95 research outputs found

    Perencanaan Pengembangan Wisata Alam dan Pendidikan Lingkungan (Studi di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Cikampek)

    Full text link
    KHDTK Cikampek merupakan kawasan hutan yang difungsikan untuk tempat penelitian dan pengembangan kehutanan. Dalam perkembangannya, kawasan ini juga dimanfaatkan sebagai tempat wisata bagi masyarakat sekitar. Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan (Pusprohut), sebagai pengelola kawasan merespon dinamika perkembangan yang terjadi dengan mewacanakan pengembangan wisata alam dan pendidikan lingkungan. Pengembangan kawasan dilakukan agar kegiatan wisata dapat dikelola sekaligus dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis proses perencanaan pengembangan kawasan, 2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan, 3) aktor yang terlibat dalam proses perencanaan pengembangan wisata alam dan pendidikan lingkungan di KHDTK Cikampek. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Perencanaan pengembangan wisata alam dan pendidikan lingkungan di KHDTK Cikampek melalui tahapan 1) Penyiapan Kondisi Pemungkin, 2) Kajian Studi Pengembangan Potensi dan Program Wisata, serta Kajian Feasibility Pengusahaan Wisata, 3) Penyiapan Sumberdaya Manusia, 4) Penguatan Kelembagaan, 5) Penyiapan infrastruktur dan fasilitas, 6) Penyusunan Program, 7) Sosialisasi, 8) Pelaksanaan dan Implementasi Kegiatan, 9) Monitoring dan Evaluasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan pengembangan kawasan adalah faktor sumberdaya manusia, faktor lingkungan, faktor kebijakan, serta faktor dana dan anggaran. Pihak yang terlibat dalam pengembangan kawasan adalah Pemerintah, akademisi dan masyarakat. Pemerintah adalah Pusprohut sebagai pengelola, Disbudpar, akademisi tim pengkaji dari universitas, serta masyarakat sekitar kawasan. Pemerintah memiliki peran yang penting khususnya di bidang pembuatan kebijakan, akademisi menjadi konsultan pembantu dan masyarakat dapat memberikan masukan, saran serta pemikiran dalam proses perencanaan melalui diskusi atau pertemuan

    Pelimpahan Wewenang Bupati Kepada Camat dalam Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah

    Full text link
    Secara fundamental inti pelaksanaan otonomi daerah adalah keleluasaan pemerintah daerah (discretionary power) menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam memajukan daerahnya. Refleksi Perubahan keleluasaan kewenangan menuntut adanya penataan kembali kelembagaan pemerintahan, termasuk kelembagaan Kecamatan yang berubah status dari lingkungan administrasi pemerintahan menjadi wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota. Tujuan penelitian adalah: 1) mendeskripsikan dan menganalisis implementasi pelimpahan urusan pemerintahan; 2) mengetahui koordinasi yang dilakukan Camat; 3) mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat implementasi pelimpahan urusan pemerintahan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena metode inilah yang tepat untuk menjangkau, menjelaskan dan menggambarkan segala permasalahan lebih mendalam, serta sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, implementasi pelimpahan urusan pemerintahan dari Bupati Pasuruan kepada Camat Purwosari sesuai berdasarkan Perbup 27 Tahun 2006 masih belum efektif dilaksanakan. Pada 4 urusan yang dilimpahkan, tugas pemerintahan umum, pemerintahan desa dan urusan pertanahan merupakan urusan yang telah dilaksanakan Kecamatan sebelum adanya Peraturan pelimpahan wewenang. Sedangkan urusan perijinan merupakan wewenang baru, tetapi dibatasi pada ijin yang kurang strategis. Koordinasi vertikal Camat belum maksimal karena terhambat hirarki jabatan, tetapi koordinasi horisontal sudah efektif dilaksanakan karena Camat mampu melakukan pendekatan persuasif kepada pihak terkait di lingkungan Kecamatan. Kata Kunci : Otonomi, Keleluasaan, Pemerintah Daera

    Risk Factors Of Sexual Patterns In Fertile Women Of Cervic Lessions

    Get PDF
    Background: The incidence of cervical lesions that can progress to cervical cancer is estimated at 100 per 100,000 population. In 2013, cervical cancer was the most common cancer in Indonesia (0.8%). The incidence of cervical cancer in Magelang Regency in 2018 reached 2.3%, higher than the incidence in Central Java Province. This study aims to determine the magnitude of the risk factors for cervical lesions due to sexuality patterns in the Magelang Regency area. The purpose of this study was to determine several risk factors for the occurrence of cervical lesions and to find out what factors had the most influence on these events in Magelang Regency in 2020. By knowing the risk factors, the public knew to anticipate them. Methods: This study uses an analytical survey. The population of this study were all women who had partners of childbearing age. Samples were taken using accidental sampling, namely patients who did VIA examinations at independent practice midwives in the Magelang Regency area. Results: factors that did not affect the incidence of cervical lesions were the respondent's age, first experience of sexual intercourse (p 0.548), family planning methods (p 0.451) and genital hygiene (p 0.512). The factors that contributed to the incidence of cervical lesions were the number of sexual partners (p 0.164, OR 0.378), use of assistive devices (p 0.000, OR 8.634) and frequency of sex (p 0.000, OR 2.888) Conclusion: The biggest contributor to these factors is the use of sexual aid

    LESI SERVIX PADA WANITA USIA SUBUR DALAM PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT

    Get PDF
    Screening IVA inspection helpful to know that there are lesions on the cervix. The incidence of cervical cancer in Wonosobo 1.1% higher than the incidence in Central Java province and 1.5% higher than the incidence of cervical cancer in Indonesia. This research method using cross sectional analytic method correlational retrospective approach and supported by qualitative. Samples of all women of childbearing age who check the cervix with IVA method in Wonosobo district health center in 2013, as many as 1710 people The results of the bivariate statistical analysis using chi square p value = 0.043 with RP = 1,638 (CI 95% to the value range 1023 -2622). This means that there is a significant relationship between history kaknker in families with positive VIA test results. Cancer family history is a risk factor for cervical lesions WUS in Wonosobo regency. Conclusions history of cancer in families at risk of cervical lesions occur 1,831 times compared WUS patients with no history of cancer in the family. WUS age and the age of first sexual activity is a risk factor protective whereby 95% confidence interval for the number one in women of reproductive ag

    PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI UNTUK MENGATASI ABRASI DI PANTAI PULAU DERAWAN

    Get PDF
    Pulau Derawan adalah salah satu pulau terbaik di Indonesia yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Sehubungan dengan banyaknya wisatawan yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri, fasilitas komunikasi, penginapan, dan resort pun mulai dibangun. Resort dan penginapan yang ada di Pulau Derawan banyak tersebar di pinggir pantai yang menjadikan kestabilan dinamis pantai mulai terganggu akibatnya proses abrasi mulai terjadi.Salah satu dari masalah yang ada di daerah pantai adalah abrasi pantai. Abrasi pantai dapat menimbulkan kerugian sangat besar dengan rusaknya kawasan pemukiman, resort dan fasilitas-fasilitas yang ada di pantai Pulau Derawan. Untuk menanggulangi abrasi pantai, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari penyebab terjadinya abrasi. Dengan mengetahui penyebabnya maka selanjutnya dapat ditentukan cara penanggulangannya.Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan perencanaan bangunan pengaman pantai dengan bantuan software SMS8.0. Dari hasil analisis software SMS8.0 pola arus dominan yang terjadi adalah dari arah barat menuju timur dan angkutan sedimen yang terjadi adalah angkutan sedimen sepanjang pantai dari arah barat menuju timur. Dari hasil analisis gelombang didapatkan letak dari gelombang pecah untuk panjang bangunan pengaman pantai. Dari hasil analisa-analisa tersebut maka dapat disimpulkan bangunan yang sesuai adalah groin dengan panjang groin tipe 1 adalah 70 m, groin 2 adalah 55 m, groin 3 adalah 60 m dan groin 4 adalah 25 m. Lebar pada kepala groin adalah 3,3 m dan lebar pada lengan groin adalah 3,2 m. Material yang dipakai yaitu batu yang disusun. Berat satu batu untuk lapisan I untuk kepala yaitu 2,286 ton dan lengan 2,090, lapisan II untuk kepala 0,229 ton dan lengan 0,209 ton, lapisan inti untuk kepala 0,011 ton dan lengan 0,01 ton. Sedangkan tebal lapisan untuk kepala dan lengan yaitu lapisan  I 2,5 m, lapisan II 1,5 m, lapisan II 1 m dan lapisan geotekstile 0,5 m

    STUDI KESTABILAN BENDUNGAN MARANGKAYU DENGAN CUTOFF TRENCH DI HULU TUBUH BENDUNGAN

    Get PDF
    Bendungan Marangkayu di Kabupaten Kutai Kertanegara, Propinsi Kalimantan Timur dibangun diatas tanah lunak, serta didesain dengan cutoff trench pada hulu tubuh bendungan, karena pada as pondasi bendungan sudah direncanakan dipasang PVD (Prefabricated Vertical Drain) yang berfungsi mempercepat proses konsolidasi. Studi bendungan  dengan cutoff trench pada sisi hulu ini akan menghitung stabilitasnya dibandingkan bendungan tanpa dipasang cutoff trench, menganalisa stabilitas saat bendungan selesai dibangun dalam keadaan kosong, saat bendungan dalam kondisi tampungan penuh (fullbank) dan saat terjadi penurunan muka air secara mendadak (Rapid Drawdown), perencanaan perbaikan pondasi dengan PVD, serta menganalisa biaya untuk pembangunan bendungan tersebut.Dari hasil perhitungan didapat angka keamanan bendungan tanpa cutoff trench sebesar 1,24. Terjadi peningkatan angka keamanan pada bendungan dengan cutoff trench menjadi 1,46. Sedangkan biaya untuk pembangunan bendungan dan  perbaikan pondasi sebesar Rp. 76.876.608.742,

    The Risk Factors of Phlebitis in The Installation of Intravent Catalysts

    Get PDF
    Background: A hospital is a health service facility that allows nosocomial infections, namely phlebitis. Phlebitis is a complication of intravenous catheter placement that is characterized by redness, pain, swelling, and fever. The high rate of phlebitis in various countries is due to the risk factors that predispose to the incidence of phlebitis due to intravenous catheter placement.Objective: This study aims to determine the risk factors for phlebitis in intravenous catheter placement.Methodology: This study uses an observational analytic method with a cohort design. The study was conducted on 27 February - 14 March 2020 with 22 samples taken using purposive accidental sampling in the inward and RST surgery Dr. Soedjono Magelang. The instrument used was an observation sheet designed by researchers that had been tested by experts and a standard operational checklist for infusion. Data analysis uses a chi-square test and multiple logistic regression.Results: The incidence of phlebitis was 7 respondents (31.8%) and the associated risk factors were the type of infusion fluid (RR = 4.37 CI 95% 1.09-17.58; p-value 0.020). While the factors of age, sex, nutritional status, chronic diseases, types of injection drugs, insertion location, duration of installation, nurse skills, installation techniques, and catheter size were not related to the incidence of phlebitis (p-value 0.05).Conclusion: Although several factors are not related to the incidence of phlebitis, these factors can be a support for the incidence of phlebitis.

    THE RELATIONSHIP OF STRESS LEVEL WITH CHANGES IN BLOOD PRESSURE IN STUDENT BACHELOR APPLIED IN NURSING MAGELANG

    Get PDF
    Introduction: Blood pressure can change at any time and can even change drastically. Stress is one of the triggers of changes in blood pressure. Stress can lead to change pressure blood good systole as well as diastole.Methods: The research design is correlational analytic using a cross sectional approach. This study uses a total sampling technique of 63 respondents. Instruments in research This study uses a DASS 42 questionnaire with 14 stress level items for the stress level variable and sphygmomanometer as tool for variable pressure change blood.Conclusion: the majority of respondents experienced changes in  systolic and diastolic blood pressure until the results obtained with p value = 0.001 and 0.002 (p 0.05). Respondents can manage stress with good and could apply pattern behavior healthy one daily.Keyword : Stress;Change Pressure Blood

    Perencanaan Pengaman Pantai di Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik Timur, Nunukan, Kalimantan Utara

    Get PDF
    Pantai yang terletak di Desa Tanjung Aru, Kecematan Sebatik Timur, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara ini memiliki gelombang yang cukup tinggi sehingga pantai pada daerah tersebut mengalami kemunduran garis pantai atau yang biasa disebut sebagai erosi pantai. Erosi pantai menyebabkan kerugian yang besar dengan rusaknya fasilitas dan pemukiman penduduk yang ada pada daerah tersebut. Pengumpulan data dilakukan untuk merencanakan bangunan pengaman pantai. Dari ananlisis data pasang surut akan didapat elevasi muka air laut yang digunakan untuk menentukan elevasi mercu bangunan pengaman pantai. Dari pengolahan data angin akan diperoleh peramalan gelombang berupa tinggi, periode, dan arah gelombang. Dari hasil analisis data yang telah dilakukan maka dapat dipilih bangunan pengaman pantai dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu morfologi pantai, keuntungan dan kerugian masing-masing bangunan pengaman pantai, serta kondisi lingkungan yang ada pada daerah rencana. Bangunan pengaman pantai sendiri terdiri dari breakwater, groin, dan revetment. Berdasarkan hasil perhitungagan dan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, maka dipilih bangunan pengaman pantai dengan tipe detached breakwater. Detached breakwwater adalah bangunan yang dibangunan sejajar garis pantai dan berada dekat dengan dengan surf zone. Material yang digunakan adalah batu pecah dan dolos dan memiliki kemiringan 1:2. Detached breakwater tersebut memiliki beberapa lapisan, yaitu primary layer, secondary layer, dan core layer

    Efektivitas Water Tepid Sponge Suhu 37°C Dan Kompres Hangat Suhu 37°C Terhadap Penurunan Suhu Pada Anak Dengan Hipertermia

    Get PDF
    Background: Most of the fever that occurs in children results from changes in the heat center (thermoregulation) in the hypothalamus. The results of a preliminary study conducted at the Dahlia Children's Ward of Tidar City Hospital, Magelang, that there were 326 children with fever in November 2018-January 2019 and in January 2019 there were 123 children. The action taken at the Tidar City Hospital in Magelang if the child has a fever is the administration of antipyretics and warm compresses. Objective: To determine the effectiveness of water tepid sponge at 37 ° C and warm compresses at 37 ° C for temperature reduction in children with hyperthermia. Method: Quantitative research type, Quasi Experimental research design with Non Equivalent Control design, which is an experiment where the observation is done twice, namely before (Pre Test) and after experiment (Post Test). Analysis using univariate and bivariate with Mann Whitney test. Results: Analysis of data using the Mann Whitney test results were p = 0.001 (p 0.1). Conclusion: This study concludes that Water Tepid Sponge is more effective in lowering body temperature in children with hyperthermia
    corecore