6 research outputs found
DINAMIKA DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI KELAUTAN INDONESIA
Amanat UU 32 tahun 2014 tentang Kelautan salah satunya percepatan dan penguatan ekonomi nasional dari potensi kelautan yang ada. Penelitian ini mengkaji kontribusi PDB ekonomi kelautan; dampak pengembangan ekonomi kelautan; dan implikasi kebijakan pengembangan ekonomi kelautan. Metode penelitian menggunakan analisis data sekunder. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2010-2015 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif menggunakan model I-O (Input-Output) yang diupdate ke tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase produk kelautan terhadap PDB terus meningkat mencapai 28.01 % pada tahun 2015. Berdasarkan kajian terhadap dampak ekonomi yang dihasilkan, perlu diprioritaskan pengembangan ekonomi kelautan pada tiga sektor yaitu: industri kelautan, perikanan dan pariwisata bahari. Prinsip kebijakan pengembangan ekonomi kelautan harus inovatif dan berkelanjutan yang bertumpu pada peningkatan daya saing, modernisasi sistem produksi, penguatan kapasitas pelaku industri dan berbasis komoditas.Title: Dynamics and Policies of Indonesia’s Ocean Economic DevelopmentLaw number 32 of 2014 about The Sea mandates the national economic acceleration and empowerment from the potential of marine. This research examined the contribution of the ocean economy to GDP, impact of ocean economic development, and policy implication of ocean economic development. The research used secondary data analysis method. It used secondary data of 2010-2015 that were collected from Statistics Indonesia. Data were analyzed with quantitative descriptive method with I-O model (input-output), that were updated to 2015. The results showed that the percentage of marine products contribution to GDP increased to 28.01% in 2015. Based on the analysis of economic impact, it is necessary to prioritize the ocean economic development on three sectors: marine industry, fisheries, and marine tourism. The ocean economic development policies must be innovative, sustainable, increasing competitiveness, modernizing production systems, and strengthening the capacity of industrial and commodity-based players
IDENTIFIKASI AKTIFIVITAS EKONOMI DAN NILAI EKONOMI SPASIAL DAS CILIWUNG
The ecological, social and economic functions of the Ciliwung watershed are essentially to meet human needs, from primary to tertiary. The fulfillment of human needs occasionally contributes to the reduction of watershed ecological functions that result in flooding in Jakarta and declining ecological functions in the Jakarta Bay. Therefore, the study of the identification of economic activity and economic value spatially along the Ciliwung watershed needs to be done so as not to err in the management of the watershed in the future. This research uses survey method. Sampling using multi-stage sampling method. Spatial analysis of land use is done by using GIS by Arc / View method, economic value analysis is done with use value and non-use value. The use value approach uses a value-added production approach that is GDP of gross production of each sector of economy, non-use value using CVM approach by calculating WTP value. Percentage of Ciliwung Watershed cover: Forest 46.87 percent (Primary Forest 9.25 percent, Secondary Forest 25.25 percent, Plantation Forest 12.07 percent), Shrubs 0.62 percent, Plantation 1.06 percent, Dry Land Agriculture 9.68 percent, Rice Field 1.44 percent, Settlement 40.09 percent. Economic activity of The Downstream Ciliwung Watershed is dominated by the secondary sector (manufacturing, electricity, gas, water and construction). Economic activity of The Middle and Upstream Ciliwung Watershed is dominated by primary sector (Food crops, horticultural crops, plantation crops, Veterinary, Mining). The use value of Upper Ciliwung Watershed is Rp. 13.1 trillion, Middle Rp53.1 trillion and Downstream Rp. 1,117.6 trillion. Non-use value for the existence of The Upstream Ciliwung Watershed of Rp. 0.055 trillion, Rp. 0.235 trillion of The Middlel and Downstream Rp. 0.657 trillion per year. The economic value of Upstream Ciliwung Watershed is Rp. 13.12 trillion, Midle Rp5.545 trillion and Downstream is Rp. 1,118.31 trillion
Penilaian ekonomi jasa ekosistem mangrove Kabupaten Aceh Timur
Kerusakan ekosistem mangrove di Kabupaten Aceh Timur disebabkan oleh peralihan kawasan mangrove menjadi perikanan budidaya, perkebunan sawit dan pengambilan kayu untuk bahan baku pembuatan arang secara berkala yang mengakibatkan penurunan luas ekosistem mangrove. Penelitian ini betujuan mengetahui nilai ekonomi total ekosistem mangrove Kabupaten Aceh Timur serta nilai kawasan sehingga dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan luas mangrove terjadi sangat besar dalam jangka tahun 1990-2017. Pada tahun 1990 luas mangrove adalah sebesar 23.210,55 ha, namun pada tahun 2017 berdasarkan hasil citra land sat menunjukkan luas mangrove tersisa seluas 9.655,65 ha. Berdasarkan metode valuasi ekonomi yang dilakukan diperoleh hasil  nilai ekonomi total ekosistem mangrove dengan seluas 9.655,65 ha yaitu Rp 1.67 triliun per tahun. Hasil ini didapatkan dari nilai perikanan tangkap serta manfaat tidak langsung ekosistem mangrove di Kabupaten Aceh Timur. Pemanfaatan lainnya kawasan mangrove di Kabupaten Aceh Timur juga dimanfaatkan sebagai perikanan budidaya bandeng dan udang yang menyumbang nilai sebesar Rp 1.36 triliun per tahun dengan luas tambak 17.837,17 ha. Pemanfaatan lahan lainnya adalah sebagai  perkebunan sawit yang memberikan nilai sebesar Rp 18.075.789 hektar/tahun. Nilai ini didapat dari 15 orang petani sawit yang memiliki perkebunan sawit dengan luas total 95 ha.Â
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERBASIS PERDAGANGAN KARBON
-ABSTRACT\ud
Indonesia as a archipelagic developing country in the form of the islands has a high level of vulnerability to environmental damage, especially in coastal areas. Sea level rise could cause flooding, even predicted to sink some small islands. Meanwhile, the majority of Indonesia's population live in coastal areas with low adaptive capacity and extremely vulnerable to global climate change. Therefore it needed a new policy of coastal resource management strategy based on carbon crediting. This study was primarily aimed at estimating the potential for CO2 emissions, to predict whether this coastal region is a carbon sink or carbon source. The method performed in this study is the modeling of dynamic systems. The results showed that Sembilang National Park has a potential avoided emission about 1,16 Mt CO2 yr-1 with average carbon crediting about 11,56 million USD th-1 (by using carbon price 10 USD tCO2-1). That means this coastal region is a carbon sink. Utilization of carbon crediting options and sylvofishery options with NPV of 8566.77 million USD (3.6 times greater than NPV BAU model). This could encourage employment opportunities for 104,411 workers (11 times greater than BAU model)
Kajian Perubahan Lahan Ekosistem Mangrove Kabupaten Aceh Timur
Ekosistem mangrove tumbuh disepanjang pesisir Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh. Kawasan ekosistem mangrove yang ada terus mengalami perubahan selama kurun waktu 27 tahun terakhir. Perubahan tersebut perlu dilakukan kajian pemetaan untuk mengetahui lokasi dan luasan perubahan mangrove yang tersisa. Penelitian ini bertujuan untuk Memetakan sebaran ekosistem mangrove di daerah penelitian tahun 1990, 2001,2007,2011 dan 2017, serta mengidentifikasi pola sebaran tutupan lahan . Penelitian ini menggunakan data Penginderaan Jauh yaitu Citra Landsat 5 TM tahun perekaman tahun 1990, 2001, 2007, 2011 dan 2017. Sebaran tutupan lahan mangrove dipetakan secara digital melalui interpretasi media citra Landsat 5 TM untuk mendapatkan tren perubahan yang terjadi antara tahun 1990, 2001, 2007, 2011 dan 2017. Selanjutnya hasil klasifikasi secara terbimbing menggunakan algoritma support vector machine dan neural network untuk menunjukan perubahan sampel pada setiap kelas tutupan lahan. Hasil dari klasifikasi ini kemudian dilakukan uji akurasi guna mengetahui lokasi yang terjadi perubahan, pola perubahan dan faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan.Penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan hutan mangrove yang terjadi selama kurun waktu 27 tahun dengan luasan lahan yang berubah adalah 23.210 Ha (1990) menjadi 8.773 Ha (2001) menjadi 8.644 Ha (2007), selanjutnya pada tahun berikutnya menjadi 9.611 Ha (2011) meningkat menjadi 9.655 Ha (2017). Perubahan mangrove yang terjadi mempunyai pola random (tersebar tidak merata) dikarenakan faktor manusia yang melakukan eksploitasi secara berlebihan dan alih fungsi lahan menjadi tambak, lahan sawit dan lahan terbuka (idle). Perubahan tutupan mangrove terjadi sepanjang pesisir Kabupaten Aceh Timur cenderung menurun dari tahun 1990 sampai 2007 hal ini karena eksploitasi lahan ekosistem mangrove yang terjadi. Sementara pada tahun 2007 sampai 2017 terjadi peningkatan luasan ekosistem mangrove hal ini disebabkan rehabilitasi ekosistem mangrove yang dilakukan pasca tsunami melanda Provinsi Aceh
Valuasi ekonomi dan penilaian kerusakan kawasan ekosistem mangrove di pulau tanakeke kabupaten takalar
Penebangan mangrove di Pulau Tanakeke menyebabkan penurunan luas ekosistem mangrove secara signifikan. Selama 41 tahun luas mangrove yang terdegradasi mencapai 1.545,55 ha atau 61,90% dari total 2.496.66 ha. Hasil analisis citra Landsat_TM perekaman bulan Juli 2017 menunjukkan mangrove mangrove yang tersisa mencapai 1.009,39 ha. Mangrove ditebang untuk bahan baku produksi Arang, kayu bakar, tiang jaring sero/jermal dan rumput laut, serta dialihfungsikan menjadi lahan tambak. Tujuan penelitian ini adalah menentukan nilai ekonomi ekosistem mangrove yang masih tersisa, manentukan dampak apa saja yang dirasakan oleh masyarakat akibat kerusakan ekosistem mangrove, mengestimasi kerugian ekonomi akibat kerusakan ekosistem mangrove serta menentukan alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove di Pulau Tanakeke. Penelitian ini menggunakan metode survei, pengambilan contoh dipilih secara purposive sampling. Analisis yang digunakan adalah formula nilai ekonomi total (total economic value/TEV), willingnes to accept (WTA), dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai ekonomi total kawasan ekosistem mangrove di Pulau Tanakeke dengan luas 1.009,39 ha adalah sebesar Rp. 211.994.227.103/thn atau Rp. 210.022.119/ha/thn. Estimasi nilai kerugian ekonomi total kawasan mangrove sebesar Rp. 15.894.750.000/thn