33 research outputs found

    Tradisi Addinging – Dinging di Tambung Batua Mastarakat Desa Romangloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa (Tinjauan Sosio-kultural)

    Get PDF
    Hasil penelitian ini dikemukakan bahwa tradisi addinging-dinging di Tambang Batua masyarakat Desa Romangloe kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa merupakan tradisi nenek moyang yang telah bertahan dari generai ke-generasi Tradisi addinging-dinging lahir secara spontan dari individu kalangan bawah yang menemukannya lalu disebar luaskan dengan berbagai cara agar memberi pengaruh terhadap kelompok masyarakat. Tradisi addinging-dinging dilakukan untuk menunaikan nazar diucapkan jauh sebelum tradisi dilaksanakan sebagai wujud menolak bala terhadap hal-hal yang ditakutkan. Dalam tradisi addinging-dinging terdiri dari tiga tahapan, yaitu : tahap pra tradisi, pelaksanaan tradisi dan pasca tradisi. Tradisi addinging-dinging bertahan dalam konteks modern saat ini karena dipengaruhi oleh adanya nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi addinging-dinging yaitu : nilai religious, nilai kesadaran spiritual, nilai sosial (gotong royong) dan nilai budaya. Implikasi pada penelitian ini pada pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi addinging-dinging sehingga masyarakat tetap mempertahankannya sebagai suatu hal yang sukar untuk ditinggalkan. Nilai-nilai inilah yang perlu dipertahankan dalam kehidupan bermasyarakat dan dilestarikan baik ada tidaknya tradisi maka nilai-nilai ini harus ada dalam pribadi manusia. Nilai-nilai dalam tradisi addinging-dinging berupa nilai religius, nilai kesadaran spiritual, nilai sosial (gotong royong), nilai budaya dan hiburan dan nilai ekonomi

    Fenomena Hijab di Kalangan Wahdah Islamiyah Kota Makassar (Suatu Tinjauan Budaya Islam)

    Get PDF
    Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi hijab pada wahdah Islamiyah dilihat dari konsep hijab yang umumnya terkonsep pada dalil-dalil alQuran, sunnah dan pendapat para ulama hanya saja berbeda dalam hal menafsirkan dalil-dalil hijab maka ditemui pemahaman jilbab, khimar dan cadar yang berbeda. Juga dilihat dari karakteristik hijab dan esensi budaya Islam pada hijab yang dikenakan Wahdah Islamiyah, maka tidak heran jika keberadaan mereka masih tetap ada. Motivasi berhijab terbentuk oleh karena dua faktor yakni faktor intern atau dorongan dari individu agar menjadi lebih baik yakni kesadaran akan perintah Allah Swt. dan faktor ekstern atau dorongan dari luar yang memotivasi untuk berhijab seperti dorongan keluarga, lembaga dan masyarakat. Kedua faktor ini sangat memiliki peran penting dalam memotivasi dalam mengenakan ataupun mempertahankan hijab. Serta relevansi hijab terhadap sikap keberagamaan wahdah Islamiyah tergantung pada masing-masing individ

    Implementasi Ritual Addinging-dinging pada Masyarakat Modern di Tambung Batua Gowa: Tinjauan Sosio-Kultural

    Get PDF
    This research aims to analyze the rituals or practices Addinging-dinging that survives in the context of modern society. This research is descriptive research using a qualistative approach. Primary data are obtained from research informants, cultural figures and community leaders, while secondary data are obtained from the relevant literatur, documents and references. The techniques of collecting data are done by interviewing, observing and documenting. This research also employs a relational social culture. The results conclude the implementation of Addinging-dinging ritual means relasing the nazar that had been said. They are grateful for the bountiful harvest and as a forms of repellent against things that are feared. The addinging-dinging ritual has been able to survive until now because it is based on religious values, spiritual values, social values, cultural values and economic values. Penelitian ini bertujuan menganalisis makna impelentasi ritual (amalan) Addinging-dinging yang bertahan dalam konteks masyarakat modern. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis yang menerapkan pendekatan kualitatif. Data yang diperlukan berupa proses pelaksanaan, benda-benda yang digunakan dalam tradis serta analisis nilai yang ada dalam ritual. Data utama bersumber dari informan, tokoh adat dan tokoh masyarakat. Data sekunder diperoleh dari literatur, dokumen dan referensi yang relevan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Penelitian menggunakan pendekatan teori budaya sosial. Hasil penelitian menyimpulkan impelementasi ritual addinging-dinging bermakna pelepas nazar yang pernah diucapkan sebagai tanda syukur patas hasil panen yang melimpah dan sebagai wujud penolak bala terhadap hal-hal yang ditakutkan. Adapun ritual Addinging-dinging mampu bertahan sampai sekarang karena dilandasi nilai religious, nilai kesadaran spiritual, nilai sosial, nilai budaya dan nilai ekonomi

    PELESTARIAN WARISAN BUDAYA KOTA LAMA PALOPO

    Get PDF
    Palopo is one of three municipalities in South Sulawesi. The historical value of the city of Palopo radiates through the distribution of old buildings that we can still see today. Concentrated in the city space, which is currently known as the "Old City Area".  Palopo Old Town has slowly decreased its characteristics as a historical area. This paper is based on qualitative research. It highlights the preservation policy of the Old City of Palopo.  The preservation policy direction includes the dimensions of protection, potential development, and utilization. As for the direction of protection, namely, the need for control of space utilization to reduce the rate of damage and decrease the authenticity of the area and buildings, In addition, this area requires legal protection in the form of a designation as a Cultural Heritage Area. As for the development policy, this area can be directed to

    TINGGALAN ARKEOLOGI AUSTRONESIA DI MADURA

    Get PDF
    Kehidupan penutur Austronesia, meninggalkan hasil budayanya di beberapa tempat memberikan gambaran tentang pengembangan budaya Neolitik, berdasarkan bukti arkeologis. Tinggalan Arkeologi yang ada di Pulau Madura memberikan beberapa bukti tentang migrasi Austronesia yang sampai ke Pulau Madura, melalui data yang ditemukan dapat menjelaskan kedatangan penutur Budaya Austronesia. Bukti Linguistik sebagai data yang menjelaskan keberadaan para penutur Austronesia di Pulau Madura.\ud Berdasarkan temuan permukiman gua di Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Sampang, memperlihatkan bukti permukiman awal budaya neolitik yang dibawa oleh para penutur Austronesia, temuan-temuan berupa sebaran gerabah, alat tulang dan sisa makan dari kerang turut memperlihatkan potensi sebagai gua hunian. Untuk menjelaskan potensi temuan tersebut maka temuan tinggalan Kalumpang (Sulawesi) sebagai budaya Neolitik menjadi bahan pembanding.\ud Selanjutnya pola permukiman Tanian Lanjeng yang berada di kabupaten Sampang menjadi salah satu fokus penelitan, dengan membandingkan pola permukiman Tongkonan di Toraja (Sulawesi)secara umum

    DIGITALISASI GUA PRASEJARAH BERGAMBAR DI KAWASAN KARST MAROS-PANGKEP: STUDI KASUS LEANG LAMBATORANG KABUPATEN MAROS

    Get PDF
    The Maros and Pangkep areas contain a number of damaged caves that require immediate attention. Preserving our cultural heritage demands documentation, mapping, and modeling. The utilization of 3D visualization is paramount in recording cultural heritage data. Moreover, it contributes to the conservation, rehabilitation, and maintenance of historical structures. In the current era of scientific and technological advancements, laser scanners have made rapid progress. The data generated by these scanners plays a critical role as a backup to safeguard cultural heritage objects in case of damage, destruction, or loss. The benefits of employing 3D visualization lie in its ability to create detailed and integrated models, resulting in a comprehensive database accessible to all stakeholders. This study utilized the Block Bundle Adjustment methodology to map the prehistoric cave Leang Lambatorang and create a 3D visualization using a laser scanner. The research findings include the 3D visualization of the data from Leang Lambatoran

    Identifikasi Potensi Kampung Budaya Betawi Setu Babakan Sebagai Destinasi Wisata Pendidikan Yang Berkelanjutan

    Get PDF
    Kampung Budaya Betawi Setu Babakan merupakan destinasi pariwisata yang didirikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkelanjutan. Tergesernya penduduk asli Jakarta akibat bertambahnya jumlah penduduk dan dengan akulturasi budaya pendatang, membuat budaya Betawi mulai dilupakan. Hal inilah yang mendorong Pemerintah untuk menciptakan wadah pelestarian budaya Betawi agar tetap eksis dan berkembang. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, penulis berusaha mengidentifikasi potensi Kawasan Kampung Budaya Betawi Setu Babakan sebagai destinasi Wisata Edukasi Berkelanjutan. Dari penelitian ditemukan bahwa beragam aktivitas wisata yang terdapat di Kampung Budaya Betawi Setu Babakan menunjukkan bahwa daerah ini berpotensi untuk dikembangkan dan layak untuk dijadikan sebagai destinasi wisata edukasi berkelanjutan di wilayah Jakarta

    ARCHAEOLOGICAL REVIEW OF THE ROOFS OF BANTAENG COLONIAL BUILDINGS: ITS SHAPE AND TYPOLOGI

    Get PDF
    The roof is one of the elements that can mark a colonial building. Related to this, there is an interest to studying the roofs on colonial buildings in Bantaeng, from the archaeological perspective, specifically the shape and type of roof used and its supporting elements. The benefit and purpose of this study are to provide additional information that is expected to enrich knowledge about the shape and typology of building roofs during the Dutch colonial period in South Sulawesi and Indonesia . This study was carried out using a qualitative approach and an inductive reasoning model. The data collection method is carried out by the desk research, through examination of data and pieces of information analysis using secondary data. The results of the study show a rich variety of roof shapes and typologies, with decorative elements includings dormer, gable, gablevent, roof trim, geveltoppen, nok acroterie, windwijzer, schoor, and tower

    THE RELATIONSHIP OF SOPPENG WITH OTHER REGIONS BETWEEN 17TH AND 19TH CENTURIES BASED ON GRAVE DATA AT JERA LOMPOE

    Get PDF
    Jaringan budaya kerajaan Soppeng pra-Islam telah dibahas oleh beberapa peneliti sehingga kita memiliki gambaran yang luas tentang periode tersebut. Pada periode Islam, pemahaman kita tentang jaringan budaya kerajaan Soppeng masih terbatas, terutama dalam perspektif arkeologi. Artikel ini akan fokus pada diskusi tentang jaringan budaya kerajaan Soppeng berdasarkan data kubur Jera Lompoe, dengan titik berat analisis pada nisan kubur. Data sekunder berupa hasil kajian sejarah akan mendukung analisis arkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada lima informasi tentang jaringan budaya kerajaan Soppeng abad ke-17 hingga abad ke-19, yaitu: (a) nisan Aceh tipe K, (b) nisan tipe hulu keris dan mahkota, (c) nisan tipe pedang, (d) makam duta kerajaan Sidenreng dan Pajung Luwu, dan (e) makam We Adang, istri salah seorang Raja Bone. Luasnya jaringan budaya kerajaan Soppeng pada abad ke-17 hingga ke-19 menjadi petunjuk tentang peran pentingnya dalam historiografi Sulawesi Selatan dan keikutsertaannya dalam trend penggunaan nisan kubur se-Nusantara.Hubungan Kerajaan Soppeng pra-Islam dengan wilayah lain telah dibahas oleh beberapa peneliti sehingga kita memiliki gambaran yang luas tentang periode tersebut. Pada periode Islam, pemahaman kita tentang hubungan budaya Kerajaan Soppeng masih terbatas, terutama dalam perspektif arkeologi. Artikel ini akan fokus pada diskusi tentang hubungan budaya Kerajaan Soppeng berdasarkan data kubur Jera Lompoe, dengan titik analisis pada nisan kubur. Metode yang digunakan adalah survei dan analisis tipe nisan. Data sekunder berupa hasil kajian sejarah akan menguatkan hasil analisis arkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada lima informasi tentang hubungan budaya Kerajaan Soppeng abad ke-17 hingga abad ke-19 berdasarkan data kubur , yaitu: (a) nisan Aceh tipe K, (b) nisan tipe hulu keris dan mahkota, (c) nisan tipe pedang, (d) makam duta Kerajaan Sidenreng dan Pajung Luwu, dan (e) makam We Adang, istri salah seorang Raja Bone. Luasnya hubungan budaya Kerajaan Soppeng pada abad ke-17 hingga ke-19 menjadi petunjuk tentang peran pentingnya dalam historiografi Sulawesi Selatan dan keikutsertaannya dalam kecenderungan penggunaan nisan kubur se-Nusantara     The relationship of the pre-Islamic Soppeng Kingdom with other regions has been discussed by several researchers, adding new data to this period. In the Islamic period, the observations of the cultural relations Soppeng had previously had were highly limited, especially from an archaeological perspective. This article presents conclusion drawn from grave data analysis of Jera Lompoe, gravestone being the core of analyses. Primary data were gathered through gravestone surveys; while secondary data were taken from related studies. The study indicates 5 findings: (a) Aceh type K, (b) keris hilt and crown type, (c) sword-type, (d) the tomb of the ambassadors of the Kingdom of Sidenreng and Pajung Luwu, and (e) the grave of We Adang, the wife of one of the Kings of Bone. The influential roles of Soppeng were apparent in the 17th and19th centurie

    Lider Öğretmen Olmak: Malezya'daki Öğretmen Adaylarının Algı, Hazırlık Düzeyi ve Zorlukları Üzerine Bir Araştırma

    Get PDF
    The ever growing demand for educational transformation in Malaysia has placed greater responsibilities upon school leaders to improve school performance. This brings to light the need to explore alternative approaches of school leadership where teachers can be roped in to help, lead and manage the operational tasks of the school. This study explores in-service teachers’ perceptions of teacher leadership within their contexts. The study also investigates teachers’ readiness and the challenges they face while practising informal teacher leader roles. The study employs a mixed-methods design and data were collected through questionnaires from 587 primary and 189 secondary in-service teachers and semi-structured interviews with eight selected teachers. In-service teachers have positive perceptions towards teacher leadership with most acknowledging familiarity with the concept. They admitted that they were ready to be selected as informal teacher leaders, for professional reasons. The findings further reveal that in-service teachers face challenges from various parties within the school community in executing their role as teacher leaders. Moreover, the findings recommend a framework for policy and school based initiatives for improving teacher leadership practices in Malaysian school context.Malezya'da eğitimsel dönüşüm için artan talep, okullardaki liderlere okul performansının arttırılması yönünde sorumluluklar getirmektedir. Bu durum, okuldaki rutin görevlere yardımcı olmaları için, öğretmenlerin okul liderliği yaklaşımlarını geliştirmelerini sağlamaktadır. Sunulan çalışma, öğretmen adaaylarının lider öğretmenlik konusundaki algılarını incelemektedir. Çalışma ayrıca öğretmenlerin hazırlık durumlarını ve lider öğretmen rollerini uygularken karşılaştıkları zorlukları da ele almaktadır. Çalışmada karma yöntem tasarımı kullanılmıştır. Veriler 587 ilköğretim ve 189 ortaöğretim öğretmen adayı ile yapılan anketler ve seçilen sekiz öğretmen ile gerçekleştirilen yarı yapılandırılmış mülakatlardan elde edilmiştir. Öğretmen adaylarının çoğu eğitim liderliği kavramına aşina olup, konuyla ilgili olumlu algılara sahiptir. Profesyonel hedefler doğrultusunda informal lider öğretmenler olarak seçilmeye hazır olduklarını kabul etmektedirler. Bulgular ayrıca öğretmen adaylarının, lider öğretmenlik rollerini yerine getirmeye çalışırken eğitim ekosisteminde karşılaştıkları güçlükleri de tespit etmektedir. Çalışmanın bir sonucu olarak. Malezya eğitim uygulamaları bağlamında lider öğretmenlik uygulamalarını geliştirmek için politika ve girişimleri bir çerçeve olarak sunulmaktadır
    corecore