24 research outputs found

    Kontradiksi Putusan Mahkamah Konstitusi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008)

    Get PDF
    Mahkamah konstitusi adalah lembaga negara yang didirikan untuk dapat menjamin hak-hak konstitusional warga negara yang putusannya selalu dinantikan untuk dapat menjamin hal-hal tersebut. Namun, tak dapat dipungkiri, beberapa putusan Mahkamah Konstitusi memunculkan penafsiran ganda, sebagaimana terdapat dalam Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 yang berkaitan dengan kebijakan tindakan khusus sementara dan sistem pemilihan umum. Penelitian ini mengkaji tentang peluang yang diberikan oleh MK terhadap kebijakan affirmative action dan kontradiksi yang terjadi dalam putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan doktrinal (normatif). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Terdapat kontradiksi dalam putusan MK ini antara kebijakan affirmative action dengan sistem pemilu yang ada. Kontradiksi tersebut terjadi karena disatu sisi MK tetap menjamin hak perempuan untuk dapat berpartisipasi dalam ranah politik namun disisi lain MK menggagalkan upaya peningkatan keterwakilan perempuan dengan merubah mekanisme penyelenggaraan pemilihan umum dengan suara terbanyak

    TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA

    Get PDF
    Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan besar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu perubahannya ialah perubahan gagasan kedauatan rakyat dalam UUD 1945. Perubahan tersebut lantas mempengaruhi sistem pemilihan umum di Indonesia dalam hal ini untuk memilih anggota legislatif. Sejarah telah mencatatkan sistem pemilu untuk memilih anggota legislatif di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada pemilu tahun 2014, sistem pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak. Berkaitan dengan berlakunya hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR, pengaturan tersebut masih menimbulkan persoalan. Hal ini disebabkan karena saat ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang duduk sebagai anggota parlemen karena legitimasi dari suara rakyat dalam artian dipilih secara langsung oleh rakyat, dan bukan dari suara Partai Politik. Sehingga legitimasi parpol dalam hal merecall anggotanya yang telah duduk di kursi DPR patut dipertanyakan. Apalagi beberapa kali kasus recall oleh partai politik terhadap anggota DPR terjadi semata-mata karena alasan politis partai. Pada pelaksanaannya, hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu prinsip kebebasan, kesetaraan dan persamaan, suara mayoritas, dan pertanggungjawaban. Selanjutnya jika dikaitkan dengan sistem proporsional terbuka saat ini, hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR dirasa masih perlu. Namun dalam pelaksanaannya tidak sepenuhnya mutlak berada di tangan partai politik tetapi partai politik perlu memperhatikan aspirasi konstituen yang telah memilihnya. Kata kunci : hak recall, kedaulatan rakyat, proporsional terbuk

    Pengakuan Model Noken Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pemilukada Lanny Jaya Papua Dan Implementasinya Terhadap Sistem Pemilu Di Indonesia

    Get PDF
    Dibalik sistem pemilukada secara nasional dan konstitusional, terdapat mekanisme pemilukada secara adat (model noken) yang dilaksanakan masyarakat adat Lanny Jaya Papua. Model pemilihan ini mendapat pengakuan secara implisit dan diakomodasi Hakim Mahkamah Konstitusi berdasarkan putusan Nomor 85/PHPU.D-IX/2011. Dari kajian yuridis normatif, dengan pendekatan penelitian melalui perundang-undangan (Statute Approach), dan pendekatan kasus (Case Approach), ditafsirkan bahwa pengakuan Mahkamah Konstitusi dalam mengakomodasi pemilukada secara adat, berdasarkan interpretasi, dengan pertimbangan yurisprudensi, konstitusi, dan nilai-nilai budaya. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam perspektif Teori Hukum Murni (Pure Theory of Law), secara substansial melihat yurisprudensi, Konstitusi, dan nilai-nilai budaya sebagai hubungan secara hirarki antara norma dasar, norma umum dan norma individual. Implikasi sebagai akibat hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi adalah pengakuan secara yuridis formal mekanisme secara adat (model noken) ke dalam sistem pemilu di Indonesia

    Epistemologi Ilmu Hukum : Studi Tentang Model Penalaran Dalam Penyusunan Tesis Di Program Magister Ilmu Hukum UMS

    Get PDF
    Tiga dimensi dari ilmu hukum, yakni dogmatik ilmu hukum, teori maupun filsafat berlomba-lomba untuk mencari kebenaran yang akan ditampilkan didalam ilmu hukum. Suatu ilmu akan terbentuk oleh seperangkat lapangan diskursif yang memiliki status, unit, organisasi maupun fungsi yang sama sebagai ilmu pengetahuan yang dihadirkannya. Orientasi didalam melakukan penelitian mengindikasikan adanya suatu kaitan yang erat antara pandangan falsafati seorang peneliti dengan metode yang dipilih dan digunakan dalam melakukan penelitian. Disinilah problem metodologis daripada epistemologi ilmu hukum diperdebatkan. Pilihan terhadap satu dimensi akan memiliki konsekuensi-konsekuensi metodologi terhadap pilihan penalaran yang akan digunakannya dalam merumuskan konklusi. Konsekuensi terburuknya ialah ketersesatan, sehingga penelitian akan kehilangan nilai ilmiah

    Model Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah Lewat Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi(TP-TGR) (Studi Kasus di Kabupaten Rembang)

    Get PDF
    The purpose of this research was to determine the loss settlement countries / regions through repertory demands and damages (TP-S), to determine the implementation of the Settlement loss countries / regions through treasury and Indemnity Claims (TP-S) in the District of Apex, and construct how the model Settlement loss countries / regions in the future. This type of research is the study of normative juridical approach (Juridical approach), date used secondary data (literature) consisting of primary legal materials, secondary and tertiary. The results of the study found; (1) completion of a country other than the loss pursued through the criminal and civil administrative channels are also available as an internal control both central and local bureaucracy, kerugaiannegra it could be money or goods performed by the treasurer or not bendaha as well as other parties, involving actors treasurer handled by CPC, while perpetrators carried out by civil servants not the treasurer or other officer, by a team called the Assembly of the TP-SE. (2) recovery of damages in the district Country / region conducted by the SE, while the cases only civil cases not done by the treasurer or other officer, with a variety of motifs, implementation that there is complete and there is not yet finished, unfinished because disebakakan by bebera things: a) there bebasa decision of the court which is final, b) the offender has been fired, c) the perpetrator had not been identified d) then the absence of a reference singkoronisasi rules, especially the team's technical directives vacancy norm. (3) future models need to be made to repair the existing miraculous aspects: a) institutions need to be strengthened, b) existing regulations must be made synchronous and sufficient in order to be a definitive reference TPGR teams, such as technical regulations that have not been there for a while it's recommended to make PERDA fill the kekososngan, c) for which difficult cases encountered such cases already get free pustasan of penagdilan should not be made a rule that states no longer allowed to be processed by the SE team, as it collides with the principle of legal certainty and well-laws. So it is necesssry also to do judicial review of article 6 paragraph (1) of 2004 on the state treasury

    EKSISTENSI KASULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

    Get PDF
    Permasalahan eksistensi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mengemuka tatkala Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan Sabda Raja dan Dhawuh Raja tahun 2015 yang bertentangan dengan paugeran. Pun kedudukan Sultan yang coba dirongrong, dengan mengintrodusir wacana mekanisme demokrasi dalam sistem pemilihan gubernur DIY. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis eksistensi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, (2) menganalisis eksistensi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningarat dan implikasinya terhadap keistimewaan DIY (3) merumuskan konsep Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Metode penelitiannya, penelitian hukum normatif dilengkapi dengan wawancara. Menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan , dan bahan hukum sekunder yang berupa literatur yang relevan dengan objek yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis (historical approach) dan perundang-undangan (statute approach) serta dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan, setelah Indonesia merdeka, pertama, pemberian Piagam Kedudukan oleh Presiden Soekarno merupakan rekognisi konkrit (de facto) atas Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, kedua, secara de jure diakui secara penuh keberadaannya berdasarkan konstitusi dan peraturan-perundang-undangan dalam kerangka NKRI sebagai daerah istimewa setingkat provinsi dan ditegaskan keistimewaannya melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2012. Implikasi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat terhadap keistimewaan DIY adalah pemberian beberapa kewenangan istimewa, yaitu pengisian jabatan Gubernur, kelembagaan Daerah, Kebudayaan, Pertanahan dan Tata Ruang. Secara spesifik berupa Pilkada Asimetris DIY, dan Tata Pemerintahan Daerah DIY. Konsep Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, pertama, kepemimpinan yang mendorong keistimewaan DIY melalui penguatan nilai-nilai paugeran Kasultanan yang dapat mendukung konsep pemerintahan campuran (mixed government) monarki, demokrasi dan transendensi dalam lingkup NKRI. Kedua, terciptanya hubungan yang seimbang pusat-daerah, di satu pihak Pemerintah RI sudah mengakomodasi keinginan masyarakat DIY (in case Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) melalui UU No. 13 Tahun 2012, di sisi lain Kasultanan diwajibkan melakukan penyempurnaan dan penyesuaian peraturan sebagaimana diperintahkan UU No. 13 Tahun 2012

    Analisis Yuridis Terhadap Perizinan Pemanfaatan Air Tanah Oleh PT Tirta Investama Di Kabupaten Klaten

    Get PDF
    Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mekanisme perizinan dan kesesuaian pemberian izin terhadap Undang-undang Sumberdaya Air dalam keterkaitannya antara keseimbangan pendapatan asli daerah, konservasi sumberdaya air dan pemenuhan masyarakat akan hak atas air. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan analisis data secara kualitatif. Peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Bupati Klaten telah memberikan perizinan pemanfaatan air tanah kepada PT Tirta Investama baik secara mekanisme administratif, maupun teknis pengelolaan sesuai dengan Undang-Undang Sumberdaya Air. PT Tirta Investama telah melengkapi semua persyaratan yang diminta oleh Pemerintah Daerah, tetapi Bupati belum mengeluarkan izin perpanjangan yang telah habis dan menggunakan rekomendasi teknis dari Gubernur sebagai dasar hukum. Pengawasan Pemerintah Daerah juga belum sesuai dengan undang-undang, karena tidak melibatkan peran serta masyarakat. Pemberian izin kepada PT Tirta Investama tersebut telah memenuhi keseimbangan Pendapatan Asli Daerah, pemenuhan hak atas air dan konservasi sumberdaya air guna mewujudkan kebermanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Sumberdaya Air

    Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Desa Di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten

    Get PDF
    The purpose of this study was to determine the mechanisms and constraints of village fund management and to analyze and recommend a settlement concept to realize the transparency of village fund management in Delanggu District, Klaten Regency. The research method uses a descriptive sociological legal approach. Sources of data obtained from primary data in the form of facts or facts or information from the results of research conducted by the author directly at the research location, namely the results of observations and interviews. While secondary data includes legal materials in the form of primary legal materials and secondary legal materials. Data collection techniques through field studies, namely observation and interviews. The data analysis method used descriptive qualitative. The results showed that the mechanism for managing village funds was through the stages of accountability reports in financial management. Meanwhile, the obstacles faced by the two villages are that they do not have human resources who are proficient in accessing digital applications, so that both of them do not have digital means of reporting digital accountability to the public. In addition, the concept of transparency in the management of village funds has not been fulfilled, because it has not utilized digitalization in informing the public about the accountability of village fund management. The settlement efforts offered by the author are (1) Optimizing the use of digitalization by creating and activating the use of websites and social media to report village fund management accountability from planning to reporting which also includes digital complaint facilities and follow-up to these complaints, (2) Improving the quality of human resources by providing digital training, village fund management training, and community complaint resolution training, and (3) Optimizing the delivery of transparency in community activities

    Fungsi DPRD dalam Pembentukan Peraturan Daerah (Studi Proyeksi Periode 2019-2024 Dari Perspektif Periode 2014-2019 DPRD Kabupaten Ponorogo)

    Get PDF
    This study aims to describe and implement the realization of the initiative of the DPRD Ponorogo Regency DPRD in the legislative function of the 2014-2019 period, the factors that hinder and support the realization of the PERDA initiative of the DPRD in the DPRD of the Regency of Ponorogo, the future projection of the DPRD of the Ponorogo Regency in carrying out the legislative function in 2019-2024 related to regulatory obesity. This research is based on the empirical juridical approach method. Therefore in this research, it is prioritizing primary data collected by interviews and observations, and supported by secondary data collected by library research. Data analyzed descriptively qualitative. Based on the results of the study it was found that, the realization of the DPRD initiative in the district of Ponorogo in carrying out the legislative function of the 2014-2019 period did not go well. Inhibiting factors, namely the quality of human resources, aspects of participation and communication, the ability and lack of experts, clash with the law, the budget. meanwhile, the supporting factors for the realization of the perda initiative in the district of ponorogo are facilities and infrastructure, stakeholder support, future projections, namely efficiency and effectiveness, no obseitas perda, application of dprd tatib, expanding the range of functions to absorb the aspirations of the community, creating a good work culture and improving the quality of source resources human powe

    DESAIN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM PERSPEKTIF DEMOKRASI PERMUSYAWARATAN BERBASIS PANCASILA

    Get PDF
    Penelitian disertasi yang berjudul Desain Pengambilan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Perspektif Demokrasi Permusyawaratan Berbasis Pancasila, akan mengkaji kedaulatan rakyat atau demokrasi modern adalah demokrasi dengan sistem representasi sebagai perkembangan dari demokrasi langsung. Demokrasi sistem representasi, rakyat akan memilih seseorang yang ada diantara mereka sendiri untuk menjadi wakilnya. Sistem kedaulatan rakyat, dirancang untuk memberdayakan peran penting lembaga perwakilan yang berkembang dengan kekuatan rakyat dan disesuaikan dengan nilai-nilai filosofis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disertasi ini bertujuan akan menganalisis dan menjelaskan telaah kritis kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum maupun sesudah amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Serta menemukan konsep Desain Pengambilan Keputusan MPR dalam Perspektif Demokrasi Permusyawaratan yang Berbasis Pancasila. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu meneliti peraturan perundangan yang memberikan atribusi kewenangan kepada MPR, terutaman kewenangan terhadap pengambilan keputusan, yang secara khusus melahirkan keputusan yang berdampak hukum, apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi permusyawaratan. Hasil dari penelitian disertasi ini adalah pada dasarnya Negara Indonesia, telah mengenal tatanan kehidupan demokratis sejak sebelum negara Indonesia lahir, yaitu kedaulatan rakyat atau demokrasi berdasarkan pada nilai-nilai pertimbangan untuk mencapai konsensus.Pembangunan, demokrasi di Indonesia, sistem modern mengarah ke liberalisme (barat / pemilihan) telah menggesesr sistem tradisional (musyawarah).Telaah kritis yang dilakukan terhadap kewenangan pengambilan keputusan MPR baik sebelum maupun sesudah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, serta keterlibatan pihak dan mekanisme dalam pengambilan keputusan di MPR. Sebab sejauh pengamatan yang dilakukan oleh penulis, mengenai tata cara pengambilan keputusan dalam prakteknya yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) lebih condong kepada demokrasi barat dengan mengedepankan voting (suara terbanyak) dan tidak sejalan dengan demokrasi permuyawaratan berbasis Pancasila serta tidak mengandung nilai-nilai kedaulatan rakyat. Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah perlu adanya perbaikan yang mendasar untuk mewujudkan demokrasi permusyawaratan yang berbasis Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu antara lain; kehidupan manusia, mental-spiritual, institusional-politikal dan material-tehnologikal. Disamping itu, perlu adanya amandemen terhadap UUD 1945 yang mengutamakan pada pelaksanaan prinsip demokrasi kelembagaan perwakilan rakyat (MPR, DPR, DPD). ABSTRACKT The dissertation research entitled The People's Consultative Assembly Decision Making Design in the Perspective of Pancasila-Based Deliberative Democracy, will examine the sovereignty of the people or modern democracy is democracy with a representation system as a development of direct democracy. In a democratic representation system, the people will choose someone among themselves to be their representative. The system of people's sovereignty is designed to empower the important role of representative institutions that develop with the power of the people and are adapted to philosophical values in the life of the nation and state. This dissertation aims to analyze and explain a critical analysis of the authority of the People's Consultative Assembly (MPR) before and after the amendments to the 1945 Constitution. As well as discovering the concept of MPR Decision-Making Design in a Pancasila-Based Deliberative Democracy Perspective. This research uses normative juridical research, which examines the laws and regulations that assign authority to the MPR, especially the authority over decision making, which specifically produces decisions that have legal implications, whether they are in accordance with the principles of deliberative democracy. The results of this dissertation research are that basically the Indonesian State has recognized the democratic life order since before the Indonesian state was born, namely people's sovereignty or democracy based on the values of consideration to reach consensus. Development, democracy in Indonesia, the modern system leads to liberalism (western / election) has shaken the traditional system (musyawarah). The critical review carried out on the MPR's decision-making authority both before and after the amendments to the 1945 Constitution, as well as the involvement of parties and mechanisms in decision making in the MPR. Because as far as observations made by the author, regarding the procedures for decision making in practice carried out by the People's Consultative Assembly (MPR) is more inclined towards western democracy by promoting voting (most votes) and is not in line with Pancasila-based democracy and does not contain values. population sovereignty. Recommendations given in this study are that there is a need for fundamental improvements to realize Pancasila-based democracy in the life of the nation and state, namely; human life, mental- spiritual, institutional-political and material-technological. In addition, there is a need for amendments to the 1945 Constitution which prioritizes the implementation of democratic principles of people's representative institutions (MPR, DPR, DPD)
    corecore