1,142 research outputs found

    Beauty Over Life

    Get PDF
    n/

    Pendidikan dalam Gereja Sebagai Bentuk Partisipasi Kristen dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

    Get PDF
    Pendidikan dalam gereja berpengaruh bagi generasi gereja. Pendidikan dalam gereja sebagai bentuk partisipasi Kristen dalam mencerdaskan kehidupan bangsa didasari oleh fondasi teologis. Ada beberapa prinsip dalam Alkitab dan misi gereja yang menjadi dasar teologis pendidikan dalam gereja yaitu, pendidikan dalam gereja adalah tanggung jawab orang Kristen. Orang percaya harus meneruskan pengajaran dan pembinaan pada generasi selanjutnya. Kemudian pendidikan dalam gereja juga merupakan sebuah pembentukan karakter. Setiap anggota gereja didik untuk memiliki karakter yang serupa dengan Kristus. Selanjutnya, pendidikan dalam gereja juga adalah sebuah misi membawa orang menjadi murid Kristus. Kemudian, pendidikan dalam gereja juga untuk membawa jemaat mengenal Allah dan firman-Nya. Pendidikan dalam gereja membawa jemaat pada pembinaan iman dan ketekunan. Dari fondasi teologis yang terdapat dalam prinsip-prinsip Alkitab tersebut menghasilkan bentuk partisipasi Kristen dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Adapun bentuk pendidikan dalam gereja yang berkontibusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, yaitu Pendidikan Agama Kristen. Kontribusi yang dilakukan oleh pendidikan agama Kristen meliputi 1) Pengajaran dasar iman Kristen, studi Alkitab dan juga praktik spiritual; 2) Sekolah Minggu yang merupakan pendidikan non-formal yang diselenggaran gereja untuk memberikan pembentukan karakter anak-anak sehingga memiliki moralitas yang baik; 3) Membentuk kelompok kecil atau persekutuan dalam gereja dapat membantu anggota gereja dalam pembelajaran dan pertumbuhan rohani bagi anggota gereja dengan konsep belajar bersama, berdiskusi, saling mendudukang dan menerapkan nilai-nilai Kristen dalam kehidupan sehari-hari; 4) Gereja yang mendirikan sekolah Kristen tidak hanya memberikan kontribusi dalam aspek akademis, tetapi juga pada pengembangan karakter dan spiritual siswa; 5) Pelayanan Sosial dan Pembinaan Karakter. Gereja mendorong anggotanya untuk berkontribusi dalam pelayanan sosial sebagai bentuk partisispasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa

    HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN LINGKAR PINGGANG DENGAN STATUS HIPERTENSI PADA USIA 40-60 TAHUN DI KELURAHAN DATARAN TINGGI KOTA BINJAI

    Get PDF
    Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia. Hipertensi atau darah tinggi sampai sekarang masih menjadi penyakit pembunuh nomor satu di Indonesia. Faktor resiko penyabab hipertensi adalah indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dan lingkar pinggang dengan status hipertensi pada orang dewasa usia 40-60 tahun di Kelurahan Dataran Tinggi Kota Binjai. Penelitian dilakukan di Kelurahan Dataran Tinggi Kota Binjai. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan crosssectional. Sampel adalah dengan usia 40-60 tahun sejumlah 50 orang yang diambil dengan teknik convenience sampling. Data yang dikumpulkan meliputi Indeks Massa Tubuh, Lingkar Pinggang, dan Tekanan Darah. IMT diperoleh dengan membandingkan tinggi badan dan berat badan. Berat badan ditimbang menggunakan timbangan digital, Tinggi Badan diukur mrnggunakan mictotoice, lingkar pinggang diukur menggunakan meteran kain, dan tekanan darah diukur menggunakan Sphygmomanometer. IMT dihitung dengan rumus IMT = BB (kg) / TB 2 (m) yang dikelompokkan normal jika IMT ≤ 25 dan kegemukan jika IMT 25, lingkar pinggang dikelompokkan menjadi tidak obesitas jika laki-laki ≤ 90 cm dan perempuan ≤ 80 cm untuk perempuan dan obesitas (laki-laki 90 cm dan perempuan 80 cm), tekanan darah menggunakan tekanan sistolik dikelompokkan menjadi normal jika ≤ 120 mmHg dan Hipertensi jika 120 mmHg. Analisis data menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 70% dengan kategori kegemukan, 66% mengalami obesitas dan 70% mengalami hipertensi. hasil uji statistik diperoleh ada hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dan lingkar pinggang dengan status hipertensi pada usia dewasa 40-60 tahun di Kelurahan Dataran Tinggi Kota Binjai (p = 0.043, p = 0.027

    The Royal Hare

    Get PDF

    MADS on the move : a study on MADS domain protein function and movement during floral development in Arabidopsis thaliana

    Get PDF
    In this thesis we investigated the behaviour of fluorescently-tagged MADS domain proteins during floral development in the model plant Arabidopsis thaliana, and explored the importance of intercellular transport via plasmodesmata for MADS domain transcription factor functioning. The MADS domain transcription factor family plays an important regulatory role in the development of flowers, among others by establishing the identities of the different floral organs. Although genetic screens and in vitro and in vivo studies on protein-protein and protein-DNA interactions provide important information on how MADS domain transcription factor complexes are able to regulate downstream target genes, understanding of the behaviour of MADS domain transcription factors in planta is still limited. Also, the extent to which intercellular movement of MADS domain transcription factors via plasmodesmata plays a role in developmental processes is poorly understood. Since the discovery of the GREEN FLUORESCENT PROTEIN (GFP) and the subsequent development of similar fluorescent tags, it has become possible to observe the subcellular localisation and behaviour of fluorescently-tagged proteins in living tissues with confocal laser scanning microscopy. In Chapter 2 of this thesis, different methods of tagging the MADS domain transcription factors AGAMOUS (AG), SEPALLATA3 (SEP3), and FRUITFULL (FUL) for chromatin immunoprecipitation, chromatin affinity purification and in planta imaging are described. This research shows that the addition of a small peptide tag or a fluorescent tag to MADS domain proteins easily leads to transgene silencing and specific loss-of-function mutant phenotypes, especially when the tagged MADS box genes are expressed under the control of the constitutive CaMV35S promoter. Plants that express tagged MADS box genes from genomic fragments that include all or most of the regulatory elements, and therefore mimic the natural expression pattern as much as possible, show lower levels of loss-of-function phenotypes. In addition, these plants are also more useful for investigating biological relevant behaviour of the MADS domain proteins. In Chapter 3, the spatio-temporal localisation patterns of GFP-tagged MADS domain transcription factors AG, SEP3, FUL and APETALA1 (AP1) during floral development are reported. These analyses demonstrate that there are several tissues, often epidermal cell layers, where MADS domain proteins could be detected, while the available literature describes an absence of mRNA in those tissues. This could indicate that there is intercellular transport of MADS domain proteins in meristematic tissues during floral development. The implications of the observed behaviour of the different MADS domain proteins for MADS domain protein functioning are discussed in this chapter. In Chapters 4 and 5 we describe the different methods that were used to investigate whether MADS domain proteins are indeed able to transport between cells during floral development. The difficulties that we encountered in our attempts to investigate intercellular MADS domain protein transport with microinjection techniques and by using the photoconvertible fluorescent mEosFP-tag are discussed. In plants that specifically overexpress GFP-tagged MADS domain transcription factors AG, SEP3, APETALA3 (AP3), or PISTILLATA (PI) in the epidermis, we demonstrated with a photobleaching technique that all tested proteins were able to move within the epidermal cell layer. This mechanism of lateral epidermal movement provides an explanation for most of the unexpected MADS domain protein localisations that we found in the spatio-temporal localisation analyses in Chapter 3. Additionally, we demonstrate that epidermis-expressed GFP-tagged AG is able to move from the epidermis to the subepidermis in the centre of the floral meristem, which provides proof for the suggestions that AG acts non-cell-autonomously in the floral meristem. In these plants we also analyzed the effects of epidermal MADS domain protein expression on the plant phenotype. This showed, among others, that epidermis-expressed AG is able to fully complement its own mutant background, while epidermis-expressed AP3 is not. In Chapter 6, we explore the mechanisms underlying the behaviour of GFP-tagged SEP3 during petal and stamen development that was observed in the spatio-temporal localisation studies described in Chapter 3. Just prior to the initiation of petal and stamen primordia GFP-tagged SEP3 proteins change their subcellular localisation from predominantly nuclear to more cytoplasmic, and at later stages GFP-tagged SEP3 protein seems to disappear in the middle of the primordia without the loss of SEP3 mRNA expression. These two processes could be regulated at a post-transcriptional level by two mechanisms that are discussed, namely 26s proteasome mediated SEP3 protein degradation and epidermal-oriented intercellular transport of SEP3 proteins. Additionally, we demonstrate that there are no clear indications that the observed GFP-tagged SEP3 behaviour is due to the presence of F-box protein UNUSUAL FLORAL ORGANS (UFO), which regulates petal and stamen development. In Chapter 7, this thesis finishes with some concluding remarks on in planta imaging of MADS domain transcription factors and the possible mechanisms of MADS domain protein movement in the floral meristem. Furthermore, we speculate on the importance of MADS domain protein movement in establishing MADS box gene expression patterns and MADS domain protein gradients, and on the need for symplastically isolated domains for proper floral development. <br/

    LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) LOKASI SD NEGERI NGOTO SEWON BANTUL YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2015/2016

    Get PDF
    Praktik Pengalaman Lapangan merupakan program yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa dalam mengajar sebagai calon guru/pendidik atau tenaga kependidikan. Kegiatan PPL ini dapat memberikan kesempatan mahasiswa untuk menerapkan ilmu, teori, dan keterampilan yang telah didapatkan selama di perguruan tinggi.Praktik Pengalaman Lapangan tahun ajaran 2015/2016 dilaksanakan sejak tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 12 September 2015.Adapun tempat untuk PPL adalah SD Negeri Ngoto Sewon yang beralamat di jalan . Imogiri Barat Km 7, Sewon, Bantul, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan PPL dibagi menjadi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan mengajar, dan evaluasi kegiatan serta tindak lanjutnya.Pada tahap persiapan, praktikan melakukan observasi yang dilanjutkan dengan pembuatan jadwal mengajar dan pembagian guru pamong atau guru pembimbing.Pada tahap pelaksanaan, praktikan diwajibkan melakukan praktik mengajar sebanyak 6 kali dengan rincian yaitu: praktik mengajar terbimbing sebanyak empat kali (4B, 3B, 5B, 2B), praktik mengajar mandiri sebanyak satu kali (6B), dan praktik ujian mengajar sebanyak satu kali (3A). Masing-masing praktik mengajar diharuskan mencakup materi eksak dan noneksak. Pelaksanaan praktik mengajar di SD Negeri Ngoto Sewon menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada proses pembelajarannya. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan praktik mengajar adalah pengkondisian siswa dan cara mengetahui pencapaian belajar siswa pada awal mengajar. Hal ini kemudian diselesaikan dengan cara belajar tentang metode untuk mengkondisikan siswa dan sering berkomunikasi dengan wali kelas terkait pencapaian belajar siswa. Kendala lainnya adalah ketersedian media yang terbatas.Hal tersebut dikarenakan siswa membutuhkan media nyata untuk memudahkan dirinya memahami materi.Solusi dari kendala tersebut adalah dengan memanfaatkan lingkungan sekolah dan benda-benda di sekitar siswa semaksimal mungkin untuk dijadikan media pembelajaran.Hasil yang diperoleh selama kegiatan PPL ini diharapkan dapat membuat mahasiswa lebih menghayati, mampu mempraktikkan, dan mengembangkan kompetensinya sebagai calon guru/pendidik atau tenaga kependidikan. Selain itu, diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada mahasiswa akan adanya tanggung jawab yang besar sebagai pendidik generasi bangsa

    The impact of fiscal decentralisation reform on hospital efficiency : the case of Kenya.

    Get PDF
    Bibliography: leaves 105-112.Many developing countries have or are in the process of implementing decentralisation of financial management systems. The reform can take various forms: self-financing or cost recovery through user charges and co-financing or expansion of local revenue through taxation. This study examines the impact of decentralisation of fiscal financial management of cost sharing revenue on hospital efficiency. Potentially, decentralisation of financial management of cost sharing is expected to improve coverage and accessibility of health services, quality of services and efficiency in the delivery of health care. The main aim of this study was to review the impact of fiscal decentralisation or the cost sharing reform on the efficiency of Kenya's health care delivery and to identify factors that need to be addressed in order to enhance the success of the reform policy

    Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum

    Get PDF
    Dewasa ini pemahaman dan pengetahuan tentang logika, penalaran, dan argumentasi hukum semakin dibutuhkan tidak hanya bagi kalangan akademisi dalam bidang filsafat dan hukum melainkan terutama bagi para praktisi hukum seperti polisi, hakim, jaksa, pengacara, bahkan seluruh anggota masyarakat yang setiap hari berhadapan dengan persoalan-persoalan hukum. Sebagai bagian dari penalaran pada umumnya, penalaran hukum, meskipun memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda, terikat pada kaidah-kaidah penalaran yang tepat seperti hukum-hukum berpikir, hukum-hukum silogisme, ketentuan tentang probabilitas induksi, dan kesesatan informal penalaran. Maka penalaran hukum bukahlah jenis penalaran yang berbeda dan terpisah dari logika sebagai ilmu tentang bagaimana berpikir secara tepat (sebagai salah satu cabang filsafat) melainkan bagaimana menerapkan kaidah-kaidah berpikir menurut ketentuan logika dalam bidang hukum. Artikel ini membahas kaidah-kaidah berpikir silogisme dan induksi. Aplikasi penalaran deduktif dan induksif dalam hukum dengan model IRAC (Issue, Rule, Argument, dan Conclusion) akan mengakhiri artikel ini

    Analisis Kinerja Kelembagaan Pembangunan Pulau Natuna

    Full text link
    Natuna island is specified for an area called Integrated Economic Development Zone. As a pledge area in which the development is being prioritized for escalating regional economic growth, included surrounded area, local, regional, and even national as well. This based on the President Decree number 71 the year of 1996. The changes of government system in the era of “local autonomy” by enacted the Regulation number 22 the year of 1999 concerning Local Government, makes the role of Central Government has been decreasing. Therefore it is required a review regarding current institutional system and the relation between Local and Central Government. In order to get synergetic relationship mentioned above, the concept of future Natuna Island Institution should be formulate
    corecore