8 research outputs found

    Analisis Pengaruh Variasi Jarak Horisontal Antara FSRU Dan LNGC Saat Side By Side Offloading Terhadap Perilaku Gerak Kapal Dan Gaya Tarik Coupling Line

    Get PDF
    Teknologi transfer LNG antara dua bangunan apung merupakan komponen yang cukup penting pada operasi FSRU. Sistem transfer LNG dengan menggunakan konfigurasi side by side menciptakan jarak horisontal antara lambung FSRU dan LNGC. Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh variasi jarak horisontal terhadap perilaku gerak bangunan multibody dan terhadap gaya tarik tali tambatnya yang menghubungkan kedua lambung kapal. Variasi jarak horisontal yang dikaji mengacu pada kriteria operasi loading arm sebagai alat transfer LNG berdasarkan OCIMF, yaitu 2.5, 4, 6 dan 8.5 meter. Penelitian ini menyajikan metodologi berbasis frekuensi untuk menghitung perilaku gerak bangunan apung dan metodologi berbasis waktu untuk menghitung gaya tarik tali tambatnya. Berdasarkan analisis tersebut variasi jarak horisontal kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku gerak bangunan apung yaitu memberikan beda sekitar 1% pada tiap penambahan jarak horisontalnya. Sedangkan pada gaya tarik tali tambat memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap intensitas gayanya sesuai dengan arah beban gelombang yang mengenai struktur apung. Arah beban gelombang perempat haluan maupun buritan meyebabkan naiknya nilai gaya tarik tali tambat terhadap pertambahan jarak horisontal yaitu sekitar 80 s.d. 90% pada gaya tarik signifikan spring linenya (tali 4)pada kondisi steady state, sebagai akibat dari pertambahan luasan bidang kapal yang terkena tekanan gelombang melalui celah yang terbentuk antara FSRU dan LNGC. Sedangkan arah beban gelombang sisi menyebabkan turunnya nilai gaya tarik tali tambat terhadap pertambahan jarak horisontal yang terbentuk yaitu sekitar 25 s.d. 75%, pada gaya tarik signifikan spring linenya (tali 7) pada kondisi steady state sebagai akibat dari bidang luasan LNGC terkena tekanan gelombang yang terdifraksi badan FSRU. ================================================================================================================================ The technology of LNG transfer between two floating vessels is a crucial component of FSRU operation. Side by side configuration of LNG transfer creates a gap (horizontal distance) between FSRU and LNGC body. This research has been carried out by investigating the influence of various horizontal distance between FSRU and LNGC towards it’s motion and coupling line tension. The horizontal distance based on operating criteria of loading arm issued by OCIMF : 2.5, 4, 6 and 8.5 meters. This paper will present a metodology of frequency domain to analyze multibody motion and time domain to analyze coupling line tension. Based on this research the variety of horizontal distance has no significant effect towards multibody motion by interval 1%. But it has significant effect towards the coupling line tension due to the heading of wave pressure working on it’s body. The obligue wave invents increasing the horizontal distance of length to the bigger load intensity of coupling line significant tension by interval 83 to 90% (line 4 of spring line) at steady state due to the increasing LNGC area impacted by wave pressure. And the beam wave influences decreasing of the horizontal distance towards the bigger load intensity of coupling line significant tension by interval 25 to 75% (line 7 of spring line) at steady state due to the wave diffraction impacted to LNGC area

    Analisis Pengaruh Gaya Gelombang Non-Linier Orde-2 Terhadap Struktur Apung Tertambat Dengan Sistem External Turret Mooring

    Get PDF
    Struktur apung tertambat pada gelombang acak akan menerima beban gelombang orde-1 dan orde-2. Penelitian mengenai gaya gelombang orde-1 telah cukup banyak dilakukan selama beberapa dekade, mengingat pentingnya gaya orde-1 terhadap struktur apung. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji pengaruh gaya gelombang orde-2 terhadap sistem struktur tertambat external turret mooring dengan konfigurasi 6 tali catenary. Tipe gaya gelombang yang bekerja divariasikan untuk menyelidiki pengaruhnya terhadap respon struktur tertambat dan gaya tarik (tension) tali tambatnya. Simulasi dilakukan dengan memodelkan kapal tanker ukuran Aframax 120.000 DWT dalam 3 kondisi pembebanan : sistem tertambat yang dikenai gaya gelombang orde-1, gaya gelombang orde-2 dan kombinasi keduanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan domain frekuensi untuk menghitung perilaku hidrodinamis struktur terapung bebas. Kemudian hasil tersebut digunakan untuk melakukan simulasi dalam domain waktu secara simultan untuk mendapatkan perilaku gerak struktur tertambat dan tension tali tambatnya. Respon struktur dan tension tali tambat dalam domain waktu kemudian ditinjau kembali dalam domain frekuensi menggunakan metode fast fourier transform (FFT) untuk menyelidiki karakteristiknya akibat tipe gaya gelombang yang bekerja. Simulasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa meskipun intensitas gaya orde- 2 terbilang rendah, namun dapat menghasilkan respon surge dan tension tali tambat yang cukup tinggi akibat adanya fenomena gerakan seret (drifting). Amplitudo respon surge akibat gaya orde-1 dengan Hs mencapai 10m adalah sekitar 2m, sedangkan orde-2 menghasilkan sekitar 23m, sehingga rasio perbandingannya sekitar 1 : 11. Amplitudo tension akibat orde-1 mencapai 7,5 ton dan akibat orde-2 sekitar 117,5 ton sehingga rasio perbandingannya mencapai 1 : 15. Variasi kedalaman perairan juga diselidiki untuk mengetahui pengaruhnya pada respon tertambat akibat gaya gelombang orde-2, yaitu pada kedalaman 100, 300 dan 500m. Hasil yang didapatkan dari simulasi tersebut mengindikasikan bahwa setiap penambahan kedalaman perairan sebesar 200 m dapat meningkatkan respon surge akibat gaya orde-1 sebesar 5 – 9% atau sebesar 2 -5 meter dan akibat orde-2 sebesar 9 – 19% atau sekitar 7 – 12 meter. Penambahan kedalaman perairan juga meningkatkan tension tali tambat akibat orde-1 sebesar 60 - 65% atau sekitar 28 – 135 ton dan akibat orde-2 mencapai sekitar 75% atau sekitar 152 ton. =============================================================================================== Moored floating structures in random waves are subjected to large first order and small low frequency second order wave forces. Due to the importance of the first order wave force and motions they have been subject to investigation for several decades. This study focuses to investigate the second order wave force effect towards floating structure responses and mooring line tensions. A moored structure is configured as an external turret system which is anchored by 6 catenary mooring lines. Variation in the type of wave forces acts on Tanker model Aframax 120.000 DWT is investigated in order to predict the effect of second order wave force. The simulations are performed in 3 loadcases : moored floating structure subjected to first, second order wave forces and combination of both respectively. In this study, modelling on the basis of the frequency-domain is adopted to compute the hydrodymanic properties of freely floating structure and followed by simulation on the basis of time-domain coupled dynamic analysis to observe the responses of moored floating structure and tension of mooring lines. All responses and its tension re-observed in frequency domain using the Fast Fourier Transform method in order to investigate its characters. The corresponding analysis reveals that the low frequency second order wave force, even though relatively small in magnitude, could excite large both amplitude of surge motion and tension of mooring lines. It may give rise to the amplitude of surge motion from 2m (first order) to 23m (second order) so the ratio of motion is 1 : 11. And for mooring line tension, it rise from 7,5ton (first order) to 117,5ton (second order, so the ratio of tension is 1 : 15.Variation in the water depth is also investigated in order to calculate its effect towards structure responses and mooring line tensions, namely 100m, 300m and 500m. The analysis reveals that increasing water depth per 200m, it may give rise the surge response due to first order wave force in 5 – 9% (2 – 5 meter) and 9 – 19% (7 – 12 meter) due to second order wave force. Also it may give rise the mooring line tension due to first order wave force in 60-65% (28 – 135 ton) and around 75% (152 ton) due to second order wave force

    Tension Leg Rectangular Fish Cage Motion Analysis in Regular and Random Waves

    Get PDF
    This paper uses an analytical method to examine the motion of a Tension Leg Fish Cage (TLFC) in regular and random waves. TLFC is a conceptual design of a fish cage based on the Tension Leg Platform (TLP) working principle that is usually used in deep water offshore oil and gas exploration. The idea of providing a safe environment to combine ecotourism and fish farming in a single platform led us to perform an analytical calculation to assess the possibility of using the TLP concept in fish farming. A preliminary conceptual design of TLFC using an HDPE floater with steel cable tendon is presented. The analytical calculation of the response amplitude operator for surge and heave motion is presented using linear airy wave theory with head seas encountering angle. This paper also presents the calculation of TLFC surge and heave motion under random wave loads. The random wave spectra used in this paper are JONSWAP and ISSC spectra. The result shows that the surge and heave motion response of TLFC is relatively smalland, therefore, can be analyzed further with more detailed consideration. It is admitted that HDPE is a brittle material that cannot sustain any long period of constant tension. Hence the optimum tendon-floater connection for the structure is subject to further research

    ANALISIS NUMERIK PENGARUH MULTIBODY PADA KONFIGURASI TRANSFER LNG SECARA SIDE-BY-SIDE DENGAN VARIASI JARAK

    Get PDF
    Kebutuhan akan energi bersih dalam satu dekade terakhir terus meningkat seiring dengan kesadaran user dan regulator untuk menjaga kelestarian lingkungan, sehingga dibutuhkan berbagai macam upaya untuk mengelola dan memperluas produksinya. Salah satu jenis clean energy yang akhir-akhir ini menyita perhatian industri global adalah Liquefied Natural Gas (LNG). Asia Pasifik memiliki 9,4% dari cadangan gas dunia, dengan Indonesia menyumbang 1,53%. Kebanyakan cadangan LNG ditemukan pada laut lepas (offshore) dan terisolasi dari infrastruktur daratan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkanlah fasilitas struktur bangunan apung, seperti FSRU. FSRU sendiri biasanya ditambatkan pada jetty/dermaga dengan sistem berthing. Dalam mendesain dermaga perlu dipertimbangkan gaya-gaya yang timbul akibat kondisi berthing dengan konfigurasi side-by-side. Konfigurasi ini menciptakan efek multibody dalam perilaku hidrodinamika, sehingga penelitian ini bertujuan mengkaji efek multibody antara FSRU dan LNGC dengan variasi jarak satu sama lain 2, 4, 6 dan 8 m. Gerakan FSRU ditinjau dalam penelitian ini dengan skenario pemodelan tanpa pengaruh dan terpengaruh LNGC. Hal ini penting dilakukan dalam perancangan jetty karena FSRU ditambatkan pada jetty. Berdasarkan simulasi numerik analisis dinamis frequency domain yang dihasilkan, didapatkan bahwa efek multibody terlihat pada model side-by-side. Efek multibody akibat propagasi gelombang dari arah head seas (= 180o) tidak menyebabkan dampak signifikan pada variasi jarak, kecuali pada jarak 2 m akibat fenomena standing wave. Pada gelombang yang berpropagasi arah seperempat haluan (= 225o)) dan arah samping (= 270o)  juga terlihat adanya efek multibody pada variasi jarak. Pada model dengan jarak 4 dan 8 m, karakter RAO cenderung lebih rendah atau sama dengan RAO pada model FSRU free floating. Namun pada jarak 2 dan 6 m, karakter RAO lebih tinggi dari dari RAO FSRU free floating. Selain menaikkan dan menurunkan harga RAO gerakan, efek multibody juga menggeser frekuensi natural (?) struktur bangunan apung dengan beda 0.1 – 0.3 rad/s. Hal ini penting diketahui karena posisi frekuensi natural dapat memicu magnifikasi gerakan jika terjadi resonansi.The demand of clean energy in the last decade continues to increase along with the awareness of users and regulators to preserve the environment, so that efforts are needed to manage and expand their production. A type of clean energy that has recently caught the attention of the global industry is Liquefied Natural Gas (LNG). Asia Pacific has 9.4% of the world’s gas reserves, with Indonesia contributing 1.53%. Most LNG reserves are located in offshore and isolated from land infrastructure. To overcome these problems, floating structures, such as the FSRU, are needed. The FSRU is usually moored to the jetty / dock with the berthing system. In designing the jetty it is necessary to consider the forces that arise due to berthing condition with side-by-side configuration. This configuration create a multibody effect in hydrodynamic behavior, this study aims to examine the multibody effects between FSRU and LNGC with variations in distance 2, 4, 6 and 8 m. The FSRU movement was reviewed in this study with a modeling scenario without the influence and influence of the LNGC. This is important to evaluate in designing the jetty because the FSRU is moored to the jetty. According to the numerical simulation of the dynamic frequency domain analysis, it was found that the multibody effect was found in the side-by-side model. The multibody effect due to wave propagation from the direction of the head seas (= 180o)  does not cause a significant impact on the variation of the distance, except at a distance of 2 m due to the standing wave phenomenon. While the waves propagating in the direction of a quarter of the bow (= 225o) and the side direction (= 270o) a multibody effect is also found in the variation of distance. In models with a distance of 4 and 8 m, the RAO character tends to be lower or equal to RAO in the free floating FSRU model. Therefore at a distance of 2 and 6 m, the RAO character is higher than that of the RAO free floating FSRU. In addition to raising and lowering the RAO price of the movement, the multibody effect also shifts the natural frequency of the floating structure with a difference of 0.1 - 0.3 rad / s. This is important to investigate because the position of natural frequencies can trigger magnification of the movement in the event of resonance

    Rancang Bangun Model Uji Kapal General Cargo 8202 DWT untuk Pengujian Hidrostatis

    Get PDF
    The development of Indonesia's maritime industry cannot be separated from the growth of sea transportation facilities, in this case, namely the growth of the fleet of ships. However, despite this growth, ship accidents are still a crucial issue. One of the causes is sinking caused by poor ship stability. Transfer of cargo on board from loading-unloading activities causes changes in the stability of the ship. In general, ship stability can be analyzed using a numerical approach with hydrostatic analysis, but to accommodate non-linear behavior, model-test experiments are needed. This research focuses on the design of the model test of the General Cargo 8202 DWT ship. The model-test was made with a 1:60 scale which has a model length (L) of 1.80m, breadth (B) of 0.3m, height (D) of 0.23m and a draft (T) of 0.12m. The model-test is designed by modeling the linesplane and then compiling it into a 3D model. Each station on the ship is patterned on wood, cut and arranged to form a ship pattern, then covered with multiplex and fiber. The design procedure for the model-test made refers to the International Towing Tank Conference (ITTC) standard. Pond testing was carried out to identify the draft and inclination of the ship at 3 loading conditions: lightweight, ballasted load and full load. Based on the test results, the model-test’s draft was in accordance with the principal dimensions and the inclination tended to be stable.Perkembangan industri maritim Indonesia tidak bisa terlepas dari pertumbuhan sarana transportasi laut, dalam hal ini yaitu pertumbuhan armada kapal. Namun dibalik pertumbuhan tersebut kecelakaan kapal masih menjadi isu yang cukup krusial. Salah satu penyebabnya adalah tenggelam yang diakibatkan buruknya stabilitas kapal. Perpindahan muatan di atas kapal dari aktivitas bongkar-muat (loading-unloading) menyebabkan berubahnya stabilitas kapal. Pada umumnya stabilitas kapal dapat dianalisis menggunakan pendekatan numerik dengan analisis hidrostatis, namun untuk mengakomodasi perilaku non-linier dibutuhkan eksperimen model uji. Penelitian ini berfokus pada rancang bangun model uji kapal General Cargo 8202 DWT. Model uji dibuat dengan skala 1:60 yang memiliki panjang model (L) 1.80m, lebar (B) 0.3m, tinggi (D) 0.23m dan sarat air (T) 0.12m. Model uji dibuat dengan memodelkan linesplane kemudian menyusunnya menjadi model 3D. Setiap station pada kapal dipolakan pada kayu, dipotong dan disusun membentuk pola kapal, kemudian dilapisi dengan multiplek dan fiber. Prosedur rancang bangun model uji yang dibuat mengacu pada standar International Towing Tank Conference (ITTC). Pengujian kolam dilakukan untuk mengidentifikasi sarat air dan kemiringan kapal pada 3 kondisi muatan: lightweight, ballasted load dan full load. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan sarat air yang sesuai dengan desain ukuran utama serta kemiringan yang cenderung stabil

    Gambaran Penyebab Tidak Langsung Kejadian Stunting di Tingkat Rumah Tangga Wilayah RT 23 dan 24 Kelurahan Bukuan Kecamatan Palaran Samarinda

    Get PDF
    Latar belakang & Tujuan: Stunting merupakan masalah gizi nasional. Berbagai factor bai secara langsung maupun secara tidak langsung mempengaruhi berkembangnya kejadian stunting. Faktor akses terhadap pelayanan Kesehatan, perilaku konsumsi keluarga, kondisi rumah dan lingkungan serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun merupakan penyebab tidak langsung yang memberi kontribusi lebih besar jiakka diidentifikasi ataupun ditangani dengan tepat. Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai factor penyebab tidak langsung yang berkaitan dengan kejadian stunting. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan menggunakan kuesioner yang menggali informasi mengenai akses terhadap pelayanan Kesehatan, perilaku konsumsi keluarga, kondisi rumah dan lingkungan serta kebiasaan cuci tangan pakai sabun. Respinden penelitian ini adalah 100 kepala keluarga di wilayah RT 23 dan RT 24 kelurahan bukuan kecamatan palaran, samarinda. Hasil : ini menunjukkan bahwa mayoritas keluarga mengakses puskesmas dan klinik sebagai tempat pelayanan Kesehatan. (89% dan 91%). mayoritas (65%) telah mengkonsumsi menu lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah), namun masih terdapat 45% keluarga dengan menu makanan yang belum terkategori lengkap. Sebagian besar (89%) kondisi rumah memenuhi syarat 99% tersedia jamban, 62% kualitas air memenuhi syarat, namun masih ditemukan 41% rumah terdapat jentik di tempat penampungan air. Kesimpulan: Masih diperlukan upaya intervensi secara intensif dengan pendekatan keluarga untuk memperbaiki perilaku gizi keluarga, kondisi rumah dan lingkungan serta perilaku cuci tangan keluarga

    PENGARUH RESPON GERAKAN TANKER PADA SISTEM TERTAMBAT CONVENTIONAL BUOY MOORING (CBM) TERHADAP VARIASI BEBAN LINGKUNGAN

    No full text
    Perkembangan sistem transfer minyak dan gas lepas pantai terapung tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sistem tambat untuk menjaga posisi bangunan apung dalam kondisi stasionkeeping. Respon gerakan dan tension tali tambat merupakan parameter penting yang digunakan dalam merancang konfigurasi sistem tali tambat. Sistem tali tambat yang biasa digunakan pada perairan dangkal adalah sistem Conventional buoy Mooring (CBM), selain kemudahan dalam proses instalasi dan perawatan, sistem ini juga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sistem point mooring yang dapat berputar mengikuti arah beban lingkungannya (weathervaning). Analisis numerik pada konfigurasi tertambat CBM dilakukan untuk mengidentifikasi respon gerakan bangunan apung akibat beban lingkungan secara collinear dan non-collinear. Simulasi time domain Cummins dilakukan untuk menyelesaikan persamaan gerak tanker dan sistem tambat secara simultan. Pada analisis yang dilakukan, didapatkan respon gerakan tanker pada kondisi pembebanan non-collinear lebih dominan pada gerakan surge, sway dan pitch sebesar 82%, 10% dan 12% secara berturut-turut. Sedangkan gerakan heave, roll dan yaw, respon gerakan lebih besar ditemukan pada pembebanan collinear sebesar 3%, 64% dan 17% secara berturut-turut. Berdasarkan analisis fast fourier transform (FFT) didapatkan spectral density gerakan horizontal (surge, sway dan yaw) memiliki dua puncak, puncak pertama pada frekuensi rendah (0.00-0,10 rad/s), dipengaruhi oleh frekuensi natural sistem tertambat yang beresonansi dengan gelombang orde-2 dan puncak kedua pada frekuensi 0.30 rad/s yang dipengaruhi oleh gelombang orde-1

    Solusi Analitik Respon Gerakan Surge Ocean Thermal Energy Conversion Berbentuk Tensioned Leg Platform (OTEC-TLP)

    No full text
    Peningkatan kebutuhan energi dunia relatif mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Kebutuhan akan Energi Baru Terbarukan (EBT) juga meningkat seiring dengan menurunnya cadangan energi fosil. Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) menajdi salah satu alternatif sumber EBT yang pengembangan teknologinya berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Umumnya OTEC menggunakan barge sebagai struktur apung penyangganya, namun dengan bertambahnya kedalaman perairan barge menjadi tidak lagi ekonomis. Tipe struktur apung Tensioned Leg Platform (TLP) menjadi solusi pada daerah perairan dalam (>1000m). Struktur OTEC-TLP terdiri dari ponton dan kolom yang ditambatkan secara taut dengan memanfaatkan daya apung. Daya apung dari struktur ini dipengaruhi oleh perbedaan sarat air saat kondisi free floating dengan sarat air tertambat (DT). Perubahan DT akan mempengaruhi parameter hidrodinamika yang terdiri dari massa tambah, kekakuan, periode alami, gaya dan respon struktur. Studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh DT terhadap sensitivitas parameter hidrodinamika dengan pendekatan analitik. Persamaan Morison digunakan dalam studi analitik ini untuk menyelesaikan respon gerakan surge. Berdasakan studi yang dilakukan, semakin besar DT, menyebabkan kenaikan pada massa tambah, kekakuan, gaya dan respon struktur pada gerakan surge. Periode alami OTEC-TLP pada saat DT rendah memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan DT yang lebih besar, namun keduanya memiliki periode alami yang relatif lebih besar jika dibandingkan dengan periode gelombang dominan (2 – 30s). Kondisi ini menjadikan OTEC-TLP memiliki kondisi stationkeeping yang baik karena tidak berada pada area periode gelombang dominan
    corecore