Kurios (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen)
Not a member yet
    115 research outputs found

    Kombongan Masallo' sebagai pemaknaan hakikat gereja dalam konteks bergereja Toraja

    Get PDF
    Kombongan Masallo' is a translation into the context of the Toraja church, which shows the Toraja Church's awareness of its culture as a gift and a tool used by God to reveal himself to him. However, the term "Kombongan Masallo" is suspected to be prone to swallowing, even misleading, in the appreciation of the nature of the church if it is not based on the right meaning. Therefore, this study aims to explore the concept of kombongan as an indigenous Toraja term and evaluate it in the light of biblical truth, according to the tradition of the Toraja Church itself, to offer a reconstruction of a new Christian meaning. For this effort, a theoretical approach to the theology of the Bevans-style translation model is used within the framework of developing contextual theology. By using a qualitative descriptive method that explores information sourced from written documents, information from church leaders, and traditional Toraja leaders, it is found that on the one hand, the term Kombongan Masalo' greatly enriches and deepens the theological meaning of the church; however, on the other hand, the meaning of the term needs to be constructively transcended theologically based on the truth of the Bible. This will greatly help the Toraja church members to appreciate the church as a meeting, fellowship, and entity that continues to grow, where each member is subject to prevailing values and norms, lives in a relationship based on sincerity and spaciousness of heart, and is bound to one another by guidance. The Holy Spirit. AbstrakKombongan Masallo’ merupakan salah satu terjemahan ke dalam konteks bergereja Toraja, yang menunjukkan kesadaran Gereja Toraja akan budayanya sebagai anugerah dan alat yang dipakai Allah untuk menyatakan diri kepadanya. Namun, istilah Kombongan Masallo’  diduga rentan mendangkalkan, bahkan menyesatkan, dalam penghayatan hakikat bergereja jika tidak didasarkan pada pemaknaan yang tepat. Sebab itu, penelitian ini bertujuan mengeksplorasi konsep kombongan sebagai term indigenous Toraja, mengevaluasinya dalam terang kebenaran Alkitab, menurut tradisi Gereja Toraja sendiri, guna menawarkan sebuah rekonstruksi pemaknaan baru yang kristiani. Untuk upaya itu, digunakan pendekatan teoretis berteologi model terjemahan ala Bevans dalam kerangka pengembangan teologi kontekstual. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menggali informasi bersumber pada dokumen tertulis, informasi dari tokoh gereja, maupun tokoh adat Toraja, didapatkan bahwa pada satu sisi, term Kombongan Masalo’ sangat memperkaya dan memperdalam makna teologis gereja; namun, di sisi lain makna istilah tersebut perlu ditransendensi secara konstruktif teologis berlandaskan kebenaran Injil. Hal tersebut akan sangat menolong warga gereja Toraja menghayati gereja sebagai pertemuan, persekutuan, dan entitas yang terus bertumbuh, di mana setiap anggotanya tunduk pada nilai dan norma yang berlaku, hidup dalam relasi yang dilandasi ketulusan dan kelapangan hati, serta terikat satu sama lain oleh tuntunan Roh Kudus

    Pendidikan yang membebaskan: Sadar akan pluralitas dalam pendidikan Kristiani di era posmodern

    Get PDF
    This study aims to examine the pluralistic principle in Christian religious education in the postmodern era. This research process uses descriptive social qualitative methods. Namely, researchers use descriptive data, explain, and analyze phenomena, and interpret social dynamics and attitudes of beliefs that develop in society in the framework of educational analysis. The study results indicate that essentially education is life and/or life is education. Based on this principle, the goal of education is to humanize humans, namely, to consistently manage harmonious relationships with Allah, the Owner of their lives, others, and their environment. This research finds common ground and, at the same time, produces an inclusive education formulation that sees the others in the frame of plurality or plurality who are entitled to enjoy the freedom of expression in the light of the will of the Divine. This concept must be present in the life of postmodern society.  AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji prinsip pluralistik dalam Pendidikan agama Kristen di era postmodern. Proses penelitian ini menggunakan metode kualitatif sosial deskriptif, yakni peneliti memanfaatkan data deskriptif, menjelaskan dan menganalisis fenomena, menginterpretasi dinamika sosial dan sikap kepercayaan yang berkembang di masyarakat dalam bingkai analisis pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hakikatnya pendidikan adalah kehidupan dan/atau kehidupan adalah pendidikan. Didasari dengan prinsip tersebut maka tujuan ultim pendidikan adalah memanusiakan manusia secara utuh, yakni secara konsisten mengelola relasi harmoni dengan Allah-Sang Pemilik hidupnya, sesama dan lingkungannya. Penelitian ini menemukan titik temu dan sekaligus menghasilkan rumusan pendidikan inklusif yang melihat the others dalam bingkai kemajemukan atau pluralitas yang berhak menikmati kebebasan berekspresi dalam terang kehendak Sang Ilahi. Konsep ini harus disajikan dalam kehidupan masyarakat postmodern

    Mewujudkan sila "Persatuan Indonesia" melalui gerakan ekumenis gereja

    No full text
    Kekokohan Pancasila sebagai penjaga persatuan bangsa masih terus mendapatkan goncangan dan tekanan sampai saat ini. Perlu tindak nyata dari gereja untuk berkontribusi mengatasi hal tersebut sebab mengaktualisasikan nilai Pancasila berarti menghidupi firman Tuhan. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan hasil analisa teks Alkitab mengenai Pancasila dari perspektif 1 Korintus 12:12-31. Hasil tersebut menjadi acuan dalam mendesain usulan kontribusi gereja dalam pengaktualisasian Pancasila. Metode yang dipergunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan intepretasi atau analisis teks Alkitab. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sesuai konsep satu tubuh yang terdapat dalam 1 Korintus 12:12-31, ditemukan bentuk partisipasi atau kontribusi nyata gereja dalam internalisasi nilai-nilai Pancasila. Kontribusi riil tersebut dengan membentuk gereja sebagai “tubuh Pancasila” yaitu sebagai “tubuh” -atau seluruh jemaat yang harus menghidupi Pancasila sebagai budaya melalui proses habituasi. Secara eksternal, gereja sebagai ‘tubuh Pancasila” perlu membentuk kerjasama atau kolaborasi dengan pihak eksternal gereja melalui program sosial yang berdaya guna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan masyarakat luas

    Analisis konstruktif bibliologis Perjanjian Baru tentang moderasi beragama

    No full text
    Pembahasan mengenai moderasi beragama, yang bertolak dari beberapa teks dalam Perjanjian Baru, telah dilakukan oleh beberapa penulis. Namun belum ada penulis yang secara konstruktif teologis membahas moderasi beragama dari tulisan-tulisan khotbah Yesus di Bukit, percakapan Yesus dengan perempuan Samaria dan surat-surat Paulus secara bersamaan. Pertanyaan yang timbul adalah, apakah ada gagasan teologis tentang moderasi beragama yang Alkitabiah bisa diangkat dari tulisan-tulisan, baik dari Injil-injil maupun tulisan-tulisan Paulus? Tujuan tulisan ini adalah melakukan analisis secara konstruktif teologis mengenai moderasai beragama dalam  beberapa tulisan dalam Perjanjian Baru, khususnya khotbah di Bukit, Percakapan Yesus dengan perempuan Samaria, dan surat-surat Paulus. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mengangkat gagasan teologis alkitabiah mengenai moderasi beragama dalam tulisan-tulisan itu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa gagasan teologis mengenai moderasi terhadap ajaran agama dalam tulisan-tulisan itu digunakan untuk memoderasi ajaran yang radikal dan sikap yang ekstrim serta tindakan para pemimpin agama Yahudi dan, persoalan-persoalan yang timbul sebagai akibat dari perbedaan keyakinan dan pandangan di dalam jemaat maupun antara jemaat dengan masyarakat di luarny

    Nilai pendidikan Kristiani “terimalah satu akan yang lain” dalam bingkai moderasi beragama

    Get PDF
    This study specifically examined the interaction of IAKN Palangka Raya Christian students in a joint group of Real Work Lectures with IAIN Palangka Raya Islamic students and Hindu students kaharingan IAHN Palangka Raya. The location of special activities of Bukit Sua Village and Mungku Baru Village. The purpose of this study is also to examine and analyze the implementation of the value of Christian education "accept one another" Romans 15:7 in the framework of religious moderation. Empirical studies become the methods that researchers use to achieve these goals. The results stated that the interaction and implementation of the value of Christian education "accept one another" in the framework of religious moderation by Christian students in a combined group with Islamic students and Hindu Kaharingan students empirically realized very well. Christian students amid differences in faith in KKN activities can realize and apply the values of Christian education and religious moderation with indicators: attitude of acceptance with love, communication-based on love, cooperation based on love, attitudes that make room for differences in beliefs, and attitudes that accept local culture as part of religious expression. AbstrakPenelitian ini khusus mengkaji interaksi mahasiswa Kristen IAKN Palangka Raya dalam kelompok gabungan Kuliah Kerja Nyata dengan mahasiswa Islam IAIN Palangka Raya dan mahasiswa Hindu Kaharingan IAHN Palangka Raya. Lokasi kegiatan khusus Kelurahan Bukit Sua dan Kelurahan Mungku Baru. Tujuan penelitian ini juga untuk mengkaji dan menganalisis implementasi nilai pendidikan Kristiani “terimalah satu akan yang lain” Roma 15:7 dalam bingkai moderasi beragama. Studi empiris menjadi metode yang peneliti gunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Hasil penelitian menyatakan bahwa interaksi dan implementasi nilai pendidikan kristiani “terimalah satu akan yang lain” dalam bingkai moderasi beragama oleh mahasiswa Kristen dalam kelompok gabungan dengan mahasiswa Islam dan mahasiswa Hindu Kaharingan secara empiris terwujud dengan sangat baik. Mahasiswa Kristen di tengah-tengah perbedaan keyakinan, dalam dalam kegiatan KKN, dapat mewujudkan dan menerapkan nilai pendidikan kristiani dan moderasi beragama dengan indikator: sikap menerima dengan kasih, komunikasi berlandaskan kasih, bekerja sama didasarkan pada kasih, sikap yang memberi ruang terhadap perbedaan keyakinan, serta sikap yang menerima budaya lokal sebagai bagian dari ekspresi beragama

    Kristologi disabilitas di kalangan brother and sister living with HIV-AIDS (BROSLIH)

    Get PDF
    This paper is the result of a Christology of Disability studies on the understanding of Jesus according to the Brothers and Sisters living with HIV-AIDS (BROSLIH) at the Victory Plus Foundation, Yogyakarta. BROSLIH found a new perspective and meaning about the Image of Jesus Christ. Issues regarding stigma, discrimination, violence, and even loss of self-esteem brought BROSLIH out of the construction of a perfect understanding of Jesus. There are three main findings that will be put forward in this paper: First, Jesus is in solidarity with the lowly creation, through His Spirit in the lament of human suffering who prays to God in complex life situations. Second, BROSLIH who accepts rejection and various social injustices find the meaning of Jesus as the One who brings justice to those who are marginalized. Third: Jesus who is present in the souls of people who are broken and injured, is the meaning of the figure of Jesus who is present in BROSLIH's life and is depressed because of rejection from parents. AbstrakArtikel ini merupakan hasil dari kajian Kristologi Disabilitas terhadap pemahaman tentang Yesus menurut Brother and Sister living with HIV-AIDS (BROSLIH) di Yayasan Victory Plus Yogyakarta. BROSLIH menemukan cara pandang serta pemaknaan yang baru mengenai Citra Yesus Kristus. Persoalan mengenai stigma, diskriminasi, kekerasan bahkan hilangnya penghargaan diri membawa BROSLIH keluar dari konstruksi pemahaman mengenai Yesus yang sempurna. Terdapat tiga temuan utama yang akan dikedepankan dalam tulisan ini: Pertama, Yesus yang bersolidaritas kepada ciptaan yang hina, melalui Roh-Nya dalam ratapan penderitaan manusia yang berdoa kepada Allah dalam situasi kehidupan yang kompleks. Kedua, BROSLIH yang menerima penolakan serta berbagai ketidakadilan sosial menemukan makna Yesus sebagai Dia yang mendatangkan keadilan bagi mereka yang termarginalisasi. Ketiga: Yesus yang hadir dalam jiwa orang-orang yang hancur dan terluka, adalah pemaknaan terhadap sosok Yesus yang hadir dalam kehidupan BROSLIH yang mengalami depresi karena mendapat penolakan dari orang tua

    Klarifikasi nilai dan pencegahan radikalisme dalam dunia pendidikan (sekolah menengah) di Indonesia

    Get PDF
    This article discusses the risks of (religious) radicalism infiltrating formal education in Indonesia, particularly in middle and high schools. The value clarification approach popularized by Louis Rahts, Sidney B. Simon, Leland W. Howe, and Howard Kirschenbaum is used in this article to examine this problem by showing that educational design, which is dominated by indoctrinating model, opens up a place for radicalism to grow faster since it does not open an adequate space for students to question and discuss the values, they have learned in the learning process. This article argues that the value clarification approach helps teachers and students choose appropriate learning models to create an adequate space for students to understand, talk, and consider the values they are learning. In order to prevent the student from and minimize radicalism in school, then, in the end, based on the value clarification model, this article offers the three tasks of preventing students from radicalism, which are sharpening intelligence, sharpening the sense and sensitivity, and improving the way we are working with others.  AbstrakArtikel ini membahas tentang bahaya radikalisme (atas nama agama) yang sudah merambahi dunia pendidikan formal, secara khusus pada level sekolah menengah di Indonesia. Pendekatan klarifikasi nilai (value clarification) yang dipopulerkan oleh Louis Rahts, Sidney B. Simon, Leland W. Howe, dan Howard Kirschenbaum dipakai untuk menelaah persoalan ini dengan memperlihatkan bahwa pembelajaran yang masih didominasi oleh model indoktrinasi membuka ruang bagi bertumbuhnya paham radikalisme karena tidak tersedia “ruang” yang memadai bagi para siswa untuk mempertanyakan dan mendiskusikan nilai-nilai yang diterima dalam proses pembelajaran. Pendekatan klarifikasi nilai dapat menolong para guru dan juga siswa memilih model pembelajaran yang tepat sehingga tersedia ruang yang memadai bagi para siswa untuk memahami, mempercakapkan, dan mempertimbangkan dengan baik apa yang mereka pelajari. Sebagai upaya mencegah dan meminimalisir bahaya radikalisme di sekolah, dengan berbasis pada konteks dan juga pendekatan klarifikasi nilai, maka bagian akhir artikel ini menawarkan tritugas pencegahan radikalisme, yaitu mengasah kecerdasan, mengasah rasa dan kepekaan, serta meningkatkan kerja bersama dengan mereka yang berbeda

    Rereading qahal as Deuteronomist history works: Literal and ideological criticism approach

    Get PDF
    Some biblical scholars understand Deuteronomy to be the end of the Pentateuch. Before the nation of Israel became a confederate system, the socio-political reality could usually be seen in the composition, interaction, and behavior of relationships in society, which were assumed to be political elements. The Israeli confederation which is like the ambition centered on Yahweh is what the author refers to as Israel's "Qahal". Martin Noth explains Qahal Israel in Deuteronomist Historical Works, which began with a period of wandering under the leadership of Musa, then became an immigrant in the Land of Canaan, followed by Saul's leadership where Israel asked the king to directly lead the Israelites. In the leadership of David and Solomon, which originally had 12 tribes, eventually split into two nations. With this monarchical system, God hates, because he does not reject God as the government in their life. The purpose of this study was to find the location of the Deuteronomy and Eating Qahal books in the book of laws. The research method uses critical research with a study of literature and ideological sources using Martin Noth's theory which is an early thesis in Deuteronomic History Works. The novelty of this research is the existence of a new meaning where the main message of Deuteronomic history works, namely Israel is forced to turn to God, confess His sins, and return to submit and obey His word because they have been chosen to be God's people (2 Ki 17:13)

    Sacred and secular: A plea to re-examine the worldview among Myanmar Christians

    No full text
    The Myanmar Christian worldview on sacred and secular is the product of primarily two basic grounds; the Burmanization and Myanmar Christian understanding on Church and State, which eventually lead subjugation of the Church to political authority of the Burman government. As a result, it leads one to seeing political and social actions as secular, and Christians therefore need to be restrained from that sort of things. But anything is secular or sacred depending on the direction being used towards: in obedience or disobedience towards God’s law and order. The Church as community of God’s people has responsibility as a voice and witness of God for restoring God’s standards of life aspects; culture, social activities, politics, business, education, and so on in the fallen community and society

    Dari mata turun ke hati: Mengembangkan sikap menghargai perbedaan dalam bingkai moderasi beragama

    No full text
    This article aims to offer a constructive idea about developing an attitude that respects differences, both in terms of theological perspectives and traditions, dogmatic views, church denomination membership, and even religion. The strengthening of religious fundamentalism triggers the occurrence of a religious pattern that is too fanatical and considers its views and groups to be the most correct, so they tend to judge differences using the judgment model. The idea offered is to internalize Jesus' teaching not to judge others excessively through the narrative of Matthew 7:1-5. This research is qualitative-descriptive, with a constructive approach related to the theme of “respect” and “non-judgmental” toward others. In conclusion, the church needs to continue to build fellowships or networks between Christians in different denominations, and between religious communities, and to develop a "non-judgmental" attitude. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menawarkan sebuah gagasan konstruktif tentang mengembangkan sikap yang menghargai perbedaan, baik dalam hal perspektif dan tradisi teologi, pandangan dogmatika, keanggotaan denominasi gereja, bahkan hingga agama. Menguatnya fundamentalisme beragama memicu terjadinya pola beragama yang terlalu fanatik, menganggap pandangan dan kelompoknya yang paling benar, sehingga cenderung menilai perbedaan dengan model penghakiman. Gagasan yang ditawarkan adalah menginternlisasi ajaran Yesus untuk tidak menghakimi orang lain secara berlebihan melalui narasi Matius 7:1-5. Penelitian ini bersifat kualitatif-deskriptif, dengan pendekatan konstruktif terkait tema “menghargai” dan “tidak menghakimi” sesama. Simpulannya, gereja perlu terus membangun persekutuan atau jejaring antarumat Kristen dalam perbedaan denominasi, hingga antarumat beragama, dalam rangka mengembangkan sikap yang “tidak menghakimi”

    99

    full texts

    115

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Kurios (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) is based in Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇