327 research outputs found
Multilateral Transparency for Security Markets Through DLT
For decades, changing technology and policy choices have worked to fragment securities markets, rendering them so dark that neither ownership nor real-time price of securities are generally visible to all parties multilaterally. The policies in the U.S. National Market System and the EU Market in Financial Instruments Directive— together with universal adoption of the indirect holding system— have pushed Western securities markets into a corner from which escape to full transparency has seemed either impossible or prohibitively expensive. Although the reader has a right to skepticism given the exaggerated promises surrounding blockchain in recent years, we demonstrate in this paper that distributed ledger technology (DLT) contains the potential to convert fragmented securities markets back to multilateral transparency.
Leading markets generally lack transparency in two ways that derive from their basic structure: (1) multiple platforms on which trades in the same security are matched have separate bid/ask queues and are not consolidated in real time (fragmented pricing), and (2) highspeed transfers of securities are enabled by placing ownership of the securities in financial institutions, thus preventing transparent ownership (depository or street name ownership). The distributed nature of DLT allows multiple copies of the same pricing queue to be held simultaneously by a large number of order-matching platforms, curing the problem of fragmented pricing. This same distributed nature of DLT would allow the issuers of securities to be nodes in a DLT network, returning control over securities ownership and transfer to those issuers and thus, restoring transparent ownership through direct holding with the issuer.
A serious objection to DLT is that its latency is very high—with each Bitcoin blockchain transaction taking up to ten minutes. To remedy this, we first propose a private network without cumbersome proof-of-work cryptography. Second, we introduce into our model the quickly evolving technology of “lightning networks,” which are advanced two-layer off-chain networks conducting high-speed transacting with only periodic memorialization in the permanent DLT network. Against the background of existing securities trading and settlement, this Article demonstrates that a DLT network could bring multilateral transparency and thus represent the next step in evolution for markets in their current configuration
Perbedaan pengaruh latihan menggunakan pendekatan pembelajaran taktis dan pendekatan pembelajaran teknis terhadap keterampilan menggiring bola ditinjau dari kekuatan otot tungkai” (eksperimen pada Siswa Ekstrakurikuler Sepakbola MA GUPPI AL Barkah Kabupaten Ciamis)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan pengaruh latihan
menggunakan pendekatan pembelajaran taktis dengan pendekatan pembelajaran teknis
terhadap keterampilan menggiring bola, (2) perbedaan keterampilan menggiring bola
antara siswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah, (3) pengaruh
interaksi antara latihan menggunakan pendekatan taktis dengan pendekatan taktis dan
kekuatan otot tungkai terhadap keterampilan menggiring bola.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 X
2. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota ekstrakurikuler sepakbola MA GUPPI
Al Barkah yang berjumlah 66 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
random sampling. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan ANAVA.
Sebelum menguji dengan ANAVA, terlebih dahulu digunakan uji prasayarat analisis
data dengan menggunakan uji normalitas sampel (Kolmogrov Smirnov dimana Data
penelitian dikatakan berdistribusi normal jika hasil penghitungan SPSS nilai p-value /
sig. >0,05) dan Uji homogenitas varians (Levene Test dimana jika hasil dari
penghitungan SPSS mendapatkan nilai p-value > 0,05 maka varian data penelitian telah
homogen)
Berdasarkan hasil penelitian waktu menggiring bola antara pembelajaran teknis
dan taktis sesudah perlakuan. rata-rata waktu menggiring bola pada kelompok
pembelajaran taktis rata-rata adalah 14.698 detik dan pada kelompok teknis rata-rata
17.226 detik dengan selisih antara model pembelajaran taktis dan teknis sebesar 2.528
detik. Waktu menggiring bola pada siswa dengan kekuatan otot tungkai rendah rata-rata
adalah 16.764 detik dan pada siswa dengan kekuatan otot tungkai tinggi rata-rata 15.159
detik dengan selisih antara kekuatan otot tungkai tinggi dan otot tungkai rendah sebesar
1.605 detik. berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kekuatan otot
tungkai sesudah adanya perlakuan. Dimana Kelompok metode pembelajaran
menggiring bola dengan pendekatan taktis kriteria sampel kekuatan otot tungkai rendah
mendapatkan rata rata 16.064 detik dan kelompok metode pembelajaran menggiring
bola dengan pendekatan taktis kriteria sampel kekuatan otot tungkai tinggi mendapatkan
rata-rata 13.331 detik, dimana selisih keduanya sebesar 2.733 detik.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut (1) ada
perbedaan pengaruh latihan menggunakan pendekatan pembelajaran taktis dan
pendekatan pembelajaran teknis terhadap keterampilan menggiring bola dan yang
paling berpengaruh terhadap keterampilan menggiring bola adalah siswa dengan model
pembelajaran taktis. (2) Ada perbedaan pengaruh keterampilan menggiring bola bagi
siswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah. Dan yang paling
berpengaruh terhadap keterampilan menggiring bola adalah siswa yang memiliki
kekuatan otot tungkai tinggi. (3) Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran (taktis
dan teknis) dan kekuatan otot tungkai terhadap keterampilan menggiring bola. Dimana
pembelajaran taktis yang ditunjang dengan kekuatan otot tungkai tinggi akan lebih
efektif dalam mempercepat waktu menggiring bola dibandingkan dengan interaksi
lainnya. Sedangkan interaksi lainnya yaitu Taktis /Rendah, Teknis /Rendah, dan Teknis
/Tinggi tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam waktu menggiring bola
Kata Kunci: Latihan Pendekatan Pembelajaran Taktis, Latihan Pendekatan
Pembelajaran Teknis, Kekuatan Otot Tungkai, Sepakbola
Sexismo en "digimon": Quince años de inmovilismo
Este artĂculo cientĂfico tiene como objetivo realizar un análisis descriptivo
sobre el sexismo que mantiene una popular serie japonesa de dibujos animados, “Digimon”. Este programa fue emitido por primera vez en España en el año 2000 y en la actualidad sigue transmitiendo la imagen tradicionalista de los roles sexuales a todos los niños que siguen ese programa. Para poder afirmar lo dicho, se han comparado las principales caracterĂsticas personales que la serie otorga a cada uno de sus protagonistas en funciĂłn de su sexo y las metas que han logrado en las dos primeras temporadas de esta longeva serie, con el nuevo material audiovisual que se ha presentado en el año 2015; junto a un análisis denotativo de los adjetivos calificativos que los protagonistas humanos de la serie usan en cuatro capĂtulos escogidos al azar de la primera temporada y de los primeros cuatro capĂtulos de su Ăşltima temporada. Las conclusiones son claras; tanto en el nuevo como en el viejo material, los protagonistas varones y sus acompañantes representan los estereotipos sexuales masculinos tĂpicos: fuerte liderazgo e importancia de la valentĂa y fortaleza; mientras que las mujeres, representan los roles sexuales femeninos clásicos: actitud sumisa respecto el lĂder grupal, gran capacidad de autosacrificio o demostrar afecto por los demás
VIOLENCIA Y ROLES DE GÉNERO
Trabajo Fin de Máster. Máster en PsicologĂa Aplicada (Especialidad de Salud). 2012/201
Historical review about sexism in spanish films. The strange case of the film 'Amanece que no es poco'
Se presenta en esta investigaciĂłn una revisiĂłn sistĂ©mica de artĂculos cientĂficos
relacionados con pelĂculas españolas que abordan situaciones de violencia hacia las
mujeres y/o que tratan a Ă©stas bajo el prisma tradicional de los roles sexuales,
permitiendo que esos actos agresivos se enmarquen, de forma exclusiva, en el ámbito
domĂ©stico. De forma sorprendente, en todos los artĂculos y revisiones de pelĂculas que
se centran en el papel de la mujer y/o de la violencia que Ă©sta sufre, la cĂ©lebre pelĂcula
de José Luis Cuerda Amanece, que no es poco, ni siquiera es nombrada como simple
ejemplo de pelĂcula española donde la violencia de gĂ©nero es evidente
- …