REFLECTION OF DEMOCRATIC VALUE AND ATTITUDE OF STATESMAN IN RAJA NEGERI JAMBI AND MENTIKO BETUAH’S FOLKLORE FUNCTION AND STATEMAN

Folklore is a construction of local wisdom that grows and develops into the basis of the values of social functions. The social function of the political meaning in folklore can be used as the country’s resilience reflection, like democratic learning and strengthening the figure of the statesman. The social reality that was constructed in folklore can be a gap between the real and imaginary condition in the text. This study dug out the interrelatedness between the reflection of folklore as the forming of the resilience nation’s character and characteristic of Indonesian’s diversity. This study uses a qualitative description method and literature sociology and politic approach. The corpus data are “Mentiko Betuah” (Aceh) and “Raja Negeri Jambi” (Jambi) story. The results of the study indicated that the social reflection of both (stories) can be the basis of the building social resilience to counter radicalism, to grows up tolerances, mutual solidarity, democracy, and the integrity of anti-kleptocratic statesman. The method of the study is a qualitative description. The data of the study are sentences and written expressions in “Mentiko Betuah” (Aceh) and “Raja Negeri Jambi”’s story (Jambi). The results of the study indicated that tolerance and plural values were depicted in “Raja Negeri Jambi” and “Mentiko Betuah” were needed to be maintained. The threat of disintegration of the nation through the inculcation of narrow and shallow ideologies have poisoned people’s perspective, especially millennial society

Linguistic features of gossip across gender in Hardcastle's Senior Year

ENGLISH: This study aims to analyze the utilization of gossip by male and female characters in Hardcastle's Senior Year. This study intends to challenge the common assumption that gossip is predominantly utilized by women, by investigating the broader usage of gossip outside gender stereotypes. This study examines the linguistic features of gossip, the different types of gossip employed by male and female characters, and the particular functions of gossip utilized by male and female characters in films. In the examination of this study, the researcher employs the theoretical frameworks proposed by Robin Lakoff (1975), Deborah Jones (1980), and Robert Foster (2004). Furthermore, the researcher employs qualitative methodologies to analyze this study. The findings of this study indicate that the female and male characters in the film employ five linguistic characteristics associated with gossip, specifically Neutral Word, Meaningless Particle, Tag Question, Request, and Requisite Information. Furthermore, it has been observed that individuals of both genders engage in the utilization of four distinct types of gossip, namely Chatting, Scandal, House Talk, and Bitching. Furthermore, both male and female characters use four functions of gossip in their conversation, including Provide Information, Enhance Friendship, Give Entertainment, and Influence Others. The findings of this study demonstrate that gossip is not only limited to women. The male characters in the film have a tendency to engage in gossip that is comparable in nature to that of the female characters. This study support previous studies from Sari (2015) and Nabilah (2019) in terms of its type and function, but it has slight differences on the way of analyzing. This study analyze the type and function after the researcher find the linguistic features first. This makes the result provide more insights into the exchange of gossip depicted in the film which is in the form of a combination of certain linguistic features which will produce types and functions of gossip that tend to lead to one type or function of the gossip. However, this study is difference from 8 other previous studies. Davis (2018), Poranen (2018), Bradford (2018), and Diego (2022) research analyse gossip focusing on the topic of gossipers talk about. Anwer (2022) uses Coates's (1997) theory of male and female speech to study gossip. Another study by Irza (2022), Nwaenyi (2020), and Ibkar (2018) examined gender differences in communication rather than gossip like the analytical researcher. This makes my study stand out among the previous studies. Yet, there is limitation of the study. The gossip depicted in this film is a scripted narrative crafted by only one person, that is the director, Alex Hardcastle. That indicates the occurrence of gossip is not natural or reflective of real-life situations. Therefore, the researcher suggests that future researches dig up further into various dimensions of gossip that occurs personally in the lives of people. Researchers that are interested in analyzing gossip can broaden their scope by examining gossip in many contexts, such as analysing its presence in the neighborhood or in the work environment. Furthermore, future researchers may employ alternative theoretical frameworks pertaining to the phenomenon of gossip. Thus, future study has the potential to yield varied outcomes about the phenomenon of gossip. INDONESIA: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan gosip oleh karakter laki-laki dan perempuan dalam film Hardcastle's Senior Year. Penelitian ini bermaksud untuk menantang asumsi umum bahwa gosip sebagian besar digunakan oleh perempuan, dengan menyelidiki penggunaan gosip yang lebih luas di luar stereotip gender. Penelitian ini meneliti fitur linguistik dari gosip, jenis-jenis gosip yang digunakan oleh karakter laki-laki dan perempuan, dan fungsi-fungsi tertentu dari gosip yang digunakan oleh karakter laki-laki dan perempuan dalam film. Dalam mengkaji penelitian ini, peneliti menggunakan kerangka teori yang diajukan oleh Robin Lakoff (1975), Deborah Jones (1980), dan Robert Foster (2004). Lebih lanjut, peneliti menggunakan metodologi kualitatif untuk menganalisis studi ini. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa karakter perempuan dan laki-laki dalam film tersebut menggunakan lima karakteristik linguistik yang terkait dengan gosip, yaitu Neutral Word, Meaningless Particle, Tag Question, Request, and Requisite Information. Selain itu, telah diamati bahwa individu dari kedua jenis kelamin terlibat dalam penggunaan empat jenis gosip yang berbeda, yaitu Chatting, Scandal, House Talk, and Bitching. Selain itu, baik karakter pria maupun wanita menggunakan empat fungsi gosip dalam percakapan mereka, termasuk Provide Information, Enhance Friendship, Give Entertainment, and Influence Others. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa gosip tidak hanya terbatas pada perempuan. Karakter laki-laki dalam film ini memiliki kecenderungan untuk terlibat dalam gosip yang sebanding dengan karakter perempuan. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya dari Sari (2015) dan Nabilah (2019) dalam hal jenis dan fungsinya, tetapi memiliki sedikit perbedaan dalam cara menganalisis. Penelitian ini menganalisis jenis dan fungsi setelah peneliti menemukan fitur linguistiknya terlebih dahulu. Hal ini membuat hasil penelitian ini memberikan lebih banyak wawasan tentang pertukaran gosip yang digambarkan dalam film yang berupa kombinasi dari fitur linguistik tertentu akan menghasilkan jenis dan fungsi gosip yang cenderung mengarah pada satu jenis atau fungsi gosip. Namun, penelitian ini berbeda dengan 8 penelitian sebelumnya. Davis (2018), Poranen (2018), Bradford (2018), dan Diego (2022) melakukan penelitian yang menganalisis gosip dengan fokus pada topik yang dibicarakan oleh para penggosip. Anwer (2022) menggunakan teori Coates (1997) tentang ucapan laki-laki dan perempuan untuk mempelajari gosip. Penelitian lain oleh Irza (2022), Nwaenyi (2020), dan Ibkar (2018) meneliti perbedaan gender dalam komunikasi, bukan gosip seperti yang dilakukan oleh peneliti analitis. Hal ini membuat penelitian saya berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Namun, ada keterbatasan penelitian ini. Gosip yang digambarkan dalam film ini merupakan narasi bernaskah yang dibuat hanya oleh satu orang, yaitu sang sutradara, Alex Hardcastle. Hal itu menandakan terjadinya gosip terasa kurang alami atau mencerminkan situasi kehidupan nyata. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menggali lebih jauh berbagai dimensi gosip yang terjadi secara personal dalam kehidupan masyarakat. Peneliti yang tertarik menganalisis gosip dapat memperluas cakupannya dengan mengkaji gosip dalam berbagai konteks, misalnya menganalisis keberadaan gosip di lingkungan sekitar atau di lingkungan kerja. Selain itu, peneliti yang akan datang mungkin menggunakan kerangka teori alternatif yang berkaitan dengan fenomena gosip. Oleh karena itu, penelitian di masa depan berpotensi menghasilkan hasil yang bervariasi tentang fenomena gosip. ARABIC: هذه الدراسة تهدف إلى تحليل استخدام النميمة من قبل الشخصيات الذكور والإناث في عام السنة النهائية لـ هاردكاستل. تهدف هذه الدراسة إلى تحدي الافتراض الشائع بأن النميمة تُستخدم بشكل رئيسي من قبل النساء، من خلال استقصاء الاستخدام الأوسع للنميمة خارج الصور النمطية للجنس. تتناول هذه الدراسة السمات اللغوية للنميمة، وأنواع النميمة المختلفة المستخدمة من قبل الشخصيات الذكور والإناث، والوظائف الخاصة بالنميمة التي يستخدمها الشخصيات الذكور والإناث في الأفلام. في فحص هذه الدراسة، يستخدم الباحث الأطُر النظرية المقترحة من قبل روبن لاكوف (1975)، ديبوراه جونز (1980)، وروبرت فوستر (2004). علاوة على ذلك، يستخدم الباحث منهجيات نوعية لتحليل هذه الدراسة. تشير نتائج هذه الدراسة إلى أن الشخصيات الذكور والإناث في الفيلم يستخدمون خمسة سمات لغوية مرتبطة بالنميمة، وتحديداً الكلمة المحايدة، الجزء البلا معنى، السؤال البطاقي، الطلب، والمعلومات الضرورية. علاوة على ذلك، لوحظ أن الأفراد من كلا الجنسين يشتركون في استخدام أربعة أنواع متميزة من النميمة، وهي الدردشة، والفضائح، والحديث عن المنزل، والنقد. علاوة على ذلك، يستخدم الشخصيات الذكور والإناث أربع وظائف للنميمة في محادثاتهم، بما في ذلك تقديم المعلومات، وتعزيز الصداقة، وتقديم الترفيه، والتأثير على الآخرين. تظهر نتائج هذه الدراسة أن النميمة ليست مقتصرة فقط على النساء. الشخصيات الذكور في الفيلم لديهم اتجاه للمشاركة في النميمة التي تكون مماثلة من حيث الطبيعة لتلك التي يشارك فيها الشخصيات الإناث. تدعم هذه الدراسة الدراسات السابقة لساري (2015) ونبيلة (2019) من حيث نوعها ووظيفتها، ولكن هناك اختلافات طفيفة في طريقة التحليل. تحلل هذه الدراسة النوع والوظيفة بعد أن يجد الباحث السمات اللغوية أولاً. وهذا يجعل النتيجة تقدم مزيدًا من الرؤى حول تبادل النميمة المصور في الفيلم، الذي يكون عبارة عن مزيج من سمات لغوية معينة تؤدي إلى أنواع ووظائف للنميمة تميل إلى نوع واحد أو وظيفة للنميمة. ومع ذلك، تختلف هذه الدراسة عن ثماني دراسات سابقة أخرى. يركز بحث ديفيس (2018)، وبورانين (2018)، وبرادفورد (2018)، ودييغو (2022) على تحليل النميمة بالتركيز على موضوع النمامين. يستخدم أنور (2022) نظرية كوتس (1997) للكلام الذكوري والنسائي لدراسة النميمة. بالإضافة إلى ذلك، قامت دراسة أخرى من قبل إرزا (2022)، ونويني (2020)، وإبكار (2018) بدراسة الفروق الجنسية في الاتصال بدلاً من النميمة كما يفعل الباحث التحليلي. وهذا يجعل دراستي تبرز بين الدراسات السابقة. ومع ذلك، هناك قيودًا على هذه الدراسة. النميمة المصورة في هذا الفيلم هي سرد مكتوب من قبل شخص واحد فقط، وهو المخرج أليكس هاردكاستل. وهذا يشير إلى أن حدوث النميمة ليس طبيعيًا أو معبرًا عن الحياة الواقعية. لذلك، يقترح الباحث أن الأبحاث المستقبلية يمكن أن تتعمق أكثر في أبعاد متعددة للنميمة التي تحدث شخصيًا في حياة الأشخاص. يمكن للباحثين الذين يهتمون بتحليل النميمة توسيع نطاق أبحاثهم من خلال دراسة النميمة في العديد من السياقات، مثل تحليل وجودها في الحي السكني أو في بيئة العمل. علاوة على ذلك، قد يستخدم الباحثون المستقبليون الأطُر النظرية البديلة المتعلقة بظاهرة النميمة. وبالتالي، لديهم القدرة على إنتاج نتائج متنوعة حول ظاهرة النميمة في المستقبل

Hoax narrative construction in the social space of rumbuk randu village in the Mahfud Ikhwan’s novel of Dawuk kisah kelabu dari rumbuk randu (2017)

Hoax becomes a social phenomenon that is formed and formed. This description causes hoaxes to operate in the social space. In the novel Dawuk Kisah Kelabu Dari Rumbuk Randu by Mahfud Ikhwan, hoaxes show that there is a structured effort that leads opinion to provocation. Rural social space becomes a possible field with many differences in capital in society. In this article will explore how hoax strategies in text narratives show rural social spaces that function to defend one's position. This study aims to show social space as a place for hoaxe’s formation. The method used is descriptive analysis method with the theory of Arena Pierre Bourdieu. The findings show that social space is used as a place of defense for a hoax-spreading agent named Warto Kemplung by using provocative language. The social space became the place where Warto Kemplung changed positions to influence the people in the village of Rumbuk Randu. The strategy with the latest topic language and the use of responsive language shows a picture of the production of oral speech as a language capital owned by Warto Kemplung. The existence of Warto Kemplung also shows the existence of village spaces and coffee shops as arenas in society as free fields anyone fill to maintain a position

Budaya Honor Shame dalam Konteks Pelayanan pada Sebuah Gereja Kota di Bekasi

Culture is the ecosystem in which an indivdiual live and interact with its society. This ecosystem shapes the how individiual and community think, feel and behave. Ministry is one of the areas in life that is affected by culture. This paper will explain about the concept of culture and more specifically the honor shame culture. The purpose of this research is to know the influence of honor shame culutre in the ministry of Gereja Kemah Injil Indonesia Jemaat Rehobot Taman Wisma Asri Bekasi. This research will be using ethnography approach. Theoritical findings through literature study will be evaluated and descriptively explained according to the findings acquired in the field using observation and interview. According to this research, the conclusion is that the ministry of Gereja Kemah Injil Indonesia Jemaat Rehobot Taman Wisma Asri Bekasi is influenced by the honor shame culture.Budaya merupakan suatu ekosistem di mana individu tinggal dan berinteraksi dengan lingkungan. Ekosistem ini memembentuk cara berpikir, bersikap dan berperilaku pribadi dan juga komunitas. Pelayanan merupakan salah satu bidang kehidupan yang juga terpengaruh dalam budaya. Untuk itu dalam tulisan ini akan dibahas mengenai konsep budaya secara umum dan secara khusus budaya honor shame. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari budaya honor shame dalam pelayanan di Gereja Kemah Injil Indonesia Jemaat Rehobot Taman Wisma Asri Bekasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ethnography. Temuan teoritis berdasarkan studi kepustakaan akan dibandingkan dan dijelaskan secara deskriptif lewat temuan di lapangan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pelayanan dalam Gereja Kemah Injil Indonesia Jemaat Rehobot Taman Wisma Asri Bekasi, dipengaruhi oleh budaya honor shame

Pemimpin Yang Melayani Dalam Mengatasi Counterproductive Work Behavior Pada Hotel X

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisiskepemimpinan yang melayani dalam mengatasi counterproductivework behavior pada Hotel X. Penelitian inimenggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Teknik analisadata untuk menguji keabsahan data menggunakantriangulasi data sumber. Hasil penelitian menunjukkanbahwa: (1) Kepemimpinan yang melayani mampumengurangi terjadinya counter-productive work behavior,tetapi tidak dapat menghilangkan sepenuhnya. (2) Ada tigacounter-productive yang ada di Hotel X pada saat ini, yaitu:gossip sesama rekan kerja, penggunaan bahasa kasar, danwaktu istirahat yang berlebihan

The Historical Study of Prostitution Practices and Its Fiqh Analysis

The practice of prostitution in Indonesia occurred from the time of the kingdom until after independence. In this country, prostitution is illegal, and the practice still exists today; prostitution is sexual activity between sellers and buyers in pleasure in the form of money or goods. This study will explain the historical study of prostitution in Indonesia. Through a qualitative approach, collecting relevant sources of books, articles, and online media supported by a historical-sociological approach This research results in that prostitution has long appeared, including during the time of the Prophet Muhammad. In the Prophet's time, there was still a practice of adultery narrated in the hadith that a woman complained to the Prophet that she committed adultery and wanted to be punished. The practice of sexual exploitation also occurs during the working period of Islamic Mataram through the King's concubine, who religiously must not exceed the four legal wives. Likewise, in the Dutch and Japanese, there was also prostitution. Several factors cause women to get caught up in the world of prostitution that is the most powerful there are economic factors. In normative boxing, all scholars or ulama agree that the practice of adultery through anything including localization or illegal prostitution, but in the view of the social jurisprudent, KH Sahal Mahfudz argues that localization can be a way out by eliminating it gradually and minimizing the greater negative impact

DIFFERENCES IN FOLKLORE BETWEEN SANGKURIANG (INDONESIA) AND THE OEDIPUS (GREECE) (A COMPARATIVE STUDY)

Every country has its own folklores, whether they are true stories or just fairy tales. The world consists of folklore from a different country but has a similar folklore story. One of them is Sangkuriang a folklore from Indonesia and The Oedipus Greece. This study aims to determine how the similarities and differences of the two folklores are. In analyzing this research, the author uses two approaches. The first is Greimas’ structural theory to analyze the structure of the folklore. And the second is a literary comparison approach. The result of this study indicated that there was both similarities and differences of story structure. There are similarities and differences in the structure of the story between Sangkuriang and The Oedipus. However, both not influence and influenced by another, because Sangkuriang represented of his own country, likewise of The Oedipus