13 research outputs found

    Serial Case: Colorectal Malignancy in Young Age

    Get PDF
    Colorectal cancer was the third most common cancer found worldwide. In 2002, colorectal cancer was the 2nd most common cancer in men, while it ranked third among women. Based on Indonesian Ministry of Health data, its prevalence was 1.8 per 100.000 population. We report four cases of colorectal cancer in this case series, and all cases was occured among person aged 28-32 years old. Age was the main relevant risk factors for colorectal cancer in most population. Only 3% of colorectal cancer found in individual aged less than 40 years old. This case series also aimed to show that risk factors was various and changing by the time, but its determinant factors could not be explained yet

    PENGENALAN DINI PENYAKIT REMATIK DAN SENAM REUMATIK BAGI LANSIA DI PUSKESMAS KASONGAN I, KATINGAN

    Get PDF
    Reumatik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang sekitar sendi. Penyakit rematik yang sering ditemukan adalah osteoarthritis akibat degenerasi atau proses penuaan, artritis rematoid penyakit autoimun dan gout karena asam urat tinggi. Pada lansia penyakit ini sering terjadi sehingga terkadang menyebabkan gangguan kualitas hidup pada lansia. Penyakit Reumatik dapat dicegah dan juga diberikan penanganan kesehatan. Sesuai dengan program pemerintah yang menetapkan umur harapan hidup yaitu 65 tahun diharapkan lansia dapat tetap mempertahankan kesehatannya agar tetap produktif dalam kehidupannya. Dampak yang ditimbulkan dari penyakit reumatik pada lansia yaitu nyeri, kekakuan, hilangnya gerakan dan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan, disertai pula dengan pembengkakan yang mengakibatkan terjadinya gangguan imobilisasi. Pengetahuan masyarakat Indonesia untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai penyakit reumatik, siapa saja yang dapat terserang penyakit reumatik, dan bagaimana cara penanganannya yang terbaik masih kurang. Untuk itu sebagai salah satu tenaga pendidik dan tenaga kesehatan, kita perlu untuk menyebar luaskan ilmu terkait dengan reumatik pada masyarakat. Kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pengusul kepada lansia di Posyandu Lansia pada wilayah kerja Puskesmas Kasongan I adalah menjelaskan mengenai jenis penyakit reumatik, siapa saja yang dapat terserang dan tindakan atau olah raga yang dapat dilakukan pada penderita penyakit reumatik terutama pada masyarakat lanjut usia serta memberikan spanduk edukasi sebagai sumber informasi bagi masyarakat.Reumatik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur atau jaringan penunjang sekitar sendi. Penyakit rematik yang sering ditemukan adalah osteoarthritis akibat degenerasi atau proses penuaan, artritis rematoid penyakit autoimun dan gout karena asam urat tinggi.1 Pada lansia penyakit ini sering terjadi sehingga terkadang menyebabkan gangguan kualitas hidup pada lansia. Penyakit Reumatik dapat dicegah dan juga diberikan penanganan kesehatan. Sesuai dengan program pemerintah yang menetapkan umur harapan hidup yaitu 65 tahun diharapkan lansia dapat tetap mempertahankan kesehatannya agar tetap produktif dalam kehidupannya.1 Dampak yang ditimbulkan dari penyakit reumatik pada lansia yaitu nyeri, kekakuan, hilangnya gerakan dan tanda-tanda inflamasi seperti nyeri tekan, disertai pula dengan pembengkakan yang mengakibatkan terjadinya gangguan imobilisasi.2 Pengetahuan masyarakat Indonesia untuk mengenal lebih dalam lagi mengenai penyakit reumatik, siapa saja yang dapat terserang penyakit reumatik, dan bagaimana cara penanganannya yang terbaik masih kurang. Untuk itu sebagai salah satu tenaga pendidik dan tenaga kesehatan, kita perlu untuk menyebar luaskan ilmu terkait dengan reumatik pada masyarakat.3 Kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pengusul kepada lansia di Posyandu Lansia pada wilayah kerja Puskesmas Kasongan 1 adalah menjelaskan mengenai jenis penyakit reumatik, siapa saja yang dapat terserang dan tindakan atau olah raga yang dapat dilakukan pada penderita penyakit reumatik terutama pada masyarakat lanjut usia serta memberikan spanduk edukasi sebagai sumber informasi bagi masyarakat

    Literature Review: Hubungan Terapi Sensori Integrasi terhadap Perubahan Perilaku dan Konsentrasi Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)

    Get PDF
    Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), a neurobehavioral disorder that most often occurs in children, is a condition that affects school-age children as a mental disorder. One of the therapies that can be used is integrated sensory therapy with a form of therapy that encourages a child to develop their physical abilities. Search this article to see the relationship of integrated sensory therapy to changes in behavior and concentration of children with ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder). Searching for articles through google scholar, found 18 journals to be reviewed. There were several games that had a relationship between sensory therapy, integration of behavior changes and concentration of children with ADHD, short-term play increased children's concentration, guessing the contents of the glass increased children's concentration and behavior, socialization games decreased impulsive behavior, bowling increased children's concentration, game education, increased concentration play children, PECS (Picture Exchange Communication System) increases children's concentration, mazes increase concentration, cranks increase children's concentration, flashcards increase concentration, music increases concentration and decreases impulsive behavior and writing increases concentration and decreases impulsive behavior. There is 1 journal which states that there is no difference between the integrated sensory therapy group and the untreated sensory integration group. There is a relationship between integrated sensory therapy to behavior change and control of children with ADHD. Integration sensory therapy involves activities that manage the sensory system by providing vestibular, proprioceptive, auditory, and touch input so that it can reduce hyperactive behavior and increase constructive behavior in children with ADHD

    Pengunaan Bilik Swab Pencegah Risiko Penularan Penyakit Infeksius di RS TNI AD Palangka Raya

    Get PDF
    WHO merekomendasikan pengambilan spesimen untuk diagnosis COVID-19 pada dua lokasi, yaitu dari saluran napas atas (swab nasofaring atau orofaring) atau saluran napas bawah [sputum, bronchoalveolar lavage, atau aspirat endotrakeal]. Tenaga medis harus memperhatikan keselamatan kerja dengan menggunakan APD (alat pelindung diri) yang tepat karena adanya kontak langsung dengan pasien terduga COVID-19 ketika mengambil sampel yang berisiko tinggi terinfeksi. Kasus COVID-19 di Indonesia meningkat setiap hari dan harga APD melambung tinggi dan terjadi kelangkaan. Mencermati kejadian tersebut maka sebagai wujud implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, dosen UPR mengambil peran aktif dalam pengabdian masyarakat melalui program dosen pendukung SDM unggul untuk memberikan bilik swab dalam melindungi tenaga medis dari penyebaran infeksi secara langsung. Target dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah RS TNI-AD Palangka Raya. Metode yang digunakan adalah metode serah-terima alat dan demonstrasi pemakaian sebagai solusi kepada mitra yaitu RS TNI-AD Palangka Raya. Kesimpulan dari program pengabdian ini dengan adanya pemanfaatan bilik swab di RS dapat meminimalisir paparan penyebaran infeksi secara langsung ke tenaga medis serta sebagai alternatif  saat krisis kelangkaan APD level

    EDUKASI DAN SKRINING HEPATITIS B PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA KASONGAN, KALIMANTAN TENGAH

    Get PDF
    Hepatitis B is a liver disease caused by the Hepatitis B virus (HBV). The mode of HBV transmission is parenteral, vertical (transmission), maternal (mother)-neonatal (fetus), or horizontal (very close and prolonged contact between individuals, sexual, iatrogenic, and sharing needles). Prison inmates (WBP) in Narcotics Prisons attributed with a high-risk factor of being infected with the hepatitis B virus. Due to the use of narcotics and illegal drugs by sharing needles, piercings, tattoos, and having free sexual intercourse because of wrong behavior. The impact caused by infection with the hepatitis B virus can cause advanced diseases such as cirrhosis of the liver and liver cancer. Therefore the activities carried out by the community service team from the Faculty of Medicine at the University of Palangkaraya. The target, Residents of the Class IIA Narcotics Correctional Institution, Kasongan. These community service aim to convey education in the form of counseling related to symptoms, transmission methods, prevention, treatment, and various health services related to hepatitis B, as well as conducting HBsAg examination screening of WBP and distributing X-banners to the prison.Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B virus (HBV). Cara penularan HBV adalah secara parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal (ibu)-neonatal (janin) atau horisontal (kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, serta penggunaan jarum suntik bersama). Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Narkotika merupakan salah satu orang yang memiliki faktor risiko tinggi terinfeksi virus hepatitis B, akibat penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang yang menggunakan jarum suntik secara bergantian, tindik, tatoo dan juga melakukan hubungan seksual secara bebas karena perilaku yang salah. Dampak yang ditimbulkan akibat terinfeksi virus hepatitis B dapat menyebabkan terjadinya penyakit tahap lanjut seperti sirosis hepatis dan kanker hati. Oleh sebab itu kegiatan yang dilaksanakan oleh tim pengabdian masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Palangkaraya pada sasaran yaitu Warga Binaan Pemasyarakat (WBP) Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Kasongan bertujuan untuk menyampaikan edukasi berupa penyuluhan terkait gejala, cara penularan, pencegahan,pengobatan dan berbagai layanan kesehatan terkait penyakit hepatitis B serta melakukan skrining pemeriksaan HBsAg terhadap WBP dan membagikan X-banner kepada pihak lapas. Kata kunci: Hepatitis B, Warga Binaan Pemasyaratan, skrining Hepatiti

    The Challenges of Diagnosis and Management of Wegener’s Granulomatosis with Negative ANCA

    No full text
    ABSTRAK Penyakit Granulomatosis Wegener merupakan suatu penyakit autoimun yang mengenai dinding pembuluh darah terutama pembuluh darah kecil dan sedang akibat adanya reaksi komplek imun. Sampai saat ini etiologi penyakit Granulomatosis Wegener belum diketahui secara pasti. Diagnosis Granulosis Wegener salah satunya adalah terdeteksinya antibodi cytoplasmic antineutrophilic cytoplasmic antibody (c-ANCA), akan tetapi pemeriksaan ANCA negatif atau tidak ditemukan pada kasWegener’s granulomatosis is an autoimmune disease that affects the walls of small and medium-sized blood vessels due to an immune complex reaction. Meanwhile, at present, the etiology of the disease is unknown with certainty. One of the diagnoses is the detection of cytoplasmic antineutrophilic cytoplasmic antibody (c-ANCA), but a negative ANCA examination is very rare. Therefore, this is a case report of a 33-year-old man that complained of sores on both legs, which were difficult to heal. The patient also experienced joint pain, fever at night, weight loss, hair loss as well as recurrent nosebleeds with an unknown cause. Furthermore, the physical examination found a saddle nose and black spots from the right and left groin to the back of the legs. Multiple irregular ulcers with different sizes were also discovered in the region cruris and dorsum pedis. The laboratory examination results showed Hb of 8.7 g/dl, 130 mm/hour ESR. Based on peripheral blood smear, the patient was suspected to have hypochromic-microcytic anemia, which caused chronic process along with bleeding. The IF pattern was also speckled with a titer of 1:320, and the ANCA test was negative (-). Meanwhile, the results of routine urine examination found blood +4 macroscopically and observed leukocyturia 2-10 LPB and 8-21 LPB erythrocyturia microsopically. The Doppler ultrasound of the left inferior extremity revealed the swelling of the left pedis soft tissue with peripheral arteritis in the cutis lesion area. The Anatomical Pathology examination showed non-specific chronic inflammation in the cruris and pedis region. Subsequently, the patient was administered with wound debridement by a surgeon, packed red cell (PRC) transfusion, metylprednisolone mg, azathioprine, and cefixime. After the treatment, the nosebleed was no longer felt, the joint pain reduced, and the fever improved.us ini sangat jarang terjadi. Artikel ini membahas mengenai kasus laki-laki 33 tahun datang dengan keluhan luka pada kedua tungkai kaki yang sulit sembuh disertai nyeri pada sendi, demam pada malam hari, penurunan berat badan, rambut rontok dan mimisan berulang yang tidak diketahui penyebabnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan saddle nose, terdapat bercak kehitaman dari kedua pangkal paha kanan dan kiri sampai ke punggung kedua kaki.  Pada regio cruris dan dorsum pedis didapatkan adanya ulkus multiple, ukuran bervariasi, irregular. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb 8,7 gr/dl, LED 130 mm/jam, Hapusan darah tepi: anemia hipokromik-mikrositik suspek et causa proses kronis bersamaan dengan proses perdarahan. ANA-IF pola speckled 1:320, ANCA tes hasil negatif (-). Hasil pemeriksaan urin rutin makroskopis darah +4, dan mikroskopis ditemukan leukosituria 2-10 LPB, eritrosituria 8-21 LPB. Hasil USG doppler pada regio ekstremitas inferior sinistra menunjukkan kesan: swelling jaringan lunak pedis sinistra dengan arteritis perifer pada area lesi kutis. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi menunjukkan peradangan kronis non spesifik et regio cruris dan pedis. Tatalaksana yang dilakukan debridement luka oleh spesialis bedah, transfusi pack red cell (PRC), metylprednisolon  mg, azathioprine, cefixime. Hasilnya mimisan sudah tidak dirasakan, nyeri sendi berkurang tetapi masih ada, dan demam membaik. Kata Kunci: Granulomatosis wegener, Vaskulitis autoimun, ANCA negatif  ABSTRACT Wegener's granulomatosis is an autoimmune disease that affects the walls of small and medium-sized blood vessels due to an immune complex reaction. Meanwhile, at present, the etiology of the disease is unknown with certainty. One of the diagnoses is the detection of cytoplasmic antineutrophilic cytoplasmic antibody (c-ANCA), but a negative ANCA examination is very rare. Therefore, this is a case report of a 33-year-old man that complained of sores on both legs, which were difficult to heal. The patient also experienced joint pain, fever at night, weight loss, hair loss as well as recurrent nosebleeds with an unknown cause. Furthermore, the physical examination found a saddle nose and black spots from the right and left groin to the back of the legs. Multiple irregular ulcers with different sizes were also discovered in the region cruris and dorsum pedis. The laboratory examination results showed Hb of 8.7 g/dl, 130 mm/hour ESR. Based on peripheral blood smear, the patient was suspected to have hypochromic-microcytic anemia, which caused chronic process along with bleeding. The IF pattern was also speckled with a titer of 1:320, and the ANCA test was negative (-). Meanwhile, the results of routine urine examination found blood +4 macroscopically and observed leukocyturia 2-10 LPB and 8-21 LPB erythrocyturia microsopically. The Doppler ultrasound of the left inferior extremity revealed the swelling of the left pedis soft tissue with peripheral arteritis in the cutis lesion area. The Anatomical Pathology examination showed non-specific chronic inflammation in the cruris and pedis region. Subsequently, the patient was administered with wound debridement by a surgeon, packed red cell (PRC) transfusion, metylprednisolone mg, azathioprine, and cefixime. After the treatment, the nosebleed was no longer felt, the joint pain reduced, and the fever improved. Keywords: Wegener's granulomatosis, Autoimmune vasculitis, negative ANCA 

    Faktor Yang Berkaitan Dengan Artritis Autoimun (Artritis Reumatoid Dan Lupus Eritematosus Sistemik) Di Kota Malang Tahun 2015

    Get PDF
    Latar belakang: Lupus Eritematosus Sistemik dan Artritis Reumatoid merupakan penyakit arthritis autoimun yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat awam. Pada penyakit Artritis Reumatoid prevalensinya relatif konstan, yaitu antara 0,5-1% di seluruh dunia. Belum terdapat data epidemiologi Lupus Eritematosus Sistemik yang mencakup semua wilayah Indonesia. Tujuan penelitian: Mencari data demografi,klinis,laboratoris serta faktor yang berkaitan dengan penyakit artritis autoimun (AR dan LES) pada masyarakat di daerah kota Malang, Jawa Timur. Metode: Penelitian survei dengan subjek populasi Kota Malang dengan metode pengambilan subjek yang diteliti multistage random sampling dengan metode penelitian potong lintang. Subjek penelitian dibedakan menjadi subjek artritis autoimun dan bukan artritis autoimun. Faktor yang dianalisa yaitu antara usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, status ekonomi, aktifitas fisik, disabilitas, cara berobat. Analisa bivariat menggunakan Chi Square, sedangkan analisa multivariat menggunakan regresi logistik untuk menentukan faktor yang paling dominan. Studi ini menggunakan kuisioner COPCORD yang telah dimodifikasi. Hasil: Prevalensi AR di kota Malang adalah 0,5% (4 orang) dan LES (10 orang) adalah 0,2% dari total 2067 subjek. Karakteristik demografi subjek AR dan LES paling banyak perempuan, sudah menikah, aktifitas fisik aktif dan disabilitas fungsional ringan. Usia rata-rata subjek AR ±57 tahun dan LES ±30 tahun, IMT subjek AR adalah overweight (26.18±3.86) dan IMT responden LES normal (22.73±5.45), status ekonomi subjek AR paling banyak tidak miskin, sedangkan LES prosentasi miskin dan tidak miskin adalah sama, cara berobat subjek AR paling banyak tanpa terapi/tradisional, sedangkan LES paling banyak dengan terapi medis. Karakteristik klinis dan laboratoris AR yaitu Rheumatoid Factor (RF) adalah 50,27 ± 27,06, CRP rerata±SD adalah 7,6±7,41, anti-CCP adalah 44,6±25,15. Aktivitas penyakit AR rata-rata DAS-28 3,56±1,05. Karakteristik klinis dan laboratoris yang ditemukan pada 4 subjek LES yaitu 2 subjek dengan fotosensitivitas, 4 subjek dengan ulkus pada mulut, 2 subjek dengan proteinuria, 3 subjek dengan ANA test positif, 4 subjek Anti dsDNA positif. Analisa data secara bivariat terdapat 2 faktor yang bermakna secara segnifikan terhadap penyakit artritis autoimun yaitu jenis kelamin dan disabilitas fungsional (p<0.05). Pada analisa multivariat, ditemukan bahwa hanya disabilitas fungsional yang menunjukkan hubungan yang bermakna. Kesimpulan: Jenis kelamin dan disabilitas fungsional menjadi faktor yang berkaitan dengan artritis autoimun (AR dan LES) dan faktor yang paling berkaitan dengan adalah disabilitas fungsiona

    Incidence of Colorectal Cancer in Saiful Anwar Hospital, Malang January 2010- April 2015

    No full text
    Background: Colorectal carcinoma is the third most common malignancy worldwide and the second most frequently found cause of mortality in the United States. In Indonesia, the number of colorectal cancer patients ranks 10th (2.75%) after other cancers (cervical, breast, lymph nodes, skin, nasopharyngeal, ovarium, soft tissue, and thyroid). The main key to success in managing this carcinoma is by detecting the cancer in early stage to enable curative treatment to be performed. But, unfortunately most patients in Indonesia seek for treatment in the advanced stage, causing low survival rate. Colorectal carcinoma requires multimodalities management and there is no uniformity of management approach in the national level. This study was aimed to identify the incidence, epidemiology, and risk factors which influence the occurrence of colon and rectal cancer in Saiful Anwar Hospital (SAH), Malang based on colonoscopy examination from January 2010-April 2015.Method: Descriptive study, with total sampling method. Samples were colon and rectal cancer patients in SAH, Malang who underwent colonoscopy within January 2010 – April 2015.Results: We found 472 eligible samples, which comprised of 50 individuals (11%) with the age of less than 36 years old, 326 individuals (69%) in middle aged group with the age of 36-65 years old, 96 individuals (20%) in older aged group with the age of more than 65 years old. Patients were predominantly male with 248 individuals (53%), while female patients were 224 individuals (47%). The most common location of the tumour was in the rectum, which was found in 380 individuals (74.15%). The most common clinical symptoms was bloody stool with mucus. From patients in this study, 87 individuals (18.43%) had history of smoking, 11 individuals (2.3%) had family history of cancer, and 58 individuals (12.28%) consumed traditional herbal drinks (jamu). Patients’ characteristics of colon cancer based on anatomical pathology results showed that the most common was moderately differentiated adenocarcinoma in 33 patients (61.11%), followed by well-differentiated adenocarcinoma in 14 patients (25.93%), and the least common was those with anatomical pathology results revealing unspecific adenocarcinoma in 7 patients (12.96%). Characteristics of patients with rectal cancer based on anatomical pathology results showed that the most commonly found was moderately differentiated adenocarcinoma in 72 patients (54.15%), well-differentiated adenocarcinoma in 34 patients (25.56%), unspecific adenocarcinoma in 24 patients (18.04%) and the least common was those with anatomical pathology results of mucinous adenocarcinoma found in 3 patients (2.25%).Conclusion: The conclusion of this study was colon and rectal cancer were frequently found in middle aged group. The most common location was rectum. Mainly found in male compared to female.

    Edukasi Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Pada Tatanan Sekolah Dasar Di Desa Cangkang Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah

    No full text
    Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) wajib dilaksanakan siswa di sekolah agar terhindar dari berbagai penyakit menular. salah satunya adalah Cuci Tangan dengan sabun dan air bersih juga jajanan yang sehat. Siswa berpeluang besar untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan jajan sehat di sekolah tapi kenyataannya justru terbalik jajan di luar kantin sekolah, dengan resiko jajanan tidak terkontrol sekolah dan bisa mengancam kesehatan anak. Belum tersedianya tempat cuci tangan dan penyediaan air bersih di sekolah. Maka, perlu diadakan Komunikasi, Edukasi dan Penyuluhan baik kepada siswa maupun wali murid. Pihak sekolah bekerjasama dengan Universitas Palangka Raya bekerja sama melaksanakan penyuluhan dan edukasi berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat bagi siswa/siswi SD Cangkang 1 sehingga terbentuk generasi sehat dan cerdas

    Pemerolehan Bahasa Anak Usia 2 Tahun di Masa Pandemi Covid 19

    No full text
    Orang tua memiliki peranan penting dalam pemerolehan Bahasa anak. Pandemi Covid 19 memiliki dampak yang signifikan terhadap terbatasnya sosialisasi anak. Anak terbatas hanya berkomunikasi dengan orang tuanya saja. Hal ini berdampak pada pemerolehan Bahasa pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemerolehan Bahasa anak selama masa pandemi covid 19. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif pendekatan kualitatif Data pada penelitian ini bersifat deskriptif yang berarti pemerolehan Bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik) pada anak. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ujaran verbal dari anak. Sumber data penelitian ini yaitu Mosha, anak perempuan berusia 2 tahun 4 bulan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu teknik simak dan teknik catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak menguasai pemerolehan bahasa baik dari tataran fonologi, morfologi dan sintaksis secara sederhana. Terdapat pula beberapa variasi dalam pemerolehan fonologi, sebagian besar disebabkan oleh belum sempurnanya alat ucap. Kemudian diharapkan bagi orang tua yang memiliki anak rentang satu tahun sampai tiga tahun harus lebih sering melibatkan anak-anak dalam berkomunikasi, supaya kosa kata yang didapatkan lebih banyak dan bervariasi. Orang tua juga harus mengajarkan anak untuk lebih sering berinteraksi di lingkungan sekitarny
    corecore