24 research outputs found

    Human Suffering and Theological Construction of Suffering

    Get PDF
    oai:ojs.pkp.sfu.ca:article/369Suffering, as a natural part of life, will be burdensome and burdensome when we respond in the wrong way. Therefore, it is necessary to have a theological construction so that humans can survive and pass through their sufferings victoriously. This paper aims to build a theological response to human suffering by proposing the presence of a theology of suffering. It can be concluded that through the theology of suffering, suffering humans can accept suffering as God's sovereignty. This theology also builds on the understanding that the way of suffering can identify God. The suffering experienced by humans does not come immediately because it has a unique purpose for everyone. It is also found that in the theology of suffering, God suffered through the death of His Son on the Cross for the benefit of humanity. This paper is written entirely with an analytic approach by relying on various theories and interpretations of Bible verses through in-depth literature studies ABSTRAK: Penderitaan sebagai bagian alami kehidupan, akan menjadi sesesuatu yang membebani dan menjerumuskan ketika ditanggapi dengan cara yang salah. Oleh sebab itu, diperlukan kehadiran sebuah konstuksi teologis agar manusia dapat bertahan dan melewati penderitaanya dengan kemenangan. Paper ini bertujuan untuk membangun tanggap teologis terhadap penderitaan manusia dengan mengusulkan kehadiran teologi penderitaan. Disimpulkan bahwa melalui teologi penderitaan, manusia yang menderita dapat menerima penderitaan sebagai sebuah kedaulatan Tuhan. Teologi ini juga membangun pengertian bahwa Allah dapat dikenali melalui jalan penderitaan. Penderitaan yang dialami manusia tidak hadir serta merta karena memiliki tujuan khas bagi setiap orang. Juga ditemukan bahwa di dalam sebuah teologi penderitaan, Allah ikut menderita melalui kematian anak-Nya di atas Salib untuk kepentingan manusia. Paper ini sepenuhnya ditulis dengan pendekatan analitik dengan mengandalkan berbagai teori dan tafsiran ayat-ayat Alkitab melalui pendalaman kajian pustaka

    Pendekatan Reader Response Criticism terhadap Narasi Tulah di Mesir dalam Peristiwa Keluaran

    Get PDF
    Reader Response Criticism (RRC) is a postmodern hermeneutic approach that emphasizes meaning lies not in the hands of the writer or text but the reader's hands. With this method, the approach to obtaining meaning depends very much on the reader's experience and the extent to which he places himself in the text. The problem is when this approach used for hermeneutical scriptures, and some new meanings emerge that even outperform mainstream textual meanings. This paper contains a discussion of the RRC approach and its use in analyzing the scriptures. The narrative used is the portion of the exodus of the children of Israel from Egypt, where Elohim dropped ten plagues upon Egypt. New meaning instruments produced with this approach, such as plagues, are not merely miracle stories but products of natural phenomena. Likewise, the act of God in the plagues can be understood as an act of anger and discrimination. It can conclude that as a critical approach, the RRC method could not be entirely applied to hermeneutical scriptures because there are parts of the scriptures that must be preserved literally as part of the truth of the faith of believers. While on the other hand, the RRC is open to multiple meanings, which contradict the literal meaning in the text and context

    Model pendidikan nasionalis-religius Yahudi, dan refleksinya dalam pendidikan teologi di Indonesia

    Get PDF
    This paper examines the practice of teaching and learning in the education system in Israel and its central role in shaping students' national insight. The method used is a characteristic-thinking analysis which is reported qualitatively descriptively. The analysis results show that the Israeli education system based on religious teachings has succeeded in forming the national insight and spirit of nationalism of students, which is then referred to as religious nationalism. Through the Havruta system or learning in pairs, each student is guided to find the meaning of the text and apply the text in the practice of living within the framework of national identity. This study proposes that the Indonesian theological education system needs to develop a similar model within the Indonesian context. Further research is needed to develop typical Indonesian models to produce Christian theologians integrated as salt and light in maintaining Indonesian identity.AbstrakPaper ini mengkaji praktik belajar mengajar di dalam sistem pendidikan di Israel dan peran sentralnya di dalam membentuk wawasan kebangsaan peserta didik. Metode yang dipergunakan adalah cirical-thinking analysis yang dilaporkan secara kualitatif-deskriptif. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sistem pendidikan Israel yang berbasis pada ajaran agama berhasil membentuk wawasan kebangsaan dan semangat nasionalisme peserta didik yang kemudian disebut sebagai nasionalisme-religius. Melalui sistem Havruta atau belajar berpasangan, setiap siswa dituntun menemukan makna teks dan menerapkan teks tersebut di dalma praktik kehidupan dalam kerangka identitas nasional. Penelitian ini mengusulkan bahwa sistem pendidikan teologi Indonesia perlu mengembangkan model serupa tetapi di dalam konteks keindonesiaan. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengembangkan model-model khas Indonesia untuk menghasilkan teolog Kristen yang terintegrasi sebagai garam dan terang di dalam mempertahankan identitas keindonesiaan

    Persoalan Corpus Delicti dalam Teologi Kristen tentang Persidangan Ilahi

    Get PDF
    This study aims to examine and examine the concept of the divine trial regarding every human act at the end of time by using the Corpus Delicti perspective that was initiated by Erastus Sabdono regarding the fall of Lucifer. Corpus Delicti is a principle that emphasizes that a person cannot be punished unless proven guilty. It is concluded that in the concept of Christian theology, all people will actually stand before God, the Judge and all their deeds in the world are evidence for God to give rewards. The Corpus Delicti conception cannot be fully applied in Christian theology except definitively about its meaning. Because this term only and always refers to evil, whereas in Christian theology, divine commerce also includes good works. The analysis was carried out using the technique of fits biblical expectations, which is based on commentaries, conceptions, and views of theologians in books and journal papers. Abstrak Penelitian ini bertujuan menelaah dan meneliti konsepsi persidangan ilahi menyangkut setiap perbuatan manusia di akhir zaman dengan mengguna-kan cara pandang Corpus Delicti yang digagas oleh Erastus Sabdono mengenai kejatuhan Lucifer. Corpus Delicti adalah prinsip yang menekankan bahwa sese-orang tidak dapat dihukum kecuali dibuktikan bersalah. Disimpulkan bahwa di dalam konsep teologi Kristen, semua orang justru akan berdiri di hadapan Tuhan, Sang Hakim, dan semua perbuatannya di dunia adalah alat bukti bagi Tuhan untuk memberikan ganjaran. Konsepsi Corpus Delicti tidak dapat dipa-kai sepenuhnya di dalam teologi Kristen kecuali secara definitif tentang penger-tiannya. Sebab, istilah ini hanya dan selalu merujuk pada kejahatan sedangkan di dalam teologi Kristen, persidagangan ilahi juga mencakup perbuatan baik. Analisis dilakukan dengan teknik fits biblical expectations yang berpijak pada commentary, konsepsi dan padangan teolog di dalam buku dan paper jurnal

    Strategi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Di Dalam Penelitian Agama

    Get PDF
    Research does not start from the method but must depart from the root of the problem. Formulating precisely the paradigm and background of the research will help researchers design the research design and determine the method to use. In this case, quantitative, qualitative or a mixture of both can use. Through this paper, it explains that religious research and various topics within it are open with various approaches because of their nature as science. This paper builds research insights ranging from understanding the research itself, determining and formulating research problems to choosing the right approach by introducing various methods. Through this paper, it expected that there would be no difficulty in colliding the paradigm in conducting religious research with a qualitative, quantitative or both approaches. Penelitian tidak dimulai dari metode tetapi harus berangkat dari akar permasalahan. Merumuskan secara tepat paradigma dan latar belakang penelitian akan membantu peneliti merancang desain penelitian dan menentukan metode yang akan digunakan. Dalam hal ini, dapat digunakan pendekatan kuantitatif, kualitatif atau campuran keduanya. Melalui tulisan ini dipaparkan bahwa penelitian agama dan berbagai topik di dalamnya terbuka dengan berbagai pendekatan karena sifatnya sebagai ilmu pengetahuan. Paper ini membangun wawasan penelitian mulai dari pemahaman tentang penelitian itu sendiri, penentuan dan perumusan masalah penelitian hingga memilih pendekatan yang tepat melalui perkenalan terhadap berbagai metode. Melalui paper ini diharapkan tidak terdapat kesulitan benturan paradigma di dalam menjalankan penelitian agama dengan pendekatan kualitatif, kuantitatif atau keduanya

    PERSPEKTIF ANTROPOLOGI DAN RELIGI PERKAWINAN SUKU NIAS

    Get PDF
    Marriage in Nias included in a traditional marriage model heavily influenced by the Nias people's pre-Christian culture and the customary law called Fondrako. That is why the color of local wisdom in its implementation is evident, but it also becomes a syncretism whenever it intersects with religious teachings. The Nias marriage scheme is, and what kind of Fondrako customary law influences its implementation, and the theological reposition of religion in the traditional marriage system is the discussion and objectives of this paper.  The method used is a literature study with qualitative analysis, which utilizes primary sources about Nias from books and research results. Conclusion: the practice of marriage in Nias took place in three stages, namely the search for the bride and groom (famaigi ono alawe), engagement (fanunu manu), and the implementation of the marriage itself (falöwa). Cultural values in Nias weddings are still solid and practiced today. The church in Nias has succeeded in carrying out the spiritual inclusion of tribal religions into Christianity in marriage procedures. One of this research's contributions is the need for awareness for the new generation of Nias to realize the Nias marriage scheme in its philosophical values rather than rejecting it for complicated and burdensome procedural reasons. The Nias generation itself must defend this cultural wealth.Pernikahan di Nias termasuk dalam sebuah model perikahan adat yang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan pra Kristen dan hukum adat yang disebut Fondrako. Itu sebabnya warna kearifan lokal di dalam penyelenggaraannya sangat kentara, tetapi juga menjadi sebuah sinkretisme manakala beririsan dengan ajaran agama. Bagaimana skema pernikahan Nias, dan seperti apa hukum adat Fondrako membawa pengaruh di dalam pelaksanaannya, serta reposisi teologis agama di dalam sistem adat pernikahan adalah pembahasan dan tujuan yang ingin dikemukakan di dalam paper ini. Metode yang dipergunakan adalah studi pustaka dengan analisis kualitatif, yang memanfaatkan sumber-sumber primer tentang Nias dari buku-buku dan hasil penelitian. Disimpulkan bahwa praktik pernikahan di Nias berlangsung di dalam tiga tahap yakni pencarian calon mempelai (famaigi ono alawe), pertunangan (fanunu manu) dan pelaksanaan pernikahan itu sendiri (falöwa). Nilai-nilai budaya di dalam pernikahan Nias masih sangat kental dan dipraktekkan hingga dewasa ini. Gereja di Nias berhasil pada batas-batas tertentu melakukan inklusi rohani dari agama suku kepada agama Kristen di dalam tata cara pernikahan. Salah satu kontribusi penelitian ini adalah, perlu kesadaran bagi generasi baru Nias untuk menyadari skema perkawinan Nias di dalam nilai filosofisnya daripada menolaknya karena alasan prosedural yang ribet dan membebani. Kekayaan budaya ini harus dipertahkan oleh generasi Nias sendiri

    Eksegesis Kisah Para Rasul 2:42-47 untuk Merumuskan Ciri Kehidupan Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalem

    Get PDF
    The life of the first Christian community in Jerusalem was a pattern of true church life. This pattern should be seen in the modern church. The pattern is found through the method of exegesis in Acts 2: 42-47. As a result, there are four characteristics of the spiritual life of the early church community: strong in the Word of God, living consistently in fellowship, having a lifestyle of prayer and caring for others.AbstrakKehidupan jemaat mula-mula di Yerusalem adalah sebuah pola (pattern) dari kehidupan gereja yang sejati. Pola seperti ini seharusnya terlihat di dalam gereja modern. Penggalian terhadap pola itu ditemukan melalui metoda eksegesa di dalam Kisah Para Rasul 2:42-47. Sebagai hasilnya terdapat empat ciri kehidupan rohani jemaat mula-mula, yakni: berakar kuat di dalam Firman, hidup di dalam persekutuan, memiliki gaya hidup doa dan peduli terhadap sesama

    Pola Hermenetik Sastra Hikmat Orang Ibrani

    Get PDF
    Sonny Eli Zaluchu, The Hermenetic Pattern of Hebrew Wisdom Literature. Hebrew Wisdom Literature is one of the most distinctive kinds of literature that can found in the Old Testament. Particular hermeneutic patterns are needed to interpret literary books. The writings of the wisdom literature of the Hebrew people are rich in various types of literary styles from being oral traditions to written forms and being part of the Old Testament canon. This paper aims to form a hermeneutic pattern in the form of defining literary categories, capturing the main ideas of the writer, seeing the text in context, and paying attention to the style of language. Studying these four patterns will help the interpreter elevate the meaning of the contents of the literature of Wisdom. Writing presented in a descriptive, analytical form. Sonny Eli Zaluchu, Pola Hermenetik Sastra Hikmat Orang Ibrani. Sastra Hikmat Orang Ibrani adalah salah satu sastra yang sangat khas yang dapat dijumpai di dalam Perjanjian Lama. Diperlukan pola hermenetik khusus untuk melakukan penafsiran terhadap kitab-kitab sastra tersebut. Hal tersebut diper-lukan karena tulisan sastra hikmat orang ibrani kaya dengan berbagai jenis gaya kesusasteraan sejak men-jadi tradisi oral hingga dalam bentuk tertulis dan menjadi bagian dari kanon Perjanjian Lama. Tulisan ini bertujuan merumuskan pola hermenetik berupa menentukan kategori sastra, menangkap gagasan utama penulis, melihat teks di dalam konteks, dan memperhatikan gaya bahasa. Mempelajari keempat pola ter-sebut akan menolong penafsir mengangkat makna dari isi kitab-kitab sastra Hikmat. Tulisan disajikan di dalam bentuk deskriptif analitis

    Personalized Versus Socialized Charismatic Leader: Autobiografi Pelayanan Simson Sebagai Hakim Israel

    Get PDF
    Kehidupan Simson adalah sebuah studi kepemimpinan yang menarik untuk dikaji. Selama dua puluh tahun menjadi hakim Israel, Simson tampil dengan kekuatan supernatural Allah yang tak tertandingi. Tetapi, awal yang baik itu tidak berakhir dengan tuntas. Simson memerlihatkan kelemahan karakter, dekadensi moral dan pembangkangan terhadap aturan kenaziran yang seharusnya ditaatinya. Simson jatuh ke dalam pelukan berbagai wanita kafir dan kekuatannya hilang akibat rayuan maut Delila. Simson mengira dirinya masih dipakai Tuhan, tetapi kenyataannya berakhir di penggilingan. Penelitian ini merupakan autobiography research yang berfokus pada kehidupan Simson. Framing yang dipergunakan di dalam analisis adalah pendekatan kepemimpinan (leadership). Temuan memerlihatkan bahwa Simson menekankan tipe kepemimpinan personalized charismatic leader. Pengalaman kepemimpinan Simson memberikan dua basis lingkungan yang seharusnya ada di ruang lingkup seorang pemimpin. Pertama basis sosial. Pemimpin yang berada di dalam basis sosial yang baik akan mendapat dukungan moral, emosi dan strategi dari orang-orang yang ada disekitarnya. Melaluinya pemimpin menjalani kekuasannya tidak otoriter, tidak mutlak dan egaliter. Basis kedua adalah lingkungan rohani. Panggilan pelayanan harus diimbangi dengan kehidupan rohani yang kuat. Hanya dengan cara ini seorang pemimpin tetap berada di dalam panggilannya, mengutamakan panggilan dan menjalaninya dengan takut akan Tuhan. Kepemimpinan memang selalu membawa hal-hal korup. Tetapi jika kedua basis ini secara ketat menempel seorang pemimpin, sebesar apapun kekuasaan yang dimilikinya, tetap tidak dapat diselewengkan tanpa diketahui dan dievaluasi

    Mengkritisi Teologi Sekularisasi

    Get PDF
    The theology of secularization was a product of a changing age that was triggered by a shift in philosophical thought at the time of enlightenment. Rationalism put human hegemony over dogmatic issues so that theology also ought to be able to answer a changing need for the postmodern era. This article aimed to show a reflection presented by secularisation theology in post-liberalism. The method used was descriptive historical, to explain the theology of secularization in the context of changes and needs of modern humans until today. The conclusion is that secularization theology is an actualization of modern thought that seeks to apply the values of Christianity in the context of a wider world, independent of its religious and dogmatic hegemony.AbstrakTeologi sekularisasi merupakan produk dari sebuah perubahan jaman yang dipicu oleh pergeseran pemikiran filsafat pada masa pencerahan. Rasionalisme mengembalikan hegemoni manusia di atas persoalan dogmatis, sehingga teologi juga harus dapat menjawab sebuah kebutuhan jaman yang sedang menuju ke arah posmodern. Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan sebuah refleksi yang dihadirkan oleh pemikiran teologi sekularisasi pada masa post-liberalisme. Metode yang digunakan adalah deskriptif historis, untuk menjelaskan tentang teologi sekularisasi pada konteks perubahan dan kebutuhan manusia jaman modern hingga saat ini. Sebagai kesimpulan, teologi sekularisasi merupakan aktualisasi pemikiran modern yang mencoba menerapkan nilai-nilai kekristenan dalam konteks dunia yang lebih luas, yang terlepas dari hegemoni agama dan dogmatikanya
    corecore