33 research outputs found

    ADAPTASI RUANG SEBAGAI STRATEGI PELESTARIAN PADA HUNIAN TRADISIONAL DI DESA WISATA BRAYUT YOGYAKARTA

    Get PDF
    The development of tourism in Indonesia, especially rural tourism as part of a sustainable tourism, has an impact on the development of tourism village. Adaptation is rural communities’s respon in tourism village. Brayut tourism village is one of the villages that rely on traditional dwelling as main attraction of cultural tourism. Changes in dwelling as a form of adaptation is a simple community response. This research uses case study method to see the unique of Brayut, followed by research participation action research techniques to gather information from communities in utilizing traditional dwelling. Adaptive space may have negative impact if feature to economic improvement that ignores the value of tradition as the "spirit" of the traditional area. Adaptive space can have positive impact if it had an impact not only to increase revenue but also to maintain cultural heritage assets. In Brayut tourism village, community participation based tourism, is one factor that determining the success of the preservation of traditional buildings. This study reviewed conservation of traditional dwelling as a cultural heritage through adaptive space as tourist attraction. The result is types of adaptation in the traditional dwelling as strategy to preserve cultural heritage in rural tourism based on traditional culture. Keywords : adaptive space, tourism villages, conservation, cultural heritage, touris

    SAWITRI (Sampah Wisata Pentingsari): MODEL PENGELOLAAN SAMPAH AKTIVITAS WISATA DESA PENTINGSARI, YOGYAKARTA

    Get PDF
    Abstract: The development of agriculture-based village into a tourist village is an interesting phenomenon to study in continuity to see the wisdom of local communities to improve the welfare of rural communities. Sustainable tourism in rural areas has significance for developing rural village-based tourism on the natural environment, that rely on an agrarian lifestyle as one tourist attraction but has a greater economic value than before. In the example Pentingsari village, it appears that there are forces in the village which causes people to continue to attract tourists to visit and while still preserving the agrarian life. The existence of tourist activity would leave traces that need to be observed of which is waste. This paper is part of research on empowerment model tourist village and tried to explore how people attempt to manage the impact of waste, so that it can preserve the environment as part of a tourist attraction. The method used is to conduct in-depth interviews and observations of daily people doing tourist activities. The expected result is to know how much waste is generated as a result of garbage tourist activity and how people attempt to cope with these problems. This result can be a model of environmental conservation that can be used for the development of rural tourism in the futureKeywords: waste management model, rural tourism, environmental conservation, rural tourism.Abstrak: Perkembangan desa berbasis agraris menjadi desa wisata merupakan fenomena menarik yang perlu diteliti secara berkelanjutan untuk melihat kearifan lokal yang dapat mensejahterakan masyarakat pedesaan. Pariwisata berkelanjutan di pedesaan memiliki makna mengembangkan kawasan pedesaan menjadi desa wisata yang berbasis pada kelestarian lingkungan alamiah yang mengandalkan gaya hidup agraris sebagai salah satu atraksi wisatanya, namun memiliki nilai ekonomis yang lebih besar dari sebelumnya. Pada contoh desa Pentingsari terlihat adanya kekuatan di desa tersebut yang menyebabkan masyarakat dapat terus menarik minat wisatawan untuk berkunjung dan sekaligus tetap melestarikan kehidupan agrarisnya. Keberadaan aktivitas wisata tentu meninggalkan jejak yang perlu dicermati diantaranya adalah limbah sampah. Tulisan ini merupakan bagian dari penelitian tentang model pemberdayaan desa wisata dan mencoba menggali bagaimana upaya warga untuk menanggulangi dampak sampah sehingga dapat menjaga kelestarian lingkungan sebagai bagian dari atraksi wisata. Metode yang dipergunakan adalah dengan melakukan observasi dan in depth interview dari keseharian warga melakukan aktivitas wisata. Hasil yang diharapkan adalah mengetahui berapa besar limbah sampah dihasilkan sebagai dampak aktivitas wisata dan bagaimana upaya warga untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Hasil ini dapat menjadi model pelestarian lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan desa wisata dimasa yang akan datang.Kata kunci: model pengelolaan sampah, desa wisata, pelestarian lingkungan, wisata pedesaa

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL SUSTAINABLE ARCHITECTURE AND URBANISM

    Get PDF

    Modul Aquaponik sebagai Alternatif Pengembangan Wisata Tangguh Pangan di Desa Wisata Brayut Yogyakarta

    Get PDF
    Dampak pandemic covid 19 yang berkelanjutan mengakibatkan desa – desa wisata mengalami keterpurukan terutama dari sisi perekonomian. Pembatasan yang diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan memaksa warga untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut salah satunya dengan kembali berswadaya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Desa wisata Brayut yang selama ini mengandalkan atraksi wisata edukasi budaya dan tradisi pedesaan sebagai tambahan penghasilan, pada masa pandemi berupaya untuk kembali pada pertanian dan perkebunan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan warga. Gerakan ini selaras dengan Gerakan Kampung Tangguh Nusantara yang digalakkan TNI POLRI dan pemerintah sebagai upaya menanggulangi pandemic COVID 19 pada awal tahun 2020 yang lalu. Sejalan dengan hal tersebut, tim KKN tematik WIRADESA UAJY menerjunkan mahasiswa untuk membantu mendampingi masyarakat terutama untuk meningkatkan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan melalui model aquaponic yang portable dan sederhana sehingga dapat dibuat pada lahan pekarangan warga. Respon warga dan pendampingan tim menghasilkan rencana pengembangan untuk sebaran perletakan modul aquaponic agar dapat memenuhi kebutuhan warga

    REVITALISASI PASAR SENI DAN WISATA GABUSAN

    Get PDF
    Abstract. An art market is a place where producers and consumers meet with various arts as its main item. Meanwhile, a tourism destination is a place where it should contain 3 main elements: attraction, amenity, accommodation. Tourism Gabusan Art and Cultural Market in Bantul, Yogyakarta experience a degradation of its quality as the market as well as a place for accommodating arts. One of its main causes is its lack of visibility or visual quality or image toward its area. So that, this should be further analyzed and revitalized from an architectural and urban design point of view. Revitalization is an effort to enhance a land or region's value through rebuilding or reconstruction of its area. The imageability approach by Kevin Lynch will be used in this research by using five-city elements in Gabusan Art Market with SWOT analysis. The research method is a comparative study by using data from literature review and observations. The result of this research was used as a reference to redesign Gabusan Art Market to achieve optimal visual quality. Masterplan of Gabusan Art and Cultural Market in Bantul, Yogyakarta was produced as a final product, along with the development strategy to cope with the challenges of tourism attraction. Abstrak. Pasar seni adalah tempat jual beli dan bertemunya produsen dan konsumen dengan barang atau jasa yang ditawarkan berupa berbagai hasil karya seni. Sedangkan tempat wisata adalah tempat yang memiliki 3 aspek pokok yaitu atraksi, amenitas, dan akomodasi. Pasar Seni dan Wisata Gabusan (PSWG) di Kabupaten Bantul, Yogyakarta mengalami penurunan kualitas sebagai destinasi seni dan wisata di Yogyakarta. Salah satu penyebab utama adalah kualitas visual Pasar Seni dan Wisata Gabusan yang kurang menarik dan perlu direvitalisasi dari segi arsitektur dan kawasan. Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Pendekatan analisis kualitas visual atau citra kawasan yang dipakai adalah teori imageability oleh Kevin Lynch dengan parameter kelima elemen perkotaan di kawasan Pasar Seni dan Wisata Gabusan. Metode dalam pengabdian ini adalah studi komparasi (perbandingan) dengan studi kasus dan analisis SWOT lalu menggunakan strategi revitalisasi. Pengambilan data dengan studi literatur dan observasi kawasan. Hasil analisis menjadi acuan dalam mendesain ulang Pasar Seni dan Wisata Gabusan agar lebih menarik dan tertata secara visual. Masterplan revitalisasi Pasar Seni dan Wisata Gabusan merupakan produk akhir yang disertai pula dengan strategi pengembangan untuk menjawab tantangan meningkatkan daya tarik obyek wisata,Kata kunci : Pasar, Seni, Gabusan, Kualitas Visual, Citra

    EMPYAK RAGUMAN, TRADISI DAN ESTETIKA RUMAH TRADISIONAL JAWA YANG SEMAKIN MEMUDAR

    Get PDF
    Abstract: Traditional Javanese houses known for their rich traditions are symbolized by the use of ornaments, construction and building materials. Empty raguman is one of the architectural elements of a Javanese house, in the form of an inner roof coating that functions as a ceiling. The sweetness made of bamboo blades arranged in a certain pattern is a symbol of the level of socio-economic ability of the homeowner. Its existence functions aesthetically and describes a strong tradition. The tradition of making empyak began with processing bamboo, assembling and installing fish is a manifestation of the value of mutual cooperation in Javanese society in the past. At present, empyak raguman is rarely found in traditional Javanese houses built in the modern era. The loss of this element is due to changes in the lifestyle of traditional communities in urban and rural areas. This paper aims to review the beauty of tradition, tradition and aesthetics in Javanese homes. The method used is literature review and its comparison with the practice of implementing it in some cases of traditional houses. The tradition of putting up a lot of raguman has not been carried out anymore, but the existence of empiri raguman which is still preserved is a symbol of pride for traditional homeowners. The results of this study are one of the inputs to preserve traditional values in Javanese houses.Keywords: empyak raguman, javanese house, traditional architecture, tradition, aestheticsAbstrak: Rumah tradisional Jawa dikenal kaya tradisi yang disimbolkan melalui penggunaan ornamen, konstruksi dan bahan bangunan. Empyak raguman adalah salah satu elemen arsitektur rumah Jawa, berupa pelapis atap bagian dalam yang berfungsi sebagai langit – langit. Empyak raguman terbuat dari bilah bambu yang disusun dengan pola tertentu menjadi simbol dari tingkatan kemampuan sosial ekonomi pemilik rumah. Keberadaannya berfungsi secara estetika dan menggambarkan tradisi yang kuat. Tradisi pembuatan empyak dimulai dengan pengolahan bambu, merangkai dan memasang empyak merupakan perwujudan nilai gotong royong masyarakat Jawa di masa lalu. Saat ini, empyak raguman jarang ditemukan pada rumah tradisional Jawa yang dibangun pada era modern. Hilangnya elemen ini karena perubahan gaya hidup masyarakat tradisional di perkotaan dan di perdesaan. Tulisan ini bertujuan mengulas kembali empyak raguman, tradisi dan estetikanya dalam rumah Jawa. Metode yang digunakan adalah kajian literatur dan komparasinya dengan praktek pelaksanaannya pada beberapa kasus rumah tradisional. Tradisi memasang empyak raguman sudah tidak dijalankan lagi namun keberadaan empyak raguman yang masih terpelihara menjadi simbol kebanggaan bagi pemilik rumah tradisional. Hasil kajian ini menjadi salah satu masukan untuk melestarikan nilai – nilai tradisional pada rumah Jawa.Kata Kunci: empyak raguman, rumah Jawa, arsitektur tradisional, tradisi, estetik

    Pendekatan antropologi sebagai penyeimbang model perhitungan jejak ekologis di Desa Wisata

    Get PDF
    Tourism is currently experiencing a shift from mass tourism to special interest tourism focusing on nature and culture. In the context of preservation, rural tourism experiences a sharp pros and cons as supporting or inhibiting aspects of conservation. This study uses one of the environmental conservation evaluation instruments with an ecological footprint calculation model that analyzes quantitatively the aspects of transportation, water use, clothing use, recreation, food, garbage and shelter. Given the limitations of the ecological trace calculator model to be applied in tourism villages, the implementation of the model needs to be modified using the anthropological approach. The research method used is action research participation by measuring the impact of tourism activities in rural areas using simple indicators of ecological footprint calculations and equipped with in-depth interviews to explore aspects of collective behavior as the focus of the anthropological approach studied. Case studies include three villages in the Yogyakarta region, namely Pentingsari in Sleman regency, Lopati in Bantul and Kalibiru districts in Kulonprogo district. The results obtained are recommendations for anthropological approaches to evaluate the ecological footprint results so that they are more appropriate if they are used as an environmental conservation action plan in a tourist village with the emphasis on forming awareness of living with nature. © 2019 Anna Pudianti, Vincentia Reni VitasuryaPariwisata saat ini mengalami pergeseran dari pariwisata massal ke wisata minat khusus berfokus pada alam dan budaya. Dalam konteks pelestarian, pariwisata mengalami pro kontra yang cukup tajam sebagai pendukung pelestarian atau sebaliknya penghambat pelestarian. Penelitian ini menggunakan salah satu instrumen evaluasi pelestarian lingkungan dengan model perhitungan jejak ekologi yang menganalisis secara kuantitatif dari aspek transportasi, penggunaan air, penggunaan pakaian, rekreasi, makanan, sampah dan tempat tinggal. Mengingat keterbatasan model kalkulator jejak ekologi untuk diterapkan di desa Wisata, maka penerapan model perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan pendekatan antropologi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah partisipasi riset aksi dengan mengukur dampak aktifitas wisata di perdesaan menggunakan indikator sederhana dari perhitungan jejak ekologi serta dilengkapi wawancara mendalam untuk mengeksplorasi aspek perilaku kolektif sebagai focus pendekatan antropologi yang diteliti. Studi kasus meliputi tiga desa di wilayah Yogyakarta yaitu Pentingsari di kabupaten Sleman, Lopati di kabupaten Bantul dan Kalibiru di kabupaten Kulonprogo. Hasil yang diperoleh adalah rekomendasi pendekatan antropologi untuk mengevaluasi hasil jejak ekologi agar lebih tepat jika digunakan sebagai rencana aksi pelestarian lingkungan di desa wisata dengan tekanan pada pembentukan kesadaran hidup bersama alam. © 2019 Anna Pudianti, Vincentia Reni Vitasury

    Contributing social safety and security for elderly-friendly environment (case study of Brayut Tourism Village, Yogyakarta, Indonesia)

    Get PDF
    Social safety and security are vital in everyday life of elderly hood, as its aging process sometimes make them difficult to be independent. The elderly-friendly environment is significant to support their independent daily activities and behaviors. This paper aims to contribute to the concept of a friendly urban environment for elderly people. It explores how elderly people perceive their surrounding social environment, how the social life is conducive enough to motivate their survival to live, and how the physical environment should be set up to contribute social safety and security. The data gathering used depth interviews and behavior setting methods to obtain the elderly's perceptions and inspirat ion. The elderly’s perceptions of the social environment supporting safety and security used JMP 7 software analysis program to get an appropriate formula for setting up friendlier environments. The initial results show that during the aging process, elderly people need prosthetic facilities to care for their continuation of life and to strengthen their motivation to be independent. This intended friendly environment psychologically will imply to their social network

    EMPYAK RAGUMAN, SEKELUMIT TRADISI DAN ESTETIKA RUMAH TRADISIONAL JAWA

    Get PDF
    Rumah tradisional Jawa dikenal kaya dengan tradisi yang disimbolkan melalui penggunaan ornamen, konstruksi dan bahan bangunan. Empyak adalah konstruksi atap dalam arsitektur rumah Jawa dengan bahan kayu dan bambu. Sedangkan empyak raguman berupa pelapis atap bagian dalam yang berfungsi sebagai langit – langit rumah. Empyak raguman terbuat dari bilah bambu yang disusun dengan pola tertentu menjadi simbol dari tingkatan kemampuan sosial ekonomi pemilik rumah. Keberadaannya tidak hanya berfungsi secara estetika namun juga menggambarkan tradisi yang kuat

    ADAPTIVE SPACE OF JAVANESE TRADITIONAL HOUSE IN BRAYUT TOURISM VILLAGE YOGYAKARTA

    Get PDF
    Traditional Javanese architecture, especially in rural areas, has undergone a major transformation. Transformation is owner’s response to various conditions, such as the increasing number of family members, the improvement of social status and economic conditions, the needs of modernization and the consequences of being involved in government’s programs.  This paper aim is to examine how the owners of traditional houses respond to nowadays changes reflected through their houses designs. Brayut tourism village is a traditional settlement located at Yogyakarta’s downtown area which is well known for its unique and well-preserved traditional Javanese houses. The transformation of traditional houses in Brayut is a combination of the need for change and persistence. On the one side, strong local traditions play a role in maintaining the elements of traditional houses and on the other side, dynamic modern needs play a role as a trigger for change. Adaptive space in the traditional house is a solution to this problem. The method used in this research is a case study on some Javanese traditional houses. An in-depth interview with the owners and mapping are also used to examine the chronology of traditional houses transformation.  Transformation aspects are defined on the affected physical architecture elements. The result of this study is the transformation occurs on function and meaning of space as an adaptive response from the owners. While the shape of space and buildings, generally preserved as an effort to maintain the bond of traditions and trust
    corecore