Vijayalakshmi. âTourism Recommendation System: A Systematic Review.â International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT) 10 (n.d.).
Angkasa, Agung. âSistem Peradilan Pidana Korporasi Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.â Jurnal Restorasi Hukum 5, no. 1 (2022): 105. http://dx.doi.org/10.14421/jrh.v5i1.2464.
Ariefzani, T. âLegal Protection Of The Creator Of Online SKCK Computer Programs Which Hasnât Be Registered Under Law Number 28 Year 2014.â Veteran Justice Journal 1, no. 1 (2014): 24â40.
Asshafa, Salwa. ââPencapaianâ AI Sejauh Ini: Bantuan Netflix Bikin Animasi, Hingga Jadi Kurator Seni.â Akurat. Last modified February 15, 2023. Accessed November 6, 2023. https://www.akurat.co/infotech/1302404434/Pencapaian-AI-Sejauh-Ini-Bantuan-Netflix-Bikin-Animasi-Hingga-Jadi-Kurator-Seni.
Daly, Angela, Thilo Hagendorff, Hui Li, Monique Mann, Vidushi Marda, Ben Wagner, and Wayne Wei Wang. âAI, Governance and Ethics: Global Perspectives.â SSRN Electronic Journal (2020). http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3684406.
Failaq, M. R. F. âTransplantasi Teori Fiksi Dan Konsesi Badan Hukum Terhadap Hewan Dan Kecerdasan Buatan Sebagai Subjek Hukum, Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains 1, no. 02 (2022): 113â125.
Haenlein, Michael, and Andreas Kaplan. âA Brief History of Artificial Intelligence: On the Past, Present, and Future of Artificial Intelligence.â California management review 61, no. 4 (2019): 5â14. http://dx.doi.org/10.1177/0008125619864925.
Haris, M. T. A. R., and T. Tantimin. âAnalisis Pertanggungjawaban Hukum Pidana Terhadap Pemanfaatan Artificial Intelligence Di Indonesia.â Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 8, no. 1 (2022): 307â316.
Ibrahim, M. âLegal Protection of Moral Rights Against Songwriters at the Republic of Indonesia Radio Broadcasting Institution (RRI) in Ternate City.â de Jure Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum 3, no. 1 (2022): 61â77.
Ihalainen, Jani. âComputer Creativity: Artificial Intelligence and Copyright.â Journal of Intellectual Property Law & Practice 13, no. 9 (2018): 724â728. http://dx.doi.org/10.1093/jiplp/jpy031
Jaya, F., and W. Goh. âAnalisis Yuridis Terhadap Kedudukan Kecerdasan Buatan Atau Artificial Intelligence Sebagai Subjek Hukum Pada Hukum Positif Indonesia.â Supremasi Hukum 17 (2021): 1â11.
Koos, S. âArtificial Intelligence-Science Fiction and Legal Reality.â Malaysian Journal of Syariah and Law (2018).
Kurniawan, K. D., and D. R. I. Hapsari. âPertanggungjawaban Pidana Korporasi Menurut Vicarious Liability Theory.â Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 29, no. 2 (2022): 324â346.
Mahmud, Muhammad Isra. âPeran Vicarious Liability Dalam Pertanggungjawaban Korporasi (Studi Terhadap Kejahatan Korupsi Yang Dilakukan Oleh Kader Partai Politik).â Jurnal Lex Renaissance 5, no. 4 (2020). http://dx.doi.org/10.20885/jlr.vol5.iss4.art1.
Manullang, E. F. M., and Subjek Hukum Menurut Hans Kelsen Dan Teori Tradisional Antara Manipulasi Dan Fiksi. âSUBJEK HUKUM MENURUT HANS KELSEN DAN TEORI TRADISIONAL: ANTARA MANIPULASI DAN FIKSI.â Jurnal Hukum dan Peradilan 10, no. 1 (2021): 139â154.
Muhhamad Habibi Miftakhul, Marwa. âAnalisis Status Badan Hukum Dana Pensiun.â JURNAL YUSTIKA: MEDIA HUKUM DAN KEADILAN 23, no. 01 (2020): 1â12. http://dx.doi.org/10.24123/yustika.v23i01.2403.
Nurhayati, Yati, Ifrani Ifrani, and M. Yasir Said. âMETODOLOGI NORMATIF DAN EMPIRIS DALAM PERSPEKTIF ILMU HUKUM.â Jurnal Penegakan Hukum Indonesia 2, no. 1 (2021): 1â20. http://dx.doi.org/10.51749/jphi.v2i1.14.
Odonnell, E. âRivers as Living Beings: Rights in Law, but No Rights to Water?â Griffith Law Review 29, no. 4 (2020): 643â668.
Prabowo, Rian Adhivira, Adi Seno, Fajar Ahmad Setiawan, Unu P. Herlambang, Edho R. Ermansyah, and Gerry Pindonta Ginting. âBisakah Alam Menjadi Subyek Hukum? Refleksi Atas Beberapa Pengalaman.â Jurnal hukum & pembangunan 50, no. 1 (2020): 71. http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol50.no1.2483.
Prananingrum, Dyah Hapsari. âTELAAH TERHADAP ESENSI SUBJEK HUKUM: MANUSIA DAN BADAN HUKUM.â Refleksi Hukum Jurnal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2014): 73â92. http://dx.doi.org/10.24246/jrh.2014.v8.i1.p73-92.
Prasasti, Giovani Dio. âSederet Kekhawatiran Muncul Terhadap Aplikasi Lensa AI yang Viral di Media Sosial.â Liputan6. Last modified December 9, 2022. Accessed November 6, 2023. https://www.liputan6.com/tekno/read/5149176/sederet-kekhawatiran-muncul-terhadap-aplikasi-lensa-ai-yang-viral-di-media-sosial.
Prasetyo, A. âKEPEMILIKAN TUNGGAL PERSEROAN TERBATAS DALAM UU CIPTA KERJA BERDASARKAN TEORI BADAN HUKUM.â Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA 5, no. 1 (2021): 39â54.
Pratomo, Yudha. âGetty Images Gugat Perusahaan AI, Diduga Pakai Gambar Tanpa Izin Untuk Latih Kecerdasan Buatan.â Kompas. Kompas.com, January 19, 2023. Accessed November 6, 2023. https://tekno.kompas.com/read/2023/01/19/12010047/getty-images-gugat-perusahaan-ai-diduga-pakai-gambar-tanpa-izin-untuk-latih.
Puspita, Ratna. âWamenkumham: AI Berimplikasi Terhadap UU Hak Cipta.â Republika Online. Last modified October 14, 2021. Accessed November 6, 2023. https://www.republika.co.id/berita/r0ynzg428/wamenkumham-ai- berimplikasi-terhadap-uu-hak-cipta.
Rodliyah, R., A. Suryani, and L. Husni. âKonsep Pertanggungjawaban Pidana Korporasi (Corporate Crime) Dalam Sistem HuKum Pidana Indonesia.â Jurnal Kompilasi Hukum 5, no. 1 (2020): 191â206.
Tektona, R. I., N. K. Sari, and M. R. Alfaris. Quo Vadis Undang-Undang Hak Cipta Indonesia: Perbandingan Konsep Ciptaan Artificial Intelligence Di Beberapa Negara, 2021.
Triatmojo, F., A. I. Hamzani, and K. Rahayu. Perlindungan Hak Cipta Lagu Komersil, 2021.
Tus, D. S. A. K. âHak Ekonomi Dan Hak Moral Karya Cipta Potret Di Sosial Media.â Vyavahara Duta 14, no. 1 (2019): 12â20.
Wijaya, M., and H. Christianto. âPertanggungjawaban Pidana Bagi Rumah Sakit Sebagai Korporasi Atas Tindakan Medis Dokter Di Luar Persetujuan Pasien.â Pamulang Law Review 5, no. 2 (2022): 193â206.
âAI Milik Google Bisa Ciptakan Musik, Bakal Rilis dan Saingi ChatGPT?â cnnindonesia.com. Last modified January 30, 2023. Accessed November 6, 2023. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230130140149-185-906599/ai-milik-google-bisa-ciptakan-musik-bakal-rilis-dan-saingi-chatgpt
Problematika Pertanggungjawaban Korporasi Atas Kejahatan Ekosida di Indonesia
Ecocide, which was originally a crime in the context of war, now has a broader meaning, namely a crime against the environment with a massive impact. Ecoside as one of the crimes against the environment that has a large impact, must be held accountable for anyone who commits it, including corporations. This study aims to: describe the impact of ecocides on the environment; examines the problems of corporate responsibility for ecocide crimes in Indonesia. The type of research that will be used is library research, the approach in this study is a normative approach. The results of this study show that holding corporate responsibility for ecocides in Indonesia encounters several obstacles, namely; firstly, there is no specific regulation regarding ecocide, the sanctions given to corporations are still relatively light, and the fixation of law enforcement officials on the principle that only humans or individuals can be punished.Keywords: Ecocide; Corporation; Responsibility; Environment AbstrakEkosida yang semula merupakan kejahatan dalam konteks perang, saat ini telah memiliki arti yang lebih luas lagi yaitu kejahatan bagi lingkungan hidup yang berdampak masif. Ekosida sebagai slaah satu kejahatan terhadap lingkungan yang memiliki dampak yang besar, harus dimintai pertanggungjawaban bagi siapapun yang melakukannya termasuk korporasi. Penelitian ini bertujuan untuk: mendeskripsikan dampak ekosida terhadap lingkungan hidup; mengkaji problematika pertanggungjawaban korporasi atas kejahatan ekosida yang ada di Indonesia. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kepustakaan âlibrary researchâ, pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Hasil penelitian ini memperlihatkan bawha untuk meminta pertanggungjawaban korporasi atas ekosida di Indonesia mengalama beberapa hambatan yaitu; yang pertama, belum adanya pengaturan khusus mengenai ekosida, sanksi yang diberikan kepada korporasi masih relatif ringan, dan terpakunya aparat penegak hukum kepada prinsip yang menyebutkan bahwa hanya manusia atau perorangan yang dapat dipidana.Kata Kunci: Ekosida; Korporasi; Pertanggungjawaban; Lingkungan
BENTUK PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA MAYANTARA
ABSTRAK Indonesia adalah salah satu negara yang terlibat dalam penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi, yang dibuktikan dengan banyaknya pengguna internet, bersamaan dengan majunya teknologi informasi di media komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat pada peradaban global. Teknologi ini menyebabkan hubungan dunia menjadi dekat tanpa sekat dan tanpa batas (borderless). Seiring dengan perkembangan hukum pidana khususnya hukum pidana Indonesia, bagi pelaku tindak pidana mayantara dibebani pertanggung jawaban pidana layaknya perbuatan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bentuk pertanggungjawaban pidana bagi pelaku dalam hukum pidana khususnya tidak pidana mayantara telah diatur oleh Undangundang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 adalah âajaran identifikasiâ (doctrine of identification). Hal yang demikian ini dapat dibuktikkan dengan diterimanya bentuk pertanggungjawaban pidana termasuk korporasi (corporate criminal liability) dalam hal pelaku tindak pidana mayantara. Kata Kunci: pertanggungjawaban pidana, tindak pidana mayantar
Optimalisasi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan melalui Putusan Hakim yang Berkepastian
Hakim di pengadilan memiliki peranan penting dalam penegakan hukum pidana di bidang lingkungan hidup. Akan tetapi, terdapat problematika dalam penegakan hukum oleh hakim dalam berbagai putusannya. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dan analisis urgensi optimalisasi penegakan hukum pidana lingkungan melalui putusan hakim yang berkepastian. Kemudian menguraikan upaya yang dapat dilakukan dalam mengoptimalkan penegakan hukum pidana lingkungan oleh hakim. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif, dengan pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat ketidakjelasan pendakwaan pidana pembakaran hutan dan lahan, ketidakjelasan batasan pelanggaran pidana, dan administrasi lingkungan, dan ketidakjelasan pemidanaan pemanfaatan hutan lindung. Atas permasalahan yang ditemukan tersebut, maka upaya yang dilakukan dalam mengoptimalkan penegakan hukum pidana dibidang lingkungan yakni dengan perubahan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016, perubahan UU No. 39 Tahun 2014, perubahan UU No. 32 Tahun 2009, dan penyusunan SEMA tentang Pedoman Pemidanaan Perkara Bidang Lingkungan Hidup oleh Mahkamah Agung. Melalui upaya penguatan tersebut, maka diharapka upaya penegakan hukum pidana lingkungan dapat berjalan optimal pada masa mendatang
- âŠ